lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR.dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hutan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan Ringkasan Rekomendasi

dokumen-dokumen yang mirip
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Implikasi Kebijakan

INDIKASI KERUGIAN NEGARA AKIBAT DEFORESTASI HUTAN. Tim Penulis: Egi Primayogha Firdaus Ilyas Siti Juliantari Rachman

Mencegah Kerugian Negara Di Sektor Kehutanan: Sebuah Kajian Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penatausahaan Kayu

PENGELOLAAN PNBP SDA KEHUTANAN. Jakarta 9 Oktober 2015

I. PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis PNBP pada. Satria Astana, Soenarno & OK Karyono 1

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d

Sintesis Penelitian Integratif 25. Bogor, 19 Maret 2015

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUKTI PENERIMAAN NEGARA

Perkembangan Bisnis Kehutanan Indonesia dan Permasalahannya

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 508/KPTS-IV/1998 TENTANG BESARNYA PROVISI SUMBERDAYA HUTAN (PSDH) PER SATUAN HASIL HUTAN KAYU

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 726/MPP/Kep/12/1999

*47505 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG

Potensi Kerugian PNBP dari PSDH

KODEFIKASI RPI 25. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Perkembangan Bisnis Kehutanan Indonesia dan Permasalahannya

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 92 TAHUN 1999 (92/1999) Tanggal: 13 OKTOBER 1999 (JAKARTA)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1997 TENTANG

OLEH : SOENARNO PUSAT PENELITIAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

Draft Legalitas: Versi Anyer 28 September 2005

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN

2016, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.42/MenLHK- Setjen/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKM)

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.21/Menhut-II/2013 TENTANG STANDAR BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/2/2007 TENTANG PENETAPAN HARGA PATOKAN UNTUK PERHITUNGAN PROVISI SUMBER DAYA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN REKOMENDASI EKSPOR PRODUK KAYU ULIN OLAHAN

Oleh : SOENARNO (Ketua) SUKADARYATI (Wakil Ketua) Prof.Riset DULSALAM (Pembina) HOTEL PERMATA, BOGOR MEI 2015

PROGRAM : PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN USAHA KEHUTANAN (Renstra Ditjen PHPL )

... ( Satria Astana, Soenarno & Wesman Endom)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

STANDARD UNTUK PENELUSURAN LEGALITAS KAYU (VERSI 3.2) HASIL WORKSHOP TANGGAL 15 JUNI 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI,

Oleh: Rachman Effendi dkk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

RESUME VLK RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DALAM RANGKA PENILIKAN PADA PT HIDUP BAHAGIA INDUSTRI

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA (IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK- HTI/HPHTI, IUPHHK RE)

BUPATI INDRAGIRI HILIR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

3. RINGKASAN TAHAPAN. Tahapan Lokasi dan Waktu Ringkasan Catatan. Pertemuan Pembukaan Kantor PT. Anugerah Langkat Makmur 8 Oktober 2016

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

SISTEM PEMANTAUAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU DI ERA OTONOMI DAERAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.76/Menhut-II/2014

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

RESUME HASIL PENILIKAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D.

2 Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, ditetapkan bahwa dalam rangka melindungi hak negara atas

RESUME HASIL VERIFIKASI LK

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA PEMEGANG IZIN DAN PEMEGANG HAK PENGELOLAAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. /MENHUT-II/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Hasil Hutan Kayu. Penatausahaan. Perubahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

RESUME HASIL AUDIT KHUSUS PENILAIAN KINERJA PHPL PT DASA INTIGA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Pariwisata; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

2 c. bahwa dalam rangka perbaikan tata kelola kehutanan sebagaimana Hasil Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013 mengenai Sistem Perizinan di

2 Pada Kementerian Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dima

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/PMK.011/2014 TENTANG

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RESUME HASIL PENILIKAN PADA IZIN PEMANFAATAN KAYU PT ANEKAREKSA INTERNATIONAL DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

DAMPAK PENCABUTAN PSAK: AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK 32

Disampaikan dalam acara Focus Working Group 2017 Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Jakarta, 18 Mei 2017

III. KERANGKA PEMIKIRAN

2 II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan Pemungutan dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan Dana Reboisasi Penggantian Nilai Tegakan dan Ganti Rugi Tega

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

CATATANKEBIJAKAN. Transparansi Penerimaan Negara Sektor Kehutanan. No. 01, Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT(HTR, HKm, HD)

