KAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN POTENSI PADAM TOTAL TERHADAP KESELAMATAN PLTN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN POTENSI PADAM TOTAL TERHADAP KESELAMATAN PLTN"

Transkripsi

1 KAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN POTENSI PADAM TOTAL TERHADAP KESELAMATAN PLTN Akhmad Muktaf Haifani P2STIBN Bapeten untuk korespondensi: ABTSRAK KAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN POTENSIAL PADAM TOTAL TERHADAP KESELAMATAN PLTN. Konsep padam total mengacu pada hilangnya seluruh daya listrik arus bolak balik pada switchgear terminal yang esensial dan non-esensial dalam PLTN. Pada kejadian padam total, kemampuan untuk mendinginkan teras reaktor akan tergantung pada ketersediaan sistem yang tidak memerlukan arus bolak-balik (AC) dari bus switchgear yang esensial dan non-esensial dan pada kemampuan untuk memulihkan daya AC dalam batas waktu yang tepat. Beberapa hal dalam penentuan metoda padam total meliputi kemungkinan dan selang waktu/durasi hilangnya daya luar tapak (offsite), redundansi dan keandalan sistem daya AC pada tapak, dan potensi untuk urutan kecelakaan parah setelah hilangnya semua daya AC. Langkah antisipasi dari bahaya stasion blackout adalah dengan meningkatkan keandalan Sistem Catu Daya Darurat berupa kapasitas baterei untuk mensuplai daya terhadap keselamatan peralatan instrumentasi dan kendali dan untuk peralatan vital lainnya atau memasang alternatif sumber AC lainnya. Kata kunci: Padam total, Sistem Catu Daya Darurat, arus bolak-balik (AC ), baterei, peralatan instrumentasi dan kendali. ABSTRACT TECHNICAL ASSESSMENT ON REGULATORY SISTEM OF STATION BLACKOUT AGAINST THE SAFETY OF NUCLEAR POWER PLANT. Station blackout concept refers to loss of the alternating current electrical power to the essential and non-essential switchgear terminals in nuclear power plants. In the station blackout events, the ability to cool the reactor core will depend on the availability of sistems that do not require AC power from the essential and non-essential bus switchgear and the ability to restore AC power within the proper time limit. Some things in the determination of station blackout total methods include the possibility and the lapse of time / duration of the loss of off-site resources (offsite), redundancy and reliability of AC power sistems at the site, and the potential for severe accident sequence after the loss of all AC power. In anticipation of the dangers of station blackout is to improve the reliability of the Emergency Power Supply Sistem of battery capacity to supply power to safety equipment for instrumentation and control and other vital equipment, or install another alternative AC source. Keywords: Station Blackout, Emergency Power Supply Sistem, AC power, batteries, instrumentation and control equipment. PENDAHULUAN Dalam pengoperasian reaktor daya, aspek yang harus diperhatikan adalah ketersediaan pasokan daya listrik. Sistem daya listrik ini dapat diperoleh baik dari luar tapak misalnya pasokan dari Perusahaan Listrik Negara maupun dari dalam instalasi itu sendiri yang berguna sebagai pendukung dari sistem luar tapak. Sistem Catu Daya Darurat (SCDD) merupakan bagian sistem energi yang disediakan dari internal instalasi. Sistem ini diperlukan ketika terjadi kecelakaan di dalam instalasi yang dapat menyebabkan pemadaman listrik, sehingga dapat mengganggu pasokan energi baik dari dalam maupun dari luar tapak. Merujuk pada Perka No 5 tahun 2007 tentang Evaluasi Tapak Reaktor Daya pada Bagian Umum Pasal 15 menyatakan bahwa [2]. 1. PET harus menentukan jumlah unit dan/atau daya terpasang reaktor nuklir di tapak sejak awal proses pemilihan tapak. 2. Apabila jumlah unit dan/atau daya terpasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Akhmad Muktaf H 65 STTN-BATAN & PTAPB-BATAN

2 bertambah, kelayakan tapak harus dievaluasi ulang. Analisis keselamatan harus dilakukan dengan memperhitungkan jumlah beban yang harus dipasok dan kapasitas jaringan, karena bila pasokan berlebih tidak sebanding dengan kemampuan jaringan dapat memicu terjadinya padam total. Hingga saat ini belum ada suatu ketentuan atau pedoman teknis yang mengatur tentang sistem penanganan padam total dalam instalasi nuklir. Oleh karena itu makalah ini akan menguraikan tentang penerapan sistem keselamatan dalam mengantisipasi terjadinya perisitwa padam total. Istilah padam total mengacu pada hilangannya seluruh daya listrik arus bolak balik pada switchgear terminal yang esensial dan nonesensial dalam PLTN. Padam total meliputi hilangnya daya luar tapak bersama dengan trip turbin dan kegagalan sistem daya dari arus bolakbalik (AC) darurat pada tapak, tetapi bukan merupakan hilangnya daya AC yang tersedia untuk terminal umpan dengan baterei stasiun melalui inverter atau hilangnya daya dari sumber alternatif arus bolak-balik (AC) [2]. Karena banyak sistem keselamatan yang diperlukan untuk pemindahan panas peluruhan teras reaktor dan pemindahan panas penyungkup yang tergantung pada daya AC, konsekuensi dari padam total dapat menjadi berat. Pada kejadian padam total, kemampuan untuk mendinginkan teras reaktor akan tergantung pada ketersediaan sistem yang tidak memerlukan daya AC dari bus switchgear yang esensial dan nonesensial dan pada kemampuan untuk memulihkan daya AC dalam batas waktu yang tepat. Pada kondisi padam total maka Sistem Catu Daya Darurat diperlukan untuk pengamanan unit terkait agar terhindar dari kerusakan fatal karena tidak berfungsinya beberapa peralatan pengaman unit karena hilangnya suplai daya normal, dan untuk mengantisipasi kejadian tersebut maka diperlukan power supply essential untuk menggerakkan peralatan pengaman. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari penulisan makalah ini adalah sebagai suatu kajian tentang perlunya ketentuan yang menjelaskan tentang sistem pemadaman listrik secara selamat pada instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah tersedianya suatu kajian teknis terkait dengan sistem desain pemadaman listrik yang aman dari suatu instalasi PLTN. METODOLOGI Isu padam total meliputi kemungkinan dan selang waktu/durasi hilangnya daya luar tapak (offsite), redundansi dan keandalan sistem daya AC pada tapak, dan potensi untuk urutan kecelakaan parah setelah hilangnya semua daya AC. Berdasarkan studi resiko yang dilakukan untuk merumuskan analisis, hasilnya menunjukkan bahwa frekuensi lelehnya teras yang diestimasi dari padam total sangat bervariasi untuk instalasi yang berbeda dan dapat menjadi kontributor resiko yang signifikan untuk beberapa instalasi. Suatu tindakan yang tepat diperlukan untuk mengurangi resiko padam total, sehingga keselamatan dapat dipertahankan. Isu tersebut berhubungan untuk PWR dan BWR Kajian ini terutama menekankan pada 3 cakupan yakni: 1. Mempertahankan keandalan sistem daya listrik AC sangat tinggi. 2. Mengembangkan prosedur untuk mengembalikan daya AC darurat baik luar tapak dan tapak apabila salah satu atau keduanya harus menjadi tidak tersedia. 3. Memastikan bahwa instalasi dapat menangani padam total untuk beberapa perioda terkini berdasarkan pada probabilitas terjadinya padam total pada tapak dan juga kemampuan untuk pemulihan daya AC dalam batas waktu yang tepat untuk tapak Satu faktor yang mempengaruhi keandalan sistem daya AC adalah kerentanan terhadap kegagalan dengan penyebab yang sama yang berkaitan dengan faktor desain, operasi dan lingkungan. Ketidaktersediaan sistem daya AC darurat pada tapak dapat dipengaruhi oleh masa tak layan (outage) yang diakibatkan dari pengujian dan perawatan. Pada umumnya, ketidaktersediaan ini sekitar 0.007, yang kecil dibandingkan dengan keandalan generator diesel darurat minimum yang ditetapkan (yaitu 0,95 atau 0,975 keandalan per permintaan). Meskipun demikian, pada beberapa kasus masa tak layan yang dikarenakan oleh perawatan dapat menjadi kontributor yang signifikan terhadap ketidaktersediaan generator diesel darurat. Kontribusi generator tersebut dapat dijaga serendah mungkin dengan penyediaan prosedur pengujian dan perawatan yang berkualitas tinggi dan dengan perawatan generator diesel yang telah dijadwalkan pada waktunya pada saat reaktor padam. Juga pembatasan kondisi untuk operasi dalam spesifikasi teknis didesain untuk membatasi ketidaktersediaan generator diesel pada saat instalasi beroperasi. Sepanjang ketidaktersediaan akibat pengujian dan perawatan tidak terlalu besar, STTN-BATAN & PTAPB BATAN 66 Akhmad Muktaf H

3 laju kegagalan generator diesel darurat maksimum untuk tiap generator diesel akan menghasilkan nilai keandalan yang dapat diterima secara keseluruhan untuk sistem daya AC darurat. Pengkajian kemampuan instalasi untuk menjaga kecukupan pendinginan teras dan integritas penyungkup selama padam total dan penyediaan prosedur untuk menangani kejadian tertentu harus dilakukan. Pada makalah ini diuraikan pula untuk menentukan durasi/selang waktu yang ditetapkan untuk suatu instalasi agar mampu menahan padam total sesuai dengan persyaratan ini. Penggunaan metode ini menghasilkan pemilihan kemampuan selang waktu padam total yang dapat diterima dari 2 16 Jam, tergantung pada perbandingan karakteristik instalasi dengan faktor-faktor yang telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang signifikan terhadap risiko padam total. Faktor ini meliputi redundansi sistem daya AC darurat pada tapak (yaitu: jumlah ketersediaan generator diesel untuk pemindahan panas peluruhan dikurangi jumlah yang diperlukan untuk pemindahan panas peluruhan), keandalan sumber daya AC darurat pada tapak (misal generator diesel), frekuensi hilangnya daya luar tapak, dan kemungkinan waktu untuk memulihkan daya luar tapak. Pemegang izin dapat mengajukan selang waktu yang berbeda dari yang ditetapkan dalam pedoman ini. Dasar untuk selang waktu alternatif harus diprediksi berdasarkan faktor khusus instalasi yang berhubungan dengan keandalan sistem daya AC seperti yang dibahas pada referensi [3]. PEMBAHASAN Penanganan Padam Total [4] Analisis menunjukkan bahwa pemadaman dapat menimbulkan kerusakan teras yang parah, namun demikian tingkat keparahannya bergantung pada desain instalasi dan perioda waktu yang dipertimbangkan. Meskipun dengan mengharapkan pada tingkat keandalan yang tinggi pada daya dari luar tapak dan pada desain Sistem Catu Daya Darurat, kemungkinan pemadaman hendaknya diperhitungkan sebagai asumsi desain yang konservatif. Perilaku instalasi berdasarkan asumsi ini hendaknya dianalisis untuk menentukan lamanya waktu yang diharapkan setelah pemadaman hingga kondisi pendinginan yang kritis dari teras akan dicapai. Beberapa tahapan desain dapat diterapkan sebagai cara untuk meningkatkan kapabilitas Sistem Catu Daya Darurat untuk mengatasi pemadaman, apabila tahapan dijamin dengan beberapa kemungkinannya. Tahapan ini meliputi peningkatan kapasitas baterei untuk mensuplai daya terhadap keselamatan peralatan instrumentasi dan kendali dan untuk peralatan vital lainnya atau memasang alternatif sumber AC lainnya. Untuk multi unit, alternatif sumber AC ini dapat dibagi. Kemampuan penanganan padam total untuk waktu tertentu memberikan tambahan pertahanan berlapis baik kegagalan sistem daya AC darurat luar tapak maupun pada tapak secara paralel/serentak. Kemampuan ini harus memfokuskan pada: 1. Metode untuk menentukan waktu minimum yang dapat diterima bahwa instalasi harus dapat menangani padam total berdasarkan pada kebolehjadian padam total pada tapak dan juga kemampuan untuk pemulihan daya untuk tapak. Tiap PLTN mempunyai kemampuan untuk memindahkan panas peluruhan dan menjaga integritas penyungkup baik tanpa daya AC untuk suatu periode waktu yang dibatasi. 2. Penentuan lamanya waktu bahwa instalasi dapat secara aktual menangani padam total. Jika kemampuan padam total instalasi aktual secara signifikan kurang dari durasi minimum yang dapat diterima, modifikasi diperlukan untuk meningkatkan kemampuan instalasi menangani padam total. 3. Prosedur modifikasi instalasi, 4. Prosedur dan pelatihan kejadian padam total harus disediakan. Kemampuan Selang Waktu/Durasi Padam Total Minimum Yang Dapat Diterima Tiap PLTN harus dapat menahan dan memulihkan kondisi padam total yang berlangsung selang waktu minimum yang ditetapkan. Durasi padam total yang ditetapkan harus berdasarkan faktor berikut: 1. Redundansi sistem daya AC darurat pada tapak (yaitu jumlah sumber daya yang tersedia dikurangi jumlah yang diperlukan untuk pemindahan panas peluruhan), 2. Keandalan tiap sumber daya AC darurat pada tapak (misal generator diesel) 3. Frekuensi hilangnya daya luar tapak yang diperkirakan, 4. Waktu yang mungkin diperlukan untuk memulihkan daya luar tapak. Suatu metode untuk menentukan kemampuan lamanya padam total minimum yang dapat diterima sebagai fungsi karakteristik di atas tapak dan karakteristik terkait instalasi diberikan pada Tabel 1. Tabel 2 sampai dengan Tabel 5 memberikan uraian dan definisi rinci yang penting dari dari sejumlah faktor yang digunakan pada Tabel 1. Tabel 2 mengidentifikasi level yang berbeda dari redundansi sistem daya AC darurat pada tapak yang digunakan untuk membatasi grup konfigurasi daya AC darurat pada Tabel 1. Grup yang didefinisikan sesuai dengan variasi kombinasi dari faktor berikut: Akhmad Muktaf H 67 STTN-BATAN & PTAPB-BATAN

4 1. Keindependenan daya luar tapak (I) 2. Iklim buruk (Severe weather/sw) 3. Pemulihan iklim buruk (severe weather recovery (SWR), dan 4. Iklim buruk yang ekstrim (Extremely Severe Weather/ESW). Tabel 1 dapat digunakan untuk menentukan kemampuan durasi padam total minimun yang dapat diterima untuk tiap instalasi. Instalasi- Evaluasi Kemampuan Padam total spesifik Tiap PLTN harus dievaluasi untuk menentukan kemampuan menahan dan memulihkan padam total dari durasi yang dapat diterima yang ditentukan untuk instalasi. Pertimbangan berikut harus dimasukkan pada saat menentukan kemampuan untuk menangani padam total. Evaluasi harus dilaksanakan yang mengasumsikan bahwa kejadian padam total terjadi ketika reaktor beroperasi pada tingkat daya termal 100% dan beroperasi pada level daya ini sedikitnya selama 100 hari. Kemampuan semua sistem dan komponen yang penting untuk memberikan pendinginan teras dan pemindahan panas peluruhan yang menyertai padam total harus ditentukan, termasuk persyaratan kemampuan kapasitas baterei stasiun, persyaratan kemampuan tangki penyimpan kondensasi, persyaratan kemampuan udara pendingin, dan persyaratan instrumentasi dan kendali. Kemampuan untuk menjaga inventori sistem pendingin reaktor yang cukup untuk memastikan bahwa teras yang didinginkan harus dievaluasi, yang memperhatikan pertimbangan pengurangan, kebocoran seal pompa, hilangnya inventori dari penurunan atau jalur yang lain terbuka secara normal tergantung pada daya AC untuk isolasi. Kecukupan dan kemampuan desain peralatan yang diperlukan untuk menangani padam total untuk durasi yang diperlukan dan periode pemulihan harus difokuskan dan dievaluasi seperti sesuai untuk kondisi lingkungan yang berhubungan. Desain peralatan ini harus memasukkan pertimbangan yang tepat sebagai berikut: 1. Potensi kegagalan peralatan yang penting untuk menangani padam total 2. Potensi pengaruh lingkungan pada kemampuoperasian dan keandalan peralatan yang penting untuk penanganan padam total, termasuk kemungkinan pengaruh sistem proteksi kebakaran. 3. Potensi pengaruh bahaya lain, seperti iklim/kondisi, peralatan yang merespons padam total (misal, peralatan bantu untuk mengoperasikan bus pada tapak atau untuk memulihkan EDG dan peralatan lain yang diperlukan). 4. Potensi kebiasaan berhubungan dengan area tersebut yang memerlukan operator mengakses selama padam total dan waktu pemulihan. Evaluasi yang telah dilaksanakan tidak perlu identik. Sebagai contoh, jika peralatan yang terkait keselamatan yang diperlukan selama hilangnya daya AC total telah dikualifikasi untuk mengoperasikan di bawah kondisi lingkungan melebihi yang diperkirakan di bawah padam total (misal: hilangnya pemanasan, ventilasi dan pendinginan udara/air conditioning), analisis tambahan tidak perlu dilaksanakan. Peralatan akan dipertimbangkan penerimaan terhadap kondisi lingkungan termasuk temperatur dari padam total jika suatu kajian telah dilakukan yang memberikan jaminan yang dapat diterima bahwa peralatan yang diperlukan akan tetap dapat beroperasi. Pertimbangan harus diberikan untuk penggunaan peralatan yang tidak terkait keselamatan yang tersedia, dan juga peralatan yang terkait keselamatan, untuk menangani padam total yang dengan menggunakan peralatan tertentu. Sumber daya AC pada tapak atau sumber daya bolak-balik tertutup (nearby alternate AC/AAC) yang independen dan berbeda dari sumber daya AC darurat normal Kelas 1E (misal turbin gas, mesin diesel tersendiri, pasokan uap) akan membentuk suatu kemampuan penanganan padam total yang dapat diterima yang diberikan suatu analisis dilakukan untuk menunjukkan bahwa instalasi mempunyai kemampuan ini dari permulaan padam total sampai sumber daya AAC atau sumber dimulai/distart dan menyiapkan untuk mengoperasikan semua peralatan yang penting dalam menangani padam total dengan durasi yang diperlukan. Pada umunya, peralatan yang diperlukan untuk menangani padam total selama 8 jam pertama harus tersedia pada tapak. Untuk peralatan yang tidak dilokasikan pada tapak, pertimbangan harus diberikan untuk ketersediaannya dan kemudahan akses dalam waktu yang diperlukan, termasuk pertimbangan kondisi iklim yang mungkin ada selama hilangnya daya luar tapak. Jika sumber AAC dibuktikan dengan pengujian tersedianya daya pada saat bus mati dalam waktu 10 menit dari permulaan padam total, tanpa memerlukan analsis penanganan. Pertimbangan harus diberikan untuk tindakan operator di dalam atau di luar ruang kendali tepat pada waktunya yang akan menambah waktu insatalasi dapat menangani padam total yang diberikannya. Sebagai contoh, jika kapasitas batere stasiun merupakan suatu faktor terbatas dalam menangani padam total, yang menahan beban non- STTN-BATAN & PTAPB BATAN 68 Akhmad Muktaf H

5 esensial pada baterei dapat menambah waktu sampai kapasitas daya pada baterei habis. Jika penahan beban atau tindakan operator dipertimbangkan, maka prosedur yang terkait harus digabungkan kedalam pedoman teknis instalasi yang spesifik dan prosedur operasi darurat. Kemampuan untuk menjaga integritas penyungkup harus tersedia. Integritas penyungkup dengan mekanisme padam total harus memadai. Integritas ini tidak tergantung pada unit pasokan daya AC darurat tapak yang dapat dihidupkan dan dimatikan, sebagai indikasi posisi katup dan penutupan katup isolasi penyungkup yang mungkin dalam posisi terbuka pada pemulaan padam total. Tabel 1. Kemampuan Durasi Padam Total Yang Dapat Diterima (jam) a Grup Karakteristik Grup Konfigurasi Daya AC darurat b Desain Daya Luar A B C D Tapak Keandalan EDG Rata-rata Unit 0,975 0,95 0,975 0,95 0,975 0,95 0,975 P P P a Variasi waktu akan dipertimbangkan jika pembenaran/justifikasi, termasuk analisis penggunaan biaya yang diberikan oleh pemegang izin. b Lihat Tabel 2 untuk menentukan grup konfigurasi daya AC darurat Grup konfigurasi Daya EAC TABEL 2 GRUP KONFIGURASI DAYA AC DARURAT a Tabel 2. Grup Konfigurasi Daya AC Darurat a Jumlah Sumber Daya EAC b A 3 d B C 2 d 1 3 e 1 D 2 f Jumlah Sumber Daya EAC yang diperlukan untuk Mengoperasikan Sistem Pemindahan Panas peluruhan berdaya AC c a. b. c. tujuan khusus diberikan generator diesel, seperti tergabungnya dengan sistem semprot teras tekanan tinggi pada beberapa BWR, tidak menjadi penting dalam penentuan grup konfigurasi daya EAC. Jika tiap sumber daya EAC digunakan bersama antara unit pada tapak multi-unit, hal ini merupakan jumlah total dari sumber yang digunakan bersama dan yang diberikan untuk unit tersebut pada tapak. Jumlah ini berdasarkan pada semua beban AC yang diperlukan untuk memindahkan panas peluruhan (termasuk sistem panas peluruhan d. e. f. berdaya AC) untuk mencapai dan menjaga pemadamaman/shutdown selamat di semua unit pada tapak dengan tidak tersedianya daya luar tapak. Untuk sumber daya EAC tidak digunakan bersama unit lain. Untuk sumber daya EAC digunakan bersama dengan unit lain pada tapak multi-unit. Untuk sumber daya EAC yang digunakan bersama yang pada tiap generator diesel mampu memberikan daya AC lebih dari satu unit pada suatu tapak secara serentak. Tabel 3. Karakteristik Grup Iklim/Kondisi Buruk (SW) Grup SW Frekuensi Hilangnya Daya Luar Tapak yang Diperkirakan dikarenakan Iklim/Kondisi Buruk, f (per tapak-tahun) * 1 f < 3,3 x ,3 x 10-3 < f < 1 x x 10-2 < f < 3,3 x ,3 x 10-2 < f < 1 x x 10-1 < f Akhmad Muktaf H 69 STTN-BATAN & PTAPB-BATAN

