BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN & SARAN. penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya

MEMAHAMI PEMBAJAKAN DIGITAL DALAM BUDAYA MENGOPI VIDEO DI WARNET 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Obyek Studi Profil PT. MelOn Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini sudah menjadi elemen

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai pengunduhan MP3 secara ilegal yang dilakukan oleh. mahasiswa, perumusan masalah, manfaat dari penelitian, batasan dan

BAB I PENDAHULUAN. timbul sebagai hasil kerja kreativitas daya fikir manusia yang. dipublikasikan kepada masyarakat umum baik dalam bidang ilmu

HAK CIPTA SOFTWARE. Pengertian Hak Cipta

BAB I. Pendahuluan. Sejak memasuki abad ke-21, abad perubahan besar terhadap informasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari iklan yang beredar

Etika Profesi Pelanggaran Hak Cipta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

Our Mobile Planet: Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perangkat lunak ilegal.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Pengenalan Teknologi Informasi

KEBIJAKAN BERIKLAN GUALAPER.COM

Berikut adalah 8 langkah perisai (proteksi) yang dapat dilakukan para orang tua untuk meminimalisasi peluang anak menjadi korban:

Selamat Datang di Modul Pelatihan Melindungi Privasi Anda.

Mudah Membuat Siaran Televisi Berbasis Internet dan Peluang Finansialnya

KEGIATAN BELAJAR 2 PERAN TEKNOLOGI DAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21

BAB I PENDAHULUAN. dan komunikasi memungkinkan perpindahan data dan informasi informasi dari

2015 PENGUKURAN TINGKAT LITERASI MEDIA PADA SISWA SMA KELAS XII SMA NEGERI 10 BANDUNG

BAB VI PENUTUP. Mataram, Yogyakarta disebabkan oleh beberapa faktor:

BAB 3 PENGUMPULAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

NEW MEDIA & SOCIETY. Perkembangan Media. Rahmadya Putra Nugraha, M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Broadcasting

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

CYBER LAW & CYBER CRIME

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan dibahas teori yang mendasari penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi telah menyebabkan begitu banyak perubahan dalam berbagai

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. itu kemajuan teknologi saat ini juga membuat musik semakin mudah untuk dinikmati.

Intellectual Property Rights and Ethics. Dahlia Widhyaestoeti, S.Kom dahlia74march.wordpress.com

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kepada publik mengenai kebijakan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Internet saat ini sedang menjamur di kalangan masyarakat. Internet membuat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi internet, maka perdagangan yang sebelumnya lebih banyak

Materi Sim Dig KD 3.2. Menerapkan Komunikasi Daring (3. Kewargaan Digital (Digital Citizenship)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflect) telah menjadi hal

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

Chapter 12. Ocvita Ardhiani Komunikasi Multimedia

BAB I PENDAHULUAN. Pembajakan barang barang teknologi tinggi sudah menjadi bagian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

Gambar 1.1 Pendapatan Industri Rekaman Musik Global (Satuan Miliar Dolar)

Bab I. Pendahuluan. Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, metode penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran dan peradaban manusia senantiasa mengalami perkembangan seiring

BAB II METODOLOGI PERANCANGAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Bandung: PT. Citra Adiya Bakti, 2001, hal.vii-viii.

BAB II ANALISIS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Tentunya kemajuan teknologi juga tak terhapuskan oleh berkembangnya jiwa

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebuah dimensi baru dalam kehidupan manusia. Kehadiran internet dalam

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS

Permintaan Aplikasi Hibah (Request for Applications) Knowledge Sector Initiative. Untuk. Judul Kegiatan: Skema Hibah Pengetahuan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan industri e-commerce atau perdagangan elektronik,

PENDAHULUAN. bermunculan. Diawali dengan adanya kemudian friendster dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Media Televisi adalah salah satu media massa elektronik yang digemari

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. komersial, bioskop alternatif (arthouse), gerai VCD/DVD, kanal online, festival

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan signifikan. Cara baru tersebut dikenal sebagai pemasaran digital

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan globalisasi yang terjadi saat ini menjanjikan suatu peluang

FILM BERBAHASA INGGRIS UNTUK MENUMBUHKAN MINAT PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR BAHASA INGGRIS. Oleh : Ilham, M.Pd* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu keunggulan pemanfaatan teknologi adalah suatu nilai tambah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari

Review Buku : Rozaqul Arif

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi tanpa batasan ruang dan waktu. Sejak beredarnya handphone. seperti pada saat menggunakan telepon kabel.

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang sebagaimana yang diatur dalam. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEJARAH KOMUNIKASI MASSA

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

PENILAIAN ARSIP BENTUK KHUSUS, PERLU MEMPERHATIKAN KHUSUS Robertus Legowo Jati

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di era ICT (Information Communication Technology), teknologi internet

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB IV PENUTUP. mengambil posisi di ranah perbukuan Indonesia pasca-orde Baru. Praktik

HUKUM, ETIKA, DAN DAMPAK SOSIAL DARI E-COMMERCE

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi berkembang dengan sangat pesat. Setiap golongan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Setiap orang

Home Media Server. Hak Cipta 2007 Nokia. Semua hak dilindungi undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, yang masyarakatnya sangat terbuka

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

dengan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MIGRASI DARI WINDOWS KE LINUX

Digital Marcomm. Karakteristik Media & Pemasaran Digital. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Advertising & Marketing Communication.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada beberapa warung internet (warnet) di Yogyakarta. Beberapa warnet seolah beralih fungsi dari tempat yang sebelumnya hanya menyediakan layanan koneksi internet, menjadi penyedia data multimedia yang dapat dikopi 1 oleh konsumen warnet. Data multimedia tersebut antara lain: video, musik, game, aplikasi komputer, dan e-book. Jika sebelumnya konsumen warnet harus mengunduh sendiri data-data tersebut dengan menggunakan jasa koneksi warnet, kini konsumen bisa langsung mengopi data yang ditawarkan dengan hanya membayar jasa warnet dalam tarif hitungan waktu. Peneliti mendapati bahwa alih fungsi warnet ini membentuk budaya baru pada konsumen warnet. Konsumen datang ke warnet untuk mengopi beberapa data menggunakan alat penyimpan data (harddisk external atau flashdisk) untuk mereka akses di rumah ataupun tempat lain. Peneliti menyebut budaya baru di warnet ini sebagai budaya mengopi. Joe Karaganis dan Lennart Renkema dalam 1 Kata dikopi, mengopi, pengopi, dan kopian dalam penelitian ini mengacu pada kata dasar kopi (definisi kedua) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Terarsip dalam http://kbbi.web.id/kopi-2. 1

Copy Culture in US and Germany (2014), mendefinisikan budaya mengopi sebagai aktivitas mengopi, membagi, atau mengunduh musik, film, acara TV, dan media digital lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti memilih fokus pada budaya mengopi data video. Warnet menawarkan data video yang dipilah dalam folder-folder yang tertata rapi sesuai kategori jenis dan wilayah produksi video. Beberapa kategori tersebut antara lain: Film Barat, Film Asia, Film Indonesia, Film Klasik, Film 3D (tiga dimensi), Serial TV Barat, dan Serial TV Asia. Tiap satu film atau serial TV, biasanya dikumpulkan dalam satu folder bersama dengan poster, sinopsis, dan subtitle dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Wacana hubungan antara warnet dan konsumsi video adalah wacana global yang muncul satu dekade terakhir sebagai tantangan industri film dan video. Di Cina misalnya, dibicarakan bagaimana warnet-warnet seolah telah berubah menjadi bioskop mini karena menawarkan banyak film untuk ditonton. Pada tahun 2010, China Film Copyright Association (CFCA) membuat kebijakan agar warnet membayar iuran per bulan karena telah menjadi tempat memutar filmfilm China (Xueqing, 2012). Sementara di Australia, diberitakan bagaimana Kepolisian Australia merazia warnet-warnet yang diduga menawarkan film bajakan dalam jumlah yang besar. Seiring meningkatnya akses internet di rumah-rumah, warnet di Australia berjuang mencari cara untuk menarik konsumen. Beberapa warnet mencoba menambahkan jasa dengan memenuhi server mereka dengan film dan musik yang 2

diperoleh secara ilegal dari internet, menawarkan konsumen akses all-you-caneat dengan bayaran yang murah (Moses, 2013). Seperti halnya dua contoh di atas, dalam wacana media massa umum, budaya mengopi seringkali dibingkai dalam perspektif pembajakan. Jika mengacu pada jenis media yang dibajak, beberapa penulis mengkategorikannya sebagai pembajakan digital. Salah satu definisi umum mengenai pembajakan digital atau digital piracy adalah praktik mengopi dan menjual secara ilegal film, musik, software komputer digital, dan media digital lainnya. 2 Status ilegal ini berdasar pada sistem hak cipta. Menghakimi budaya mengopi sebagai pembajakan digital yang ilegal adalah suatu hal yang problematis. Misalnya bila kita menilik argumen Lawrence Lessig (2004: 75) yang menuliskan: Ada banyak sekali jenis pembajakan atas materi-materi yang berhak cipta. Yang paling signifikan adalah pembajakan komersial, yaitu pengambilan tanpa izin konten orang lain dalam konteks komersial... Akan tetapi, sama halnya dengan pembajakan komersial, ada jenis pengambilan lain yang terkait secara langsung dengan internet. Pengambilan itu juga tampak sebagai suatu yang salah bagi banyak pihak dan dianggap sebagai sesuatu yang salah (ilegal) di banyak kesempatan. Bagaimanapun juga, sebelum kita menggambarkan pengambilan ini sebagai pembajakan, sebaiknya kita memahami dahulu sifat dasar dari tindakan ini. Lessig menggunakan konsep pembajakan (pembajakan dalam tanda kutip) untuk menunjukkan bahwa mendefinisikan pembajakan sebagai definisi tunggal adalah sebuah simplifikasi. Meninjau argumen Lessig, jika faktor kunci dari pembajakan yang mau diberantas oleh hukum adalah penggunaan yang merampok keuntungan si pencipta (2004: 81), ini berarti perlu dipastikan apakah dan seberapa banyak sistem berbagi dalam budaya mengopi menimbulkan 2 Dalam http://dictionary.cambridge.org/dictionary/business-english/digital-piracy 3

kerugian. Meneliti budaya mengopi ini menjadi penting dilakukan sebelum mengilegalkan budaya tersebut. Lessig mencontohkan kompleksitas proses file-sharing atau berbagi data yang sulit untuk semata-mata dihakimi sebagai pembajakan dalam pengertian yang salah dan ilegal. Ia mengkategorikan proses ini ke dalam empat tipe: Pertama, berbagi data sebagai pengganti membeli konten. Kedua, berbagi data untuk mencicipi karya tertentu sebelum membelinya. Ketiga, berbagi data untuk mendapatkan akses konten berhak cipta yang sudah tidak lagi dijual. Keempat, berbagi data materi yang tidak berhak cipta atau pemilik hak ciptanya ingin memberikannya secara gratis (2004: 82). Peneliti di satu sisi sepakat untuk membicarakan budaya mengopi dalam pespektif pembajakan. Namun di sisi lain perlu adanya pemahaman baru mengenai pembajakan yang lebih luas perspektifnya. Menghakimi sebuah pembajakan sebagai aktivitas ilegal yang melanggar hukum adalah sebuah perspektif sempit yang dibangun dari perspektif industri dengan cara-cara distribusi konvensional. Perspektif ini menutup mata dari adanya negosiasi pelaku pembajakan yang terus berkembang seiring perkembangan ekonomi dan teknologi distribusi media. Dalam mendefinisikan pembajakan, peneliti sepakat dengan definisi dari Manuel Castells dan Gustavo Cardoso (2012: 826). Castells dan Cardoso lebih memilih menggunakan istilah Piracy Culture atau budaya pembajakan sebagai budaya yang dilakukan banyak orang dalam membangun relasi dengan media di luar aturan-aturan yang dibentuk secara institusional. Baginya, meneliti budaya 4

pembajakan tidak untuk mendiskusikan apakah perbuatan tersebut legal atau ilegal. Poin analisisnya berangkat dari upaya mengkaji kebiasaan atau budaya yang dilakukan masyarakat dalam membangun mediasi melalu berbagai saluran alternatif guna memperluas pengetahuan dalam budaya media. Selain bertolak pada ketidaksetujuan peneliti pada ilegalisasi pembajakan, peneliti menyadari kenyataan bahwa di beberapa tempat pembajakan justru dirayakan. Dengan slogan-slogan Right to Copy atau Piracy is Democracy 3, perayaan ini bagi peneliti perlu juga ditilik ulang dalam konteks kontemporer. Dave Laing misalnya mengklaim bahwa efek paling penting dari pembajakan bukanlah kekacauan yang disebabkannya pada penghasilan perusahaanperusahaan transnasional dan para seniman yang karyanya dibajak. Tetapi lebih kepada cara pembajak ini mendorong penyebaran musik (media) internasional dan menyurutkan perkembangan rekaman nasional di banyak negara (dalam Burnett, 1996: 88-9). Klaim ini belum tentu benar namun setidaknya membuka kemungkinan baru dalam meneliti masalah pembajakan. Beberapa penelitian mengenai pembajakan yang memaknai media tidak hanya sebagai komoditas namun juga produk kultural/ ideologi telah dilakukan. Sebagian memilih fokus pada tantangan distribusi yang tidak merata dari kapital media global (Larkin, 2004; Pang, 2006; Sundaram, 2010, S. Wang, 2003). Penelitian lain misalnya memilih fokus pada bagaimana pembajakan membentuk ruang publik alternatif di luar sensor negara (Li, 2012). 4 Dalam penelitian- 3 Beberapa slogan tersebut sempat dipublikasikan oleh beberapa komunitas, salah satunya kelompok Agitprop di Yogyakarta pada tahun 2008, dalam melakukan kegiatan mengopi buku ataupun film. 4 Detail mengenai teori-teori tersebut dalam paragraf ini dapat dilihat pada BAB II. 5

penelitian ini, perspektif kritis dalam memahami proses produksi, distribusi, dan konsumsi media menjadi penting untuk menunjukkan adanya relasi kuasa baru yang terbentuk melalui pembajakan. Dengan meneliti budaya mengopi video di warnet di Yogyakarta, peneliti ingin mengajukan sebuah pemahaman pembajakan digital yang baru. Pemahaman baru ini berlandaskan pada pemikiran atau teori-teori pembajakan sebelumnya, dengan mengkombinasikan teori baik yang memaknai produk media sebagai komoditas maupun produk kultural. Untuk menawarkan alternatif pada pemahaman pembajakan yang sepihak dari industri, penelitian ini mencoba menggali perspektif para pelaku pembajakan. Di sini para pengopi video tidak serta merta diposisikan sebagai kriminal, namun diposisikan sebagai konsumen ataupun pengguna media dalam konteks ekonomi dan budaya kontemporer, serta dalam peta relasi media global. B. Rumusan Masalah Dari paparan di atas, peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya mengopi video di warnet di Yogyakarta? 2. Bagaimana implikasi pembajakan digital dalam budaya ini pada distribusi dan konsumsi video, baik dalam konteks produk media sebagai komoditas ataupun produk kultural? 6

3. Apa pemahaman baru mengenai pembajakan digital yang bisa ditawarkan dengan meneliti budaya mengopi video di warnet? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mendokumentasikan budaya mengopi video di warnet di Yogyakarta sebagai salah satu budaya media yang berkembang di Yogyakarta, Indonesia. 2. Memahami implikasi budaya mengopi video di warnet pada distribusi dan konsumsi video. 3. Menawarkan pemahaman baru mengenai pembajakan digital dalam konteks media global kontemporer. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Memahami para pelaku budaya mengopi dalam kerangka pemahaman kritis dalam konteks sistem media global. 2. Membuka dialog dengan para pelaku budaya mengopi ataupun pembajakan dalam konteks yang lebih luas untuk melakukan refleksi pada perkembangan budaya ini. 3. Menyumbangkan pemikiran baru dalam kajian-kajian budaya media, terutama dalam kajian pembajakan ataupun media digital. 7

E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berlangsung di Yogyakarta, Indonesia dalam jangka waktu 1 tahun (Juni 2013 Juli 2014). Penelitian berfokus pada budaya mengopi video di warnet Yogyakarta yang melibatkan tiga kelompok aktor dalam budaya mengopi yaitu: situs warnet, konsumen warnet atau pengopi video di warnet, dan pengopi video dari konsumen warnet. Sebagai batasan, penelitian ini tidak melibatkan aktor lain terkait budaya mengopi seperti: produsen video, distributor video, dan situs internet. Lebih jelas mengenai batasan penelitian dapat dilihat dalam Gambar I.1. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok. Pertama, tiga buah warnet yang menjadi situs berlangsungnya budaya mengopi. Pencarian data dalam kelompok ini hanya melalui metode observasi dan dokumentasi tanpa melibatkan pemilik atau petugas warnet. Kelompok kedua adalah sembilan pelaku budaya mengopi. Pencarian data dalam kelompok ini melakukan penekanan pada metode etnografi baru yang menekankan penggalian perspektif dari kelompok yang diteliti baik melalui observasi, wawancara mendalam, maupun dokumentasi. Detail mengenai metodologi penelitian dapat ditemui dalam BAB III. Penelitian ini berlandaskan pada teori pembajakan media multi perspektif yang disusun dari tinjauan pustaka mengenai digitalisasi dan globalisasi media, serta pembajakan media digital. Teori pembajakan media multi perspektif ini mengkombinasikan teori-teori pembajakan dari perspektif produk media sebagai komoditas (teori Lawrence Lessig, 2004, 2008 dan Joe Karaganis, 2011) dan teori-teori pembajakan dari perspektif produk media sebagai produk kultural 8

(Joost Smiers, 2009; Laikwan Pang, 2006; dan Jinying Li, 2012). Uraian mengenai studi pustaka dan landasan teori dapat ditemui di BAB II. Temuan data dan analisis penelitian disajikan dalam BAB IV. Sebagai penutup, kesimpulan dan saran disajikan pada BAB V. Produsen Video Distributor Video Situs Internet Warnet Konsumen warnet / Pengopi video di warnet Pengopi video dari konsumen warnet Keterangan Skema : : Pihak terkait budaya mengopi video di warnet : Aliran distribusi video : Area fokus penelitian Gambar I. 1. Skema Fokus Penelitian 9