Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3 Penulis : Gibson Burrel & Gareth Morgan Heinemann, London, 1979. Peringkas : M. Eka Suryana - 1203000641 Keyword : Assumptions, social science, society, four paradigm, methodology Maksud dan Tujuan Penulisan Penulis hendak menyajikan kepada pembaca alur dari artikel yang diringkas di atas dalam bentuk yang mudah dipahami, meskipun demikian penulis tidak menjamin bahwa apa yang penulis pahami setelah membaca artikel memliki kesamaan maksud dengan pengarang artikel di atas. Abstrak Artikel ini merupakan bagian dari buku dari chapter 1-3 yang oleh pengarangnya dimaksudkan untuk memperkenalkan argumentasi bahwa semua teori organisasi dapat didasari oleh filosofi science dan teori kemasyarakatan. Chapter satu membahas beberapa asumsi filosofis yang menjelaskan pendekatan berbeda terhadap ilmu sosial, hal ini dapat dianggap sebagai dimensi subjektif-objektif. Chapter dua membahas beberapa asumsi berbeda dalam membicarakan tentang sifat masyarakat sosial, hal ini dapat dianggap sebagai dimensi regulation-radical change. Pada chapter ketiga dibahas hubungan yang terdapat pada dua dimensi tersebut kemudian dikembangkan sebuah skema koheren untuk menganalisa teori sosial. Isi Ringkasan Bab 1 Assumption about the Nature of Social Science Terdapat beberapa asumsi yang menjelaskan pendekatan berbeda terhadap ilmu sosial, yaitu : 1. Ontological nature, asumsi yang menekankan pentingnya pemahaman terhadap fenomena yang sedang diinvestigasi. Misalkan pertanyaan apakah realita yang diinvestigasi bersifat eksternal terhadap individu (memang terjadi dan individu tidak memberikan pengaruh terhadap realita) atau apakah realita merupakan hasil dari pikiran manusia (bersifat internal)?.
2. Epistemological nature, asumsi mengenai dasar pengetahuan. Penekanan dari asumsi ini adalah bagaimana memandang sifat dari pengetahuan itu sendiri, apakah bersifat hard, nyata dan tangible, atau pengetahuan lebih bersifat soft, lebih subjektif, dan transendal (spiritual). 3. Human nature, asumsi mengenai hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Pertanyaan mendasar untuk memahami human nature adalah apakah manusia dan pengalamannya merupakan hasil dari lingkungan ataukah manusia yang berperan untuk mempengaruhi lingkungan?. Ketiga asumsi di atas akan memberikan implikasi secara langsung terhadap methodological nature. penggunaan asumsi yang berbeda akan menyebabkan metodologi yang dipergunakan dalam menginvestigasi fenomena pun berbeda. Perbedaan titik pandang ontological, epistomological, human, dan methodological memberikan dua kutub polarisasi perspektif yaitu pendekatan secara subjektif terhadap ilmu sosial dan pendekatan secara objektif terhadap ilmu sosial. Pada dua kutub tersebut terjadi perdebatan yang terpusat pada empat hal yaitu, Subjektif Objektif Ontologi Nominalis : Menganut paham Realis : Menganut paham bahwa social world dibentuk bahwa social world yang oleh kognitif individual dibentuk oleh kognitif individual bersifat tidak lebih dari label, bersifat hard, tangible, dan nama dan konsep. struktur yang sulit dirubah. Epistemologi Anti-positivism : menganut Positivism : untuk mencari paham bahwa social world penjelasan dan memprediksi bersifat relatif dan hanya apa yang terjadi di social world dapat dipahami jika individu dengan mencari regularitas dan terlibat langsung dalam hubungan kausal yang terdapat aktifitas yang sedang antara elemen di dalamnya. dipelajari. Human Voluterisme : Menganggap Determinisme : Menganggap Nature bahwa manusia bersifat bahwa manusia dan aktifitasnya bebas dan independen. ditentukan oleh situasi dan lingkungan tempat dia berada. Metodologi Ideografik : Menilai bahwa Nomothetic : Melakukan
untuk memahami social world harus dilakukan pengamatan terhadap subjek investigasi secara komprehensif. Metode ini dilakukan dengan berinteraksi dengan situasi setiap hari dari subjek yang diinvestigasi. pendekatan dengan cara menekankan pentingnya penelitian menggunakan protokol yang sistematis dan teknik. Perdebatan yang terjadi antara empat hal di atas direfleksikan dalam dua kelompok tradisional utama. Kelompok pertama adalah socialogical positivism yang berusaha untuk mengaplikasikan model dan metode dari natural science untuk mempelajari masalah yang terjadi di masyarakat, Kelompok kedua adalah german idealism yang memiliki dasar pandangan bahwa kebenaran utama terdapat pada spirit atau ide daripada data yang ditangkap oleh indera. Bab 2, Assumption about the