6 * Frekuensi Hilangnya Daya Luar Tapak yang Diperkirakan dikarenakan Iklim/Kondisi Buruk, f (per tapak-tahun), ditentukan persamaan berikut: F= (1,3 x 10-4 )h 1 + (b)h 2 +(0,012)h 3 + (c)h 4 Dengan: h 1 = kebolehjadian turunnya salju per tahun pada tapak, dalam inchi h 2 = kebolehjadian adanya tornado per tahun (dengan kecepatan angin lebih besar atau sama dengan 113 mil/jam) per mil 2 pada tapak b = 12,5 untuk jaringan transmisi pada dua atau lebih rights-of-way yang terbentang pada arah yang berbeda dari switchyard atau b = 72,3 untuk tapak dengan jaringan transmisi pada satu rightsof-way h 3 = kebolehjadian badai pada tapak dengan kecepatan angin antara 75 dan 124 mph h 4 = kebolehjadian taufan pada tapak c = 0 jika switchyard tidak lemah terhadap pengaruh semprotan garam c = 0,78 jika switchyard lemah terhadap pengaruh semprotan garam Kebolehjadian turunnya salju, tornado, badai dan taufan dapat diperoleh dari data meterologi nasional dari stasiun meteorologi yang terdekat dengan instalasi atau dengan interpolasi, jika sesuai, antara stasiun meteorologi yang dekat. Untuk kondisi Indonesia maka dapat disesuaikan dengan besarnya kecepatan angin yang dapat terjadi dan keadaan meteorologi setempat. Tabel 4. Karakteristik Grup Pemulihan Iklim/Kondisi Buruk (SWR) Grup SWR Karakteristik 1 Tapak dengan pemulihan yang ditambahkan (yaitu tapak yang mempunyai kemampuan dan prosedur untuk memulihkan daya AC luar tapak terhadap tapak dalam waktu 2 jam yang mengikuti hilangnya daya luar tapak yang akibat iklim buruk. 2 Tapak tanpa menambah pemulihan Tabel 5. Karakterisasi Grup Iklim/Kondisi Buruk Secara Ekstrim Grup ESW Kebolehjadian badai pada tapak dengan kecapatan angin sama dengan atau lebih besar dari 125 mph (e) * 1 e < 3,3 x ,3 x 10-4 < e < 1 x x 10-3 < e < 3,3 x ,3 x 10-3 < e < 1 x x 10-2 < e * Kebolehjadian badai tahunan yang diperoleh dari data meteorologi nasional dari stasiun meteorologi yang terdekat dengan instalasi atau dengan interpolasi, jika sesuai, antara stasiun meteoroligi yang dekat. KESIMPULAN Keandalan sistem daya listrik pada PLTN harus mampu khususnya Sistem Catu Daya Darurat mengantisipasi kejadian Padam Total (Padam total). Beberapa hal dalam penentuan metoda padam total meliputi kemungkinan dan selang waktu/durasi hilangnya daya luar tapak (offsite), redundansi dan keandalan sistem daya AC pada tapak, dan potensi untuk urutan kecelakaan parah setelah hilangnya semua daya AC. Analisis yang harus dilakukan menekankan pada pertimbangan bahwa potensi padam total terjadi pada daya 100 % dan beroperasi dalam 100 hari. Sistem Catu Daya Darurat juga harus dipastikan mempunyai keandalan 0,975 dalam setiap permintaan dan dapat mensuplai kondisi padam instalasi selama maksimal 16 jam. Asumsi ini dipastikan tidak akan menghasilkan teras meleleh DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Kepala Bapeten No 5 tahun 2007 Ketentuan Keselamatan Evaluasi Tapak Reaktor Nuklir 2. IAEA NS-G-1.8, Design of Emergency Power Systems for Nuclear Power Plants, 3. Nureg-1776 Regulatory Effectiveness of the Station Blackout Rule U.S. 4. Regulatory Guide Station Blackout, USNRC, 1988 TANYA JAWAB Pertanyaan Apa dasar kemampuan suplai daya selama 16 jam apakah bukan 72 jam? (D.T Sony Tjahyani) STTN-BATAN & PTAPB BATAN 70 Akhmad Muktaf H

7 Jawaban Asumsi yang digunakan menggunakan nilai 16 jam adalah kondisi metodologi berupa angin dengan kecepatan diatas 113 mill/jam belum memperhitungkan potensi genangan yang melampaui 16 jam termasuk: a. Independensi daya tapak b. Kondisi iklim buruk c. Pemulihan peralatan d. Iklim buruk yang ekstrem Akhmad Muktaf H 71 STTN-BATAN & PTAPB-BATAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA 2 PERSYARATAN KHUSUS DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT Lampiran ini menguraikan

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA I. Kerangka Format

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

2011, No Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 03 Tahun 2007 tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali

2011, No Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 03 Tahun 2007 tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali No.539, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Sistem Catu Daya Darurat. Reaktor Daya. Desain. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR FORMAT

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didesain berdasarkan 3 (tiga) prinsip yaitu mampu dipadamkan dengan aman (safe shutdown), didinginkan serta mengungkung produk

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN

Lebih terperinci

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 106, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU No.535, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Desain Reaktor Daya. Ketentuan Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN D. T. Sony Tjahyani, Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Instansi Nuklir. Bahan Nuklir. Perizinan. Pemanfaatan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.653, 2012 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI

Lebih terperinci

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2012

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2012 BATAN B.41 ANALISIS KECELAKAAN PARAH REAKTOR DAYA PRESSURIZED WATER REACTOR MAJU BELAJAR DARI KEJADIAN FUKUSHIMA MENGGUNAKAN RELAP/SCDAPSIM 1. Ir. Surip Widodo, M.IT 2. Dipl.Ing. (FH) Andi Sofrany Ekariansyah

Lebih terperinci

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Tujuan Keselamatan... 3 1.2. Fungsi Keselamatan Dasar... 3 1.3. Konsep Pertahanan Berlapis... 6 BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR... 1 2.1. Pendahuluan...

Lebih terperinci

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 D. T. Sony Tjahyani Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 80, Serpong, Tangerang 15310 Telp/Fax:

Lebih terperinci

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) D T Sony Tjahyani Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR Oleh : Suharno Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR. Tinjauan sistem keselamatan

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - REDUNDANSI, KERAGAMAN, DAN INDEPENDENSI 3.1. Lampiran ini menyajikan

Lebih terperinci

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan

Lebih terperinci

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA CONTOH BATASAN DAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR I. UMUM Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia meliputi berbagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN SISTEM YANG PENTING UNTUK KESELAMATAN BERBASIS KOMPUTER PADA

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r No.533, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Reaktor Nondaya. Keselamatan Desain. Persyaratan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah energi merupakan salah satu hal yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia, ketergantungan kepada energi fosil masih cukup tinggi hampir 50 persen

Lebih terperinci

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008 KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA D.T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA DENGAN

Lebih terperinci

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan

Lebih terperinci

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR Agus Yudhi P, Midiana Ariethia, Efa Aunurrofiq, Dahlia C. Sinaga Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. No.85, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat

Lebih terperinci

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN GLOSSARY GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN Bangunan Sipil Adalah bangunan yang dibangun dengan rekayasa sipil, seperti : bangunan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION SESSION 12 POWER PLANT OPERATION OUTLINE 1. Perencanaan Operasi Pembangkit 2. Manajemen Operasi Pembangkit 3. Tanggung Jawab Operator 4. Proses Operasi Pembangkit 1. PERENCANAAN OPERASI PEMBANGKIT Perkiraan

Lebih terperinci

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR (INNR)

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR (INNR) KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR CONTOH

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas:

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas: 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA REAKTOR NONDAYA MANAJEMEN TERAS Langkah-langkah

Lebih terperinci

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN

FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN 13 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INNR FORMAT DAN ISI PROGRAM MANAJEMEN PENUAAN A. Kerangka Format Program Manajemen Penuaan BAB I

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. 7 2012, No.74 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI TERHADAP KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI 3.1 Umum Sebaik apapun suatu sistem tenaga dirancang, gangguan pasti akan terjadi pada sistem tenaga tersebut. Gangguan ini dapat merusak peralatan sistem tenaga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pembangunan dan pengoperasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pengembangan pemanfaatan energi nuklir dalam berbagai sektor saat ini kian pesat. Hal ini dikarenakan energi nuklir dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, sosial maupun peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu kecukupan persediaan energi secara berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS 54. Konsep penghalang dan lapisan-lapisan proteksi yang menyusun pertahanan berlapis dan juga beberapa elemen penghalang dan lapisan yang umum dibahas di Bagian 2.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR Farid Noor Jusuf, Suci Prihastuti, Dahlia C. Sinaga Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fase merupakan keadaan dari suatu zat, dapat berupa padat, gas maupun cair. Dalam kehidupan sehari-hari selain aliran satu fase, kita juga temukan aliran multi fase.

Lebih terperinci

STUDI BANDING TATA LETAK TIPE-T dan TIPE-I PLTN PWR

STUDI BANDING TATA LETAK TIPE-T dan TIPE-I PLTN PWR Studi Banding Tata Letak Tipe-T dan Tipe-I PLTN PWR (Eko Rudi I, Siti Alimah) STUDI BANDING TATA LETAK TIPE-T dan TIPE-I PLTN PWR Eko Rudi Iswanto, Siti Alimah Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) -

Lebih terperinci

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 Dewi Prima Meiliasari, Zulfiandri, dan Taruniyati Handayani Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK.

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. DEFINISI Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. Batas-batas Yang Dapat Diterima (Acceptable limits) Batas-batas yang dapat diterima oleh badan pengaturan. Kondisi

Lebih terperinci

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Kriteria Penerimaan Untuk Kecelakaan ISSN : 0854-2910 Budi Rohman P2STPIBN-BAPETEN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 DESAIN KEANDALAN (1/8) Batas maksimum tidak berfungsinya (unavailability) suatu sistem atau komponen

Lebih terperinci

POWER SWITCHING PADA AUTOMATIC TRANSFER SWITCH DALAM MENJAGA KEANDALAN POWER SUPPLY YANG DICATU DARI PLN DAN GENSET

POWER SWITCHING PADA AUTOMATIC TRANSFER SWITCH DALAM MENJAGA KEANDALAN POWER SUPPLY YANG DICATU DARI PLN DAN GENSET POWER SWITCHING PADA AUTOMATIC TRANSFER SWITCH DALAM MENJAGA KEANDALAN POWER SUPPLY YANG DICATU DARI PLN DAN GENSET Wandi Perdana 1, Tohari 2, Sabari 3 D3Teknik Elektro Politeknik Harapan Bersama Jln.

Lebih terperinci

KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7

KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7 KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7 Helen Raflis, Liliana Yetta Pandi Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan

Lebih terperinci