Transkripsi:

lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR.dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hutan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan Satria Astana, Soenarno, dan OK Karyono Ringkasan Rekomendasi 1. Kebijakan kenaikan DR dan PSDH sebagai komponen terbesar dalam biaya kewajiban kepada negara perlu mempertimbangkan kepekaan perubahannya terhadap perolehan laba perusahaan. 2. Kebijakan kenaikan DR dapat langsung diberlakukan, sedangkan kebijakan penetapan harga patokan kayu bulat hutan alam di TPn perlu didasarkan pada suatu metode penetapan yang rasional. Ringkasan 1

Pendahuluan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) pada Departemen Kehutanan clan Perkebunan telah dicabut clan diganti dengan PP Nomor 12 Tahun 214 tentang Jenis clan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Pasal 8 PP Nomor 12 Tahun 214). Perubahan yang menyolok adalah perubahan kewenangan dalam penetapan harga patokan hasil hutan, yang sebelumnya ditetapkan oleh Menteri (Perindustrian clan) Perdagangan diubah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Menurut PP Nomor 59 Tahun 1998, harga patokan hasil hutan ditetapkan oleh Menteri Perindustrian clan Perdagangan berdasarkan harga jual rata-rata tertimbang di pasar domestik clan atau internasional (pasal 3 ), sedangkan menurut PP Nomor 12 Tahun 214, harga patokan hasil hutan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan (pasal 3) berdasarkan harga jual rata-rata hasil hutan kayu C.ari hutan alam di TPn (Tempat Pengumpulan) (ayat 3a), harga jual rata-rata hasil hutan kayu dari hutan tanaman berdasarkan nilai rata-rata tegakan di hutan (ayat 3b), clan harga jual rata-rata hasil hutan bukan kayu di TPn (Tempat Pengumpulan) (ayat 3c). Berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 214, penetapan besarnya DR kayu bulat juga diubah didasarkan pada kelas diameter. Kelas diameter kayu bulat (hutan alam) dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu: ( 1) kayu bulat dengan kelas diameter di atas 49 cm atau disebut KB (Kayu Bulat), (2) kayu bulat dengan diameter 3-49 cm atau KBS (Kayu Bulat Sedang), clan (3) kayu bulat dengan diameter < 3 cm atau KBK (Kayu Bulat Kecil). Dengan pengategorian ini, kategori kayu limbah pembalakan dihapuskan. Besarnya tarif DR yang dikenakan pun berubah. Sebagai contoh, pungutan DR untuk KB kelompok jenis kayu meranti wilayah Kalimantan clan Maluku sebelumnya adalah USD 16, per m 3 dinaikkan menjadi USD 16,5 per m 3, sedangkan untuk kelompok jenis kayu campuran sebelumnya adalah USD 13, per m 3 dinaikkan menjadi USD 13,S per m 3 Tarif PSDH untuk kayu hutan alam tidak berubah, sedangkan untuk kayu hutan tanaman berubah. Sebagai contoh, tarif PSDH untuk KB kelompok jenis kayu meranti wilayah Kalimantan clan Maluku adalah 1% dari harga patokan (PP Nomor 59 Tahun 1998; PP Nomor 7 4 Tahun 1999; PP Nomor 12 Tahun 212). Tetapi tarif PSDH untuk kayu HTI (Hutan Tanaman Industri) sebelumnya adalah 5% dari harga patokan (PP Nomor 59 Tahun 1998), kemudian diubah dimasukkan ke dalam kelompok kayu Perum Perhutani clan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan tarif 1% dari harga patokan (PP Nomor 74 Tahun 1999), clan sekarang dikem balikan lagi ke dalam kelompok kayu HTI dengan tarif yang diubah menjadi 6% dari harga patokan (PP Nomor 12 Tahun 212). Karenahingga kini harga patokan kayu belum ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan, harga patokan masih menggunakan harga patokan berdasarkan PP Nomor 59 Tahun 1998 jo PP Nomor 7 4 Tahun 1999 yang diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22/M-DAG/PER/4/212 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/ PER/3/212 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Penghitungan Provisi Sumberdaya Hutan. Sebagai contoh, harga patokan untuk KB kelompok jenis kayu meranti wilayah Kalimantan clan Maluku adalah Rp 6 ribu per m 3 Namun dalam praktek, penetapan tarif DR clan PSDH biasanya didasarkan pada kesepakatan antara pengusaha clan pemerintah, bukan pada suatu metode yang obyektif-ilmiah. Penentuan besarnya DR ditetapkan begitu saja clan kenaikannya pun tidak berdasarkan pertimbangan misalnya karena harga kayu yang membaik atau terjadi efisiensi pemanenan kayu. Demikian pula dengan pengenaan PSDH, yang ditetapkan berdasarkan persentase terhadap harga patokan, mengundang pertanyaan mengapa harga patokan kayu dari hutan alam didasarkan pada harga jual rata-rata di TPn, sedangkan harga patokan kayu dari hutan tanaman pada nilai ratarata tegakan di hutan? Meskipun dalam praktik harga jual aktual kayu bulat hutan alam umumnya berada di gerbang TPK (Tempat Penimbunan Kayu) logpond, pelabuhan, atau lokasi industri. Demikian pula dengan besarnya persen dari harga patokan juga mengundang pertanyaan misalnya mengapa ditetapkan 6% untuk kayu hutan tanaman clan 1% untuk kayu hutan alam? Pengalaman sebelumnya 2 lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hulan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan

.. menunjukkan bahwa meskipun menurut PP Nomor 59 Tahun 1998, harga patokan hasil hutan ditetapkan berdasarkan harga jual rata-rata tertimbang di pasar domestik dan atau imernasional (pasal 3), namun hingga tahun 214 (kini) harga patokan untuk KB kelompok jenis kayu meranti wilayah Kalimantan dan Maluku tidak pernah berubah sebesar Rp 6 ribu per m 3 Merosotnya produksi kayu bulat hutan alam (Gambar 1) menekan perolehan PNBP sektor kehutanan. Di sisi lain, meskipun produksi kayu bulat dari hutan tanaman cenderung meningkat (Gambar 1), perolehan PSDH-nya relatif kecil. Sebagai contoh, kendati produksi kayu bulat dari hutan tanaman (IUPHHK-HT) tahun 212 (26,1 juta m 3 ) lebih tinggi dibanding produksi kayu bulat tahun yang sama dari hutan alam (5,1 juta m 3 ) (Kementerian Kehutanan, 213), perolehan PNBP dari PSDH hutan tanaman lebih kecil (Rp 62,7 miliar) dibanding perolehan PNBP dari PSDH hutan alam (Rp 38,5 miliar). Untuk mengantisipasi penurunan PNBP pemerintah berusaha menaikkan besarnya tarif PSDH (Provisi Sumberdaya Hutan) dan DR (Dana Reboisasi). Antisipasi melalui kenaikan tarif ini dikhawatirkan sedikit banyak akan mengganggu kinerja pengelolaan hutan karena pengaruhnya terhadap biaya dan laba akibat kenaikan PSDH dan DR. Terlebih jika harga kayu bulat dari hutan alam telah tertekan oleh kebijakan larangan ekspor kayu bulat, pengaruh industri kayu terintegrasi, dan keterbatasan transportasi, sedangkan dari sisi biaya produksi tertekan oleh biaya tenaga kerja dan bahan bakar yang cenderung meningkat. 3 25 2 m3 15 1 5 -+-IUPHHK- HA ~ IPK/ILS Perhutani - IHPHHK-HT 28 29 21 Tahun 211 212 Sumber: Kementerian Kehutanan, 213 (Diolah) Gambar 1. Perkembangan produksi kayu bulat dari hutan alam dan hutan tanaman, 28-212 Pendahuluan 3

