PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

I. INFORMASI METEOROLOGI

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

I. INFORMASI METEOROLOGI

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kekeringan Hidrologis

I. INFORMASI METEOROLOGI

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

PENGENALAN DAN PEMANFAATAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah?

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

PENGARUH EL NIÑO 1997 TERHADAP VARIABILITAS MUSIM DI PROVINSI JAWA TIMUR

III. METODE PENELITIAN

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

Analisis Spasial Pengaruh Dinamika Suhu Muka Laut Terhadap Distribusi Curah Hujan di Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN KUDUS JAWA TENGAH MENGGUNAKAN QUANTUM GIS

ACARA IV KLASIFIKASI IKLIM UNTUK BIDANG PERTANIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

ANALISIS SEBARAN SPASIAL IKLIM KLASIFIKASI SCHMIDT-FERGUSON KABUPATEN BANTAENG.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS STATISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI INDONESIA UNTUK EVALUASI PERUBAHAN IKLIM

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE NOVEMBER 2016)

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS CURAH HUJAN DASARIAN III MEI 2017 DI PROVINSI NTB

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG

PROSPEK IKLIM DASARIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Update: 01 Februari 2016

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

TINJAUAN KLIMATOLOGIS KEJADIAN BANJIR DI KOTA PONTIANAK TANGGAL 15 FEBRUARI 2017

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE MARET 2017)

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015

Ringkasan Proyeksi Produksi Minyak Sawit 2017 dari Segi Trend Kondisi Iklim Indonesia

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.2 Latar Belakang Masalah

Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

Transkripsi:

PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA Adi Witono, Lely Q.A, Hendra Sumpena Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN witonoadi@yahoo.com, witono@bdg.lapan.go.id Idung Risdiyanto Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB Bogor INTISARI Telah dilakukan penyusunan system aplikasi spasial kekeringan meteorologi di Indonesia dengan menggunakan metode skoring yang dikembangkan Bert H. Borger tahun 2001. Software aplikasi yang berhasil disusun dengan bahasa pemrograman Visual Basic yang dilengkapi ekstension Map Object dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menganalisa dan sekaligus memetakannya. Diperoleh peta kekeringan meteorologi di Indonesia yang menggambarkan sebaran dan tingkat kekeringan, mulai dari tingkat aman sampai rawan kering. Potensi daerah rawan kekeringan meteorologi umumnya terjadi di lintang selatan antara 6-12 o dengan distribusi mulai dari propinsi Jawa Barat sampai Nusa Tenggara Timur. Bulan kering dengan nilai curah hujan dibawah 100 mm per bulan dapat terjadi antara bulan April-Oktober. Tingkat kekeringan meteorologi di lintang selatan yang dominan berdasarkan metode Bert H. Borger menunjukkan tingkat 5-6 pada interval 0-10 dan digolongkan kering. Luas daerah ini sekitar 11.297.174 Ha atau 6,01 % dari luas wilayah Indonesia. Kejadian bulan kering pada umumnya berlangsung selama 5 bulan atau lebih secara berturut-turut, berlangsung mulai bulan Mei atau Juni dan berakhir sampai bulan Oktober. Kata kunci: kekeringan, meteorologi, software aplikasi I. PENDAHULUAN Kekeringan yang kini melanda beberapa daerah di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh datangnya musim kemarau. Sebab, sejak dulu, kemarau selalu datang bergantian dengan musim hujan, sebagai konsekuensi dari posisi Indonesia sebagai negara tropis. Jika dulu jarang sekali dijumpai kasus kekeringan, mengapa sekarang gejala ini selalu datang dan berulang dari tahun ke tahun? Banyak sekali faktor lain yang terkait di sini, yang kemudian memunculkan kompleksitas masalah sehingga tidak mudah untuk mengatasinya secara tepat dan permanen. Fakta menunjukkan bahwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya (magnitude), baik intensitas, periode ulang, dan lamanya. Karena itu, dampak dan risiko yang ditimbulkan cenderung meningkat menurut ruang (spatial) maupun waktu (temporal). Salah satu upaya yang sangat penting untuk mengantisipasi kekeringan adalah pengenalan wilayah yang rawan terhadap kekeringan. Pengenalan daerah rawan kering merupakan pendekatan strategis yang bertujuan untuk menyusun upaya antisipasi dan penanggulangan kekeringan. Sehingga perlu dibangun suatu perangkat lunak sebagai sistem aplikasi spasial yang dapat memberikan gambaran distribusi dan waktu potensi kejadian kekeringan baik dari data pengamatan maupun data model. Hal ini akan sangat membantu bagi pengambil keputusan untuk menentukan kebijakan. 257

