EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

dokumen-dokumen yang mirip
EXECUTIVE SUMMARY PENGELOLAAN BASIS DATA DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SUMBER DAYA AIR BIDANG IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. lahan sawah diketahui bahwa kebutuhan lahan sawah domestik dan

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN PENERAPAN IRIGASI HEMAT AIR. Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: C-52

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

EXECUTIVE SUMMARY PENYUSUNAN KAJIAN KEBIJAKAN BIDANG IRIGASI

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Pengelolaan Data Lahan Sawah, Alat dan Mesin Pertanian, dan Jaringan Irigasi

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

EXECUTIVE SUMMARY KEGIATAN PENGEMBANGAN RANCANGAN NSPM(K) BIDANG IRIGASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KOMPONEN STRUKTUR JARINGAN IRIGASI

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Lahan Sawah Bukaan Baru EPILOG. Fahmuddin Agus dan Neneng L. Nurida

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

EXECUTIVE SUMMARY PENGELOLAAN BASIS DATA DAN SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR BIDANG IRIGASI

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

commit to user BAB I PENDAHULUAN

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOSPASIAL DESA

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KEGIATAN PEMULIHAN KERUSAKAN LAHAN AKSES TERBUKA MELALUI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) 2017

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PROFIL INSTANSI PENYEDIA DATA SUMBER DAYA AIR

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I PENDAHULUAN I-1

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian di Indonesia memiliki 2 jenis lahan yaitu lahan kering dan lahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi

Konversi Lahan Sawah Berbasis Perubahan Penutup Lahan Citra Multiwaktu di Kota Langsa Iswahyudi 1, Abdurrachman 2 1

BAB I PENDAHULUAN I.1.

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

Transkripsi:

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI Desember 2015 Pusat Litbang Sumber Daya Air 1

KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor : 34/PRT/M/2015 pada Tahun Anggaran 2015, Balai Irigasi melalui Satuan Kerja Balai Litbang Teknologi Irigasi melaksanakan kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi. Tujuan kegiatan ini adalah tersusunya peta zonasi potensi lahan irigasi dan peta alih fungsi lahan irigasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam mengembangkan lahan pertanian beririgasi. Kegiatan ini penting dilaksanakan untuk mendukung ketahanan pangan nasional yang terkendala maraknya alih fungsi lahan irigasi. Data alih fungsi perlu diidentifikasi agar kemudian dapat disusun strategi pengembangan lahan irigasi di lokasi-lokasi yang berpotensi. Kegiatan ini masuk ke dalam kelompok output Teknologi Terapan untuk mendukung Teknologi Jaringan Irigasi. Pada tahun 2015 dihasilkan output berupa Model Sistem Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan dan Alih Fungsi Lahan Irigasi di Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua. Buku Executive Summary ini ditulis oleh Hanhan A Sofiyuddin, S.TP, M.Agr dan seluruh tim pelaksana kegiatan di bawah koordinasi Marasi Deon J., ST, M.PSDA sebagai Kepala Seksi Litbang dengan bimbingan Dr. Ir. Eko Winar Irianto, MT selaku penanggung jawab kegiatan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksaan kegiatan sampai tersusunnya Executive Summary ini. Bandung, Desember 2015 Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air Dr. Ir. William M. Putuhena, M.Eng NIP. 19570722 198503 1 002 Pusat Litbang Sumber Daya Air 2

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 3 DAFTAR GAMBAR... 4 DAFTAR TABEL... 4 1. Latar Belakang... 5 2. Tujuan... 6 3. Sasaran... 7 3.1. Sasaran Keluaran (Output)... 7 3.2. Sasaran Mutu... 7 4. Lingkup Kegiatan... 8 5. Metode... 8 5.1. Pembuatan Konsep Peta... 8 5.1.1. Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi... 8 5.1.2. Pemetaan Zonasi Alih Fungsi Lahan Irigasi... 11 5.2. Groundcheck... 11 5.3. Finalisasi Peta... 11 6. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN... 12 6.1. Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi... 12 6.2. Alih Fungsi Lahan... 15 7. KESIMPULAN DAN SARAN... 17 7.1 Kesimpulan... 17 5.2 Saran... 17 DAFTAR PUSTAKA... 18 Pusat Litbang Sumber Daya Air 3

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pohon keputusan dalam analisis data... 10 Gambar 2. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Kalimantan... 13 Gambar 2. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Maluku... 14 Gambar 4. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Papua... 14 Gambar 5. Alih fungsi lahan sawah di Kalimantan... 16 Gambar 6. Alih fungsi lahan sawah di Maluku... 16 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Daftar parameter yang digunakan... 8 Tabel 2. Nilai skoring tiap parameter... 10 Tabel 3. Nilai skoring akhir... 10 Tabel 4. Luasan potensi pengembangan irigasi... 12 Tabel 5. Hasil analisa perubahan tutupan lahan... 15 Pusat Litbang Sumber Daya Air 4

1. Latar Belakang Luas Daerah Irigasi di Indonesia berdasarkan Kepmen PU No. 293/KPTS/M/2014 7.145.168 Ha. Adanya alih fungsi lahan beririgasi menjadi lahan permukiman dan industri menjadi kendala bagi pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, dalam jangka panjang akan berdampak terhadap menurunnya ketahanan pangan nasional, untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan kebijakan pengembangan lahan beririgasi. Pengembangan irigasi diharapkan dapat meningkatkan kerterjaminan air irigasi sehingga indeks pertanaman dan produktivitas lahan dapat meningkat. Kegiatan ini sesuai dengan kegiatan Puslitbang SDA terkait dengan peningkatan kualitas data dalam pengelolaan Sumber Daya Air. Kegiatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2012 dengan output berupa model sistem berupa peta zonasi dan alih fungsi lahan irigasi di Pulau Jawa, dan dilanjutkan dengan pemetaan zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi di Pulau Sumatera pada tahun 2013 dan tahun 2014 pemetaan zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi untuk Wilayah Sulawesi, NTB dan Bali. Sedangkan tahun 2015 ini direncanakan akan menghasilkan model sistem berupa peta zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya menunjukkan bahwa alih fungsi lahan irigasi (sawah) ke sektor nonpertanian (industri, perumahan dan tegalan) di Pulau Jawa periode tahun 2006-2011, terjadi cukup luas sebesar 741.948,88 hektar, atau 20,785 %, sedangkan rerata laju alih fungsi lahan irigasi di P.Jawa setiap tahunnya 4,157 %. Adanya alih fungsi lahan di P.Jawa yang cukup besar akan menjadi masalah dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah dan menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengembangan lahan irigasi (Balai Irigasi, 2012). Pengembangan lahan beririgasi tersebut dalam pengaplikasiannya perlu mempertimbangkan kesiapan daerah agar teknologi irigasi yang diterapkan dapat bermanfaat secara berkelanjutan. Teknologi irigasi yang sangat efisien dengan nilai investasi yang cukup tinggi dapat diterapkan pada daerah yang telah berkembang. Pembiayaan dapat dibebankan kepada pemerintah daerah sehingga Pusat Litbang Sumber Daya Air 5

irigasi dapat dikelola secara mandiri. Namun pada daerah yang belum berkembang dan ketersediaan air cukup banyak, teknologi irigasi yang dipilih adalah teknologi irigasi sederhana dengan nilai investasi serta kebutuhan operasi dan pemeliharaan yang rendah. Pembiayaan dibantu oleh pemerintah pusat agar pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan dapat optimal. Dalam rangka mengidentifikasi hal tersebut, perlu dilakukan pemetaan alih fungsi lahan sawah beririgasi dan pengkajian untuk menentukan tingkat kesiapan suatu daerah dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi, terutama dari aspek agroekologi, ketersediaan air, sosial, budaya dan ekonomi. Hasil dari studi ini dapat dijadikan acuan awal untuk menentukan skala prioritas upaya pengembangan irigasi. Pengkajian dilakukan mencakup alih fungsi lahan dan kriteria-kriteria pengembangan irigasi agar kemudian dapat disusun peta zonasi irigasi yang dapat digunakan dalam penentuan kebijakan pengembangan dan pengelolaan lahan beririgasi. Untuk itu Pusat Litbang SDA perlu menyusun peta zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi sebagai landasan pemerintah dalam pengembangan lahan irigasi di Indonesia. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan terintegrasi Pusat Litbang Sumber Daya Air dalam mendukung terwujudnya teknologi terapan Teknologi Jaringan Irigasi. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan selama 6 (enam) tahun mulai tahun 2012 s.d. 2017, dengan output tahun 2015 akan dihasilkan 1 (satu) model sistem Pemetaan Alih Fungsi dan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi di Kalimantan, Maluku dan Papua. Pada tahun 2016 akan dilakukan kegiatan untuk menyusun Naskah Kebijakan Zonasi Pengembangan Lahan Irigasi dan pada tahun 2017 akan disusun Naskah Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi di Lahan Irigasi. 2. Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah tersusunnya peta zonasi potensi lahan irigasi dan peta alih fungsi lahan irigasi di Indonesia yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam mengembangkan lahan pertanian beririgasi. Pusat Litbang Sumber Daya Air 6