.. Apakah benar laba pengusaha hutan alam terguncang? Pengaruh kenaikan DR dan PSDH terhadap laba pengusaha hutan alam dijelaskan dengan menggunakan beberapa kondisi. Pertama, jika DR naik tetapi PSDH tetap. Dengan kondisi ini, kenaikan DR akan menyebabkan kewajiban kepada negara meningkat dari Rp 243.112 menjadi Rp 248.862 atau 2,4% dan biaya pengelolaan hutan meningkat dari Rp 946.41 menjadi Rp 952.16 atau,6%. Sebagai konsekuensinya, perolehan laba perusahaan contoh menurun dari Rp 181.98 per m 3 menjadi Rp 176.158 per m 3 atau menurun 3,2% (Tabel 1). Kedua, jika PSDH naik tapi DR tetap. Dengan kondisi ini, kenaikan PSDH akan menyebabkan kewajiban kepada negara meningkat lebih besar dari Rp 243.112 per m 3 menjadi Rp 277.9 per m 3 atau 14,3% dan biaya pengelolaan hutan meningkat dari Rp 946.41 per m 3 menjadi Rp 981.198 per m 3 atau 3,7%. Sebagai konsekuensinya, perolehan laba perusahaan contoh menurun lebih besar dari Rp 181.98 per m 3 menjadi Rp 147.12 per m 3 atau 19,1% (Tabel 2). Ketiga, jika DR dan PSDH naik secara berbarengan. Dengan kondisi ini, kewajiban kepada negara akan meningkat dari Rp 243.112 per m 3 menjadi Rp 283.65 per m 3 atau 16,7% dan biaya pengelolaan hutan akan meningkat dari Rp 946.41 per m 3 menjadi Rp 986.948 per m 3 atau 4,3%. Sebagai konsekuensinya, perolehan laba perusahaan contoh akan menurun dari Rp 181.98 per m 3 menjadi Rp 141.37 per m 3 atau menurun sebesar 22,3% (Tabel 3 ). Laba yang diperoleh merupakan laba bersih (biaya bunga dan pajak telah dibayarkan) sehingga penurunan laba yang terjadi tidak mengguncangkan kegiatan pengelolaan hutan. label 1. Pengaruh kenaikan DR terhadap laba perusahaan contoh di Kalimantan Timur Uraian A Produksi kayu bulat 58.289,27 Rp/m3 B Harga kayu bulat di TPn 1. 128.318,2 DR & PSDH tidak DR naik USO Perubahan berubah,5/m 3 c Komponen biaya pengelolaan hutan Rp/m3 % 1. Biaya produksi kayu bulat 219.567 219.567 2. Biaya perbaikan stok hutan 22.59 22.59 3. Biaya kelola lingkungan & sosial 11.41 11.41 4. Biaya sarpras 295.948 295.948 5. Biaya umum dan administrasi 154.314 154.314 6. Biaya kewajiban kepada negara 243.1 12 248.862 2,4 Total biaya (1 sd 6) 946.41 952.16,6 Laba/rugi 181.98 176.158-3,2 Sumber: Astana et al. (214) 4 lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hutan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan

I A B Tabel 2. Pengaruh kenaikan PSDH terhadap laba perusahaan contoh di Kalimantan Timur Produksi kayu bulat Uraian Harga kayu bulat di TPn Harga patokan PSDH tidak berubah c Komponen biaya pengelolaan hutan Rp/m3 1. Biaya produksi kayu bulat 219.567 2. Biaya perbaikan stok hutan 22.59 3. Biaya kelola lingkungan & sosial 11.41 4. Biaya sarpras 295.948 5. Biaya umum dan administrasi 154.314 6. Biaya kewajiban kepada negara 243.112 Total biaya (1 sd 6) 946.41 D Laba/rugi 181.98 Sumber: Astana et al. (214) 58.289,27 1.128.318,2 Harga patokan PSDH berubah Perubahan Rp/m3 % 219.567 22.59 11.41 295.948 154.314 277.9 14,3 981.198 3,7 147.12-19, 1 Berapa persen PNBP akan meningkat? Jika tarif DR meningkat sebesar USD,5 per m 3, maka PNBP dari DR akan meningkat 22,2%, sedangkan jika harga patokan PSDH ditetapkan di TPn (Rp l.128.318/ m 3 ), maka PNBP dari PSDH akan meningkat sebesar 44,6%. Secara keseluruhan persentase kenaikan PNBP akibat kenaikan tarif DR dan PSDH tersebut akan mencapai 29,7% (Tabel 4), suatu kenaikan yang signifikan. Hasil simulasi pengaruh perubahan tarif DR dan PSDH terhadap laba pengusaha hutan alam dengan kondisi hanya tarif DR yang diubah, sementara PSD H tidak berubah, menunjukkan pengusaha hutan alam akan menerima lab a no! rupiah jika DR dinaikkan dari USD,5 per m 3 menjadi USD 15,8 per m 3 (Tabel 5). Jika hanya tarif PSDH yang berubah, sementara tarif DR tidak berubah, hasil simulasi menunjukkan pengusaha hutan alam akan menerima laba no! rupiah jika persentase tarif PSDH dinaikkan sebesar 13% menjadi 23% dari sebelumnya (1%). Selanjutnya jika tarifpsdh adalah 1% dari harga di TPn, hasil simulasi menunjukkan pengusaha hutan alam akan menerima laba no! rupiah jika tarifdr dinaikkan menjadi USD 12,8 per m 3 Jika tarifdr dinaikkan USD,5 per m 3, laba pengusaha hutan alam akan nol rupiah jika tarif PSDH dinaikkan dari 1% menjadi 22,5% (Tabel 5). Berapa persen PNBP akan meningkat? 5

label 3. Pengaruh kenaikan DR dan PSDH terhadap laba perusahaan contoh di Kalimantan Timur Uraian A Produksi kayu bulat 58.289,27 Rp/m3 B C D Harga kayu bulat di TPn Komponen biaya pengelolaan hutan 1. Biaya produksi kayu bulat 2. Biaya perbaikan stok hutan 3. Biaya kelola lingkungan & sosial 4. Biaya sarpras 5. Biaya umum dan administrasi 6. Biaya kewajiban kepada negara Total biaya (1 sd 6) Laba/Rugi Sumber: Astana et al. (214) DR & PSDH tidak berubah 219.567 22 59 11.41 295.948 154.314 243.112 946.41 181.98 1.128.318 DR & PSDH berubah Rp/m3 219.567 22 59 11.41 295.948 154.314 283.65 986.948 141.37 % Perubahan 16,7 4,3-22,3 label 4. Pengaruh kenaikan DR dan PSDH terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak pada kasus perusahaan contoh di Kalimantan Timur. A Produksi kayu bulat 58.289,27 Rp/m3 B Harga kayu bulat di TPn 1.128.318 Penerimaan PNBP c Jenis Pungutan Sebelum perubahan tarif (Rp) Setelah perubahan tarif (Rp) Perubahan (%) a. DR 9 51.237.473 11.6.388.983 22,2 b. PSDH 4.549. 123.859 6.576.884.312 44,6 Total 13.6.361.332 -, 7.637.273.295 29,7 Sumber: Astana et al. (214)

label 5. Maksimum kenaikan DR dan PSDH pada kasus perusahaan contoh di Kalimantan Timur I 2 Skenario kebijakan Jika PSOH tidak berubah (Permendag No. 8/M-DAG/ USO,5/m 3 PER/2/27), maka tarif DR dapat dinaikkan Jika tarif PSDH berubah (Peraturan baru: 1% dari USO,5/m 3 harga di TPn), maka tarif DR dapat dinaikkan PSDH Jika tarif DR tidak berubah (PP59/1998), maka PSDH 1% dapat dinaikkan PSDH 3 Jika DR naik USO,5 per m 3, maka tarif PSDH dapat 1% dinaikkan Keterangan: USD 1, = Rp 11.5; Sumbec Astana et al (214) Maksimum kenaikan DR USO 15,8/m 3 USO 12,8/m 3 PSDH 23% PSDH 22,5% Laba lmplikasi Kebijakan Biaya kewajiban kepada negara adalah tinggi yakni berada di antara biaya produksi kayu bu!at dan biaya sarpras, implikasinya kebijakan kenaikan DR dan PSDH sebagai komponen terbesar dalam biaya kewajiban kepada negara perlu mempertimbangkan kepekaan perubahannya terhadap perolehan laba perusahaan. Kenaikan PSDH lebih sensitif terhadap laba perusahaan dibanding kenaikan DR, implikasinya kebijakan kenaikan DR dapat langsung diberlakukan. Harga jual aktual kayu bulat umumnya berada di gerbangtpk (logpond), pelabuhan atau lokasi industri, implikasinya kebijakan penetapan harga patokan kayu bulat hutan alam di TPn perlu didasarkan pada suatu metode penetapan yang rasional. lmplikasi KebiJakan 7

Daftar Pustaka Astana, S., Soenarno, & O.K. Karyono. 214. Implikasi perubahan tarif Dana Reboisasi dan Provisi Sumberdaya Hutan terhadap laba pemegang konsesi hutan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak: Studi kasus hutan alam produksi di Kalimantan Timur, Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Kehutanan Vol. 11 (3): 253-267. Kementerian Kehutanan. 213. Statistik Kehutanan Indonesia 212. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 214 tentangjenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehuranan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Februari 214 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 214 Nomor 36. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 1998 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 94. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1999 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 137. Peraruran Menteri Perdagangan Nomor 22/M-DAG/PER/4/212 tentangperubahan Aras Peraruran Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/212 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Penghitungan Provisi Sumberdaya Hutan. Lampiran II: Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Penghirungan Provisi Sumberdaya Hutan. Ditetapkan di Jakarta tanggal 24 April 212. 8 lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hulan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan