Analisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Diktat ini disusun sebagai pegangan peserta kursus pada pelatihan National Basic Professional Training Course On Nuclear Safety yang diselenggarakan oleh Pusdiklat BATAN. Untuk materi Probabilistic Safety Analysis (Analisis Keselamatan Probabilistik) atau lebih sering disebut dengan PSA ( Probabilistic Safety Assement, Pengkajian Keselamatan Probababilistik). PSA merupakan salah satu jenis analisis yang digunakan untuk analisis keselamatan pada reaktor nuklir, baik reaktor riset maupun reaktor daya. Secara umum analisis ini bertujuan untuk menentukan probabilitas teras meleleh, probabilitas pelepasan produk fisi dari kontainmen dan risiko yang diterima masyarakat di sekitar reaktor. Diktat ini disusun disesuaikan dengan materi PSA yang di sampaikan dalam waktu 4 sesi pertemuan, sehingga agar tercapai dengan materi yang diharapkan disusun atas 4 Bab. Bab I berisi tentang tujuan dan materi dari diktat ini. Bab II membahas konsep risiko dan tahapan proses PSA. Bab 3 tentang analisis sistem yang diperlukan dalam PSA level 1 dan Bab 4 membahas aplikasi PSA pada reaktor riset serta keunggulan dan kekurangan metoda PSA. Seperti disebutkan bahwa tujuan penulisan diktat ini hanya untuk pelatihan dalam waktu yang singkat, maka untuk lebih detail diharapkan peserta kursus juga mengacu pada daftar pustaka yang disebutkan dalam diktat ini. Tujuan instruksional umum Setelah mempelajari diktat dan pelatihan ini diharapkan peserta mampu memahami konsep PSA serta tahapan yang dilakukan, terutama dalam penyusunan PSA level 1. Pusdiklat BATAN

2 Tujuan instruksional khusus Setelah mempelajari diktat dan pelatihan ini diharapkan peserta memahami : 1. Latar belakang perlunya PSA 2. Hubungan PSA dan konsep risiko 3. Tujuan, proses dan tahapan PSA 4. Kejadian awal (initiating event ) 5. Analisis Sistem : analisis pohon kejadian, analisis pohon kegagalan dan data keandalan. 6. Kegiatan PSA level 1 di reaktor riset. Pusdiklat BATAN

3 BAB II KONSEP RISIKO DAN PROSES PSA A. Latar Belakang Pada tahun 1975 US-NRC ( United States Nuclear Regulatory Commission s) telah melakukan studi keselamatan reaktor yang terkenal dengan sebutan WASH 1400 [1]. Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan kajian tentang risiko kecelakaan pada reaktor daya (komersil) yang ada di Amerika serikat. Sejak itu, metoda yang ada dalam studi tersebut dikembangkan lebih lanjut dan sering disebut dengan metoda PSA (Probabilistic Safety Analysis) yang merupakan alat evaluasi keselamatan pada reaktor daya. Dalam perkembangannya metoda ini diterapkan pada reaktor daya dan reaktor riset yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan keselamatan dan menambah tingkat keandalan sistem keselamatan yang ada pada instalasi. Pada saat ini IAEA juga merekomendasikan agar metoda PSA juga diterapkan pada fasilitas nuklir non-reaktor (Non-Reactor Nuclear Facility, NRNF), misalnya : fasilitas elemen bakar nuklir, fasilitas pengelolaan limbah radioaktif, fasilitas produksi radioisotop dan lain-lainnya [2]. B. Konsep Risiko Dalam kehidupan sehari-hari disekitar kita, sesuatu yang mempunyai manfaat pasti juga mempunyai konsekuensi. Demikian juga pada suatu instalasi industri baik berupa pabrik, proses maupun penyimpanan selain mempunyai segi manfaat juga mempunyai konsekuensi. Konsekuensi tersebut kadangkadang tidak disadari kemungkinannya, tetapi baru terlihat setelah kejadian, seperti misalnya yang sering terjadi kebakaran pada industri kimia. Pusdiklat BATAN

4 Bila berbicara mengenai konsekuensi dan seringnya suatu kejadian, maka sebenarnya yang dimaksud adalah risiko yaitu kombinasi antara konsekuensi dan kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau probabilitas. Demikian juga dengan reaktor nuklir secara disain sudah diperhitungkan tidak akan terjadi kecelakaan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat, tetapi secara probabilistik kemungkinan tersebut tetap ada, maka di dalam teknologi reaktor analisis yang digunakan untuk analisis tersebut dikenal sebagai PSA (Probabilistic Safety Asessment, analisis keselamatan probabilistik). Di dalam analisis keselamatan terutama pada reaktor nuklir dilakukan dengan 2 cara yaitu secara deterministik dan probabibilistik. Probabilistik didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian, sedangkan frekuensi didefinisikan sebagai jumlah terjadinya suatu kejadian persatuan waktu. Konsekuensi merupakan hasil akhir dari suatu kejadian yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dalam hal jiwa, kesehatan, ekonomi dan lainlainnya. Besarnya Konsekuensi Risiko Satuan Waktu =Frekuensi Kejadian Satuan Waktu x Konsekuensi Besaran Kejadian PSA sesuai dengan konsep risiko dan merupakan suatu alat analitik yang menjawab 3 pertanyaan yaitu [3] : a. Apakah yang dapat membuat kesalahan? b. Bagaimana kemungkinan terjadinya setiap skenario? c. Apakah pengaruhnya? Pusdiklat BATAN

5 Untuk menjawab pertanyaan a, maka harus disusun semua kemungkinan yang dapat menimbulkan kecelekaan dalam analisis keselamatan hal ini disebut dengan skenario kecelakaan ( accident scenario ). Jawaban dari pertanyaan b dapat diketahui bila frekuensi setiap skenario diketahui, sedangkan jawaban pertanyaan c adalah untuk mengetahui konsekuensinya. C. Tujuan PSA Secara umum PSA mempunyai beberapa tujuan antara lain : 1. Mengidentifikasi kejadian awal (initiating event) dan sekuensi kejadian yang mempunyai kontribusi (penyumbang) yang signifikan dalam menimbulkan risiko. 2. Menentukan ukuran kuantitatif secara realistik dari kontribusi-kontribusi risiko tersebut. 3. Menentukan evaluasi dari konsekuensi yang berpotensi sehubungan dengan sekuensi kecelakaan hipotetik. 4. Memberikan suatu keputusan terhadap disain, operasi dan tapak suatu reaktor berdasarkan pengaruh risiko. 5. Menentukan interaksi antara sistem dan manusia/operator. 6. Mengatasi kecelakaan dasar disain dengan kegagalan beruntun (multiple failure). D. Proses PSA Kegiatan PSA dilakukan untuk menemukan titik lemah pada saat kecelakaan parah dan memberikan hasil secara kuantitatif sehingga dapat digunakan sebagai penunjang dalam mengambil keputusan. Terdapat 3 level (tingkatan) dalam PSA yaitu : 1. PSA level 1 : merupakan analisis sistem Isi Kajian : melihat semua pemicu kecelakaan yang ada pada plant dan tanggapan/respon dari sistem/operator Hasil : Frekuensi teras meleleh dan jenis kontribusinya ( penyumbangnya ) Pusdiklat BATAN

6 2. PSA level 2 : merupakan analisis kontainmen Isi Kajian : menentukan frekuensi dan modus kegagalan kontainmen Hasil : kategori dan frekuensi pelepasan dari kontainmen 3. PSA level 3 : merupakan konsekuensi radiologi Isi Kajian : Konsekuensi kesehatan terhadap masyarakat Hasil : Perkiraan risiko pada masyarakat dan risiko ekonomi Tahapan pada PSA level 1 adalah : 1. Mengidentifikasi dan mengelompokkan kejadian awal termasuk juga pemicu berdasarkan kecelakaan dasar disain (Design Basic Accident, DBA). Dalam tahap ini pengalaman operasi sangat diperlukan. 2. Menentukan kriteria sukses berdasarkan analisis keteknikan pada umumnya. Dalam tahap ini diperlukan enggineer dalam bidang mekanik dan komputer 3. Membuat model sekuensi kecelakaan. Dalam tahapan ini dilakukan pembuatan pohon kejadian (event tree) dan pohon kegagalan (fault tree). Tenaga yang diperlukan adalah engineer untuk sistem, masukan/pengalamam operasi dan perawatan dan tenaga pembuat model PSA. 4. Estimasi parameter ( misal : laju kegagalan komponen ). Dalam tahap ini tenaga yang dibutuhkan adalah ahli dalam bidang statistik, ahli performance manusia atau ergonomik. 5. Kuantifikasi sekuensi kecelakaan. Dalam tahap ini yang diperlukan ahli PSA. 6. Dokumentasi dan evaluasi hasil. Tahapan pada PSA level 2 adalah : 1. Mengevaluasi kecelakaan kerusakan teras parah dengan : a. Meneliti fenomena dari proses pelelehan teras. Pusdiklat BATAN

7 b. Respon kontainmen terhadap perubahan struktur berdasarkan analisis struktur. 2. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasi fenomena fisis kecelakaan parah 3. Hasil akhir level 2, meliputi : a. Probabilitas jenis (mode) kegagalan kontainmen b. Waktu dari kegagalan kontainmen c. Fraksi dari radionuklida yang dilepaskan ke udara ( source term ) Secara fisis PSA level 2 ini dilakukan sesuai dengan proses yang terjadi dalam kecelakaan parah yaitu pelelehan teras, diikuti dengan kegagalan bejana tekan (pressure vessel) sehingga produk fisi tertampung dalam kontainmen seperti ditunjukkan dalam Gambar 1 [4], sedangkan proses pelepasan produk fisi selama kecelakaan seperti terlihat dalam Gambar 2 [5]. Dalam PSA level 2 ini perlu diperhitungkan juga bahwa produk fisi dalam kontainmen akan mengalami pengurangan yaitu secara alami atau karena bekerjanya sistem keselamatan yang ada di dalam kontainmen, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3 dan Gambar 4. Hubungan antara PSA level 1 dan level 2 seperti terlihat pada Gambar 5 yang pada prinsipnya sekuensi (skenario) kecelakaan yang menimbulkan kerusakan teras (Plant Damage State, PDS) sebagai masukan untuk PSA level 2 yaitu untuk menyusun pohon kejadian pada kontainmen. Analisis yang dilakukan untuk melihat integritas kontainmen [6]. Di dalam PSA level 3 dilakukan analisis tentang model proses transport radionuklida setelah lepas dari kontainmen, yang pada umumnya terdiri atas 4 model yaitu : 1. Atmospheric transport and deposition model. 1. Pusdiklat BATAN

8 Model ini menggambarkan paparan radiasi yang diterima secara langsung dan jumlah yang dilepaskan source term secara model asap ( plume ). Hal yang perlu diperhitungkan adalah luas daerah kontaminasi dan lamanya waktu selama paparan. 2. Pathway model. Model ini untuk menggambarkan jalan yang ditempuh radionuklida masuk ke dalam tubuh manusia, sehingga dapat diketahui dosis yang terakumulasi dalam organ manusia, seperti ditunjukkan dalam Gambar 6 [7]. 3. Model yang membawa pengaruh terhadap kesehatan (Health effect model) a. Menentukan akibat fatal dan luka yang diharapkan terjadi dalam 1 tahun ( acute health effect) b. Menentukan yang dapat mengakibatkan kanker yang diharapkan membawa kematian yang terjadi selama hidup ( late health effect ) 4. Model yang berhubungan dengan faktor konsekuensi lainnya Yang termasuk dalam model ini, misalnya distribusi populasi, respon terhadap kedaruratan, pengaruh ekonomi dan lain-lainnya. Dalam level 3 ini hasil risiko secara terintegrasi yaitu frekuensi dan jenis konsekuensinya akan diketahui. Analisis secara lengkap yang dilakukan dalam PSA level 1, level 2 dan level 3 secara diagram dapat dilihat dalam Gambar 7. Seperti terlihat dalam penyusunan proses PSA di atas, maka diperlukan waktu dan SDM yang banyak. Berdasarkan NUREG/CR-2300 dibutuhkan jumlah SDM seperti dalam Tabel 1, 2, dan 3, walaupun jumlah SDM tersebut sangat relatif tergantung dari jenis dan kompleksitas reaktor yang dianalisis termasuk juga tingkat kemampuan SDM nya. Pusdiklat BATAN

9 Tabel 1. SDM yang diperlukan dalam penyusunan PSA level 1 [8] Tugas Perkiraan Tenaga (OB) Pengumpulan informasi awal 1-2 Penyusunan pohon kejadian dan model sistem Analisis prosedur dan keandalan manusia 2-3 Pengembangan data 5-6 Kuantifikasi sekuensi kecelakaan 9-12 Kejadian eksternal Analisis ketidak pastian 3-4 Pengembangan dan interpretasi hasil 2-3 Jumlah Tabel 2. SDM yang diperlukan dalam penyusunan PSA level 2 [8] Tugas Perkiraan Tenaga (OB) Analisis proses fisis Analisis pelepasan radionuklida dan transpor 5 20 Kejadian eksternal 3 4 Analisis ketidak pastian 2 8 Pengembangan dan interpretasi hasil 2-30 Jumlah (PSA level 1 & 2) Tabel 3. SDM yang diperlukan dalam penyusunan PSA level 3 [8] Tugas Perkiraan Tenaga (OB) Analisis transpor ke lingkungan dan 3 4 konsekuensi Kejadian eksternal 1-2 Analisis ketidakpastian 1-2 Pengembangan dan interpretasi hasil 2-30 Jumlah (PSA level 1, 2 dan 3) Pusdiklat BATAN

10

11 BAB III ANALISIS SISTEM A. Kejadian awal (initiating event) Seperti disebutkan dalam PSA level 1 hal yang penting adalah mengetahui kejadian awal (initiating event). Kejadian awal adalah setiap potensi yang terjadi yang dapat menggangu jalannya operasi dari plant. Kejadian awal dikuantifikasi dengan frekuensi, yaitu misalnya jumlah kejadian pertahun. Kejadian awal ini dapat terjadi pada saat reaktor padam (shutdown), pada daya rendah atau pada daya penuh. Dalam PSA pada umumnya ditekankan pada daya penuh. Secara umum pengelompokkan kejadian awal berupa LOCA (Loss of Coolant Accident; kecelakaan kehilangan pendingin) dan transient dimana didalamnya terdiri atas kejadian awal internal (kejadian dari dalam reaktor) dan kejadian awal eksternal ( kejadian dari luar reaktor misalnya : bencana alam, jatuhnya pesawat, teroris dan lain-lainnya). Identifikasi kejadian awal meliputi [3] : a. Mengidentifikasi secara komprehensif pemicu yang mempunyai potensi mengganggu operasi plant b. Mengelompokkan kejadian awal ke dalam kategori berdasarkan pengaruh yang sama terhadap response system c. Mengkuantifikasi masing-masing kategori kejadian awal A.1. Pengelompokkan Kejadian awal Setelah kejadian awal teridentifikasi, maka dilakukan analisis sebagai berikut : 1. Dari masing-masing kejadian awal tersebut dilakukan identifikasi fungsi keselamatan yang digunakan untuk mencegah kerusakan teras Pusdiklat BATAN