Nature of Society Sama seperti halnya dalam memahami nature of social science, terjadi perdebatan pula dalam memahami nature of society karena pihak yang memiliki teori, isu, perspektif maupun yang sama cenderung berkumpul dalam satu kelompok. Salah satu perdebatan yang cukup serius terjadi dalam debat order conflict. kelompok order mengambil pendekatan dalam memandang masyarakat yang memiliki sifat stabil, integrasi, memiliki fungsi koordinasi, konsensus. Sementara kelompok conflict mengambil asumsi bahwa masyarakat memiliki sifat berubah, konflik, disintegrasi dan paksaan (coersion). Belakangan muncul kritikan terhadap debat ini oleh salah seorang peneliti ilmu sosiologi (Cohen) karena Dahrendorf (yang memulai pembedaan order-conflict) dituduh salah dalam memposisikan order-conflict sebagai entiti yang terpisah seperti dua sisi pada mata uang, padahal menurut Cohen keduanya tidak mutually exclusive dan tidak bisa dipisahkan sama sekali. Karena itu kemudian muncul istilah baru regulasi dan perubahan secara radikal (radical change). Pada dasarnya kedua istilah ini bertujuan memperkuat argumentasi Dahrendorf bahwa memang seharusnya ketika seseorang berusaha memahami masyarakat, orang tersebut akan lebih condong ke salah satu kutub pandangan karena itu memang selayaknya kedua istilah di atas (regulasi dan radical change) dibedakan. Pada dasarnya regulasi memiliki kemiripan makna dengan order yang diberikan argumentasi penguat tambahan begitu juga dengan radical change yang merepresentasikan conflict.
Bab 3, Two Dimensions : Four paradigms Hubungan antara kedua pendekatan pada chapter sebelumnya yang dipergunakan untuk membahas nature of social science dan nature of society digambarkan pada gambar berikut, Terlihat bahwa masing-masing paradigma memiliki kemiripan sifat dengan paradigma yang bersebelahan secara vertikal maupun horizontal. Paradigma yang berada pada sisi atas diagram memiliki kemiripan sifat perubahan radikal, sementara pada sisi bawah memiliki kemiripan sifat regulasi. Paradigma yang berada pada sisi kanan memiliki kemiripan sifat bahwa pandangan terhadap masalah menggunakan metode yang formal, dan terstruktur. Umumnya orang yang berada pada sisi ini lebih memaksakan agar tujuan dari paham yang dipercayainya (radical change atau regulation) dapat tercapai, sementara paradigma yang berada pada sisi sebelah kiri bagi orang yang mempercayainya cukup tertanam dalam pikirannya (bersifat subjektif). Empat paradigma inilah yang pada akhirnya dipergunakan untuk melihat permasalahan yang terjadi pada sosial masyarakat. Berikut penulis jelaskan maksud dari masingmasing paradigma di atas lebih jauh,
1. Paradigma Fungsionalis. Paradigma yang didasarkan atas pendekatan terhadap sosiologi regulasi dengan menggunakan sudut pandang objektif. Merupakan paradigma yang menggunakan pendekatan yang berorientasi pada masalah. 2. Paradigma Interpretif. Mengadaptasi pendekatan yang sesuai dengan apa yang pernah dijelaskan mengenai sosiologi regulasi dengan pendekatan secara subjektif atau implisit. Melihat dunia sosial sebagai sebuah kemunculan proses sosial dimana proses ini dibuat oleh individu-individu yang ada. 3. Paradigma Humanis Radikal. Paradigma yang dibentuk karena adanya kepedulian dalam mengembangkan sosiologi perubahan radikal menggunakan sudut pandang subjektif. 4. Paradigma Radical Terstruktur. Melakukan sosiologi perubahan radikal dari sudut pandang objektif. Paradigma ini berkonsentrasi terhadap hubungan yang terstruktur dalam dunia sosial. Komentar Jenis artikel di atas merupakan jenis artikel yang sulit dipahami, salah satu sebabnya adalah terdapat beberapa istilah bahasa inggris yang jarang digunakan namun memiliki frekuensi kemunculan kata yang tidak sedikit sehingga penulis harus membaca kalimat tersebut secara berulang atau membuka wikipedia agar memahami makna kalimat yang dimaksud (contoh : ontology, epistemology). Tetapi terlepas dari semua itu peringkas menilai bahwa artikel ini bukanlah sebuah artikel yang sulit dipahami, hanya dibutuhkan konsentrasi yang tinggi ketika membaca supaya dapat memahami artikel ini. Meskipun bisa jadi pengarang artikel di atas tidak dimaksudkan kepada kalangan natural science (Peneliti di bidang IPA) untuk memperkenalkan beberapa cara pandang atau metodologi yang pada artikel tersebut ditujukan untuk membahas teori sosial kemasyarakatan, namun penulis merasa bahwa mungkin saja metodologi pendekatan masalah yang terdapat pada artikel sumber mungkin saja diterapkan pada hal lain.