BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, semakin beragam pula persoalan yang muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak pernah habis dibahas. Berdasarkan laporan dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan kepada harian Tempo, terdapat empat isu krusial pemenuhan hak asasi perempuan dan penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan Indonesia, yakni (1) kekerasan seksual terhadap perempuan, terutama dalam bentuk perkosaan, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual; (2) diskriminasi dan kekerasan perempuan terkait politisasi identitas; (3) diskriminasi terhadap perempuan pekerja migran; dan (4) penguatan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari reformasi birokrasi (Komnas Perempuan, 2011). Bertolak dari hal di atas, isu perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan krusial. Utamanya adalah pada empat hal yang telah dipaparkan di atas. Artinya, kasus-kasus mengenai perempuan merupakan persoalan yang menuntut untuk segera diselesaikan. Kasus opresi terhadap perempuan seperti yang dikemukakan di atas kiranya berkaitan erat dengan isu ketidakadilan gender yang terjadi pada kehidupan masyarakat saat ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya kultur patriarkat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ketidakadilan gender adalah suatu posisi 1

2 2 ketika kedudukan perempuan dan laki-laki tidak setara dalam kehidupan sosialnya. Pada umumnya, perempuan menjadi korban utama karena sistem patriarkat yang masih tumbuh subur di Indonesia. Patriarkat menurut Bhasin (1996:1) merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, sistem kontrol terhadap penguasaan dikuasai hak-hak perempuan dan kebebasannya. Dalam sistem patriarkat telah melekat ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi kuasanya daripada perempuan. Perempuan adalah bagian dari lakilaki. Dengan demikian, terciptalah kontruksi sosial yang tersusun sebagai kontrol atas perempuan dan laki-laki berkuasa penuh mengendalikan sistem yang berlaku dalam masyarakat. Dalam kehidupan sosial, istilah patriarkat tidak dapat dipisahkan dari istilah gender. Kini, istilah gender kian akrab digunakan oleh masyarakat. Namun, seringkali terdapat pemahaman yang kurang tepat. Hal itu diduga memicu terjadinya ketidakadilan gender. Nugroho (2008:1--8) menyebutkan bahwa gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yakni gender. Dalam bahasa Inggris, tidak secara jelas dibedakan pengertian sex dan gender. Seringkali gender disamakan dengan seks atau jenis kelamin. Menurut Sugihastuti dan Saptiawan (2010:5), kelamin merupakan penggolongan biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi potensial. Kelamin berlainan dengan gender yang merupakan elaborasi sosial dan sifat biologis. Gender membangun sifat biologis, dari yang tadinya bersifat alami, kemudian melebih-lebihkannya, dan pada akhirnya menempatkannya pada posisi yang sama sekali tidak relevan.

3 3 Sementara itu, Nugroho (2008:5) mengatakan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara ideologi, politik, hukum, dan ekonomi. Oleh karena itu, gender bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif, sedangkan jenis kelamin merupakan kodrat Tuhan yang berlaku di mana saja dan sepanjang masa dan yang tidak dapat berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Nugroho, 2008:8). Fakih (2008:12) juga berpendapat bahwa perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun, pada praktiknya perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan gender bagi terutama bagi kaum perempuan. Berbagai permasalahan yang muncul akibat ketidakadilan gender bagi perempuan adalah marginalisasi, subordinasi, pelabelan, kekerasan, dan beban kerja. Hal-hal di atas melatarbelakangi munculnya gerakan feminis. Gerakan feminis muncul akibat tumpang tindihnya makna yang tidak dipahami secara baik oleh masyarakat, antara gender dan jenis kelamin. Kaum feminis menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan bersifat alamiah dan tak terelakkan (Jackson dan Jackie, 2009:1). Feminisme tumbuh sebagai suatu

4 4 gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminisme berusaha merombak cara pandang kita terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupan (Nugroho, 2008:62). Fenomena semacam itu kemudian memunculkan gagasan-gagasan dari lahirnya karya sastra yang mengangkat tema feminisme. Salah satu karya sastra yang digunakan penulis dalam mengangkat tema feminisme tersebut adalah dalam bentuk novel. Salah seorang novelis perempuan yang mengangkat tema feminisme adalah Ayu Utami. Ayu Utami adalah salah seorang novelis perempuan yang produktif dan mengangkat tema feminis dalam karya-karyanya. Ia mulai banyak dikenal khalayak sastra setelah memenangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998 dengan novelnya yang berjudul Saman. Wanita dengan nama lengkap Justina Ayu Utami tersebut lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November Ia menamatkan kuliah di Jurusan Sastra Rusia, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Ia adalah seorang aktivis jurnalis dan novelis Indonesia, pernah menjadi jurnalis di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tidak lama setelah penutupan Tempo, Editor, dan Detik pada masa Orde Baru, ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. Kini, ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya, Saman, mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Dalam waktu tiga tahun, Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, ia mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince

5 5 Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Novel keduanya, Larung, yang merupakan seri lanjutan dari novel Saman terbit tahun Baru tujuh tahun kemudian, Ayu menghasilkan novel Bilangan Fu, sebelumnya sempat diselingi penerbitan kumpulan esainya yang dikemas menjadi novel dengan judul Si Parasit Lajang yang terbit pada 2003 dan Cerita Cinta Enrico terbit pada Baru-baru ini Ayu menerbitkan novel terbarunya, yakni seri Bilangan Fu, Manjali, Cakrabirawa, dan Lalita. Novel yang dikaji dalam penelitian ini merupakan salah satu novel karya Ayu Utami yang berjudul Pengakuan Eks Parasit Lajang yang selanjutnya disingkat menjadi PEPL. Novel ini merupakan salah satu novel yang masuk dalam trilogi Si Parasit Lajang dan Cerita Cinta Enrico. Sang penulis mengungkapkan alasan bahwa pemilihan judul novel Pengakuan Eks Parasit Lajang adalah novel ini mengandung pengakuan dari tokoh A yang memutuskan untuk tidak menikah, tetapi kemudian memutuskan untuk menikah. Oleh sebab itu Ayu Utami menggunakan istilah eks parasit lajang atau mantan parasit lajang dalam judul novelnya. istilah Parasit Lajang digunakan oleh seorang feminis Jepang untuk menyebut perempuan Jepang yang karirnya maju dan tidak menikah. Pada umumnya, mereka memilih untuk tetap tinggal satu rumah dengan orang tua atau menumpang di rumah orang tua dengan sebutan single parasit atau parasit lajang. Perempuan yang memilih tinggal bersama orang tua dan belum menikah meskipun sudah pantas menikah dianggap seperti parasit yang menyusahkan. Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang merupakan sebuah novel

6 6 dari trilogi Parasit Lajang. Meskipun tokoh dan tema dari ketiga novel tersebut sama, keterkaitannya tersebut tidak terlalu berarti sehingga tidak terlalu signifikan dengan bahasan penelitian ini. Oleh sebab itu, PEPL dapat dianalisis tanpa harus melibatkan kedua novel sebelumnya, yakni Si Parasit Lajang dan Cerita Cinta Enrico. Melalui tokoh perempuan dalam novel PEPL, pengarang mengungkapkan kegelisahannya sekaligus perlawanan terhadap sistem patriarkat yang masih diagung-agungkan di negara ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1031) patriarkat bermakna sistem pengelompokan sosial yang mementingkan garis keturunan bapak. Sementara itu, Patriarkhal adalah keadaan hukum yang anak itu masuk suku bapak, memakai nama bapak, dan mewarisi harta bapak (Sugihastuti dan Sastriyani, 2007:178). Dalam hal ini lelaki dinilai memiliki kuasa paling tinggi dalam menentukan segalanya dalam kehidupan masyarakat dibandingkan dengan perempuan. Hal lain yang menarik dari novel PEPL ialah ideologi tokoh utama perempuan (tokoh A) yang dinilai sangat berani dalam penolakan-penolakannya terhadap sistem patriarkat melalui keengganannya untuk menikah. Ia menganggap bahwa pernikahan yang terjadi di negeri ini sudah dilekati oleh nilai yang sangat berbeda dengan arti pernikahan. Bagi tokoh A, pernikahan hanya akan menjadikan istri sebagai objek bagi suaminya. Dalam novel ini, tokoh A juga menyuarakan pendapatnya mengenai banyaknya wanita yang menjadi korban pemerkosaan dan kekerasan akibat perempuan yang mau dan menerima dirinya menjadi objek. Selain itu, dalam novel PEPL terdapat tokoh perempuan yang

7 7 memiliki misi yang sama dengan misi utama feminis sosialis, yaitu berusaha mendobrak struktrur patriarkat dalam kehidupan masyarakat. Hal yang dilakukan oleh tokoh pun melalui proses penyadaran terhadap perempuan dengan cara mengumumkan keputusannya untuk tidak menikah. Gerakan tersebut dilakukan tokoh A agar perempuan tidak merasa takut dan malu oleh stereotip negatif yang diberikan kepada perempuan yang menikah di usia tua dan perempuan yang tidak menikah. Alasan pemilihan PEPL sebagai objek penelitian ini adalah, pertama, terdapat tokoh perempuan yang bercita-cita untuk mendobrak sistem patriarkat dalam masyarakat, sehingga tidak ada lagi ketidakadilan bagi perempuan. Sikap tersebut tergolong dalam gerakan feminis. Selain tokoh perempuannya, dalam novel PEPL juga terdapat tokoh laki-laki yang tidak membedakan hak-hak perempuan dan laki-laki berdasarkan jenis kelamin. Kedua, PEPL membahas pandangan masyarakat yang hidup dalam sistem patriarkat, yaitu perbedaan lakilaki dan perempuan bukan dari perbedaan biologisnya, tetapi karena penilaian dan perbedaan yang disebabkan patriarkat. Ketiga, novel ini ditulis oleh perempuan. Penulis perempuan dianggap mampu mengekspresikan perasaan keperempuanannya dibanding laki-laki. Pernyataan tersebut seperti yang diungkapkan oleh Soenarjati-Djajanegara (2000:18) bahwa penulis perempuan dinilai mampu mengungkapkan pengalaman, perasaan, serta pikiran yang selama ini diredam akibat ketidakadilan gender yang mereka alami. Keempat, konflik dan tokoh dalam PEPL lebih beragam daripada konflik yang ditampilkan dalam Si Parasit Lajang dan Cerita Cinta Enrico yang termasuk juga dalam trilogi.

8 8 Sementara itu, alasan pemilihan teori kritik sastra feminis sosialis untuk menganalisis novel PEPL adalah, pertama, adanya ketidakadilan gender dalam novel PEPL. Kedua, adanya stereotip-stereotip terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat akibat sistem patriarkat. Ketiga, terdapat ide-ide feminis dalam novel PEPL yang sejalan dengan pemikiran teori kritik sastra feminis sosialis. Dengan demikian, kritik sastra feminis sosialis dianggap mampu memecahkan masalah dalam penelitian ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian di atas terdapat beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Identifikasi tokoh profeminis dan tokoh kontrafeminis dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang 2. Aspek kebahasaan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang 3. Ide-ide feminis dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini adalah mendeskripsikan aspek feminis yang terdapat dalam novel PEPL yang diteliti menggunakan teori kritik sastra feminis sosialis dengan cara mengidentifikasi tokoh profeminis dan kontrafeminis dalam novel PEPL, menganalisis aspek kebahasaan dalam novel PEPL, serta menganalisis ideide feminis yang terdapat dalam novel PEPL.

9 9 Tujuan praktis penelitian ini adalah memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai novel PEPL karya Ayu Utami melalui kritik sastra feminis sosialis sehingga dapat membuka wacana tentang adanya ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang direpresentasikan oleh pengarang dalam novel PEPL. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap novel PEPL karya Ayu Utami dengan menggunakan teori feminisme sosialis sampai saat ini belum ditemukan. Namun, terdapat beberapa judul skripsi yang menggunakan teori kritik sastra feminisme sosialis. Pertama, terdapat skripsi Karina Maheswari pada 2004, dari Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer: analisis Kritik Sastra Feminis. Peneliti memfokuskan penelitiannya pada teori kritik sastra feminis sosialis dengan mengidentifikasi tokoh-tokoh dalam novel tersebut dan menemukan ide-ide feminis yang sesuai dengan ide-ide feminis sosialis. Peneliti mendapati perjuangan tokoh perempuan dalam novel Bumi Manusia dengan cara mengubah cara pandang dan sikap perempuan dalam menghadapi sistem patriarkiat. Peneliti juga menemukan hal yang menyebabkan ketidakadilan dalam masyarakat akibat sistem patriarkat, yaitu pandangan rendah masyarakat kepada perempuan akibat sistem tersebut. Kedua, terdapat pula skripsi dengan judul Novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Kritik Sastra Feminis yang disusun Thariq Asadi 2006 dari Fakultas Ilmu Budaya UGM. Skripsi ini

10 10 memfokuskan penelitian kepada kritik sastra perspektif feminis sosialis. Dengan mengidentifikasi tokoh-tokoh dan aspek kebahasaan, peneliti menemukan stereotip-stereotip negatif terhadap perempuan dalam masyarakat namun, tokoh utama perempuan dalam novel Si Manis Bergigi Emas sudah berani menentukan nasibnya sendiri. Ketiga, terdapat skripsi Fatma Swacahyani dari Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Cerpen Malam-Malam Nina dan Pantat Karya Lan Fang: Kajian Kritik Sastra Feminis Sosialis. Peneliti mengidentifikasi tokoh-tokoh, citra perempuan, aspek kebahasaan, dan ide-ide feminis yang terdapat dalam kedua cerpen karya Lan Fang tersebut. Penelitian tersebut menggunakan kritik sastra feminis sosialis. Berdasarkan hasilnya peneliti menemukan beberapa tokoh perempuan dalam kedua cerpen tersebut melakukan gerakan feminis sosialis dengan memperluas pembagian kerja dari ranah domestik ke ranah publik agar tidak tersingkir dari sistem kapitalis dan sistem patriarkat seperti yang dilawan oleh para feminis sosialis. Persamaan ketiga penelitian di atas dengan penelitian ini utamanya adalah teori yang digunakan, yakni teori kritik sastra perspektif feminis sosialis. Selain terdapat kesamaan pada teori yang digunakan, juga terdapat kesamaan pada masalah yang diteliti, yakni identifikasi tokoh, aspek kebahasaan, dan ide-ide feminis yang terdapat dalam objek kajian. Sementara itu, yang membedakan penelitian ini dengan ketiga skripsi di atas adalah objek penelitiannya. Kajian terhadap novel PEPL dengan fokus permasalahan pada identifikasi tokoh profeminis dan kontrafeminis, aspek kebahasaan, serta ide-ide feminis belum

11 11 pernah dilakukan sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian terhadap novel PEPL dengan menggunakan teori kritik sastra feminis sosialis perlu dilakukan untuk menambah khazanah studi tentang perempuan. 1.5 Landasan Teori Feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, kemudian diikuti usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut (Fakih, 2008:99). Pada umumnya, orang berprasangka bahwa feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki dan upaya melawan pranata sosial yang ada, misalnya rumah tangga, baik perkawinan maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari apa yang disebut kodrat (Fakih, 2008:78). Gerakan kaum perempuan tersebut pada hakikatnya adalah gerakan transformasi dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum lelaki. Dengan demikian, gerakan transformasi perempuan adalah suatu proses gerakan menciptakan hubungan antara sesama manusia (laki-laki dan perempuan) agar lebih baik dan baru. Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, politik, kultural, ideologi, lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan laki-laki dan perempuan. Dalam kaitannya dengan itu maka muncullah aliran-aliran pemikiran yang lebih dikenal dengan sebutan feminisme (Nugroho, 2008:61-62). Fenomena bias gender yang terjadi di tengah masyarakat menjadi motivasi dan stimulus utama berkembangnya paham feminisme di dunia masyarakat modern. Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang

12 12 berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan (Nugroho, 2008:62). Hakikat feminisme adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak melulu memperjuangkan soal perempuan belaka. Dengan demikian, strategi jangka panjang gerakan feminisme tidak sekedar upaya pemenuhan kebutuhan praktis kondisi kaum perempuan, melainkan perjuangan transformasi sosial ke arah penciptaan struktur sosial yang lebih baik (Fakih, 2008:100). Di antara berbagai ragam feminisme, ada empat teori feminis yang dinilai sebagai arus utama munculnya teori feminis lainnya, yakni feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, dan feminisme sosialis. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai landasan teori adalah kritik sastra feminis perspektif sosialis. Alasan penggunaan teori feminisme sosialis dalam penelitian ini akan dijelaskan seperti berikut. Banyak orang menganggap feminisme sosialis merupakan pengembangan dari feminisme marxis. Namun, feminisme marxis cenderung mengidentifikasi kelasisme dan bukan seksisme sebagai penyebab opresi terhadap perempuan. Sebaliknya, feminisme sosialis menegaskan bahwa penyebab fundamental opresi terhadap perempuan bukanlah kelasisme atau seksisme, melainkan suatu keterkaitan yang sangat rumit antara kapitalisme dan patriarkat. Dalam teori feminisme sosialis, terdapat dua hal yang menjadi perlawanan, yaitu patriarkat dan kapitalisme. Patriarkat, menurut Bhasin (1996:1) merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, sistem kontrol terhadap penguasaan hak-hak dan kebebasannya perempuan. Dalam sistem patriarkat melekat ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi kuasanya daripada perempuan,