3. Sasaran 3.1. Sasaran Keluaran (Output) Sasaran keluaran (output) dari Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi pada tahun 2015 adalah: Model Sistem Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan dan Alih Fungsi Lahan Irigasi di Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua, dengan komponen output: - Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi. - Peta Alih Fungsi Lahan Irigasi. Pada tahun 2016 akan dilakukan kegiatan untuk menyusun Naskah Kebijakan Zonasi Pengembangan Lahan Irigasi dan pada tahun 2017 akan disusun Naskah Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi di Lahan Irigasi. 3.2. Sasaran Mutu Sasaran mutu kegiatan ini adalah tercapainya 1 Model Sistem Zonasi Potensi Pengembangan dan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Irigasi, dengan karakteristik sebagai berikut: - Tersusunnya komponen output berupa 1 unit Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi dengan skala 1:250.000 yang dapat digunakan dalam acuan pengembangan daerah irigasi di Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua (dan selesai bulan Desember 2015). - Tersusunnya komponen output berupa 1 unit Peta Alih Fungsi Lahan Irigasi dengan skala 1:250.000 yang dapat digunakan dalam analisis kecenderungan perubahan alih fungsi pada tahun 2010 hingga 2013 di Kalimantan, Maluku dan Papua (dan selesai bulan Desember 2015). Sasaran mutu ini akan dievaluasi ketercapaiannya pada setiap pelaksanaan kegiatan. Pusat Litbang Sumber Daya Air 7

4. Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2015 yaitu terdiri dari: 1. Penyusunan Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi di Kalimantan, Maluku dan Papua. 2. Penyusunan Peta Alih Fungsi Lahan untuk Kalimantan, Maluku dan Papua. 5. Metode 5.1. Pembuatan Konsep Peta 5.1.1. Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi Peta tematik yang digunakan dalam pemetaan zonasi potensi pengembangan irigasi adalah peta yang sesuai dengan 8 kriteria pengembangan irigasi.dengan mempertimbangkan ketersediaan data, ke-8 data tersebut diterjemahkan dalam bentuk data spasial dengan sumber seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar parameter yang digunakan No. Parameter Sumber Data spasial 1. Tanah BBSDLP-Kementerian Pertanian 2. Ketersediaan Air PUSLITBANG, SDA-PU 3. Bebas banjir / genangan BMKG-BIG-PU 4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DITJEN Tata Ruang -PU 5. Hambatan status lahan Lapangan dan BPS 6. Petani penggarap Lapangan dan BPS 7. Potensi desa (IPM) BPS 8. Infrastruktur / Sarana pemasaran produksi PUSDATA-PU Delapan parameter ini mempunyai tingkat pengaruh yang berbeda terhadap penentuan potensi pengembangan daerah irigasi. Dalam penentuan tingkat pengaruhnya, digunakan pohon keputusan (decision tree). Pusat Litbang Sumber Daya Air 8

Penggunaan metode ini untuk mengakomodasi tingkat pengaruh yang berbeda dari kedelapan parameter, dengan membentuk suatu hierarki untuk menunjukkan tingkat pengaruhnya terhadap hasil. Secara umum, proses akan lebih banyak menggunakan proses operasi overlay (tumpang tindih) dengan kombinasi penggunaan skoring. Skoring disini disesuaikan dengan hierarki yang disusun, yang diekspresikan dalam pemberian nilai skoring terhadap tiap-tiap parameter.dari hasil analisis didapatkan nilai skoring pada Tabel 2. Pengkelasan didasarkan pada kriteria yang ditentukan yang kemudian disampaikan dalam bentuk rentang nilai berdasarkan nilai potensi pada tahap sebelumnya. Sesuai dengan hierarki yang dibuat, maka nantinya akan dihasilkan nilai maksimum dan minimum dari setiap kelas potensi. Pada kelas paling bawah adalah wilayah yang sesuai pada dua parameter utama (1,2) namun tidak sesuai pada 6 parameter lainnya. Kelas ini dianggap sebagai kelas yang paling rendah. Kemudian kelas diatasnya adalah kelas yang sesuai dengan parameter utama ditambah dengan minimal 2 parameter dari parameter tingkat kedua (3,4,6). Acuan seperti dilakukan hingga nantinya didapatkan kelas yang paling sesuai adalah kelas yang dari 8 parameter menyatakan sesuai untuk daerah irigasi. Untuk nilai dibawah 2000 sendiri akan dimasukkan dalam kelas non potensi, penjelasan mengenai kelas zonasi potensi pengembangan lahan irigasi disajikan dalam Tabel 3. Pusat Litbang Sumber Daya Air 9

8 Kriteria Kriteria Pengembangan Irigasi Pengembangan Irigasi 1,2 tidak Tidak berpotensi ya berpotensi 3,4,5 3 atau 4 atau 5 Atau 3,4,5 = tidak berpotensi rendah Berpotensi cukup 3 & 4 atau 4 & 5 atau 3 & 5 3,4,5 = iya Berpotensi sedang 6,7,8 6 atau 7 atau 8 Berpotensi sedang Berpotensi tinggi 6 & 7 atau 7 & 8 atau 6 & 8 6,7,8 = iya Berpotensi sangat tinggi Gambar 1. Pohon keputusan dalam analisis data Tabel 2. Nilai skoring tiap parameter No. Parameter Skoring (faktor pengali) 1. Tanah 1000 2. Ketersediaan Air 1000 3. Bebas banjir / genangan 100 4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 100 5. Petani penggarap 100 6. Hambatan status lahan 10 7. Indeks Potensi Desa (IPM) 10 8. Infrastruktur / Sarana pemasaran produksi 10 Sumber : Balai Irigasi (2014) Tabel 3. Nilai skoring akhir No. Kelas Nilai Potensi 1. Potensi sangat tinggi 2330 2. Potensi tinggi 2320 s.d < 2330 3. Potensi sedang 2300 s.d < 2320 4. Potensi cukup rendah 2200 s.d < 2300 5. Potensi rendah 2000 s.d < 2200 Sumber : Balai Irigasi (2014) Pusat Litbang Sumber Daya Air 10

5.1.2. Pemetaan Zonasi Alih Fungsi Lahan Irigasi Untuk menyusun Peta Alih Fungsi lahan di Kalimantan, Maluku dan Papua, penentuan luasan alih fungsi lahan (periode tiga tahunan) dilakukan menggunakan peta tutupan lahan berunut waktu. Laju alih fungsi lahan dihitung berdasarkan seri peta yang tersedia antara tahun 2003 2006, 2006 2009, 2009 2011 dan 2011 2013. 5.2. Groundcheck Titik lokasi groundcheck yang telah ditentukan sebelumnya kemudian di cek langsung ke lapangan. Kriteria penentuan titik groundcheck adalah pada daerah yang masuk dalam daerah potensi irigasi (warna hijau) yaitu dengan menentukan koordinat x dan y untuk selanjutnya dikunjungi di lapangan untuk dilihat bagaimana kondisi eksistingnya. Proses cek di lapangan dilakukan sesuai dengan form groundcheck yang telah dibuat meliputi: a. Lokasi (koordinat x, y), desa, kecamatan, provinsi. b. Sumber air. c. Keterangan alih fungsi. d. Kondisi eksisting tutupan lahan. e. Keterangan pernah mengalami banjir atau tidak. f. Foto Lokasi. g. Ada tidaknya akses pasar. h. Kondisi Infrastruktur. 5.3. Finalisasi Peta Evaluasi dilakukan untuk penilaian terhadap kesesuaian hasil cek di lapangan dengan peta potensi irigasi yang telah dibuat, yaitu dengan membandingkan hasil groundcheck dengan posisi titik pada peta, apakah titik yang ada di lapangan telah masuk kedalam polygon potensi irigasi pada peta potensi irigasi. Setelah proses evaluasi selesai, proses pembuatan peta dengan menampilkan informasi potensi pengembangan irigasi dan dikoreksi dengan peta tata guna lahan terkini. Pusat Litbang Sumber Daya Air 11

6. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN 6.1. Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi Hasil analisis setiap parameter tersebut terdapat Tabel 4 dan Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Di Kalimantan, wilayah yang berpotensi umumnya mengumpul di dekat sungai dan wilayah landai yang mendekati pantai. Tipe tanah yang umum adalah gambut dan air diduga dapat disuplai dari sungai melalui mekanisme pasang surut. Karena daerah yang landai, banyak daerah yang rawan banjir. Pengaturan drainase diperlukan untuk mengatasi hal ini. Di Maluku, lahan berpotensi cukup terbatas karena kondisi tanah yang tidak cocok karena tingkat drainase yang cukup tinggi. Lokasi yang cukup landai tersebar mendekati wilayah pantai. Di Papua, sebagian besar lahan tidak diperuntukkan untuk pertanian. Namun demikian, lokasi yang berpotensi cukup besar yang diantaranya berada di wilayah Merauke. Tabel 4. Luasan potensi pengembangan irigasi Wilayah yang memilki lahan potensi paling tinggi yaitu Pulau Kalimantan yang mayoritas berada di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur karena mayoritas memiliki jenis tanah dan ketersediaan air yang mendukung untuk pengembangan daerah irigasi. Deskripsi dari masing-masing area potensi akan dijelaskan secara lebih rinci pada sub bab berikutnya, karena masing-masing daerah memiliki kondisi lahan yang beragam. Terdapat area yang sebenarnya subur (kondisi tanah mendukung untuk lahan pengembangan daerah irigasi) namun tidak terdapat sumber air yang dapat menjangkau area tersebut, terdapat pula area yang petani penggarapnya tidak tersedia, dan lain sebagainya. Pusat Litbang Sumber Daya Air 12

Gambar 2. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Kalimantan Pusat Litbang Sumber Daya Air 13

Gambar 3. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Maluku Gambar 4. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Papua Pusat Litbang Sumber Daya Air 14

6.2. Alih Fungsi Lahan Hasil finalisasi Peta Alih Fungsi berdasarkan analisa perubahan tutupan lahan di antara tahun 2000 hingga 2013 terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisa perubahan tutupan lahan Provinsi Luasan (Ha) Penambahan Pengurangan Sawah 2013 Kalimantan Barat 9.045 9.467 199.383 Kalimantan Selatan 59.461 1.657 283.963 Kalimantan Tengah 17.720 30 296.783 Kalimantan Timur 639 279 5.595 Kalimantan Utara 509 111 2.382 Maluku 2.144 1.735 8.956 Maluku Utara 4.641 328 8.105 Papua 1.926-13.272 Papua Barat - - 1.907 Pada ketiga daerah tersebut umumnya alih fungsi tidak terjadi secara signifikan. Sebaliknya dengan adanya program-program pemerintah baik dari Kementerian PUPR ataupun Pertanian, luasan lahan sawah tetap mengalami kenaikan karena adanya pembangunan daerah irigasi dan pencetakan sawah baru. Di wilayah Kalimantan laju alih fungsi teridentifikasi sebanyak 0,11% pertahun atau 888 Ha/tahun, Di wilayah Maluku, laju alih fungsi adalah 0,93% atau 159 Ha/tahun. Di Wilayah Papua, alih fungsi tidak teridentifikasi. Alih fungsi lahan sawah di wilayah Kalimantan tersaji pada Gambar 55. Lahan sawah umumnya beralih fungsi menjadi menjadi lahan pertanian kering primer atau perkebunan. Perubahan lahan menjadi perkebunan paling banyak terdapat di Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Kubu Raya. Di Maluku, alih fungsi lahan sawah tersaji pada Gambar 66. Lahan sawah umumnya beralih fungsi menjadi tanah terbuka. Hal ini selaras dengan hasil groundcheck. Pusat Litbang Sumber Daya Air 15

Tanah Terbuka Tambak Semak / Belukar Savana Pertanian Lahan Kering Sekunder Pertanian Lahan Kering Primer Pertambangan Perkebunan Hutan Rawa Sekunder Hutan Mangrove Sekunder Belukar Rawa 0 1000 2000 3000 4000 5000 Luas (Ha) Gambar 5. Alih fungsi lahan sawah di Kalimantan Transmigrasi Tanah terbuka Semak/Belukar - 500 1.000 1.500 2.000 Luas (Ha) Gambar 6. Alih fungsi lahan sawah di Maluku Pusat Litbang Sumber Daya Air 16

7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Lahan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi lahan irigasi berdasarkan hasil pemetaan zonasi potensi pengembangan lahan irigasi untuk Kalimantan sebesar 4.431.763 Ha, Maluku sebesar 174.161 Ha, dan Papua sebesar 1.892.873 Ha yang tersebar diseluruh kabupaten masingmasing provinsi hasil kajian. 2. Berdasarkan analisis, alih fungsi lahan sawah yang terjadi di Kalimantan, Maluku dan Papua lebih kecil dibandingkan laju pencetakan sawah baru. Di Kalimantan tercatat alih fungsi sebesar 888 Ha/tahun dan Maluku 159 Ha/tahun. 3. Alih fungsi lahan sawah di Kalimantan umumnya menjadi perkebunan dan lahan pertanian primer. Di Maluku, alih fungsi umumnya menjadi lahan terbuka (tidak ditanami). 4. Dengan memperhatikan laju alih fungsi yang kecil dan luasan potensi yang besar, dapat disimpulkan bahwa wilayah Kalimantan, Maluku, dan Papua sangat berpotensi untuk menjadi wilayah pengembangan lahan irigasi 5.2 Saran 1. Pengembangan irigasi di ketiga wilayah tersebut perlu didukung dengan adanya kebijakan peningkatan akses jalan dan penyediaan petani (transmigrasi atau penyuluhan masyarakat lokal). 2. Dianjurkan untuk penelitian serupa agar menggunakan peta dari BIG sebagai acuan. BIG telah mencanangkan program One-Map dengan merangkum peta dari berbagai instansi. Selain itu, peta dapat diperoleh secara gratis untuk institusi pemerintahan dan perguruan tinggi. Pusat Litbang Sumber Daya Air 17

DAFTAR PUSTAKA Balai Irigasi. 2012. Laporan Penelitian Zonasi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum. De By, R.A. 2001.A gentle introduction to GIS. Dalam R.A. de By (ed.), Principles of Geographic InformationSystems - An Introductory Textbook. Enschede, The Netherlands: The International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences. Direktorat Irigasi. 2010. Buku Pintar Irigasi. Direktorat Irigasi dan Rawa. Jakarta: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2014. Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Perencanaan (KP 01). Jakarta: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta. Iqbal, M., Sumaryanto. 2007. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanianbertumpu pada partisipasi masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2: 167-182. Irawan, B. 2004.Konversi lahan sawah di Jawa dan dampaknya terhadap produksi padi. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran, A.M. Fagi (Ed.), Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Jakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Muqorrobin, M., Widya W. Utami dan Dewi.ArifintyA.Agustina. 2013. Fenomena alih fungsi lahan irigasi terhadap produksi padi di Pulau Jawa. Dalam Prosiding Kolokium Puslitbang Sumber Daya Air 2013. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum. Ritung, S., N. Suharta. 2007. Sebaran dan potensi pengembangan sawah bukaan baru. Dalam F. Agus, D. Santoso, Wahyunto (Ed.), Tanah Sawah Bukaan Baru. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembagan Sumber Daya Lahan Pertanian. Supadi. 2009. Model Pengelolaan Irigasi Memperhatikan Kearifan Lokal. Disertasi Doktor Teknik Sipil. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Pusat Litbang Sumber Daya Air 18