12 2. Mengidentifikasi sistem pada plant yang diperlukan sebagai fungsi keselamatan 3. Melakukan pengelompokkan kejadian awal pada satu kategori untuk kejadian awal yang memerlukan tanggapan (respon) yang sama dari plant. Dalam tahapan pengelompokkan kejadian awal ini dilakukan proses yang berulang-ulang dengan membuat pohon kejadian (Event Tree). Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pohon kejadian adalah : 1. Semua sekuensi kecelakaan dengan jelas sudah dimasukkan. 2. Harus dicegah terjadinya overlapping untuk sekuensi kecelakaan yang sama. 3. Setiap pohon kejadian dapat digunakan (berlaku) untuk semua kejadian awal dalam satu kelompok atau kategori. B. Analisis Pohon Kejadian (Event Tree Analysis) Analisis pohon kejadian merupakan salah satu bentuk analisis deduktif (maju) yaitu suatu analisis diawali dengan adanya kejadian awal kemudian diikuti dengan bekerja atau tidaknya sistem-sistem keselamatan/sistem mitigasi berikutnya. Hal yang penting di dalam analisis pohon kejadian : 1. Menghubungkan fungsi-fungsi sistem dalam plant pada waktu beroperasi 2. Mengidentifikasi hubungan di dalam sekuensi kejadian 3. Mengidentifikasi lamanya waktu terjadinya kejadian Tahapan penyusunan pohon kejadian adalah sebagai berikut : 1. Menentukan batas analisis yaitu kondisi akhir sekuensi (misalnya : waktu, ketergantungan terhadap fungsi keselamatan atau sistem) 2. Mendefinisikan kriteria sukses Pusdiklat BATAN

13 3. Mengembangkan dan menentukan bagian-bagian (sebelah atas) pohon kejadian 4. Mengembangkan sekuensi Kriteria sukses adalah suatu kondisi fungsi keselamatan/sistem dimana dapat dikatakan kondisi tersebut sukses/berfungsi. Hal ini disebabkan pada umumnya dalam reaktor nuklir suatu sistem terdiri atas beberapa redudan, sehingga harus didefinisikan berapa redudan yang berhasil dapat diklasifikasikan sebagai sukses. Kriteria sukses ini ditunjang dengan analisis deterministik. Fungsi keselamatan dasar untuk teras reaktor dan kontainmen yang diperlukan dalam penyusunan pohon kejadian antara lain : Reaktor subkritis (Reactor subcriticality, RS), pemindah panas teras (Core Heat Removal), Penambah inventori teras (core inventori makeup), integritas sistem pendingin primer (primary coolant system integrity), Containment Pressure Suppression, pemindah panas kontainmen (containment heat removal) dan integritas kontainmen (containment integrity). Contoh dari sebuah pohon kejadian seperti terlihat dalam Gambar 8. C. Analisis Pohon Kegagalan (Fault Tree Analysis) Untuk mengkuantifikasi analisis pohon kejadian, maka setiap sistem keselamatan/mitigasi harus dikuantifikasi kegagalannya (kegagalan merupakan komplemen dari kesuksesan, f = 1 s). Salah satu cara untuk mengkuantifikasi adalah dengan menggunakan analisis pohon kegagalan. Analisis pohon kegagalan merupakan analisis induktif yaitu suatu kejadian disebabkan oleh kejadian sebelumnya. Kejadian sebelumnya disebabkan oleh kejadian lain lebih lanjut, kegagalan komponen atau kegagalan operator (manusia). Masing-masing kegagalan tersebut dianalisis lebih lanjut penyebabnya sehingga sampai pada kondisi kejadian dasar (basic event) Pusdiklat BATAN

14 Analisis pohon kegagalan dapat untuk mengkuantifikasi kegagalan sistem, komponen, fungsi atau operasi. Model pohon kegagalan dapat dipergunakan untuk menentukan : 1. Kombinasi beberapa kegagalan 2. Probabilitas gagal 3. Titik lemah (kritis) pada sistem, komponen, fungsi atau operasi Kejadian puncak (Top Event) dari pohon kegagalan menunjukkan kejadian atau kondisi yang tidak diinginkan (undesired event/undesired state) dari suatu sistem sehingga hasilnya merupakan kegagalan atau ketidaktersediaan (unavailability) sistem. Penyusunan pohon kegagalan merupakan proses berulang dengan mendapatkan umpan balik dari proses PSA lainnya. Analisis pohon kegagalan merupakan proses yang kompleks sehingga sudah disiapkan perangkat lunak yang digunakan untuk analisis tersebut, misalnya : PSA pack, SAPHIRE, SALP, dan lain-lainnya. Hasil atau keluaran dari perangkat lunak ini pada umumnya berupa cut set atau minimal cut set yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian puncak. Cut set merupakan kombinasi kegagalan kejadian dasar, sedangkan minimal cut set adalah kombinasi terkecil dari kegagalan kejadian dasar. Perhitungan analisis pohon kegagalan sesuai dengan hukum aljabar Boolean. Pengertian tentang minimal cut set ini sangat penting dalam konsep PSA, karena minimal cut set ini berhubungan dengan komponen atau kejadian dasar yang kritis yaitu bila komponen kritis atau kejadian dasar ini terjadi maka memungkinkan terjadinya kejadian puncak. C.1. Penyusunan pohon kegagalan berikut : Di dalam penyusunan pohon kegagalan dilakukan tahapan sebagai Pusdiklat BATAN

15 1. Ditentukan kejadian atau kondisi yang tidak diinginkan sebagai kejadian puncak 2. Menganalisis penyebab terjadinya kejadian puncak secara mundur dengan menggunakan gerbang logika, untuk kondisi standar seperti terlihat berikut ini : Kejadian Dasar Kesalahan komponen dasar yang tidak memerlukan pengembangan lebih lanjut Gerbang OR Gerbang logika yang menunjukkan gabungan beberapa masukan kejadian. Keluaran akan terjadi bila sedikitnya 1 masukan terjadi Gerbang AND Gerbang logika yang menunjukkan interseksi (perkalian) beberapa masukan kejadian. Keluaran akan terjadi bila semua masukan terjadi 3. Analisis diuraikan lebih lanjut sampai kejadian dasar C.2. Penyelesaian analisis pohon kegagalan Didalam menyelesaikan analisis pohon kegagalan dilakukan tahapan sebagai berikut : 1. Mengubah logika pohon kegagalan menjadi persamaan boolean 2. Menyederhanakan (mereduksi) persamaan boolean menjadi bentuk sederhana, dengan aturan seperti dalam Tabel 4 [9]. Pusdiklat BATAN

16 Tabel 4. Operasi Hukum Aljabar Boolean [9] Aturan Operasi Komutatif A + B = B + A A x B = B x A Asosiatif A + B + C = (A + B) + C = A + (B + C) A x B x C = (A x B) x C = A x (B x C) Distributif A x (B + C) = (A x B) + (A x C) Idempotent A + A = A A x A = A Himpunan Nol A + 0 = A A x 0 = 0 Himpunan Universal A + 1 = 1 A x 1 = A Absorpsi A + (A x B) = A Proses kuantifikasi dan penyederhanaan persamaan aljabar boolean dilakukan dengan perangkat lunak. C.3. Contoh analisis pohon kegagalan Sebagai contoh seperti terlihat dalam Gambar 9. Motor memperoleh sumber listrik AC 3 fase sebesar 480 V melalui pemutus (breaker), dengan pemutus yang digerakkan oleh kumparan trip dan saklar 1 dan saklar 2 dimana digerakkan oleh listrik 125 V DC. Misal kondisi yang tidak di inginkan atau sebagai kejadian puncak adalah Motor gagal untuk berhenti (motor fail to stop). Kondisi ini disebabkan oleh 2 hal yaitu : tidak ada signal ke pemutus (no signal to trip breaker) atau pemutus gagal untuk membuka (breakers fail to open), sehingga kondisi ini digambarkan dengan gerbang OR. Selanjutnya tidak ada signal ke pemutus dianalisis disebakan karena tidak ada signal ke kumparan trip (no signal to trip coil) atau kegagalan umum dari saklar untuk menutup (common cause failure of switches to close) atau kumparan trip gagal diberi tenaga (trip coil fails to energize). 2 kejadian terakhir merupakan kejadian dasar, sedangkan kejadian pertama perlu dianalisis lebih lanjut. Tidak ada signal ke kumparan trip disebabkan karena tidak ada arus yang melalui saklar 1 dan tidak ada arus yang melalui saklar 2, sehingga dalam kondisi ini gerbang yang sesuai adalah gerbang AND. Selanjutnya tidak ada arus yang melalui saklar 1 Pusdiklat BATAN

17 disebabkan kehilangan daya suplai 125 V DC atau saklar 1 gagal untuk menutup, dan gerbang yang sesuai adalah gerbang OR. Hal ini berlaku pula untuk kejadian tidak ada arus yang melalui saklar 2, dan pohon kegagalan yang disusun secara lengkap seperti terlihat dalam Gambar 10. Dari pohon kegagalan tersebut, selanjutnya diubah menjadi persamaan aljabar boolean sebagai berikut : 1. Persamaan Logika Top Down ( + = OR, * = AND ) adalah sebagai berikut : G1 = G2 + E1 G2 = E2 + G3 + E3 G3 = G4 * G5 G4 = E4 + E5 G5 = E4 + E6 2. Substitusi G3 = (E4 + E5) * (E4 + E6) G2 = E2 + [(E4+E5) * (E4 + E6)] + E3 G1 = E2 + [(E4+E5) * (E4 + E6)] + E3 + E1 3. Persamaan setelah disederhanakan merupakan Minimal cut set (dipisahkan dengan tanda + ) G1 = E1 + E2 + E3 + E4 + E5* E6 4. Probabilitas motor gagal untuk berhenti adalah : Pr(G1) Pr(E1) + Pr(E2) + Pr(E3) + Pr(E4) + Pr(E5* E6) D. Estimasi Parameter Estimasi nilai parameter diperlukan untuk memberikan harga kegagalan komponen dan kejadia awal. Dimana nilai-nilai tersebut sebagai masukan Pusdiklat BATAN

18 kuantitatif untuk kejadian dasar pada pohon kegagalan dan model pohon kejadian. Data-data yang diperlukan adalah : 1. Kegagalan secara random pada laju kegagalan (failure rate) dan kebolehjadian gagal pada saat dibutuhkan (demand failure probability) 2. Ketidaktersediaan (unavailability) karena pada kondisi test atau perawatan 3. Common cause failure 4. Frekuensi kejadian awal 5. Keandalan manusia/operator (lebih lanjut dibahas dalam materi pelatihan : human performance) Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka secara umum probabilitas ketidak tersediaan atau kegagalan suatu komponen dapat dihitung sesuai dengan Tabel 5. Tabel 5. Model matematis data kegagalan komponen Pusdiklat BATAN

19 Data-data tersebut dapat menggunakan beberapa sumber antara lain : a. Data generik misalnya : NUREG-1150, NUREG/CR 5750, NUREG/CR 5496, NUREG/CR 5500, WASH-1400, IEEE std 500, TECDOC 478, dan lain-lainnya. b. Pengalaman operasi c. Data untuk plant tertentu d. Data yang mengalami modifikasi (misal dengan Bayesian) Pusdiklat BATAN

20

21 BAB IV APLIKASI PSA LEVEL 1 PADA REAKTOR RISET Dalam bahasan sebelumnya disebutkan bahwa tahap pertama yang perlu dilakukan dalam PSA level 1 adalah menentukan kejadian awal (initiating event). Berdasarkan pedoman dari IAEA sudah ditentukan kejadian-kejadian awal yang baku untuk reaktor daya ( lihat materi pelatihan : Initiating events, Incidents, Accidents ), namun masih diperlukan juga penentuan analisis kejadian awal lainnya, misalnya berdasarkan pengalaman operasi. Demikian juga pada reaktor riset, IAEA sudah menentukan kelompok-kelompok kejadian awal yang terjadi pada reaktor riset. Aplikasi PSA dalam reaktor riset banyak diterapkan untuk kegiatan-kegiatan PSA level 1, karena kemungkinan terjadinya skenario kecelakaan yang digambarkan dalam PSA level 2 sangat kecil kemungkinan terjadinya. Tetapi dapat juga dilakukan kegiatan PSA secara keseluruhan dengan menggunakan beberapa asumsi. Aplikasi PSA level 1 dalam reaktor riset banyak ditekankan pada kegiatan PSA level 1 yaitu antara lain : penentuan kejadian awal, keandalan sistem, data keandalan komponen dan lain-lainya. A. Kejadian Awal Pada ReaktorRiset Dalam reaktor riset terdapat 7 kelompok kejadian awal yang harus dianalisis yaitu : 1. Kehilangan suplai daya listrik, meliputi kejadian : a. Kehilangan daya listrik normal 2. Insersi kelebihan reaktivitas, meliputi kejadian antara lain: a. Kekritisan selama handling bahan bakar (kesalahan pemasukan bahan bakar) b. Kecelakaan start-up c. Ketidak seimbangan posisi batang kendali d. Insersi air dingin, dan lain-lainnya Pusdiklat BATAN

22 3. Kehilangan aliran, meliputi kejadian antara lain : a. Kegagalan pompa primer b. Pengurangan aliran pendingin ( misalnya : katup gagal, pipa atau alat penukar panas tersumbat, dan lain-lainnya) c. Penyumbatan kanal bahan bakar d. Kegagalan atau kesalahan eksperimen, dan lain-lainnya 4. Kehilangan pendingin, meliputi kejadian antara lain : a. Pecahnya batas pendingin primer b. Kolam rusak c. Kegagalan beam tube atau penetrasi, dan lain-lainnya 5. Kesalahan handling atau kegagalan peralatan/komponen, meliputi kejadian antara lain : a. Kegagalan kelongsong bahan bakar b. Kekritisan di penyimpanan bahan bakar c. Kelebihan burn-up, dan lain-lainnya 6. Kejadian internal khusus, meliputi kejadian antara lain : a. Kebakaran atau ledakan secara internal b. Kesalahan eksperimen reaktor c. Kejadian keamanan, dan lain-lainnya 7. Kejadian eksternal, meliputi kejadian antara lain : a. Gempa b. Banjir (sungai, dam dan lain-lainnya) c. Jatuhnya pesawat d. Kecelakaan dari jalur lalu lintas, dan lain-lainnya 8. Kesalahan manusia Pusdiklat BATAN

23 B. Penyusunan Pohon Kegagalan Sistem Dari pemilihan kejadian awal, salah satu kegiatan PSA level 1 adalah mengkuantifikasi kejadian awal dengan salah satu caranya adalah penyusunan pohon kegagalan. Selain itu dapat juga dilakukan penyusunan pohon kegagalan dengan tujuan untuk keandalan sistem C. Penyusunan Pohon Kejadian Aplikasi lainnya adalah dilakukan penyusunan pohon kejadian berdasarkan kejadian awal yang dipilih untuk membuat sekuensi kecelakaan. D. Pengumpulan Data Keandalan Komponen Untuk melihat keandalan sistem ataupun penyelesaian pohon kejadian, maka diperlukan data keandalan komponen. Data keandalan komponen ini meskipun dapat diperoleh dari data generik, tetapi dapat juga dilakukan pengumpulan data keandalan komponen dari reaktor yang dilakukan analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan perhitungan berdasarkan data-data operasi dan perawatan, hal ini dapat dilakukan berdasarkan log book operasi dan log book perawatan. E. Keunggulan Dan Kekurangan Metoda PSA PSA merupakan alat analisis yang sangat tepat dan penting untuk melengkapi analisis deterministik. Namun demikian sebagai suatu alat analisis akan mempunyai keunggulan dan kekurangannya seperti berikut ini : 1. Keunggulan PSA : a. Alat yang bersifat sistematik untuk menganalisis sistem yang kompleks. b. Dalam pelaksanaannya membutuhkan berbagai jenis keilmuan (multidisiplin). c. Menentukan interaksi yang sangat kompleks. Pusdiklat BATAN

24 d. Memberikan pandangan secara kualitatif dengan mudah terhadap plant. e. Memberikan hasil secara kuantitatif yang dapat digunakan sebagai pengambil keputusan. f. Model yang dapat digunakan untuk studi sensitivitas. g. Dapat digunakan untuk mengevaluasi sesuatu yang tidak pasti. 2. Kekurangan PSA : a. Tidak ada jaminan semua kejadian awal (initiating event) sudah teridentifikasi b. Kekurangan dari model konsep dan model matematika c. Ketidakpastian dari model parameter untuk model yang digunakan d. Tidak cukupnya data untuk perangkat keras dan performance manusia 3. Hal untuk mengatasi kekurangan : a. Perlu studi sensitivitas b. Menggunakan keputusan expert (expert judgement) c. Perlu adanya peer review d. Hasil dihubungkan dengan analisis keteknikan dan filosofi pertahanan berlapis (defense in depth) Pusdiklat BATAN

Analisis Pohon Kejadian (ETA)

Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis induktif : Suatu analisis diawali dengan kejadian awal dan diikuti dengan bekerja atau tidaknya sistem-sistem keselamatan/mitigasi Hal yang penting : Menghubungkan

Lebih terperinci

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) D T Sony Tjahyani Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan

Lebih terperinci

DASAR ANALISIS KESELAMATAN

DASAR ANALISIS KESELAMATAN Modul 1 DASAR ANALISIS KESELAMATAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan (BARMiK) P2TKN BATAN anharra@centrin.net.id 20-10-03 antariksawan 1 Tujuan Mengetahui metodologi

Lebih terperinci

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008 KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA D.T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 D. T. Sony Tjahyani Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 80, Serpong, Tangerang 15310 Telp/Fax:

Lebih terperinci

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didesain berdasarkan 3 (tiga) prinsip yaitu mampu dipadamkan dengan aman (safe shutdown), didinginkan serta mengungkung produk

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN D. T. Sony Tjahyani, Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK

ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RINGKASAN Meskipun terjadi kecelakaan kehilangan air pendingin ( Loss Of Coolant Accident, LOCA), seandainya bundel bahan bakar dapat

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU No.535, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Desain Reaktor Daya. Ketentuan Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011

Lebih terperinci

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pengembangan pemanfaatan energi nuklir dalam berbagai sektor saat ini kian pesat. Hal ini dikarenakan energi nuklir dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar secara

Lebih terperinci

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan reaktor nuklir, baik reaktor daya (yang jika digunakan sebagai pembangkit listrik disebut pembangkit listrik tenaga nuklir, PLTN) dan reaktor riset (RR),

Lebih terperinci

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Tujuan Keselamatan... 3 1.2. Fungsi Keselamatan Dasar... 3 1.3. Konsep Pertahanan Berlapis... 6 BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR... 1 2.1. Pendahuluan...

Lebih terperinci

B D. 1.1 Konsep Model Jaringan

B D. 1.1 Konsep Model Jaringan A 1 MODEL JARINGAN UNTUK SISTEM KOMPLEKS 1.1 Konsep Model Jaringan P ada bab sebelumnya telah diuraikan teknik dalam melakukan pemodelan jaringan untuk sistem sederhana. eberapa pola hubungan komponen

Lebih terperinci

ID0200243 ANALISIS KEANDALAN KOMPONEN DAN SISTEM RSG GAS DENGAN MENGGUNAKAN DATA BASE

ID0200243 ANALISIS KEANDALAN KOMPONEN DAN SISTEM RSG GAS DENGAN MENGGUNAKAN DATA BASE VrusiUinx Presentasi Ilmiah Tehmlogi Keselamatan Nukllr-V ISSN No. : 1410-0533 Serpong 2H Juni 2000 ' ID0200243 ANALISIS KEANDALAN KOMPONEN DAN SISTEM RSG GAS DENGAN MENGGUNAKAN DATA BASE Oleh : Demon

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

Sigma Epsilon, ISSN

Sigma Epsilon, ISSN EVALUASI KEANDALAN SISTEM VENTING KOLAM DAN SISTEM TEKANAN RENDAH RSG GAS DENGAN METODA POHON KEGAGALAN Deswandri, Johnny Situmorang Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - BATAN ABSTRAK EVALUASI

Lebih terperinci

RISET PROSES PELELEHAN TERAS SAAT KECELAKAAN PARAH

RISET PROSES PELELEHAN TERAS SAAT KECELAKAAN PARAH RISET PROSES PELELEHAN TERAS SAAT KECELAKAAN PARAH RINGKASAN Kecelakaan yang terjadi pada reaktor Three Mile Island No.2 (TMI-2) di Amerika Serikat pada bulan Maret 1979, telah mengakibatkan sekitar separuh

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

Diterima editor 27 Agustus 2014 Disetujui untuk publikasi 30 September 2014

Diterima editor 27 Agustus 2014 Disetujui untuk publikasi 30 September 2014 ANALISIS SKENARIO KEGAGALAN SISTEM UNTUK MENENTUKAN PROBABILITAS KECELAKAAN PARAH AP1000 D. T. Sony Tjahyani, Julwan Hendry Purba Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir E-mail: dtsony@batan.go.id;

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r No.533, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Reaktor Nondaya. Keselamatan Desain. Persyaratan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. DEFINISI Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. Batas-batas Yang Dapat Diterima (Acceptable limits) Batas-batas yang dapat diterima oleh badan pengaturan. Kondisi

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN SAFETY RELATED SYSTEM UNTUK MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR RISET RSG-GAS

EVALUASI KESELAMATAN SAFETY RELATED SYSTEM UNTUK MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR RISET RSG-GAS BATAN B.51 EVALUASI KESELAMATAN SAFETY RELATED SYSTEM UNTUK MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR RISET RSG-GAS Ir. Johnny Situmorang Drs. Deswandri, M.Eng. Drs. Ahmad Abtokhi, MT. Ir. Suharyo Widagdo Restu Maerani,

Lebih terperinci

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS 54. Konsep penghalang dan lapisan-lapisan proteksi yang menyusun pertahanan berlapis dan juga beberapa elemen penghalang dan lapisan yang umum dibahas di Bagian 2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menejemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu proses komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko yang ada dalam suatu kegiatan. Resiko

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 106, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 DESAIN KEANDALAN (1/8) Batas maksimum tidak berfungsinya (unavailability) suatu sistem atau komponen

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Firman Nurrakhmad NRP Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, PhD. NIP

Disusun Oleh : Firman Nurrakhmad NRP Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, PhD. NIP Disusun Oleh : Firman Nurrakhmad NRP. 2411 105 002 Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, PhD. NIP. 1971070219988021001 LATAR BELAKANG Kegagalan dalam pengoperasian yang berdampak pada lingkungan sekitar Pengoperasian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2010 DAFTAR ISI SUB BIDANG OPERASI LEVEL 1 Kode Unit : KTL.PO.28.101.01 Judul Unit

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET 2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET KRITERIA DAN TANGGUNG-JAWAB PENGKAJIAN 201. Untuk suatu reaktor riset yang akan dibangun (atau mengalami suatu modifikasi

Lebih terperinci

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Kriteria Penerimaan Untuk Kecelakaan ISSN : 0854-2910 Budi Rohman P2STPIBN-BAPETEN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA DAN RESIKO K3 PERTEMUAN 3 FIERDANIA YUSVITA KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA DAN RESIKO K3 PERTEMUAN 3 FIERDANIA YUSVITA KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA DAN RESIKO K3 PERTEMUAN 3 FIERDANIA YUSVITA KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan konsep identifikasi potensi bahaya dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH

ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH 36 ISSN 0216-3128 Tjahyani, dkk. ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH D. T. Sony Tjahyani, Sugiyanto Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN-BATAN

Lebih terperinci

PROBABILITAS KECELAKAAN KAPAL TENGGELAM DI WILAYAH SELAT MAKASSAR

PROBABILITAS KECELAKAAN KAPAL TENGGELAM DI WILAYAH SELAT MAKASSAR Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 PROBABILITAS KECELAKAAN KAPAL TENGGELAM DI WILAYAH SELAT MAKASSAR Haryanti Rivai Dosen Program Studi Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN 2.1 PENDAHULUAN SAE ARP4761 dikeluarkan oleh SAE (Society for Automotive Engineers) International The Engineering Society for Advancing Mobility Land Sea

Lebih terperinci

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR Oleh : Suharno Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR. Tinjauan sistem keselamatan

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL BAB III METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) 3.1 Failure Mode and Effect

Lebih terperinci

Sudjatmi K.A., M. Hendayun, V IS Wardhani Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir (P3TkN) - BAT AN

Sudjatmi K.A., M. Hendayun, V IS Wardhani Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir (P3TkN) - BAT AN Seminar Tahllnan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga NlIklir - Jakarta, 11 Oesember 2003 ISSN 1693-7902 MODEL POHON KEGAGALAN UNTUK PELEP ASAN RADIOAKTIF KE LINGKUNGAN REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG Sudjatmi K.A.,

Lebih terperinci

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 ISSN 1979-2409 FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 Iwan Setiawan Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Kawasan Puspiptek, Serpong ABSTRAK FMEA SEBAGAI

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. No.85, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas:

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas: 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA REAKTOR NONDAYA MANAJEMEN TERAS Langkah-langkah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Instansi Nuklir. Bahan Nuklir. Perizinan. Pemanfaatan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG DESAIN SISTEM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Dewi Widya Lestari

Dewi Widya Lestari Dewi Widya Lestari 2411 106 011 WHB merupakan komponen yang sangat vital bagi berlangsungnya operasional untuk memenuhi pasokan listrik pabrik I PT Petrokimia Gresik. Dari tahun 90-an hingga kini WHB beroperasi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA 2012, No.758 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pembangunan dan pengoperasian

Lebih terperinci

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Aga Audi Permana 1*, Eko Julianto 2, Adi Wirawan Husodo 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA.

PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA. Presiding Presentasi Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir-V,. ISSN No.: 1410-0533 Serpong. 28 Juni 2000 * ID0200244 PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA Oleh : Aliq, Suharno, Anhar R.A.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fase merupakan keadaan dari suatu zat, dapat berupa padat, gas maupun cair. Dalam kehidupan sehari-hari selain aliran satu fase, kita juga temukan aliran multi fase.

Lebih terperinci

ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS

ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) (STUDI KASUS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI TAHAP II UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG) NASKAH PUBLIKASI Untuk

Lebih terperinci

SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA

SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Sistem mpower dan Prospek Pemanfaatannya di Indonesia (Sudi Ariyanto) SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Sudi Ariyanto Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN Jalan Kuningan Barat,

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN

FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN 13 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INNR FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN A. Kerangka Format Program Manajemen Penuaan BAB I

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - REDUNDANSI, KERAGAMAN, DAN INDEPENDENSI 3.1. Lampiran ini menyajikan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR I. UMUM Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia meliputi berbagai

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci