ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

Diterima editor 27 Agustus 2014 Disetujui untuk publikasi 30 September 2014

Aplikasi Sistem Keselamatan Pasif pada Reaktor Nuklir

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Diterima editor 12 Maret 2012 Disetujui untuk publikasi 02 Mei 2012

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

STUDI TEKNO-EKONOMI REAKTOR MAJU APWR- MITSUBISHI

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2012

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

ANALISIS PROBABILISTIK BANJIR EKSTERNAL TERHADAP DESAIN PWR GENERASI III +

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

Analisis Pohon Kejadian (ETA)

Analisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN

PEMODELAN SISTEM PENDINGINAN SUNGKUP SECARA PASIF MENGGUNAKAN RELAP5.

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR)

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

STUDI SISTEM KESELAMATAN TEKNIS REAKTOR SMART

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

KAJIAN PENERAPAN REAKTOR SMART DI INDONESIA

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

STUDI UNJUK KERJA SISTEM PROTEKSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE APR 1400

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

ANALISIS KONDISI TERAS REAKTOR DAYA MAJU AP1000 PADA KECELAKAAN SMALL BREAK LOCA

DASAR ANALISIS KESELAMATAN

SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

SISTEM KESELAMATAN REAKTOR CANDU DALAM PENANGGULANGAN KECELAKAAN PARAH

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA

KESIAPAN SDM SEBAGAI TSO DALAM ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK PADA PLTN PERTAMA DI INDONESIA

EVALUASI DESAIN TERAS REAKTOR DAYA TIPE PWR PERTAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA.

EKSPERIMEN AWAL ALIRAN SIRKULASI ALAMIAH PADA SIMULASI SISTEM KESELAMATAN PASIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

EVALUASI KURIKULUM STTN SEBAGAI PENGANALISIS KESELAMATAN PLTN DALAM MENDUKUNG KEGIATAN TSO

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR

ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

KESIAPAN SDM SEBAGAI TSO DALAM ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK PADA PLTN PERTAMA DI INDONESIA

STUDI PROSPEK PLTN DAYA KECIL NUSCALE DI INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS

REAKTOR AIR TEKAN TIPE RUSIA (VVER)

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

KAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN POTENSI PADAM TOTAL TERHADAP KESELAMATAN PLTN

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

MANAJEMEN KESELAMATAN PLTN PASCA KECELAKAAN FUKUSHIMA DAIICHI UNIT 1~4

PERHITUNGAN KEBOLEHJADIAN GAGAL SISTEM PEMINDAH PANAS SISA REAKTOR PLTN JENIS BWR. M Salman Suprawardhana Pusat Penelitian Nuklir Yogyakarta

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

STUDI BANDING TATA LETAK TIPE-T dan TIPE-I PLTN PWR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERHITUNGAN LAJU ALIR PENDINGIN AIR SISI PRIMER PADA UNTAI UJI BETA UNTUK EKSPERIMEN SISTEM PASIF

PENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOMPARASI ASPEK EKONOMI TEKNIK SC (STEEL PLATE REINFORCED CONCRETE) DAN RC (REINFORCED CONCRETE) PADA KONSTRUKSI DINDING PENGUNGKUNG REAKTOR

Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012

ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

FASILITAS UJI PL TN TIPE AP-600. (Masdin, Sahala M. Lumbanraja)/

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Mohammad Taufik *

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN sonybatan@yahoo.com ABSTRAK ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR. Reaktor air tekan (PWR) termasuk salah satu jenis reaktor daya berdasarkan teknologi teruji. Fitur keselamatan teknis (ESF) merupakan sistem yang penting untuk keselamatan dalam reaktor daya (PLTN). Sistem tersebut untuk mencegah dan mengendalikan kecelakaan dasar desain. ECCS (sistem pendinginan teras darurat) adalah salah satu dari ESF (fitur keselamatan teknis) yang digunakan untuk memitigasi kecelakaan (kerusakan teras). Tujuan dari makalah ini untuk membandingkan perkembangan desain ECCS terhadap penurunan CDF. Analisis dilakukan dengan menentukan satu jenis kejadian pemicu selanjutnya disusun rentetan kecelakaan dengan analisis pohon kejadian, sedangkan probabilitas kegagalan ECCS ditentukan dengan analisis pohon kegagalan. Data kegagalan komponen berdasarkan TECDOC 478 dan data generik. PWR generasi II, AP 1000, US EPR and US APWR digunakan sebagai bahan studi dalam kajian ini. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan teknologi ECCS sangat signifikan untuk mengurangi frekuensi kerusakan teras yaitu mempunyai faktor penurunan sebesar 3,40 x 10 4 untuk AP 1000, sebesar 1,19 x 10 3 untuk US EPR dan 2,42 x 10 3 untuk US APWR bila dibandingkan dengan PWR generasi II. Kata kunci: ECCS, Frekuensi Kerusakan Teras, PWR ABSTRACT ANALYSIS FOR ECCS DESIGN TO CORE DAMAGE FREQUENCY ON THE PWR. Pressurized water reactor (PWR) is one of power reactor type based on provent technology. Engineered safety features (ESF) is important system to safety for power reactor (NPP). This system is to prevent and control the design basis accident. ECCS (Emergency Core Cooling System) is as one of ESF (Engineered Safety Features) which is to mitigate accident (core damage). The objective of the paper is to compare ECCS design development against the CDF reducing. The analysis was carried out by determining a initiating event type. Furthermore, it is constructed accident sequence by using event tree analysis, while ECCS failure probability is determined by fault tree analysis. The component failure data is based on TECDOC 478 and generic data. PWR generation II, AP 1000, US EPR and US APWR are used as object of study for this assessment. The analysis results showed that the technology development of ECCS is very significant to reduce the core damage frequency. Reducing factor based PWR generation II is 3,40 x 10 4 for AP 1000, 1,19 x 10 3 for US EPR and 2,42 x 10 3 for US APWR. Keywords: ECCS, Core Damage Frequency, PWR 166

BAB I PENDAHULUAN Tingkat keselamatan suatu desain PLTN dipertimbangkan berdasarkan beberapa parameter antara lain tekanan maksimum sistem pendingin reaktor, temperatur maksimun bahan bakar, dan lain lainnya. Penyimpangan dari parameter tersebut akan mengarah pada suatu kondisi yang disebut dengan kerusakan teras. Maka dari itu, kondisi tersebut dapat digunakan sebagai parameter tingkat keselamatan dari suatu desain secara keseluruhan dengan mengacu pada nilai frekuensi kerusakan teras (CDF, Core Damage Frequency) yang digunakan sebagai angka referensi baik oleh pendesain, pemilik maupun badan regulasi. Kondisi kerusakan teras tersebut harus dianalisis secara deterministik maupun probabilistik [1]. Di dalam peraturan pemerintah No. 43 Tahun 2006 tentang perizinan reaktor nuklir [2] tidak secara ekspilisit mencantumkan mengenai CDF, namun pada pasal 12 disebutkan bahwa dalam mengajukan izin konstruksi, maka PIN (Pengusaha Instalasi Nuklir) harus menyampaikan laporan analisis keselamatan probabilistik untuk izin 167 reaktor daya komersial (PLTN). Dalam laporan tersebut salah satu parameter yang harus disampaikan adalah probabilitas kerusakan teras. Dalam peraturan tersebut juga dipersyaratkan bahwa PLTN yang dibangun di Indonesia harus berdasarkan teknologi teruji (proven technology). Pada saat ini, PLTN yang sedang dibangun atau dalam proses lisensi di dunia merupakan PLTN generasi III (III + ), dimana jenisnya adalah PWR dan BWR. Namun jika diperhitungkan jumlah secara kumulatif dari PLTN generasi II, maka jenis PWR mempunyai prosentasi yang lebih besar. Penentuan jenis PLTN yang dibangun tergantung dari beberapa aspek antara lain tingkat keselamatan, ekonomi, politik, dan lain lainnya. Namun jika mengacu secara statistik, maka salah satu jenis PLTN yang mempunyai peluang untuk dibangun di Indonesia adalah PWR (Pressurized Water Reactor). Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah penting untuk menganalisis frekuensi kerusakan teras untuk PWR. Mengacu pada NS R 1 [3] disebutkan bahwa dalam desain PLTN perlu diterapkan konsep pertahanan berlapis dalam fitur melekat (inherent

features), peralatan dan prosedur. Konsep tersebut terdiri atas 5 level yang bertujuan untuk 5 hal yaitu: mencegah operasi abnormal, mengendalikan operasi abnormal, mengendalikan kecelakaan di bawah dasar desain, mengendalikan kondisi kecelakaan parah serta memitigasi konsekuensi radiologi. Tahapan yang berhubungan dengan kerusakan teras adalah level ke 3, yang merupakan kecelakaan dasar desain. Sebagai implementasi untuk mencegah hal tersebut, maka desain PLTN harus mempunyai fitur keselamatan teknis (ESF, engineered safety features). ESF ini selain berfungsi untuk mencegah kerusakan teras, juga untuk memitigasi setelah terjadi kecelakaan dasar desain. ECCS (Emergency Core Cooling System) merupakan salah satu jenis ESF yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan teras, maka keandalan desainnya sangat berpengaruh terhadap CDF. Dalam kajian sebelumnya [4] telah dilakukan analisis keandalan ECCS dengan menggunakan diagram blok keandalan (Reliability Block Diagram) yang hanya dapat merepresentasikan probabilitas kegagalan sistem secara independen serta tidak dapat menunjukkan kejadian dasar yang signifikan, sehingga dalam analisis tersebut belum dapat terlihat kontribusi desain terhadap kerusakan teras. Pada makalah ini dilakukan analisis kontribusi perkembangan teknologi ECCS terhadap frekuensi kerusakan teras secara probabilistik pada PWR, sehingga dapat diketahui perkembangan desain ECCS terhadap tingkat keselamatan tipe PWR. Analisis dilakukan analisis pohon kejadian dan analisis pohon kegagalan. Sebagai kasus kajian digunakan PWR generasi II dan III (III + ), dalam hal ini yang digunakan sebagai generasi III (III + ) adalah AP 1000 (Advanced Passive Pressurized Water Reactor 1000, US EPR (US Evolution Pressurized Reactor) dan US APWR (US Advanced Pressurized Water Reactor). PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DESAIN ECCS ECCS merupakan salah satu jenis dari ESF (Engineered Safety Features) yang ditujukan untuk memitigasi teras pada saat terjadi kecelakaan dasar desain untuk memenuhi 5 (lima) kriteria penerimaan [5]. Pertama, entalphi ratarata bahan bakar secara radial tidak melebihi batas yang ditentukan (tergantung dari desain reaktor dan burnup bahan bakar) untuk setiap lokasi aksial 168

pada setiap bahan bakar. Kriteria ini untuk menjamin bahwa integritas bahan bakar tetap dipertahankan dan dispersi energi bahan bakar tidak menuju pendingin. Kedua, temperatur kelongsong bahan bakar tidak melebihi batas yang ditentukan (1480 0 C). Kritera ini untuk menjamin bahwa tidak terjadi pelelehan dan embrittlement pada kelongsong. Ketiga, pelelehan pada posisi aksial untuk setiap bahan bakar dibatasi. Kenyataannya tidak diperbolehkan terjadi pelelehan atau maksimum 10 % pelelehan dari volume bahan bakar pada hot spot. Kriteria ini untuk menjamin bahwa tidak terjadi perubahan volume dan lepasan bahan radioaktif. Keempat, tekanan di dalam pendingin reaktor dan sistem uap tetap terjaga di bawah batas yang ditentukan (135 % dari nilai desain pada ATWS (Anticipated Transient Without Scram) dan 110% untuk kecelakaan dasar lainnya). Kriteria ini untuk menjamin bahwa integritas struktur reactor coolant boundary tetap dipertahankan. Kelima, perhitungan dosis untuk kecelakaan dasar desain di bawah batas yang ditentukan. Dalam PLTN generasi II konsep desain awal ECCS terdiri atas 3 subsistem yaitu: accumulator, injeksi tekanan tinggi dan injeksi tekanan rendah. Fungsi dari accumulator adalah untuk menginjeksi air borat ke dalam bejana reaktor pada saat tekanan turun dengan cepat. Sistem injeksi tekanan tinggi didesain untuk menginjeksikan pendingin ke reaktor pada saat tekanan dalam reaktor masih tinggi. Kondisi ini terjadi pada kejadian pecahnya pipa ukuran kecil. Sedangkan injeksi tekanan rendah bekerja untuk mengatasi kondisi teras pada saat tekanan reaktor menjadi rendah. Sistem ini untuk mengatasi pada saat terjadi kejadian pecahnya pipa ukuran besar. Namun dalam perkembangannya, desain tersebut mengalami modifikasi karena perbedaan prinsip kerja ataupun perkembangan teknologi. Perbedaan prinsip yang sangat signifikan adalah pada umumnya menggunakan sistem aktif diganti dengan sistem pasif seperti pada AP1000, sedangkan berdasarkan perkembangan teknologi beberapa sistem digabung seperti yang terdapat pada US EPR dan US APWR. Salah satu desain yang menggunakan sistem pasif pada ECCS yang terdapat pada AP 1000 sering disebut dengan PXS (Passive Core Cooling System) seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, juga terdiri atas 3 169

subsistem yaitu: accumulator, CMT (core makeup tank) dan pendinginan jangka panjang menggunakan IRWST (In Containment Refueling Water Storage Tank). Ke 3 sub sistem tersebut mempunyai fungsi yang identik dengan dengan ke 3 subsistem ECCS yang terdapat pada ECCS PWR generasi II, hanya tidak memerlukan bantuan pompa atau daya listrik AC dari luar. Accumulator merupakan tanki silinder dengan 85% berisi air borat serta ditekan dengan Nitrogen pada tekanan tertentu. Apabila tekanan dalam bejana reaktor atau sistem pendingin reaktor turun pada tekanan tersebut, maka katup cek akan membuka, sehingga air dalam tangki mengalir ke dalam bejana reaktor. Accumulator ini didesain seperti pada PWR generasi II yaitu untuk mengatasi kondisi LOCA ukuran besar yang menyebabkan penurunan tekanan secara cepat. CMT juga merupakan sebuah tanki yang langsung dihubungkan dengan sistem pendingin primer pada sisi dingin (cold leg) melalui jalur kesetimbangan tekanan secara terbuka. Jalur kesetimbangan menuju CMT bagian atas tanki, bila katup outlet tertutup, maka sistem dalam kondisi statik. Air dari sisi dingin pada sistem pendingin primer mempunyai temperatur yang lebih panas dari CMT, sehingga mempunyai gaya injeksi akibat ekspansi ke dalam CMT. Bila sisi dingin dipenuhi dengan uap, uap juga akan mempunyai gaya untuk menginjeksi. Fungsi dari sistem ini identik ECCS PWR generasi II injeksi tekanan tinggi yaitu untuk mengatasi pecahnya sistem primer dengan ukuran kecil. Gambar 1. ECCS sistem Pasif Pada AP 1000 [6] 170

IRWST (in containment refueling water storage tank) terletak di atas sistem pendingin primer yang akan mengalir secara gravitasi ke dalam bejana reaktor setelah sistem pendingin primer mengalami penurunan tekanan melalui bagian pipa yang pecah atau ADS (Automatic Depressurization System). Aliran dipicu melalui sinyal depressurization yang mengaktifkan katup squib yang terbuka. Katup squib adalah sederetan katup cek pada jalur injeksi. Perbedaan yang signifikan dengan sistem aktif adalah PXS tidak memerlukan pompa untuk menginjeksikan air ke dalam bejana reaktor. Desain ECCS yang berdasarkan sistem aktif juga mengalami perubahan, seperti yang terjadi pada US EPR dan US APWR, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2 dan 3. Perubahan tersebut tetap sesuai dengan ke 3 subsistem yang ada di ECCS PWR generasi II, tetapi beberapa bagian mengalami penggabungan fungsi. Pada US EPR dengan menghilangkan sistem injeksi tekanan tinggi, sedangkan US APWR menghilangkan sistem injeksi tekanan rendah yang digabung dengan fungsi accumulator. Kedua tipe PWR tersebut tetap mempertahankan adanya accumulator. Desain pada ke 2 tipe reaktor tersebut untuk meningkatkan keandalannya digunakan prinsip 4 jalur (train). Gambar 2. Sistem ECCS pada US EPR [7] 171

Gambar 3. Sistem ECCS pada US APWR [8] BAB II METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam analisis ini diawali dengan membuat pohon kejadian (event tree) dengan satu kejadian awal (initiating event) yang dipilih, selanjutnya disusun rentetan kecelakaan (accident sequence) dengan menekankan kriteria sukses (criteria success) dari sistem ECCS pada saat memitigasi. Dalam penyusunan rentetan kecelakaan yang diperhitungkan hanya ECCS. Nilai kegagalan setiap kejadian puncak (top event) dalam pohon kejadian ditentukan dengan membuat analisis pohon kegagalan (fault tree analysis) desain ECCS untuk PWR generasi II, AP1000, US EPR dan US APWR. Data kegagalan komponen yang digunakan berdasarkan TECDOC 478 serta beberapa data generik. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Dari perhitungan dan analisis menunjukkan bahwa secara umum kontribusi perkembangan desain ECCS pada PWR generasi III (III + ) menyebabkan CDF semakin kecil bila dibandingkan dengan PWR generasi II, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel tersebut tidak menunjukkan CDF secara absolut dari setiap tipe PWR, tetapi hanya untuk satu jenis kejadian awal serta faktor mitigasi hanya berdasarkan tindakan ECCS. Dalam penerapannya untuk menentukan CDF dengan memperhitungkan semua jenis kejadian awal dan semua tindakan mitigasi, sehingga faktor perbandingan tersebut kemungkinan juga akan mengecil, namun tidak akan mendekati 1. 172

Tabel 1. Hasil Perbandingan CDF Terhadap PWR Generasi II Berdasarkan Kajian Desain ECCS Tipe PWR Faktor Perbandingan CDF terhadap PWR Generasi II AP 1000 3,40 x 10 4 US EPR 1,19 x 10 3 US APWR 2,42 x 10 3 Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa penurunan CDF untuk PWR berjenis sistem aktif (US EPR dan US APWR) mempunyai faktor yang relatif sama dan agak lebih besar bila dibandingkan PWR berjenis sistem pasif (AP 1000). Hasil perhitungan tersebut diperlukan beberapa koreksi karena tidak lengkapnya diagram sistem serta data kegagalan komponen yang menggunakan TECDOC 478. Namun demikian perhitungan tersebut mempunyai kecenderungan mirip dengan CDF yang diklaim oleh desainernya yaitu AP 1000 sebesar 5 x 10 7 /reaktor tahun, US EPR sebesar 1,28 x 10 6 /reaktor tahun dan US APWR sebesar 1,2 x 10 6 /reaktor tahun. Dari analisis ini juga menunjukkan bahwa untuk memperkecil CDF pada desain ECCS PWR generasi III (III+) lebih sederhana bila dibandingkan dengan PWR generasi II. Dalam PWR generasi II, pada saat kecelakan tindakan operator masih diperhitungkan atau sistemnya 173 mempunyai konfigurasi yang sangat kompleks. Dari analisis pohon kegagalan menunjukkan bahwa untuk PWR generasi III (III + ) sebagai kegagalan berpenyebab sama (common cause failure) dalam memitigasi pada saat kerusakan teras yaitu cadangan air dan suplai daya listrik untuk US EPR dan US APWR, sedangkan untuk AP 1000 hanya cadangan air. Pada US EPR dan US APWR untuk memperkecil kegagalan berpenyebab sama digunakan sistem listrik dengan menggunakan redundansi dan prinsip pemisahan yang sangat ketat. Sedangkan untuk mengatasi kegagalan berpenyebab sama untuk cadangan air pada generasi III (III + ) dipasang di dalam pengungkung yang disebut dengan IRWST atau RWSP. Hal ini merupakan perkembangan dari desain ECCS generasi II yang dipasang di luar pengungkung. Dalam memitigasi kerusakan teras, terlihat bahwa desain ECCS

berbeda untuk setiap tipe jenis PWR. Perbedaan tersebut berdasarkan perhitungan termohidrolik yang sangat cermat. Namun secara pendekatan kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut. Konsep desain dari ECCS terdiri atas 3 subsistem yaitu: accumulator, injeksi tekanan tinggi dan rendah. Accumulator dan injeksi tekanan tinggi digunakan untuk memitigasi pada saat tekanan masih tinggi, sehingga dalam desain US EPR injeksi tekanan tinggi dihilangkan, tetapi diganti dengan injeksi tekanan menengah. Diharapkan sistem dapat bekerja secara berurutan yaitu setelah tekanan agak menurun, injeksi tekanan menengah bekerja. Sebaliknya untuk desain pada US APWR berbeda yaitu accumulator dan injeksi tekanan tinggi bekerja secara bersamaan. Tetapi karena berdasarkan pengembangan desain accumulator, maka accumulator dapat berfungsi sebagai injeksi tekanan rendah. Namun pada umumnya sistem injeksi tekanan rendah berfungsi juga sebagai sistem pemindah panas sisa (RHR, residual heat removal), maka pada US APWR sistem RHR digabung dengan sistem penyemprot pengungkung (CS, Containment Spray) [9]. Persamaan desain ECCS untuk PWR generasi II, AP 1000, US APWR dan US EPR adalah accumulator diinjeksikan pada bagian sisi dingin (cold leg) sedangkan untuk bagian yang lain mengalami perbedaan yang signifikan. Pada PWR generasi II baik sistem injeksi tekanan tinggi maupun injeksi tekanan rendah diinjeksikan melalui sisi panas (hot leg) maupun sisi dingin, namun untuk sisi panas dan sisi dingin pada jalur (train) yang berbeda. Pada AP 1000, baik accumulator, CMT, maupun RWST diinjeksikan melalui nosel injeksi keselamatan. Dalam US APWR, sistem injeksi tekanan tinggi dinjeksikan melalui sisi panas. Sistem injeksi tekanan rendah pada US EPR diinjeksikan ke dalam sisi dingin dan sisi panas, sedangkan sistem injeksi tekanan menengah (medium) diinjeksikan melalui sisi dingin. Berdasarkan perubahan teknologi desain ini akan terlihat kontribusinya dalam menentukan frekuensi kerusakan teras. Tentu saja perubahan ini tidak hanya mempengaruhi dalam perhitungan secara deterministik (yang akan berpengaruh dalam penentuan kriteria sukses), tetapi juga mempengaruhi perhitungan secara probabilistik. Karena dalam perhitungan probabilistik mempertimbangkan baik keandalan komponen, sistem kendali maupun tindakan operator. Khususnya 174

dalam tindakan operator, pada kondisi kecelakaan akan mempengaruhi probabilitas kesalahan manusia untuk kerja sistem yang kompleks. Kekompleksan sistem tersebut juga harus dikaji mengenai faktor yang bersifat sebagai kegagalan berpenyebab sama (common cause failure). Analisis perkembangan desain ECCS dalam memperkecil CDF sebaiknya tidak hanya diperhitungkan secara probabilistik, tetapi hendaknya juga diperhitungkan secara deterministik. Hal ini disebabkan fenomena pada saat kecelakaan dasar desain khususnya LOCA mempunyai karakteristik yang sangat kompleks. Pada kondisi tertentu dapat terjadi ECCS mempunyai probabilitas atau frekuensi kegagalan yang kecil, tetapi tidak dapat menentukan temperatur puncak serta lamanya teras tidak tergenangi (uncovery) sehingga menimbulkan kerusakan teras. Untuk analisis atau penelitian lebih lanjut sebaiknya dapat ditentukan temperatur puncak atau lamanya teras tidak tergenangi sebagai fungsi frekuensi/probabilitas, sehingga dari analisis ini dapat diketahui distribusi frekuensi yang dapat menimbulkan kerusakan teras. BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan analisis ini disimpulkan bahwa kontribusi keandalan dan perkembangan teknologi ECCS sangat signifikan dalam memperkecil frekuensi kerusakan teras yaitu mempunyai faktor penurunan sebesar 3,40 x 10 4 untuk AP 1000, sebesar 1,19 x 10 3 untuk US EPR dan 2,42 x 10 3 untuk US APWR bila dibandingkan dengan PWR generasi II. DAFTAR PUSTAKA 1. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Safety Assessment and Verification for Nuclear Power Plants, NS G 1.2, IAEA, 2001. 2., Perizinan Reaktor Nuklir, Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2006. 3. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Safety of Nuclear Power Plants: Design, NS R 1, IAEA, 2000. 4. D. T. Sony Tjahyani, Kajian Tingkat Keandalan ECCS pada PWR, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir, Jakarta, 2008. 175

5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Accident Analysis for Nuclear Power Plants with Pressurized Water Reactor, SS 30, IAEA, 2003. 6., The Westinghouse AP1000 Advanced Nuclear Power Plant, Westinghouse, 2003. 7., Chapter 6: Engineered Safety Features, US EPR Final Safety Analysis Report Rev.0. 8., US APWR Overview, Mitsubishi Heavy Industries, 2007. 9. D. T. Sony Tjahyani, Analisis Probabilistik Modifikasi Sistem Pemindah Panas Sisa (RHR) Pada PWR Maju, Prosiding Seminar Nasional ke 14 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, Bandung, 2008. Tanya Jawab dan Diskusi 1. Nama Penanya : Haendra Subekti Pertanyaan: Apa yang dimaksud faktor penurunan CDF? Mohon diberikan contohnya, yaitu untuk reaktor generasi II menjadi generasi III. Jawaban: Yang dimaksud dengan faktor penurunan CDF adalah CDF dari PWR generasi III (III + ) dibandingkan dengan CDF PWR generasi II. Dalam hal ini PWR generasi III (III + ) adalah AP 1000, US APWR dan US EPR serta dalam perhitungan CDF hanya dibatasi pada kehandalan ECCS. 2. Nama Penanya : Yudi Pramono Pertanyaan: Dengan perkembangan teknologi ECCS, apakah saat ini perhitungan faktor pengurangan CDF tersebut sudah memenuhi kriteria proven technologi?. Jawaban: Saya kira sudah karena perkembangan teknologi ECCS telah membuktikan terhadap penurunan CDF. Artinya, kecelakaan dasar desain semakin kecil terjadinya. 176