13 13 perempuan adalah bagian dari laki-laki. Dengan demikian, terciptalah kontruksi sosial yang tersusun sebagai kontrol atas perempuan dan laki-laki berkuasa penuh mengendalikan sistem yang berlaku dalam masyarakat. Namun, feminis marxis dan feminis sosialis percaya bahwa opresi terhadap perempuan bukanlah suatu tindakan sengaja dari suatu individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi tempat individu itu hidup (Tong, 2010:139). Meskipun feminis sosialis setuju dengan feminis marxis bahwa pembebasan perempuan bergantung pada penghapusan kapitalisme, mereka mengklaim bahwa kapitalisme tidak dapat dihancurkan kecuali patriarki juga dihancurkan, dan bahwa hubungan material dan ekonomi manusia tidak dapat berubah jika ideologi mereka juga berubah (Tong, 2010:175). Mitchell (dalam Tong, 2010:177) berspekulasi bahwa ideologi patriarkat yang memandang perempuan sebagai kekasih, istri, dan ibu lebih daripada sebagai pekerja, bertanggung jawab paling tidak atas posisi perempuan di dalam masyarakat sebagaimana juga ekonomi kapitalis. Bahkan, jika revolusi Marxis berhasil menghancurkan keluarga sebagai unit ekonomi, revolusi itu tidak akan membuat perempuan menjadi setara dengan laki-laki. Hal itu terjadi disebabkan oleh cara patriarkat mengontruksikan psike laki-laki dan perempuan. Perempuan akan terus menjadi subordinat laki-laki, hingga pemikiran perempuan dan pemikiran laki-laki terbebaskan dari anggapan bahwa perempuan kurang tidak dengan laki-laki. Hal itu dibenarkan oleh Jaggar (Tong, 2010: ) bahwa sistem patriarkat menyebabkan perempuan teralienasi dari tubuhnya sendiri. Perempuan

14 14 bisa saja bersikeras melakukan sesuatu seperti berhias, diet, berpakaian menarik untuk menyenangkan dirinya sendiri, tetapi pada kenyataannya, ia membentuk dan menghias tubuhnya untuk kenikmatan lelaki. Perempuan juga dialienasi dari pekerjaan reproduksinya dan bukan dirinya sendiri yang memutuskan. Perempuan tidak diberi kesempatan untuk menentukan sendiri berapa jumlah anak yang ia inginkan, pemakaian alat kontrasepsi, cara perempuan melahirkan, dan sebagainya. Selain teralienasi dari tubuh dan cara reproduksinya, perempuan juga teralienasi dari kapasitas intelektualnya. Seorang perempuan dibuat untuk merasa sangat tidak yakin akan dirinya sendiri, ia ragu-ragu mengungkapkan gagasangagasannya di depan publik karena takut pandangannya tidak cukup layak untuk diungkapkan. Hal itu disebabkan laki-laki sebagai penetap kerangka pemikiran dan wacana, sedangkan perempuan sebagai orang yang hanya menjalankan tanpa diberi ruang untuk ikut memberi ide. Perempuan harus memahami bahwa di dalam struktur patriarkat abad ke-20, opresi terhadap perempuan terwujud dalam alienasi perempuan dari segala sesuatu dan dari setiap orang, terutama dirinya sendiri. Hanya jika perempuan memahami sesungguhnya dari ketidakbahagiaan mereka, perempuan akan berada dalam posisi untuk melawannya. Menurut Young (dalam Tong, 2010: ), selama feminis sosialis mencoba menggunakan kelas' sebagai pusat kategori analisis mereka, mereka tidak akan mampu menjelaskan mengapa perempuan di negara sosialis tidak lebih teropresi daripada perempuan di negara-negara kapitalis karena menurut Young, kelas adalah kategori yang buta gender. Oleh sebab itu, Young menawarkan bahwa hanya kategori yang melek gender seperti pembagian kerja mempunyai

15 15 kekuatan konseptual untuk mentransformasi teori feminis Marxis menjadi teori feminis sosialis yang mampu membahas seluruh kondisi perempuan, yaitu posisi perempuan di dalam keluarga dan tempat kerja, peran reproduksi dan seksual perempuan, serta peran produktif perempuan. Menurut Einsensten (dalam Fakih, 2012:92--93) bagi feminisme sosialis ketidakadilan bukan akibat dari perbedaan biologis laki-laki dan perempuan, tetapi lebih karena penilaian dan anggapan (social construction) terhadap perbedaan itu, yakni anggapan bahwa perempuan lebih lemah dan laki-laki lebih kuat secara fisik. Ketidakadilan juga bukan karena kegiatan produksi atau reproduksi dalam masyarakat, melainkan karena manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi sosial. Oleh karena itu, yang mereka perangi adalah konstruksi visi dan ideologi masyarakat serta struktur dan sistem yang tidak adil yang dibangun atas bias gender. Nugroho (2008:76) juga mengungkapkan visi utama feminis sosialis adalah perubahan struktur patriarkat. Hal tersebut bertujuan agar kesetaraan gender dapat terwujud. Menurut para feminis sosialis, perwujudan kesetaraan gender adalah salah satu syarat penting untuk terciptanya masyarakat tanpa kelas, egaliter, atau tanpa hierarki horizontal. Dalam kiprahnya, feminisme sosialis mengadopsi teori Marxisme, yaitu teori penyadaran pada kelompok tertindas agar para wanita sadar bahwa mereka merupakan kelas yang tidak diuntungkan. Proses penyadaran ini menjadi tema sentral gerakan feminisme sosialis karena menurut para feminis, banyak perempuan yang tidak sadar bahwa mereka adalah kelompok yang ditindas oleh sistem patriarkat (Nugroho, 2008:76).

16 16 Dasar penelitian dalam penelitian sastra berprespektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra. Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Menurut Yolder (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2001:17-18), kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan atau kritik tentang perempuan, juga bukanlah kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana yang dikandungnya ialah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Oleh sebab itu, melakukan identifikasi tokoh dalam analisis kritik sastra feminis sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui kedudukan dan perilaku tokoh perempuan dalam masyarakat. Identifikasi tokoh laki-laki dalam sebuah karya sastra juga tidak boleh diabaikan, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang diamati (Soenarjati-Djajanegara, 2000:51--53). Menurut Soenarjati-Djajanegara (2000:51--54), meneliti karya sastra dengan teori kritik sastra feminis perlu menggunakan pendekatan secara feministik. Yang dimaksud dengan pendekatan feministik adalah, pertama, identifikasi tokoh, pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi kedudukan tokoh dalam masyarakat, tujuan hidup tokoh, perilaku, watak, dan ucapan yang diberikan oleh penulis. Kedua, meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh-tokoh perempuan yang sedang diamati. Ketiga, mengamati sikap pengarang sebagai warga masyarakat dengan

17 17 memperhatikan pilihan kata yang digunakan. Keempat, menemukan ide-ide feminis yang diungkapkan pengarang melalui pilihan kata yang digunakan penulis. Tugas kritik sastra feminis adalah memfokuskan pada penggunaan bahasa yang terdapat dalam susunan leksikal dari kata-kata yang dipilih atau hal yang menentukan nilai ideologis atau kultural pada ekspresi yang digunakan. Hal itu perlu dilakukan untuk menemukan bias gender dalam bahasa yang akan menunjukkan ketidakadilan yang dialami perempuan dalam sebuah karya sastra (Showalter, 1985:255). Oleh sebab itu, tahap selanjutnya setelah mengidentifikasi tokoh ialah mengamati sikap penulis melalui aspek kebahasaan diksi atau pilihan kata dan gaya bahasa yang dihadirkan pengarang melalui kata-kata yang diucapkan tokoh. Gaya bahasa adalah bagian dari diksi atau pemilihan kata yang mempermasalahkan pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, permasalahan gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan, yaitu pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat. Gaya bahasa memunculkan penilaian pribadi, watak, dan kemampuan seseorang (melalui bahasa seseorang bisa menilai tingkat pendidikan dan sosial pengguna) (Keraf, 2004: ). Dengan mengidentifikasi aspek kebahasaan, diharapkan dapat ditemukan ide-ide feminis dalam novel PEPL. Ide-ide feminis adalah gagasan atau cita-cita yang diangkat oleh pengarang dalam sebuah cerita yang ingin disampaikan kepada pembaca. Ide-ide tersebut bersifat feministik. Seperti dalam karya sastra lain yang dikaji secara feminis, maka akan dianalisis pula gagasan-gagasan atau ide-ide feminis sosialis yang terdapat dalam novel PEPL.

18 Populasi, Sampel, Data Populasi dalam penelitian ini adalah trilogi novel karya Ayu Utami yang berjudul Si Parasit Lajang, Cerita Cinta Enrico, dan Pengakuan Eks Parasit Lajang. Trilogi ini dipilih karena terdapat muatan-muatan feminis dalam novel tersebut. Novel pertama yang diterbitkan Ayu Utami yaitu Si Parasit Lajang yang bercerita tentang keseharian, pemikiran, dan pekerjaaan seorang perempuan berusia 20 tahun yang memutuskan untuk tidak menikah. Pada novel pertama dijelaskan tentang makna parasit lajang, istilah tersebut ternyata dicetuskan oleh seorang feminis dari Jepang yang berarti perempuan yang tidak menikah dan disebut parasit lajang dianggap hanya menyusahkan orang tua. Dalam novel kedua, Cerita Cinta Enrico mengisahkan tentang seorang anak laki-laki yang ingin memiliki kebebasannya dari keluarganya. Tokoh laki-laki bernama Rik tersebut kemudian mendapat tiket kebebasannya setelah diterima kuliah di ITB. Pertemuan Rik dengan tokoh A menjadi awal cerita cinta keduanya yang kemudian diceritakan pada novel ketiga. Novel ketiga, Pengakuan Eks Parasit Lajang, menceritakan kembali tentang tokoh A. Sebagai novel terakhir, semua konflik pada novel pertama dan kedua dimunculkan dalam PEPL. Pada PEPL, diceritakan tokoh A yang dulu memutuskan untuk tidak menikah akhirnya memutuskan menikah dengan tokoh Rik, namun hanya menikah secara agama. Tahap selanjutnya diambil sampel yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini. Novel PEPL dianggap mewakili untuk diteliti menggunakan kritik sastra feminis sosialis. Novel PEPL dianggap mewakili substansi feminisme sosialis yang terdapat pada trilogi novel yang disebutkan pada populasi. Selain

19 19 yang dijelaskan di atas, pada novel PEPL ditemukan adanya gerakan tokoh perempuan untuk menyadarkan perempuan dari ideologi patriarkat yang membelenggu perempuan yang tanpa perempuan sadari. Data pada penelitian ini ialah teks yang berupa diksi, kalimat, paragraf, ataupun wacana yang menunjukkan adanya tokoh profeminis dan kontrafeminis, aspek kebahasaan yang digunakan pengarang, dan ide-ide feminis yang diangkat dalam novel PEPL. Data-data tersebut yang akan dianalisis untuk menjawab masalah penelitian ini. 1.7 Metode Penelitian Penelitian sastra dengan perspektif feminis ini bersifat kualitatif, yakni memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data yang dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya atau melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan (Ratna, 2011:47). Berdasarkan langkah tersebut, berikut adalah rumusan yang akan dilakukan dalam proses penelitian. 1. Menentukan novel yang akan dijadikan objek. 2. Melakukan studi pustaka dengan mencari dan mengumpulkan informasi yang relevan dengan penelitian ini. 3. Mengidentifikasi tokoh profeminis dan kontrafeminis dalam novel PEPL. 4. Menganalisis aspek kebahasaan yang digunakan pengarang dalam novel PEPL.

20 20 5. Menganalisis ide-ide feminis yang terdapat dalam novel PEPL. 6. Menarik kesimpulan. 7. Menyajikannya dalam bentuk laporan. Untuk memahami karya sastra dari sudut pandang kritik sastra feminis, Jonathan Culler (1983:43--63) memperkenalkan konsep reading as a woman. Konsep ini merupakan metode bantu yang diperlukan dalam proses penelitian dengan teori feminis. Konsep ini merupakan pijakan dasar dalam proses pembacaan suatu karya yang akan dianalisis dari sudut pandang kritik sastra feminis. Hal-hal yang menjadi perhatian konsep reading as a woman adalah sebagai berikut. 1. Pengalaman perempuan yang berarti memperhatikan pengalaman perempuan dengan melihat sebagai seorang perempuan yang selalu dibatasi kepentingannya. 2. Konsep pembaca sebagai perempuan mengarah kepada pernyataan kontinuitas di antara pengalaman perempuan secara sosial, struktur familial, dan pengalaman mereka sebagai pembaca. Kontinuitas dilakukan dengan menganggap penting situasi dan psikologi karakter perempuan dalam menyelidiki imaji atau gambaran perempuan dalam karya pengarang, genre, dan periode sastra. 3. Dalam kritik sastra feminis, pembaca perempuan harus mengidentifikasi karakter perempuan, kemudian mengidentifikasi karakter laki-laki yang lebih menentang kepentingan mereka sebagai perempuan.