Tujuan dari makalah ini adalah penyusunan sistem aplikasi spasial untuk mengetahui sebaran dan tingkat kekeringan meteorologi di Indonesia secara cepat dan akurat, sedangkan sasarannya adalah tersusunnya sistem aplikasi spasial kekeringan meteorologi di Indonesia. II. TEORI 2.1 Gambaran Sistem 2.1.1. Identifikasi Pengguna Berdasarkan tujuan dari pembuatan software aplikasi, maka pengguna dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pemerintah seperti Deptan sebagai informasi yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan perencanaan pembangunan dan penentuan kebijakan pertanian. 2. Peneliti, informasi dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian lebih lanjut 2.1.2. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan adalah aspek penting dalam penentuan kebutuhan pengguna. Kebutuhan ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Kebutuhan data spasial dalam bentuk peta. Informasi dari peta berupa area atau lokasi dapat di seleksi seperti peta berdasarkan waktu kekeringan dan dapat dibedakan berdasarkan warnanya. 2. Kebutuhan data non spasial dalam bentuk tabel dan grafik. 2.2 Konseptual Desain 2.2.1 Kekeringan Meteorologi Secara Umum Tingkat kekeringan meteorologi dibatasi sebagai suatu periode dengan tiga atau lebih bulan kering berturut-turut yaitu bulan dengan curah hujan kurang dari 100 mm per bulannya dan kurang dari 200 mm per tiga bulannya (Borger, 2001). Perhitungan tingkat kekeringan meteorologi untuk setiap wilayah stasiun hujan diperoleh dengan cara menambahkan skor panjang periode kering (drought length) dan skor jumlah curah hujan per tiga bulan (rainfall for the three month period), yakni dengan mengambil jumlah curah hujan per tiga bulan yang terkecil jika panjang periode kering lebih dari tiga bulan secara berurutan. Kedua dasar perhitungan tersebut, digunakan untuk menentukan nilai tingkat kekeringan (Drought Severity Score) disuatu daerah yaitu 0-10. Interpretasi nilai tingkat kekeringan dan klasifikasi kekeringan dapat dilihat Tabel 1 dan 2. Metode skoring adalah sebagai berikut : Drought Length: < 3 bulan berturut-turut = 0 3 bulan berturut-turut = 1 4 bulan berturut-turut = 3 5 bulan berturut-turut = 5 Rainfall for the Three Month Period: 0-19 mm = 5 20-39 mm = 4 40-59 mm = 3 60-79 mm = 2 80-99 mm = 1 > 99 mm = 0 258

2.2.3. Data Data yang digunakan dalam sistem ini bersumber dari BMG dan Bakosurtanal. Data dikelompokkan ke dalam dua tipe yaitu data spasial dan tabular. Data spasial meliputi peta administrasi dan grid, sedangkan data tabular yaitu data curah hujan bulanan (mm). Tabel 1 : Interpretasi Tingkat Kekeringan (Drought Severity) Bert H. Borger 2001 DS Kemungkinan Identifikasi 0 (0+0) DL< 3 bulan berturut-turut 1 (1+0) DL= 3 bulan berturut-turut dengan RTM 100 mm 2 (1+1) DL= 3 bulan berturut-turut dengan RTM antara 80-99 mm 3 (1+2) (3+0) DL= 3 bulan berturut-turut dengan RTM antara 60-79 mm DL= 4 bulan berturut-turut dengan RTM 100 mm 4 (1+3) DL= 3 bulan berturut-turut dengan RTM antara 40-59 mm (3+1) 5 (1+4) (3+2) (5+0) 6 (1+5) (3+3) (5+1) DL= 4 bulan berturut-turut dengan RTM antara 80-99 mm DL= 3 bulan berturut-turut dengan RTM antara 20-39 mm DL= 4 bulan berturut-turut dengan RTM antara 60-79 mm DL 5 bulan berturut-turut dengan RTM 100 mm DL= 3 bulan berturut-turut dengan RTM antara 0-19 mm DL= 4 bulan berturut-turut dengan RTM antara 40-59 mm DL 5 bulan berturut-turut dengan RTM antara 80-99 mm 7 (3+4) (5+2) DL= 4 bulan berturut-turut dengan RTM antara 20-39 mm DL 5 bulan berturut-turut dengan RTM antara 60-79 mm 8 (3+5) (5+3) DL= 4 bulan berturut-turut dengan RTM antara 0-19 mm DL 5 bulan berturut-turut dengan RTM antara 40-59 mm 9 (5+4) DL 5 bulan berturut-turut dengan RTM antara 20-39 mm 10 (5+5) DL 5 bulan berturut-turut dengan RTM antara 0-19 mm Keterangan : DL = Drought Length, RTM = Rainfall for Three Month Period Tabel 2. Klasifikasi kekeringan berdasarkan tingkat kekeringan Bert H. Borger tahun 2001 2.2.4. Aliran Analisis Spasial (Modeling) Aliran analisis spasial yang digunakan merupakan kombinasi antara analisis spasial dan model numerik dalam kekeringan meteorologi. Beberapa tahapan yang digunakan dalam memproduksi informasi kekeringan meteorologi sebagai berikut: 259

Curah Hujan Interpolasi Curah Hujan per Grid Peta Grid Penentuan Tingkat Kekeringan menggunakan Model Numerik Tingkat Kekeringan Meteorologi per Grid Join Tabel Tingkat Kekeringan Meteorologi Klasifikasi Kelas Kekeringan Meteorologi Peta Administrasi Overlay Kelas Kekeringan Meteorologi per Wilayah Gambar 1. Aliran spasial analisis/modeling penentuan kelas kekeringan meteorology 2.3 Sistem Desain 2.3.1 Database desain Database desain biasanya dibagi dalam tiga aktivitas utama yaitu: 1. Konseptual desain merupakan identifikasidari isi dan gambaran data. 2. Logikal desain merupakan peterjemahan koseptual desain ke dalam data model berdasarkan spesifik software. 3. Fisikal desain merupakan representasi data model berbentuk tabel dalam software. 2.3.2 Aplikasi Desain 2.3.2.1 Fungsi Spasial Analisis Fungsi analisis data spasial terdiri dari seleksi dan manipulasi data spasial. Fungsi seleksi data spasial meliputi operasi yang diperlukan untuk menentukan kumpulan variabel bagian lokasi dari database spasial. Kemampuan ini seperti memperbesar, memperkecil, query dan menampilkan peta. Manipulasi data spasial merupakan semua fungsi operasi untuk membuat data spasial baru. Operasi ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu interpolasi, penggabungan tabel dan overlay). Tabular Database Spasial Database GIS+DBMS Modul Iklim Curah Hujan Modul Batas Peta Peta Administrasi Grid Sumber Air Batas Wilayah Resolusi Spasial Modeling Modul Kekeringan Meteorologi Interface Perintah, Masukan, Luaran (peta, grafik, tabel) Gambar 2. Fungsi spasial analisis 260

2.3.2.2 Interface Desain Interface desain dalam aplikasi ini dibagi menjadi tiga bagian: 1. Desain masukan data untuk data iklim yaitu curah hujan bulanan. 2. Desain spasial modeling yaitu seleksi dan manipulasi data spasial. 3. Desain luaran seperti peta, grafik dan tabel. 2.4. Implementasi Realisasi fisik dari desain databsae dan aplikasi adalah implemnetasi pembangunan aplikasi kekeringan meteorologi. Microsoft Acces sebagai database software digunakan wadah menyimpan data tabular dan Microsoft Visual Basic software yang dilengkapi ektension Map Object dari ESRI digunakan untuk penulisan kode program. III. HASIL 3.1. Software Aplikasi Software aplikasi meliputi database dan interface yang meliputi perintah untuk memasukkan data, modeling dan menampilkan informasi. CH GCH StaNo Lokasi Lintang Bujur CH01 CH02 CH03 CH04 CH05 CH06 CH07 CH08 CH09 CH10 CH11 CH12 Hasil Kekeringan Kode DL Waktu RTM DSI Kode CH01 CH02 CH03 CH04 CH05 CH06 CH07 CH08 CH09 CH10 CH11 CH12 Mempunyai Mempunyai Grid Lintang Bujur Kode Administrasi Kode Kabupaten Nama Kabupaten Seleksi Peta Seleksi Propinsi Tampilan Peta Legend Editor Informasi Koordinat Gambar 3. Software aplikasi yang meliputi database, model proses dan tampilan informasi 261

3.2 Hasil Kekeringan Meteorologi Tabel 3 dan Gambar 4 memperlihatkan luasan dan sebaran potensi kekeringan meteorologi di Indonesia. Tabel 3. Luasan potensi kekeringan meteorologi di Indonesia Kelas Kering Luas (KM2) Luas (Ha) Persentase (%) Basah 1576216 157621641 83.873 Normal 93997 9399703 5.002 Sedikit Kering 64865 6486514 3.452 Kering 112972 11297174 6.011 Sangat Kering 31024 3102415 1.651 Ekstrim Kering 218 21820 0.012 Total 1879292.67 187929267 100 IV. Gambar 4. Sebaran potensi kekeringan meteorologi di Indonesia PEMBAHASAN Sistem dalam progam ini meliputi sub sistem masukan, proses dan luaran. Sub sistem masukan data menggunakan format csv dengan susunan tabel secara berurutan nomor dan nama stasiun, titik koordinat longitude dan latitude, serta nilai hujan bulan Januari sampai Desember. Data akan ditampilkan setelah data dimasukkan dan langsung disimpan ke dalam database sesuai daerah/propinsi yang dipilih. Data tersebut sebagai masukan untuk proses selanjutnya dalam sub sistem proses. Sub sistem proses meliputi interpolasi, penentuan tingkat dan kelas kekeringan serta penggabungan dan overlay peta. Proses interpolasi menggunakan metode Radial Basis yang didasarkan pada nilai jarak dan bobot jarak dari posisi stasiun dengan titik target yang tidak ada datanya dan perlu dilakukan pendugaan. Proses perhitungan untuk menentukan tingkat dan kelas kekeringan dalam sub sistem penentuan tingkat kekeringan mengacu pada metode skoring yang dikembangkan Bert H. Borger yang selanjunya dikelaskan berdasarkan tingkat/indeks kekeringannya. Tabel hasil pengkelasan kekeringan kemudian digabungkan dengan tabel dari peta grid, selanjutnya di overlay dengan data administrasi. Sub sistem luaran berupa informasi kekeringan meteorologi dalam bentuk peta, tabel dan grafik. Berdasarkan hasil pengolahan data hujan insitu diperoleh informasi tentang sifat dan perilaku hujan setiap wilayah. Hasil perhitungan dan klasifikasi tingkat kekeringan menggunakan data hujan rata-rata antara tahun 1971-2000 seluruh Indonesia menunjukkan adanya potensi kekeringan meteorologi. Distribusi tingkat kekeringan secara global di Indonesia dapat dijadikan sebagai masukan awal untuk mengetahui kondisi kering secara lokal atau sektoral. Penyebaran tingkat kekeringan bervariasi, sangat tergantung posisi geografis setiap wilayah. Pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya berdasarkan hasil klasifikasi tingkat 262

kekeringan menunjukkan kecenderungan basah terus-menerus dengan curah hujan rata-rata bulanan diatas 100 mm, hanya beberapa wilayah dengan curah hujan kurang dari 100 mm per bulan dengan periode waktu kurang dari tiga bulan. Hal ini menunjukkan ketiga pulau besar tersebut secara meteorologi cenderung tidak berpotensi kering. Karakter wilayah yang berada disekitar garis katulistiwa dengan intensitas penerimaan radiasi surya yang cukup tinggi, suhu udara rata-rata juga tinggi tidak secara otomatis menggambarkan daerah tersebut menjadi kering, karena curah hujan juga tinggi dengan intensitas yang cukup banyak. Pulau Jawa, Bali, Lombok, dan Timor secara meteorologi mempunyai kecenderungan yang berbeda dengan pulau-pulau besar di Indonesia yaitu berpotensi kering dan sangat kering. Posisi geografis yang berada di lintang selatan antara 6-12 o juga mempunyai peranan penting terhadap potensi terjadinya kering baik secara spasial maupun temporal. Secara spasial penyebaran kekeringan diawali dari pantai utara Jawa Barat hingga propinsi Nusa Tenggara Timur. Semakin kearah timur penyebaran tingkat kekeringan semakin merata dengan variasi kelas cenderung sangat kering dengan nilai curah hujan rata-rata bulanan semakin rendah. Sedangkan secara temporal terjadinya bulan kering semakin lama. Propinsi Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur periode waktu bulan kering berlangsung rata-rata lima bulan atau lebih dengan akumulasi jumlah curah hujan terendah selama tiga bulan berturut-turut kurang dari 100 mm. Sedangkan wilayah Sulawesi dan Maluku bagian utara cenderung tidak berpotensi kering dan bagian selatan cenderung kering. V. KESIMPULAN Software aplikasi yang berhasil menganalisis dan memetakan kekeringan meteorologi di Indonesia dengan yang berpotensi kering dan sangat kering yaitu Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kejadian bulan kering dengan nilai curah hujan kurang dari 100 mm per bulan terjadi antara bulan Mei-Oktober dengan distribusi daerah pantura Jawa Barat hingga Nusa Tenggara Timur. Sedangkan pulau Sumatera Barat, Kalimantan dan Irian Jaya tidak berpotensi terjadi kekeringan. Posisi lintang utara potensi kekeringan lebih rendah dibanding lintang selatan DAFTAR PUSTAKA Borger, Bert H. 2001. Climate Assessment and Drought: The Occurrence and Severity of Droughts in South Sumatra and the El-Nino Southern Oscillation Index in Forest Fire Prevention and Control Project. www.fire.uni-freiburg.de/se_asia/projects/ ffpcp/ffpcp-20-fire Management-Expert-Final-Report.pdf Handoko, 1994. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta Handoko, 2005. Quantitative Modeling of System Dynamics for Natural Resources Management. Bogor Agricultural University. Seameo-Biotrop. Jaya, I Nengah Surati. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Kehutanan. Fahutan IPB. Bogor Nurmayati, Tri, 2003. Analisis Tingkat Kekeringan dan Periode Musim Kemarau pada Saat Normal dan El Nino di Provinsi Riau. Skripsi. GFM IPB. Bogor Turyanti, Ana, 1995. Sebaran Indeks Kekeringan Wilayah Jawa Barat. Skripsi. GFM IPB. Bogor. 263