IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III. METODE PENELITIAN

Gambar 1 Lokasi penelitian.

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

Gambar 2. Lokasi Studi

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

KAJIAN JALUR WISATA INTERPRETASI GUNUNG TAMBORA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT (NTB) MAS UDDIN

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

KAJIAN JALUR WISATA INTERPRETASI GUNUNG TAMBORA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT (NTB) MAS UDDIN

III. METODE PENELITIAN

Gambar 2 Peta lokasi studi

BAB III BAHAN DAN METODE

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012)

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

LOGO Potens i Guna Lahan

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

BAB IV METODOLOGI Bahan dan Alat yang Digunakan Data Data Relevan

Gambar 1. Lokasi Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 12. Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kawasan wisata yang dikelola dibawah Perum Perhutani, dan memiliki luas

BAB III METODE PENELITIAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SIMPUL CURUG GEDE DI KAWASAN WISATA BATURADEN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

III METODOLOGI. Desa Ketep. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian. Tanpa Skala

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

BAB III METODE PENELITIAN

MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA. Abstrak

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

Gambar 1 Lokasi penelitian (Sumber: Wikimapia.org)

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta

III. METODE PENELITIAN. ilmu geografi, dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar (Widoyo Alfandi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan pengamatan lapangan mulai dari bulan Februari sampai dengan April 2008. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. 4.2. Alat dan Bahan 4.2.1. Alat Berkaitan dengan kegiatan survei primer dan pengolahan data, alat bantu yang digunakan adalah : 1. Alat fotografi kamera digital. 2. Global Positioning System (GPSmap 60CSx GARMIN). 3. Software GIS ArcView Versi 3.3. 4. Software Global Mapper Versi 8.

42 4.2.2. Bahan Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data-data digital tematik dari berbagai sumber dan data-data sekunder lainnya. Penelitian ini diawali dengan proses pengambilan data primer dan data sekunder. Data yang dibutuhkan serta teknik analisis yang akan dilakukan sesuai dengan Tabel 4. (1) Data Primer Mendata gambaran umum tentang kondisi eksisting, letak dan posisi jalur wisata Tambora secara geografis dalam wilayah pemerintahan daerah Kabupaten Bima dan Dompu yang merupakan lokasi tempat peneliti melakukan proses pengumpulan data. Untuk memberikan hasil yang optimal dilakukan ground check terhadap objek-objek penelitian, sehingga dapat memperjelas pengamatan dan mengecek apabila terjadi perubahan-perubahan yang tidak terlihat pada peta. (2) Data Sekunder Data-data sekunder yang dikumpulkan : 1. Data keanekaragaman flora dan fauna. 2. Sumber data dan informasi dari instansi dinas keparawisataan : a. Jumlah pendakian Gunung Tambora. b. Potensi ekologi. c. Peninggalan-peninggalan (situs) kerajaan Gunung Tambora. d. Kesejarahan Gunung Tambora. e. Kebudayaan tradisional dan adat istiadat masyarakat Gunung Tambora. f. Aksesibilitas menuju objek wisata. g. Data sarana dan prasarana penunjang wisata yang ada. 3. Data spasial: a. Peta RBI skala 1:50.000 digital, standar pemetaan dari Bakosurtanal, format data ArcView (Shapefile). b. Peta Tata Ruang Kabupaten Bima skala 1 : 25.000 digital. c. Peta Tematik Kehutanan (Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan). d. Peta Tanah skala 1 : 250.000. e. Peta Land System.

43 Tabel 9. Identifikasi Kebutuhan Data dan Teknik nya. TUJUAN STUDI DATA YANG DIPERLUKAN TEKNIK ANALISIS OUTPUT Orientasi Titik Objek SDW (1) Mengidentifikasi potensi SDW (visual) (2) Mengklasifikasikan serta menilai potensi SDW (Ekologi, Arkeologi, Budaya) Orientasi Jalur / Track Wisata (1) Mengidentifikasi Potensi Jalur Wisata (2) Mengklasifikasikan serta menilai kondisi Jalur Wisata (Ekologi, Arkeologi, Budaya) Orientasi Titik Objek SDW (1) Mengetahui Sebaran Objek SDW (2) Mengidentifikasi Potensi SDW Data Primer : - Dokumentasi fotofoto lansekap di tiap titik SDW Potensi tertentu. - Data/Informasi dari Wawancara Masyarakat Deskriptif Kuantitatif Orientasi Titik Objek SDW (1) Data Hasil Identifikasi Potensi SDW (visual) (2) Penilaian bobot dan klasifikasi SDW (Ekologi, Arkeologi, Budaya) Orientasi Jalur / Track Wisata (1) Data Hasil Identifikasi Potensi Jalur Wisata (2) Penilaian bobot dan klasifikasi Jalur Wisata (Ekologi, Arkeologi, Budaya) Orientasi Titik Objek SDW (1) Peta Sebaran Objek SDW (2) Peta Hasil Identifikasi Potensi SDW Orientasi Jalur / Track Wisata (1) Peta Jalur/Track Wisata (2) Peta Hasil Identifikasi Potensi Jalur Wisata Orientasi Jalur / Track Wisata (1) Mengetahui Jalur/Track Wisata (2) Mengidentifikasi Potensi Jalur Wisata Data Primer : - Data Koordinat Objek Wisata - Data Track GPS Jalur Wisata Data Sekunder : Data Spasial Kawasan (Peta administratif, sungai, jalan, penutupan lahan, iklim, tanah, kelerengan, status lahan) - Data Umum Daerah - Data Kunjungan Wisata - Data Spasial Kawasan (administratif, sungai, jalan, penutupan lahan, iklim, tanah, kelerengan, status lahan) Spasial (GIS) Menentukan Lebar Jalur Koridor dan mengidentifikasi panjang dan luas Koridor (1) Menentukan Kesesuaian Lahan Jalur Koridor Wisata Ekologi (2) Menentukan Kesesuaian Lahan Jalur Koridor Wisata Arkeologi (3) Menentukan Kesesuaian Lahan Jalur Koridor Wisata Budaya Kesesuaian Jalur Peta Jalur Koridor dengan buffer 50 meter Peta Kesesuaian Lahan (1) Jalur Koridor Wisata Ekologi (2) Jalur Koridor Wisata Arkeologi (3) Jalur Koridor Wisata Budaya

44 4.3. Metode Penelitian 4.3.1. Pendekatan Penelitian ini disusun dengan mempertimbangkan aspek jalur wisata ekologi yaitu wisata pendakian Gunung Tambora. Aspek lain yang dipertimbangkan dalam penelitian ini yaitu pengembangan potensi sumberdaya wisata arkeologi dan budaya dalam rangka meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya setempat. Dengan melihat kondisi spesifik lingkungan dan potensi sumberdaya alam serta minimnya kajian wisata di wilayah ini maka penelitian lebih diarahkan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi data dan informasi melalui pendekatan orientasi obyek Sumberdaya Wisata (SDW) dan orientasi jalur wisata. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan: 1. Keragaman atraksi wisata budaya. 2. Keunikan. 3. Kemudahan akses. 4.3.2. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Wisata Inventarisasi potensi sumberdaya wisata adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data serta fakta di lapangan mengenai sumberdaya wisata untuk perencanaan jalur wisata budaya, arkeologi, dan ekologi sesuai dengan ruang lingkup penelitian. Inventarisasi potensi meliputi: 1. Inventarisasi SDW dan sarana pendukungnya. 2. Pengambilan data letak dan posisi SDW dan sarana pendukungnya secara geografis. 3. Informasi karakteristik alam dan bentuk daya tariknya. Tujuan inventarisasi potensi sumberdaya wisata adalah untuk mendapatkan data yang akan diolah menjadi informasi sebaran obyek wisata yang dipergunakan sebagai bahan perencanaan jalur interpretasi wisata baik budaya, arkeologi, dan ekologi.

45 Identifikasi Permasalahan Pada Jalur Wisata Tambora Pengamatan Lapang Data Primer: 1. Data Koordinat Objek Wisata 2. Data Track GPS Jalur Wisata 3. Dokumentasi Visual Potensi SDW 4. Data/Informasi dari Wawancara Masyarakat Studi Pustaka Data Sekunder: 1. Sosial Ekonomi 2. Biofisik 3. Sarana dan Prasarana 4. Lingkungan 5. Rencana Pembangunan Tahap Data Deskriptif Kuantitatif Spasial (GIS) Kesesuaian Lahan Daya Dukung Tahap Jalur Budaya Jalur Arkeologi Jalur Ekologi Sintesis Konsep Ruang Jalur Interpretasi Wisata Yang Berkelanjutan Konsepsi RENCANA PENATAAN JALUR INTERPRETATIF WISATA GUNUNG TAMBORA Perencanaan Gambar 15. Tahapan Penelitian. 4.3.3. Pengolahan Data (1) Identifikasi Potensi Sumberdaya Wisata Mendata obyek-obyek wisata, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang wisata, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Tujuan dari analisis ini yaitu untuk mengungkapkan fakta di lapangan serta menggali data yang digunakan sebagai informasi untuk mengetahui pola karakteristik dan penilaian sumberdaya wisata.

46 Informasi yang diperoleh dari hasil analisis ini digunakan sebagai input untuk merencanakan penempatan sarana prasarana interpretasi wisata yang mampu mendukung pengembangan jalur wisata Tambora dan pengembangan wilayah secara umum. Format tabel untuk identifikasi secara deskriptif kualitatif obyek-obyek wisata yang ditemukan di sepanjang jalur wisata Tambora sesuai Tabel 0. Tabel 10. Format Tabel Identifikasi Deskriptif Setiap Obyek yang Ditemukan. No. Nama Obyek Dokumentasi 1 Dokumentasi 2 1. Deskripsi :.. (2) Penilaian Deskriptif Objek Wisata penilaian deskriptif objek wisata di lakukan dengan mengelompokkan menjadi tiga objek wisata yaitu objek wisata budaya, objek wisata ekologi, dan objek wisata arkeologi. Sumberdaya wisata dinilai dengan menggunakan kriteria Mac Kinnon (1990). Penghitungan klasifikasi kondisi kelayakan masing-masing obyek dan atraksi wisata dilakukan dengan rumus = Σ (Kriteria X Bobot). Hasil penilaian kelayakan masing-masing obyek dan atraksi wisata dilakukan dengan rumus = ((Nt Nr) : 3), dengan Nt = nilai tertinggi objek dan daya tarik wisata, Nr = nilai terendah objek dan daya tarik wisata. Metode penilaian yang digunakan adalah dengan memberikan skor dengan menggunakan Skala Likert (Smith, 1989) terhadap berbagai kriteria jenis sumberdaya wisata yang ada. Secara umum, skala 1, 2, dan 3 secara berurutan menunjukkan nilai kualitatif buruk, sedang, dan baik. (a) Penilaian Obyek Wisata Budaya Kriteria sumberdaya wisata budaya yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah: (1) tingkat keragaman tradisi masyarakat, (2) nilai daya tarik estetika, (3) keunikan sejarah, (4) nilai partisipasi, (5) fungsi sosial, dan (6) kerapatan

47 musiman. Kriteria wisata budaya dapat dilihat pada Tabel 11. Selanjutnya penilaian terhadap masing-masing obyek wisata untuk kategori wisata budaya di kawasan Tambora mengikuti format tabel penilaian obyek dan atraksi wisata budaya sesuai Tabel 11. Dari tabel tersebut maka dapat ditentukan obyek-obyek wisata mana saja yang menjadi prioritas untuk dikelola. Hasil penilaian tersebut dievaluasi dan dianalisis lebih lanjut secara spasial GIS. Tabel 11. Kriteria dan Parameter Penilaian Obyek Wisata Budaya. Kriteria No. Budaya 1. Tingkat keragaman tradisi masyarakat 2. Nilai Daya Tarik Estetika 3. Keunikan Sejarah 4. Nilai Partisipasi 5. Fungsi Sosial 6. Kerapatan Musiman Parameter 1 Sangat Rendah Tidak ada aktivitas yang biasa dilakukan 2 Rendah Hanya 1 aktivitas yang biasa dilakukan 3 Cukup Hanya 2 aktivitas yang biasa dilakukan 4 Tinggi Hanya 3 aktivitas yang biasa dilakukan 5 Tinggi sekali Banyak aktivitas yang biasa dilakukan 1 Sangat buruk Terdapat > 5 lokasi tempat lain 2 Buruk Terdapat (3-5) lokasi tempat lain 3 Sedang Terdapat (1-2) lokasi tempat lain 4 Baik Terdapat (1) lokasi tempat lain 5 Sangat baik Hanya ditemui di tempat ini saja 1 Sangat Rendah Terdapat > 5 lokasi tempat lain 2 Rendah Terdapat (3-5) lokasi tempat lain 3 Cukup Terdapat (1-2) lokasi tempat lain 4 Tinggi Terdapat (1) lokasi tempat lain 5 Tinggi sekali Hanya ditemui di tempat ini saja 1 Sangat buruk Tidak ada aktivitas yang biasa dilakukan 2 Buruk Hanya 1 aktivitas yang biasa dilakukan 3 Sedang Hanya 2 aktivitas yang biasa dilakukan 4 Baik Hanya 3 aktivitas yang biasa dilakukan 5 Sangat baik Banyak aktivitas yang biasa dilakukan 1 Sangat buruk Tidak ada aktivitas yang biasa dilakukan 2 Buruk Hanya 1 aktivitas yang biasa dilakukan 3 Sedang Hanya 2 aktivitas yang biasa dilakukan 4 Baik Hanya 3 aktivitas yang biasa dilakukan 5 Sangat baik Banyak aktivitas yang biasa dilakukan 1 Sangat Jarang 1 bulan pertahun 2 Jarang 1-4 bulan pertahun 3 Sedang 4-6 bulan pertahun 4 Sering 6-8 bulan pertahun 5 Sangat Sering 8 bulan pertahun Sumber: Mac Kinnon (1990) (Penyesuaian). Setelah masing-masing obyek wisata budaya berhasil dinilai berdasarkan 6 kriteria yang telah ditentukan maka selanjutnya berdasarkan perhitungan statistik

48 percentile ditentukan interval kelas untuk masing-masing kategori penilaian: (1) Rendah (C) = 33,33% atau 1/3, (2) Sedang (B) = 66,66% atau 2/3, dan (3) Baik (A) = 100,00% atau 3/3. (b) Penilaian Obyek Wisata Arkeologi Kriteria sumberdaya wisata arkeologi yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah: (1) daya tarik, (2) keunikan obyek, dan (3) kelangkaan sejarah yang dilakukan mengikuti uraian parameter sesuai dengan Tabel 12. Tabel 12. Kriteria dan Parameter Penilaian Obyek Wisata Arkeologi. Kriteria No. Arkeologi 1. Daya Tarik 2. Keunikan Obyek 3. Kelangkaan Sejarah Parameter 1 Sangat buruk Terdapat > 5 lokasi tempat lain 2 Buruk Terdapat (3-5) lokasi tempat lain 3 Sedang Terdapat (1-2) lokasi tempat lain 4 Baik Terdapat (1) lokasi tempat lain 5 Sangat baik Hanya ditemui di tempat ini saja 1 Sangat Rendah Terdapat > 5 lokasi tempat lain 2 Rendah Terdapat (3-5) lokasi tempat lain 3 Cukup Terdapat (1-2) lokasi tempat lain 4 Tinggi Terdapat (1) lokasi tempat lain 5 Tinggi sekali Hanya ditemui di tempat ini saja 1 Sangat Rendah Terdapat > 5 lokasi tempat lain 2 Rendah Terdapat (3-5) lokasi tempat lain 3 Cukup Terdapat (1-2) lokasi tempat lain 4 Tinggi Terdapat (1) lokasi tempat lain 5 Tinggi sekali Hanya ditemui di tempat ini saja Sumber: Mac Kinnon (1990) (Penyesuaian). Setelah masing-masing obyek wisata budaya berhasil dinilai berdasarkan 6 kriteria yang telah ditentukan maka selanjutnya berdasarkan perhitungan statistik percentile ditentukan interval kelas untuk masing-masing kategori penilaian: (1) Rendah (C) = 33,33% atau 1/3, (2) Sedang (B) = 66,66% atau 2/3, dan (3) Baik (A) = 100,00% atau 3/3. (c) Penilaian Obyek Wisata Ekologi Kriteria sumberdaya wisata ekologi yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah: (1) keunikan, (2) daya tarik, (3) tingkat keragaman aktivitas yang dapat

49 dilakukan, (4) rekreasi ruang terbuka, dan (5) kerapatan musiman. Uraian parameter dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kriteria dan Parameter Penilaian Obyek Wisata Ekologi. Kriteria No. Ekologi 1. Keunikan 2. Daya Tarik 3. Tingkat keragaman aktivitas yang dapat Parameter 1 Sangat Rendah Terdapat > 5 lokasi tempat lain 2 Rendah Terdapat (3-5) lokasi tempat lain 3 Cukup Terdapat (1-2) lokasi tempat lain 4 Tinggi Terdapat (1) lokasi tempat lain 5 Tinggi sekali Hanya ditemui di tempat ini saja 1 Sangat buruk Terdapat >5 lokasi tempat lain 2 Buruk Terdapat (3-5) lokasi tempat lain 3 Sedang Terdapat (1-2) lokasi tempat lain 4 Baik Terdapat (1) lokasi tempat lain 5 Sangat baik Hanya ditemui di tempat ini saja 1 Sangat Rendah Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan 2 Rendah Hanya 1 aktivitas yang bisa dilakukan 3 Cukup Hanya 2 aktivitas yang bisa dilakukan 4 Tinggi Hanya 3 aktivitas yang bisa dilakukan dilakukan 5 Tinggi sekali Banyak aktivitas yang bisa dilakukan 1 Sangat Sedikit Tidak ada aktivitas yang biasa dilakukan 2 Sedikit Hanya 1 aktivitas yang biasa dilakukan 3 Sedang Hanya 2 aktivitas yang biasa dilakukan 4 Banyak Hanya 3 aktivitas yang biasa dilakukan 4. Rekreasi Ruang Terbuka 5. Kerapatan Musiman 5 Sangat Banyak Banyak aktivitas yang biasa dilakukan 1 Sangat Jarang 1 bulan pertahun 2 Jarang 1-4 bulan pertahun 3 Sedang 4-6 bulan pertahun 4 Sering 6-8 bulan pertahun 5 Sangat Sering 8 bulan pertahun Sumber: Mac Kinnon (1990). (Penyesuaian) Setelah masing-masing obyek wisata budaya berhasil dinilai berdasarkan 6 kriteria yang telah ditentukan maka selanjutnya berdasarkan perhitungan statistik percentile ditentukan interval kelas untuk masing-masing kategori penilaian: (1) Rendah (C) = 33,33% atau 1/3, (2) Sedang (B) = 66,66% atau 2/3, dan (3) Baik (A) = 100,00% atau 3/3.

50 (3) Spasial (a) Sebaran Spasial Sumberdaya Wisata Menganalisis obyek-obyek wisata yang ada dan mengidentifikasi ketersediaan sarana dan prasarana penunjang wisata dengan menggunakan metode analisis spasial secara deskriptif kualitatif. Dengan metode ini dapat diketahui pola pelayanan secara spasial dari sarana dan prasarana akomodasi yang ada. Ruang lingkup analisis ini yaitu meng-overlay data-data hasil survei dari alat GPSmap 60CSx GARMIN (format *.gpx) ke dalam perangkat komputer untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software GIS ArcView Versi 3.3. Data-data hasil survei di lapangan terdiri dari data koordinat titik-titik objek wisata, sarana prasarana pendukungnya, data hasil wawancara, dan informasi deskriptif mengenai kondisi dan hal-hal lain terkait dengan obyek yang diambil termasuk dokumentasi foto. Informasi tersebut dimasukkan ke dalam atribut data spasial. (b) Penentuan Model Sirkulasi Jalur Untuk memperoleh informasi mengenai kondisi aksesibilitas dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis ini digunakan sebagai input untuk merencanakan pengembangan sarana dan prasarana jalur interpretasi wisata yang mampu mendukung pengembangan jalur wisata Tambora dan pengembangan wilayah secara umum. (c) Penentuan Lebar Koridor Konsep ruang wisata yang dikembangkan pada jalur wisata Gunung Tambora berfungsi untuk menjaga kelestarian budaya, sejarah, dan ekologi yang ada pada Gunung Tambora. Konsep ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi ruang wisata yang selanjutnya dimanfaatkan dalam bentuk jalur wisata interpretasi. Konsep ruang wisata dibagi atas tiga ruang wisata interpretasi budaya, ruang wisata interpretasi arkeologi, dan jalur wisata interpretasi ekologi. Pada dasarnya jalur wisata interpretasi yang dikembangkan memberikan sebuah perjalanan yang menarik bagi pengunjung untuk kegiatan interpretasi di Gunung Tambora. Konsep

51 jalur wisata ini diharapkan bisa memberikan suatu pengalaman yang berharga bagi pengunjung tentang potensi obyek sehingga tumbuh pemahaman, kesadaran, keinginan untuk ikut melindungi dan melestarikannya. Menurut Simonds (1983), dalam touring system perlu mempertimbangkan: 1. Jarak atau waktu tempuh yang merupakan fungsi dari area, sedangkan area merupakan fungsi dari ruang (space), sehingga keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. 2. Keutuhan, yang menggambarkan keharmonisan dan kesatuan (unity) dari elemen-elemen sehingga elemen-elemen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. 3. Sekuen yang menggambarkan urutan terhadap obyek yang mempunyai persepsi kontinyuitas sehingga merupakan pengorganisasian dari elemenelemen pada ruang. Penentuan jalur dilakukan berdasarkan pendekatan sebaran titik (obyek dan atraksi) wisata yang terdapat pada lokasi penelitian Gunung Tambora. Selanjutnya pola sebaran titik (obyek dan atraksi) digunakan untuk menentukan model jalur interpretasi. Setiap obyek merupakan wujud yang dapat dilihat dalam waktu dan ruang. Hal ini menyatakan bahwa objek tidak dapat dipahami seluruhnya secara tepat atau dari beberapa titik tertentu dalam suatu observasi, sehingga dapat menimbulkan suatu kesan (flow of impression). Pola jalur wisata interpretatif menggunakan pendekatan pola rangkaian (sequence) yang diharapkan di dalam melewati jalur bisa merasakan suatu rangkaian dari ruang, dan merasakan ekspresi having continuity. Pada daerah alami, sequence bersifat casual dan bebas (free). Pola sequence pada jalur wisata Gunung Tambora dpat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Pola Sequence.

52 Penentuan batas koridor dan analisis ruang sepanjang koridor dilakukan untuk mengetahui peluang dan hambatan yang mungkin terjadi di sepanjang jalur wisata bagi sebuah pengelolaan fisik maupun non fisik. Pada penelitian ini ditetapkan sebuah istilah ruang koridor jalur wisata yang memiliki batasan lebar tertentu yang dalam penelitian ini ditetapkan selebar 50 meter, yaitu masingmasing 25 meter arah kanan dan kiri di sepanjang jalur aksesibilitas. (4) Kesesuaian Lahan (a) Kesesuaian Lahan untuk Jalan Setapak (Paths and Trails) Jalan setapak digunakan untuk lintas alam (cross country). Daerah ini akan digunakan sebagai jalan setapak seperti dalam keadaan aslinya, dan tidak ada pemindahan tanah, baik melalui penggalian maupun penimbunan. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk jalan setapak dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil penilaian tersebut dievaluasi dan dianalisis lebih lanjut secara spasial untuk menghasilkan peta kesesuaian lahan sepanjang jalur wisata Tambora. Tabel 14. Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Jalan Setapak (USDA, 1968). Sifat Tanah Drainase tanah Kelas Kesesuaian dan Faktor Penghambat Baik Sedang Buruk Agak jelek. Air tanah kurang dari 50 cm Cepat, agak cepat, baik dan agak baik. Air tanah lebih dari 50 cm Jelek, sangat jelek. Air tanah kurang dari 50 cm, sering dekat permukaan Lereng 0-15% 15-25% >25% Tekstur*) tanah Lp, lph, lpsh, l, ld Lli, llip, llid Lip, lid, li permukaan Penutupan Lahan Hutan, Kebun, Belukar, Padang Rumput Kebun, Belukar, Padang Rumput Hanya Belukar/Padang Rumput Sumber: Evaluasi kesesuaian lahan dan perencanaan tataguna lahan, Hardjowigeno, dkk. (2007). Keterangan: *) lp = lempung berpasir, lph = lempung berpasir halus, lpsh = lempung berpasir sangat halus, l = lempung, ld = lempung berdebu, lli = lempung liat, llip = lempung liat berpasir, llid = lempung liat berdebu, pl = pasir berlempung, lip = liat berpasir, lid = liat berdebu, li = liat, dan p = pasir. (b) Kesesuaian Lahan untuk Tempat Berkemah (Camping Ground) Tempat berkemah adalah tempat untuk menginap dengan tenda maupun semua aktivitas di luar kemah (outdoor living). Tanah harus mampu untuk

53 dilewati berulang kali oleh kaki manusia dan secara terbatas oleh kendaraan. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk tempat berkemah dapat dilihat pada Tabel 15. Pemberian angka bobot setiap parameter dilakukan berdasarkan pada layak tidaknya suatu parameter terhadap suatu bentuk peruntukan lahan tertentu. Besarnya bobot parameter ditunjukan bagi keseluruhan area yang dianalisis. Tabel 15. Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tempat Berkemah (USDA, 1968). Sifat Tanah Drainase tanah Kelas Kesesuaian dan Faktor Penghambat Baik Sedang Buruk Agak baik, dan agak jelek. Air tanah lebih dari 50 cm Cepat, agak cepat, baik dan agak baik. Air tanah lebih dari 75 cm Agak jelek, jelek, sangat jelek. Air tanah kurang dari 50 cm Lereng 0-8% 8-15% >15% Tekstur*) tanah permukaan Lp, lph, lpsh, l, ld Lli, llip, llid, pl, p Lip, lid Sumber: Evaluasi kesesuaian lahan dan perencanaan tataguna lahan, Hardjowigeno, dkk. (2007). Keterangan: *) lp = lempung berpasir, lph = lempung berpasir halus, lpsh = lempung berpasir sangat halus, l = lempung, ld = lempung berdebu, lli = lempung liat, llip = lempung liat berpasir, llid = lempung liat berdebu, pl = pasir berlempung, lip = liat berpasir, lid = liat berdebu, li = liat, dan p = pasir. Secara skematis alur analisis kesesuaian lahan dapat dilihat pada Gambar 17. evaluasi lahan dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kesesuaian, tingkat kemampuan, dan tingkat ketersediaan lahan untuk sarana dan prasarana pendukung sepanjang koridor jalur wisata. Teknik analisis yang dipergunakan di dalam evaluasi lahan ini adalah teknik scoring dan teknik overlay peta yang didasarkan kepada kriteria penetapan kawasan lindung dan budidaya untuk lahan koridor jalur wisata budaya, arkeologi, dan ekologi. Nilai akhir dari kesesuaian lahan diperoleh dengan operasi matematis scoring dan overlay data-data spasial. Data-data spasial dianalisis dengan menggunakan perangkat GIS dengan metode Union sehingga menghasilkan peta kesesuaian lahan. Ilustrasi teknik overlay dapat dilihat pada Gambar 18.

54 Tutupan Tutupan Lahan Lahan Jenis Jenis Tanah Tanah Kelerengan Kelerengan Lahan Lahan Drainase Drainase Lahan Lahan Standar Standar Kriteria Kriteria Untuk Untuk Wisata Wisata Ekologi, Ekologi, Budaya Budaya dan dan Arkeologi Arkeologi Teknik Teknik Overlay Overlay Peta Peta Ternatik Ternatik yang yang telah telah diberi diberi Atribut Atribut Skor Skor Skoring Skoring Peta Peta Ternatik Ternatik Berdasarkan Berdasarkan Kriteria Kriteria Lahan Lahan Koridor Koridor Untuk Untuk Wisata Wisata Ekologi, Ekologi, Budaya Budaya dan dan Arkeologi Arkeologi Peta Peta Kesesuaian Kesesuaian Lahan Lahan Koridor Koridor untuk untuk Wisata Wisata Ekologi, Ekologi, Budaya Budaya dan dan Arkeologi Arkeologi Kebutuhan Kebutuhan Pemanfaatan Pemanfaatan Lahan Lahan Koridor Koridor Hasil Hasil Kesesuaian Kesesuaian Gambar 17. Flowchart Kesesuaian Lahan. Gambar 18. Ilustrasi Proses SIG dengan Metode Union. (5) daya dukung Perhitungan untuk Daya Dukung Fisik (PCC = Physical Carrying Capasity) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik tercukupi oleh ruang yang

55 disediakan pada waktu tertentu dan dinyatakan dengan rumus (Mowforth dan Munt 1997): PCC = A x V/a x Rf Dimana: A = area yang tersedia untuk digunakan oleh umum. V/a = 1 pengunjung per m 2. Rf = faktor rotasi (jumlah kunjungan per hari).