1 Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba Pentandra) Melalui Proses Transifikasi Dengan Menggunakan CaO Sebagai Katalis Nidya Santoso, Ferdy Pradana,dan Prof. Dr. Ir. H. M. Rachimoellah, Dipl. EST Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: rachim@chem-eng.its.ac.id Abstrak Tujuan penelitian ini adalah membuat biodiesel dari minyak biji kapuk randu (Ceiba pentandra), mempelajari pengaruh variabel operasi terhadap kinerja katalis (CaO) dalam proses transifikasi minyak Kapuk Randu serta mengetahui daya regenerasi dari katalis (CaO). Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah rasio mol minyak terhadap metanol 1:10, 1:15, dan 1:20, suhu reaksi yang digunakan 40 ºC, 50 ºC, dan 60 ºC dan waktu reaksi transifikasi selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dengan katalis CaO yang digunakan sebesar 7 % dari massa minyak kapuk randu. Dari hasil penelitian, yield tertinggi didapat pada variabel rasio mol minyak terhadap methanol 1:15, suhu reaksi yang digunakan 60 C dan waktu reaksi transifikasi selama 1 jam yaitu sebesar 88,576%.Selain itu katalis CaO dapat diregeenrasi hingga 3 kali dengan yield terkecil yang didapat yaitu sebesar 64,3%. Kata Kunci Biodiesel, Minyak biji kapuk randu, Ceiba pentandra, kalsium oksida. D I. PENDAHULUAN ewasa ini, cadangan minyak bumi di Indonesia semakin menipis yakni mencapai 4 milyar barrel, dengan konsumsi sekitar 1 juta barrel sehari maka cadangan minyak bumi Indonesia akan habis maksimal 13 tahun ke depan. Oleh karena itu, peranan pengembangan energi pengganti migas harus ditingkatkan. Salah satu energi alternatif pengganti migas yang diminati adalah biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak bekas, lemak binatang, atau minyak tumbuhan yang telah dikonversi menjadi Methyl Ester melalui proses transeseterifikasi dengan alkohol. Biodiesel memberikan sedikit polusi dibandingkan bahan bakar petroleum dan dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel. Banyak bahan yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku biodiesel, salah satunya adalah biji kapuk randu. biji kapuk randu sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena memiliki keunggulan antara lain biji kapuk randu mengandung 40% berat minyak, mudah didapat, dan harganya relatif murah. Transifikasi merupakan metode paling umum digunakan untuk memproduksi biodiesel. Transifikasi adalah reaksi minyak tanaman (Trigliserida) dengan alkohol menggunakan katalis basa sehingga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Pada proses transifikasi katalis homogen basa yang sering digunakan adalah NaOH,dan KOH. Salah satu kerugian dalam penggunaan katalis homogen dalam proses pembuatan biodiesel adalah katalis tersebut tidak dapat digunakan kembali atau tidak dapat diregenerasi kembali, karena katalis bercampur dengan minyak dan methanol maka dalam proses pemisahan katalis dari produk lebih kompleks. Penggunaan katalis ini juga tidak ramah lingkungan karena membutuhkan banyak air untuk proses pemisahannya. Berdasarkan kenyataan diatas maka dikembangkan penggunaan solid katalis dalam proses produksi biodiesel. salah satunya adalah CaO untuk mengatasi kekurangan dari katalis homogen. A. Tahap Degumming II. URAIAN PENELITIAN Degumming merupakan suatu proses pemisahan kotorankotoran minyak seperti getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak kapuk randu karena adanya gum akan menimbulkan emulsi sabun dan akan mengganggu proses pemurnian minyak [1].Pada proses degumming minyak kapuk randu menggunakan H 3 PO 4 pa 0,1% volume minyak, reaksi selama 30 menit pada suhu 70 C. B. Tahap Esterifikasi Esterifikasi bertujuan untuk menghilangkan FFA pada minyak, dengan menkonversi FFA menjadi biodiesel. Kadar FFA yang terlalu besar dapat mengakibatkan reaksi saponifikasi dengan katalis, oleh karena itu kadar FFA harus dijaga maksimal 1% [2]. Esterifikasi menggunakan H2SO4 pa 1% massa minyak, methanol pa rasio mol dengan minyak 1:6. Kondisi operasi :Suhu 60 C,waktu reaksi 1,5 jam. C. Tahap Kalsinasi Katalis Katalis CaO yang berukuran 150 mesh, dilakukan proses kalsinasi sebelum proses transifikasi. Karena katalis CaO akan teracuni oleh CO 2,sehingga mengurangi aktifitasnya sebagai katalis. Dengan proses kalsinasi CO 2 dihilangkan pada CaCO 3 sehingga dihasilkan CaO murni. Kalsinasi dilakukan