21 21 4. Melakukan proses pembacaan secara keseluruhan untuk mengungkapkan ideologi yang terdapat dalam karya sastra. 1.8 Sistematika Laporan Penelitian Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian; rumusan masalah; tujuan penelitian; tinjauan pustaka; landasan teori; populasi, sampel, dan data; metode penelitian; dan sistematika laporan penelitian. Bab II berisi identifikasi tokoh profeminis dan kontrafeminis. Bab III analisis aspek kebahasaan yang berisi analisis pemilihan kata dan gaya bahasa. Bab IV berisi analisis ide-ide feminis yang berisi gerakangerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam novel PEPL. Bab V kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil ekspresi isi jiwa pengarangnya. Melalui karyanya pengarang mencurahkan isi jiwanya ke dalam tulisan yang bermediumkan bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa peran perempuan pengarang dalam sejarah sastra Indonesia masih sukar untuk dipetakan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Kenyataan sosial ini berbentuk homologi, atau merupakan kesamaan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Kenyataan sosial ini berbentuk homologi, atau merupakan kesamaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Wellek dan Warren (1989: 299) menyebutkan bahwa sastra merupakan karya yang menyajikan kehidupan, dan kehidupan merupakan sebagian kenyataan sosial. Kenyataan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Salah satu cerminan sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 1.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data yang dikumpulkan baik berupa skripsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang ekspresif. Di dunia ini banyak sekali cara mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi ini dapat lewat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini BAB V KESIMPULAN Pada Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia terdapat kecenderungan permasalahan yang selaras dengan kritik sastra feminis, yaitu kritik sastra feminis sosialis karena

Lebih terperinci

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya.

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. BAB II KAJIAN TEORI Di dalam bab dua ini akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Teori tersebut adalah Representasi, Cerita Pendek, Feminisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika menyuguhkan suatu karya sastra, dia akan memilih kata-kata yang

BAB I PENDAHULUAN. ketika menyuguhkan suatu karya sastra, dia akan memilih kata-kata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan dunia imajinasi yang memberikan makna tertentu kepada pembaca. Karya sastra mampu mengajak pembaca berimajinasi sesuai dengan konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian yang berkaitan terhadap pengkajian feminis dan objek

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. definisi operasional. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal-hal di atas adalah sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. definisi operasional. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal-hal di atas adalah sebagai 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab satu ini, dibahas mengenai (1) latar belakang masalah, (2) batasan masalah, (3) rumusan masalah, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian, dan (6) definisi operasional.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Adam Hawa karya. Muhidin M. Dahlan terdapat 5 bentuk. Bentuk marginalisasi tersebut

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Adam Hawa karya. Muhidin M. Dahlan terdapat 5 bentuk. Bentuk marginalisasi tersebut BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dilakukan penelitian sesuai dengan fokus permasalahan, tujuan penelitian dan uraian dalam pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk marginalisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

SIKAP RADIKAL TOKOH PEREMPUAN DALAM SI PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI SKRIPSI

SIKAP RADIKAL TOKOH PEREMPUAN DALAM SI PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI SKRIPSI SIKAP RADIKAL TOKOH PEREMPUAN DALAM SI PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN A. Gender dan Kajian tentang Perempuan Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian terdahulu, khususnya penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL CERITA CINTA ENRICO KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN SASTRA FEMINIS DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL CERITA CINTA ENRICO KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN SASTRA FEMINIS DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL CERITA CINTA ENRICO KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN SASTRA FEMINIS DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Bedasarkan penelitian yang sudah dilakukan menggunakan analisis wacana kritis model Norman Fairclough terhadap tiga buah lagu karya Ahmad Dhani yang berjudul Dua Sejoli, Selir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Feminisme merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Penciptaan karya sastra digunakan untuk mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif seorang pengarang. Hal ini sesuai dengan ungkapan Wallek dan Austin Warren (1989:3) bahwa karya sastra adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata śās- yang berarti instruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Citra tokoh..., Vidya Dwina Paramita, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Citra tokoh..., Vidya Dwina Paramita, FIB UI, 2009 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak dengan segala problematika yang melingkupinya merupakan salah satu topik yang tidak ada habisnya dibahas. Dalam diri seorang anak, melekat hak untuk mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012:77) menyebutkan bahwa karya sastra dan karya seni merupakan fakta

BAB I PENDAHULUAN. 2012:77) menyebutkan bahwa karya sastra dan karya seni merupakan fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah objek manusiawi, fakta kemanusiaan, atau fakta kultural, sebab merupakan hasil ciptaan manusia. Karya sastra merupakan satuan yang dibangun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci