BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu, akan

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

LAMPIRAN A. Alat Ukur

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB II LANDASAN TEORI. Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh Ryff. Ryff

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersifat universal. Pembunuhan, pencurian, penipuan, hingga kejahatan-kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. dilalui seorang individu sepanjang rentang kehidupannya. Keunikan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Psychological well-being berkaitan dengan perasaan sejahtera (well-being) dan bahagia yang sifatnya subjektif bagi tiap individu. Perasaan ini (bahagia) muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya (Diener, 2000 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2004). Menurut Ryff (1989) psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti mampu memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan negatif, namun psychological well-being melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan selama hidup (Keyes & Ryff, 2002). Menurut Ryff, 1995 Psychological well being merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Psychological well 1

2 being merupakan konstruksi dasar yang menyampaikan informasi tentang bagaimana individu mengevaluasi diri mereka sendiri dan kualitas serta pengalaman hidup mereka. (Ryff & Marshall, dalam Maulina 2012). Evaluasi terhadap pengalaman akan membuat seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan dan membuat psychological well beingnya rendah atau berusaha memperbaiki hidupnya yang akan membuat psychological well beingnya meningkat (Ryff, 1989 & Singer, 2006). Psychological well-being dapat menjadikan gambaran mengenai level tertinggi dari fungsi individu sebagai manusia dan apa yang diidam-idamkannya sebagai makhluk yang memiliki tujuan dan akan berjuang untuk tujuan hidupnya. Ryff dan Keyes, 1995 menyatakan bahwa individu yang memiliki psychological well-being yang positif adalah individu yang memiliki respons positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang berkesinambungan. Pada intinya, psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif (misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan, dan sebagainya) sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri (Bradburn, 1995). Berbicara mengenai kondisi mental berarti terkait dengan psychological well-being karena psychological well-being adalah sebuah istilah yang berkembang dari kesehatan mental. Ryff dan Singer (1998, dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004) berpendapat bahwa seseorang yang sehat mental bukan sekedar tidak menderita penyakit mental tertentu tetapi juga memiliki perasaan

3 sejahtera secara psikologis yang merujuk pada perasaan diri sehat (a sense of psychological well-being which goes hand in hand with a healthy sense of self). Ryff (1995), mengemukakan enam komponen fungsi psychological wellbeing mencakup, evaluasi positif seseorang mengenai diri dan masa lalu (self acceptance), pertumbuhan dan perkembangan individu (personal growth), kepercayaan mengenai tujuan dan makna hidup individu (purpose in life), kualitas hubungan dengan individu lain (positive relations with other), kapasitas untuk mengatur kehidupan dan diri seseorang secara efektif (enviromental mastery), dan perasaan self-determination (autonomy). Ryff 1995, menyatakan bahwa psychological well-being menghadirkan kriteria personal yang lebih pribadi dalam mengevaluasi fungsi seseorang. Individu dengan psychological well being yang tinggi akan memiliki sikap positif, menerima segala aspek dalam diri, termasuk kualitas baik dan buruknya, memandang masa lalu dengan positif, ingin terus berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, memiliki tujuan dan arahan dalam hidup, merasa hidup ini berarti, memegang kuat keyakinan, berkompetensi dengan lingkungan, menggunakan peluang secara efektif, tidak tergantung kepada orang lain, maupun menahan tekanan sosial dan mengatur perilaku berdasarkan penilaian pribadi. Bersikap hangat, memiliki hubungan yang memuaskan dan percaya kepada orang lain, peduli terhadap kesejahteraan orang lain, memiliki empati (Maulina, 2012). Sedangkan pada individu dengan psychological well being yang rendah tidak puas dengan diri sendiri dan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan masa lalu, mengkhawatirkan kualitas pribadi dan ingin mengubahnya, memiliki rasa

4 stagnasi pribadi, merasa bosan dan kurang berminat dalam menjalani hidup. merasa hidup mereka tidak ada artinya dan tidak memiliki tujuan hidup, kesulitan dalam mengelola urusan sehari-hari, bergantung pada penilaian orang lain sebelum membuat keputusan penting, pemikiran dan tindakan mereka dipengaruhi oleh tekanan sosial, kurang memiliki hubungan erat dan kurang percaya dengan orang lain, merasa sulit untuk menjadi hangat dan terbuka, merasa frustasi dan terisolasi dengan hubungan sosial (Maulina, 2012). Menjadi tua pada manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Usia lanjut merupakan periode terakhir dalam hidup manusia, yaitu sekitar usia 60 tahun ke atas. Pada masa ini biasanya keadaan fisiknya sudah jauh menurun dari periode perkembangan sebelumnya. Selama proses menuju lanjut usia, individu akan banyak mengalami berbagai kejadian hidup yang penting yang sering dipandang sebagai sesuatu yang negatif, biasanya berkaitan dengan fisik, intelektual, kepribadian dan kehidupan sosialnya. Seseorang yang pada masa mudanya dianggap cantik atau tampan akan merasa kehilangan daya tariknya jika memasuki masa tua. Masalah lain yang terkait pada masa ini antara lain loneliness, perasaan tidak berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan membutuhkan perhatian lebih. Masalah-masalah ini dapat membuat harapan hidup pada lansia menjadi menurun. Perubahan yang bersifat penurunan ini dapat mempengaruhi kondisi psychological well being lansia tersebut (Papalia, 2008). Dari uraian diatas terlihat bahwa individu lanjut usia mengalami berbagai masalah dalam mengahadapi usia lanjut, hal tersebut yang menjadi ketertarikan

5 peneliti untuk mengetahui bagaimana individu dengan identitas sebagai waria ketika memasuki usia lanjut. Menurut ketua Forum Komunikasi Waria Indonesia (FKWI), Yulianus Rettoblaut mengatakan jumlah waria di Indonesia mencapai tujuh juta orang, dari jumlah tujuh juta, terdapat 800 waria lanjut usia yang tidak memiliki tempat tinggal. Banyak waria lansia yang tinggal dijalan-jalan, sakit, menganggur dan terpaksa hidup dengan kondisi buruk. Waria lansia menghadapi kehidupan yang sulit dimasa tuanya akibat diusir oleh keluarga mereka, yang sebenarnya menjadi tanggung jawab mereka. Hidup waria lansia sangat sulit dan bahkan banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, mereka tidak memiliki pilihan selain hidup dijalan dan tinggal di bawah kolong jembatan. (www.unioindonesia.org). Menurut Yuli, setelah ia mendirikan panti jompo khusus waria ini, beberapa waria lansia kini bisa hidup lebih baik kami saling membantu sesama apalagi ketika ada waria lansia yang sudah sakit parah, belum lama ini kami mengurus waria lansia yang mengidap penyakit AIDS kami merawatnya hingga akhirnya ia meninggal, dan kami juga yang mengurus jenazahnya hingga dikuburkan. Dengan begitu para waria lansia yang tinggal disini sedikit bisa merasa lebih tenang karena mereka merasa jika mereka meninggal nanti ada yang mengurus jasad mereka sehingga tidak terlantar dijalan (wawancara peneliti dengan pemilik panti jompo). Menurut Santrock (2008), ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh para lansia untuk membantu mereka mencapai psychological well being, yaitu mencakup memiliki pendapatan, kesehatan yang baik, gaya hidup aktif, dan mempunyai jaringan teman dan keluarga yang baik. Itu berarti, lansia yang

6 memiliki gaya hidup aktif akan memiliki psychological well being yang lebih baik dibandingkan dengan lansia yang hanya diam di rumah dan menyendiri. Hurlock (dalam Ramadhani, 2007) juga menyebutkan bahwa psychological well being pada lansia tergantung dipenuhi atau tidaknya tiga A Kebahagiaan, yaitu acceptance (penerimaan), affection (kasih sayang), dan achievement (pencapaian). Jadi, apabila lansia tidak dapat memenuhi tiga A tersebut maka akan sulit baginya untuk dapat mencapai kebahagiaan. Berdasarkan uraian diatas, terlihat waria lansia menghadapi berbagai masalah di kehidupan mereka. Melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada waria lansia, dan akibat perubahan yang mungkin terjadi jika mereka tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut serta pentingnya memperhatikan kesejahteraan para waria lansia, khususnya kesejateraan psikologis, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran Psychological well-being, dalam hal ini yaitu pada waria lansia. Di Indonesia, banyak penelitian yang meneliti tentang psychological wellbeing pada lansia perempuan & laki-laki, namun peneliti belum menemukan penelitian yang meneliti tentang psychological well-being pada waria lansia. Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan mendapatkan gambaran psychological well-being dan faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being waria lansia (65-70 tahun) di Indonesia, khususnya di Jakarta.

7 Dalam melaksanakan penelitian terhadap topik ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran psychological well-being secara spesifik dan menyeluruh. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam terhadap para subjek. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan utama yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran psychological well-being pada waria usia dewasa akhir (lansia) yang tinggal di panti jompo? Permasalahan ini dijbarkan untuk menjawab sub-sub permasalahan berikut: 1. Bagaimanakah gambaran penerimaan diri dari masing-masing subjek? 2. Bagaimanakah gambaran hubungan positif dengan orang lain dari masingmasing subjek? 3. Bagaimanakah gambaran otonomi dari masing-masing subjek? 4. Bagaimanakah gambaran penguasaan lingkungan dari masing-masing subjek? 5. Bagaimanakah gambaran tujuan hidup dari masing-masing subjek? 6. Bagaimanakah gambaran pertumbuhan pribadi dari masing-masing subjek?

8 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi dan memperoleh gambaran mengenai keadaan psychological well-being dan Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being waria lansia yang tinggal di panti jompo. 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Manfaat yang dimaksud adalah manfaat dari segi praktis dan teoritis. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya psikologi klinis dan psikologi sosial. 2) Memperkaya khasanah penelitian psikologi terutama mengenai psychological well-being pada lansia khususnya waria usia dewasa akhir (lansia) yang tinggal di panti jompo. 3) Menjadi bahan masukan yang berguna bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa-mahasiswi psikologi khususnya dalam melihat gambaran kaum waria lansia yang berbeda dengan mayoritas masyarakat yang merupakan heteroseksual dalam menjalani kehidupan. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat :

9 1) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi kepada kaum waria lansia dalam mengahadapi dan menyesuaikan diri pada usia lanjut serta mengenai psychological well-being (kesejahteraan psikologis) yang dapat dirasakan kaum waria di usia lanjut. 2) Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian lainnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai psychological well-being pada waria lansia yang tinggal di panti jompo. 3) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi lembaga yang bergerak dalam bidang kesejahteraan waria lansia dalam mengatasi masalah-masalah pada waria lansia, khusnya yang terkait dengan psychological well-being waria lansia yang tinggal di panti jompo.