2 pada suhu 700 C selama 2 jam. D. Tahap Transifikasi Tahap transifikasi dilakukan dengan memasukkan methanol ke dalam labu leher tiga dengan rasio variabel 1:10, 1:15, 1:20 mol ratio dan menambahkan katalis CaO sebanyak 7% dari massa minyak yang masuk. Setelah campuran homogen, minyak kapuk randu ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan hingga variabel suhu 40,50,60 C dengan waktu 1,2,3 jam disertai pengadukan. Selanjutnya dilakukan penyaringan katalis CaO dengan menggunakan kertas saring (0,7 μm) dan memisahkan FAME yang terbentuk dengan gliserol menggunakan corong pemisah E. ANALISA Analisa yang dilakukan adalah analisa kandungan FFA pada minyak menggunakan metode titrimetri, analisa densitas biodiesel, analisa viskositas menggunakan viskometer oswald, dan analisa GCMS untuk melihat kandungan pada biodiesel yang dihasilkan III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh kandungan FFA pada minyak Berdasarkan analisa kadar FFA didalam minyak kapuk randu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel didapatkan besar kandungan FFA sebesar 9,317 %. Nilai FFA ini jauh melebihi jumlah maksimal kandungan FFA untuk dilakukan proses transifikasi, yaitu maksimal 1%. Oleh karena itu dilakukan proses ifikasi Kadar FFA dalam minyak bahan baku juga harus di analisa kadarnya setiap kurun waktu tertentu karena kadar FFA meningkat dalam minyak seiring dengan waktu penyimpanan. Faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan kenaikan kadar FFA dalam minyak bahan baku antara lain adalah temperatur dan kelembaban, oleh karena itu sangat penting untuk menempatkan minyak pada kondisi kelembaban rendah dan temperatur rendah untuk mencegah pertumbuhan FFA yang mengakibatkan penurunan efisiensi proses dan yield [3]. B. Hasil Analisa Densitas Densitas atau massa jenis menunjukan perbandingan berat per satuan volume. Kareteristik ini berkatian dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar.jika biodiesel memiliki massa jenis melebihi ketentuan, akan terjadi reaksi tidak sempurna pada konversi minyak nabati. Biodiesel dengan mutu seperti ini tidak seharusnya digunakan untuk mesin diesel karena akan meningkatkan keausan mesin, emisi, dan menyebabkan kerusakan pada mesin [4]. Dari hasil analisa densitas pada seluruh variabel hasil proses transifikasi didapatkan hasil yang sesuai dengan standard biodiesel menurut SNI 04-7182-2006, yaitu masih dalam range 0,850 0,890 g/cm3. C. Hasil Analisa Viskositas Yield biodiesel (FAME) yang dihasilkan juga dapat diperkirakan melalui harga viskositas larutan biodiesel. Konversi trigliserida menjadi methyl melalui proses transifikasi menagkibatkan berkurangnya berat molekul trigliserida dan mengurangi viskositasnya. Viskositas merupakan salah satu parameter penting dalam kelayakan penggunaan biodiesel dalam mesin diesel [5]. Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, tahanan akan semakin tinggi. Hal ini sangat penting karena mempengaruhi kenerja injektor dalam mesin diesel. Atomisasi bahan bakar juga sangat bergantung pada viskositas, viskositas yang lebih tinggi membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar denagn momentum tinggi dan memiliki kecenderungan bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan peningkatan deposit dan emisi bahan bakar. Sebaliknya bahan bakar dengan viskositas rendah akan memproduksi spray yang terlalu halus dan tidak dapat masuk ke dalam silinder pembakaran sehingga membentuk daerah fuel rich zone yang menyebabkan pembentukan jelaga. Viskositas juga menunjukan sifat pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar. Viskositas yang relatif tinggi mempunyai sifat pelumasan lebih baik [4]. Dari hasil analisa viskositas pada seluruh variabel hasil proses transifikasi didapatkan hasil yang sesuai dengan standard biodiesel menurut SNI 04-7182-2006, yaitu masih dalam range 2,3-6Cst. D. Hasil Analisa GCMS Tabel 1. Data library 3 hasil terbaik Analisa GCMS pada Peak Number : 3, waktu : 16,72 menit, Area : 3197204978, %Area : 22,3 % 1 Hexadecanoic acid, methyl 99 2 Hexadecanoic acid, methyl 98 3 Hexadecanoic acid, methyl 98 Tabel 2. Data library 3 hasil terbaik Analisa GCMS pada Peak Number : 8, waktu : 18,70 menit, Area : 10213727390, %Area : 70,71 % 1 10,13-Octadecadienoic acid, 96 methyl 2 9,12-Octadecadienoic acid (Z,Z)-, methyl 96 3 9,12-Octadecadienoic acid (Z,Z)-, methyl 96
3 Tabel 3. Data library 3 hasil terbaik Analisa GCMS pada Peak Number : 9, waktu : 18,82 menit, Area : 485394187, %Area : 3,36 % 1 Octadecanoic acid, methyl 99 2 Octadecanoic acid, methyl 99 3 Octadecanoic acid, methyl 98 Dari hasil Analisa GCMS di dapat kandungan methyl dengan % Area sebesar 22,3 % (Hexadecanoic acid / Methyl Palmitic), 70,71%, dan 3,36% (Octadecanoic acid / Methyl Stearic). Dan dapat disimpulkan bahwa minyak kapuk randu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. E.. Efek temperatur terhadap yield biodiesel Didalam penggunaan katalis heterogen, campuran reaksi terdiri atas tiga fase sistem, minyak-methanol-katalis. Dimana reaksi akan melambat karena adanya diffusion resistance diantara fase. Namun laju reaksi dapat dipercepat pada temperatur yang lebih tinggi [6] Gambar. 3. Grafik pengaruh temperatur terhadap yield biodiesel pada reaksi transifikasi minyak kapuk pada rasio minyak : methanol = 1:20 mol rasio Efek dari temperatur pada laju reaksi kimia dapat dijelaskan melalui teori kinetika reaksi. Peningkatan temperatur, meningkatkan fraksi molekul yang memiliki kecepatan tinggi dan karenanya memiliki laju kinetik yang tinggi [7]. Efek dari temperatur terhadap reaksi transifikasi terhadap minyak kapuk randu di teliti pada suhu 40, 50, 60 C, dalam kondisi reaksi, minyak : methanol 1:10, 1:15, 1:20 mol rasio, dan waktu reaksi 1, 2, 3 jam. Seperti pada gambar 1,2,3 laju reaksi berlangsung lambat pada temperatur rendah dan meningkat dengan kenaikan temperatur, sesuai dengan hukum kinetika reaksi.yield biodiesel didapatkan nilai optimumnya pada suhu 60 C pada seluruh variabel pada percobaan ini. F.. Efek lama reaksi terhadap yield biodiesel Gambar. 1. Grafik pengaruh temperatur terhadap yield biodiesel pada reaksi Gambar. 4. Grafik pengaruh lama reaksi terhadap yield biodiesel pada reaksi Gambar. 2. Grafik pengaruh temperatur terhadap yield biodiesel pada reaksi transifikasi minyak kapuk pada rasio minyak : methanol = 1:15 mol rasio
4 G. Efek Mol Ratio terhadap yield biodiesel Gambar. 5. Grafik pengaruh lama reaksi terhadap yield biodiesel pada reaksi transifikasi minyak kapuk pada rasio minyak : methanol = 1:15 mol rasio Gambar 7. Grafik pengaruh lama reaksi terhadap yield biodiesel pada reaksi Gambar. 6. Grafik pengaruh lama reaksi terhadap yield biodiesel pada reaksi transifikasi minyak kapuk pada rasio minyak : methanol = 1:20 mol rasio Lama waktu Reaksi akan berbanding lurus dengan persen yield biodiesel yang diperoleh. Laju konversi meningkat seiring lamanya waktu reaksi. Digliserida dan monogliserida meningkat pada awal waktu reaksi dan kemudian menurun. Pada akhirnya, jumlah dari monogliserida akan lebih tinggi dari digliserida dan yang dibutuhkan untuk reaksi transifikasi adalah monogliserida sehingga biodiesel terbentuk dengan cepat [8]. Dari gambar 4,5,6 dapat dilihat efek kenaikan waktu reaksi terhadap yield biodiesel yang dihasilkan. Didapatkan hasil yield biodiesel optimum pada variabel rasio minyak : methanol = 1:15 mol rasio, suhu 60 C, dan lama reaksi 1 jam,yield yang dihasilkan sebesar 88,576 %. Sedangkan dengan kenaikan lama reaksi pada waktu reaksi 3 jam didapatkan yield mengalami penurunan di seluruh variabel, hal ini diakibatkan katalis CaO memiliki sifat dapat mengadsorb produk [9]. Katalis CaO memiliki kencenderungan mengabsorb produk ketika reaktan dalam jumlah yang minim, sehingga mengurangi aktivitas katalis karena sisi permukaan aktif dari katalis tertutupi oleh produk yang terabsorbsi (monogliserida, digliserida, trigliserida, dan gliserol ) sehingga yield yang dihasilkan mengalami penurunan [2]. Gambar 8. Grafik pengaruh lama reaksi terhadap yield biodiesel pada reaksi transifikasi minyak kapuk pada rasio minyak : methanol = 1:15 mol rasio Gambar 9. Grafik pengaruh lama reaksi terhadap yield biodiesel pada reaksi transifikasi minyak kapuk pada rasio minyak : methanol = 1:20 mol rasio Secara stoikiometri, satu mole trigliserida membutuhkan tiga mole methanol dalam reaksi transifikasi untuk menghasilkan methyl (biodiesel). Transifikasi adalah reaksi reversibel, sehingga methanol dibuat berlebih agar reaksi berjalan ke arah pembentukan methyl (biodiesel). Dari
5 gambar 7,8,9 dapat dilihat bahwa yield meningkat dengan bertambahnya molar rasio. Sebagai perbandingan yield biodiesel meningkat dari 80,5 % menjadi 82,648 % (variabel 50 C, waktu 1jam) saat mol rasio naik dari 1:10 ke 1:15. Namun yield mengalami penurunan ketika mol rasio 1:20 menjadi 80,621 %. Hal ini terjadi karena katalis mengalami penurunan seiring dengan kenaikan kandungan methanol [6]. Oleh karena itu mol rasio antara minyak : methanol untuk percobaan ini adalah 1:15. H. Regenerasi Katalis CaO Dalam rangka untuk memeriksa daya regenarasi dari katalis CaO, katalis CaO dipisahkan dari campuran hasil reaksi dengan menggunakan kertas saring berukuran 0,7μm. Setelah itu katalis dicuci dengan methanol dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C selama 1 jam [9]. Sebelum dilakukan proses transifikasi katalis di recalcined kembali pada suhu 700 C selama 2 jam. Proses transifikasi dilakukan pada variabel perbandingan minyak : methanol = 1: 10 mol ratio, pada suhu 60 C dan waktu reaksi 1 jam. dan juga kepada. Prof. Dr. Ir. H.M.Rachimoellah,Dipl.EST. selaku dosen pembimbing Skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA [1] D. R. Erricson, Edible Fats and Oils Processing: Basic Principles and Modern Practices : World Conference Proceedings (Book style with paper title and editor), The American Oil Chemists Society (1990) 124-126. [2] A. Pandey, C. Arroche, S. C. Ricke, C. Dussap, E. Gnansounou, Biofuels (Book style). Academic Press (2011) 362-362. [3] T. H. Applewhite, Proceedings of the world conference on oilseed (Book style with paper title and editor). The American Oil Chemists Society (1993) 120-122. [4] H. Dewajani, Potensi Minyak Kapuk Randu (Ceiba Pentandra) sebagai Bahan Baku Biodiesel, Politeknik Negeri Malang (2008). [5] M. E. Borges, Estimation Of The Content Of Fatty Acid Methyl Esters (FAME) In Biodiesel Samples From Dynamic Viscocity Measurements, Chemical Engineering Departement, University of La Laguna, Spain (2010). [6] X. Liu, H. HE, Y. Wang, S. Zhu, X. Piao, Transification Of Soybean Oil To Biodiesel Using Cao As A Solid Base Catalyst, State Key Laboratory of Chemical Engineering, Tsinghua University, Beijing, China (2007). [7] W. L. Masterton, C. N. Hurley, E. J. Neth, Chemical Principels and Reactions (Book style), Cengage Learning (2011). [8] F. Ma, M. A. Hanna, Biodiesel Production : A Review, Departement of Food Science and Technology, University of Nebraska, Lincoln:USA (1998). [9] Y. H. Taufiq-Yap, H. V. Lee, M. Z. Hussein, R. Yunus, Calcium Based Mixed Oxide Catalysts For Methanolysis of Jatropha Curcas Oil To Biodiesel. University Putra Malaysia, Selangor, Malaysia (2010). [10] S. Sankaranarayan, C. A. Antonyraj, S. Kannan, Transification of edible, non-edible, and used cooking oils for biodiesel production using calcined layered double hydroxides as reusable base catalysts, Centre Salt and Marine Chemicals Research Institute, GB Marg, Bhavenagar, India(2011). Gambar 10. Grafik Regenerasi Katalis CaO Didapatkan hasil pada gambar 10 bahwa katalis CaO dapat diregenarasi selama 3 kali, setelah digunakan sebanyak 3 kali yield biodiesel mengalami penurunan hingga 64,3 %, sehingga tidak dilanjutkan untuk regenerasi kembali. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari hasil penelitian ini dapat dibuat beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan hasil analisa GCMS dapat dilihat bahwa minyak biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. 2. Kadar FAME tertinggi dihasilkan pada kondisi rasio mol minyak terhadap methanol 1:15, temperature reaksi 60 C, dan waktu reaksi 1 jam, yaitu sebesar 88,576 %. 3. Katalis CaO dapat diregenarasi kembali sebanyak 3 kali dengan yield terkecil yang didapat yaitu sebesar 64,300%. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS,