BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

dokumen-dokumen yang mirip
Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ia tidak merasa sendirian dalam melintasi masa-masa sulit dan. kritis dalam perkembangan kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB BANGUNLAH, BERILAH DIRIMU DIBAPTIS (2)

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

Karunia Karunia Rohani

Sistematika Teologia Ordo Salutis PERPALINGAN PENDALAMAN ALKITAB POS PI AMANAT AGUNG

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

SAUDARA BELAJAR BERJALAN

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS. istilah orang Jawa wong jowo iku nggoning semu artinya orang Jawa itu peka

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

M1 (Menerima) Bacalah Injil Yohanes 11: 1-44 dengan hati yang haus sambil berdoa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

Hari Sabat. Hari Perhentian yang Kudus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

TATA GEREJA PEMBUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri

KRISTUS TURUN DALAM KERAJAAN MAUT

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB I. Pendahuluan UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB IV RAMBU SOLO SEBAGAI TINDAKAN PASTORAL. Merujuk isi kerangka konseptual yang telah diuraikan pada Bab II tulisan

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

Pembaptisan Air. Pengenalan

Bisa. Mengajar. Merupakan Pelayanan

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

UKDW BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus

Ibadah Dalam Pelayanan

Bab 4. Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan

PROFESIONALISME GURU PAK DALAM PERSPEKTIF ALKITAB PERJANJIAN BARU. Yulia Citra

PENGENALAN AKAN ROH KUDUS

PENGINJILAN I. PENTINGNYA VISI DAN MISI PENGINJILAN DALAM GEREJA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Definisi Keselamatan Permulaan Memasuki Keselamatan Akibat-akibat Keselamatan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

Bagaimana Saya Menjadi Sebagian dari Gereja Tuhan

Ringkasan Khotbah 27 April Manusia yang Pertama Kali Menyaksikan Kebangkitan Yesus. Markus 16:9-11. Oleh: Pdt. Elyakin Phang

1. LATAR BELAKANG MASALAH

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Seri Kedewasaan Kristen (6/6)

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

Gereja Membaptis Orang Percaya

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

SAUDARA MEMPUNYAI PENOLONG

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

BUAH-BUAH ROH & KARUNIA ROH KUDUS

Imbuhanpatrick.wordpress.com

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya.

Tata Ibadah Minggu Paskah IV. Minggu, 07 Mei » Berhimpun «

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN

LITURGI BULAN KELUARGA GMIT JEMAAT BET EL OESAPA TENGAH MINGGU, 01 OKTOBER 2017 TEMA: MENJADI KELUARGA YANG MENGGARAMI DAN MENERANGI

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gereja Memberitakan Firman

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus 5:21-43), (2) Yesus membangkitkan seorang anak muda di Nain (Lukas 7:11-17), (3) Yesus membangkitkan Lazarus (Yohanes 11:1-44). Tokoh-tokoh yang hadir dalam ketiga kisah tersebut menggambarkan keadaan psikis mereka: ketakutan, kekuatiran, penolakan, penyesalan, keputusasaan, dan kesedihan. Tetapi dengann kehadiranyesus, dukacita menjadi sukacita dalam kebangkitan. Dampak kehadiran Yesus di dalam ketiga peristiwa tersebut mempertegas pentingnya tindakan pastoral gereja bagi keluarga yang sedang berduka yaitu kehadiran, kepedulian, dan kependampingan. Selain belajar pada konteks Alkitab, gereja juga perlu belajar dari warisan kearifan lokal yang jejaknya masih dapat dilihat pada masa kini. Dengan dua konteks tersebut, gereja dapat memahami bahwa kehadiran mereka berarti menggambarkan kehadiran Kristus di dalam kebudayaan keluarga yang sedang berduka. Dalam hal ini, gereja di Toraja tentu perlu belajar pada Aluk Todolo tentang bagaimana mereka mengelola kedukaan karena kematian. Salah satu makna yang dapat dipetik oleh gereja dari rambu solo adalah penerimaan orang Toraja terhadap realitas kematian sebagai kebahagian puncak 124

dalam siklus hidup orang Toraja. Ekspresi penerimaan terhadap kematian tersebut tertata sedemikian rupa dalam rambu solo. Mereka menghayati dukacita kematian sebagai dukacita bersama. Penghayatan inilah yang mendorong terbentuknya kumpulan massa yang besar dalam rambu solo. Dengan penghayatan ini pula, rambu solo hendaknya menjadi kesempatan bagi gereja untuk mengelola secara kreatif dan efektif dukacita yang dialami oleh jemaat sehingga rambu solo yang dilaksanakan tidak terkesan hanya dilaksanakan secara normatif. Gereja di Toraja secara hendaknya menggunakan rambu solo secara kreatif dan kritis untuk memperkaya penatalayanannya sehubungan dengan kedukaan yang dialami oleh jemaat. Sampai sejauh ini, rambu solo hanya dipahami sebagai upacara pemakaman orang mati. Rambu solo belum dimaknai sebagai tindakan pastoral untuk orang yang hidup yaitu sebagai bentuk pendampingan kepada keluarga yang berduka. Gereja perlu menafsir ulang (reinterpretasi) dan menghidupkan/membangkitkan kembali (revitalisasi) makna dan aspek pastoral yang begitu kental dalam setiap tahapan ritus rambu solo Aluk Todolo. Dengan kedua sikap ini, penulis yakin bahwa tradisi rambu solo Kristen yang selama ini dianggap liar, pemborosan, ajang prestise dan prestasi, dapat kembali diarahkan pada tujuan semula yakni sebagai wadah keluarga untuk saling mendampingi ketika terjadi kedukaan. Rambu solo sebagai tindakan pastoral haruslah dimaknai sebagai penegasan ulang iman dan pengharapan jemaat kepada Kristus. Sebuah pemberitahuan penerimaan realitas kematian dan perasaan-perasaan yang dalam serta kepercayaan terhadap kebenaran-kebenaran yang memberi makna tentang 125

hidup kekal. Dengan demikian rambu solo tidak hanya sekedar wadah pertemuan keluarga tetapi sekaligus juga bermakna sebagai wadah pertumbuhan kecerdasan spiritualitas jemaat. Memandangrambu solo sebagai wadah pertumbuhan kecerdasan spitualitas jemaat berarti menjadikan rambu solo berfungsi mengeksplorasi makna, nilai, tujuan individu dan organisasi. Dengan rambu solo gereja dapat menanamkan dan membangun nilai-nilai kebajikan, kepedulian terhadap sesama, serta tanggungjawab sosial; membangun pribadi yang memiliki fondasi kehidupan, kerangka moral, spirit, etos kerja; membangkitkan kesadaran yang mendalam tentang hidup jemaat dan mendorongnya ke arah transformasi diri menuju tujuan dan arah hidup yang sejati. Pelaksanaan rambu solo dewasa ini yang terkesan jauh dari keteduhan sebuah upacara pemakaman yang sakral hendaknya perlu ditata ulang oleh gereja. Gereja, dalam hal ini pendeta bersama dengan majelis jemaat, perlu berpartisipasi aktif untuk menata kembali upacara pemakaman sehingga aspek-aspek pastoral kembali mewarnai pelaksanaan rambu solo yang dilaksanakan oleh jemaat. Dengan demikian kehadiran gereja dalam rambu solo tidaklah hanya berfungsi untuk memimpin kebaktian penghiburan. Memandang rambu solo sebagai tindakan pastoral berarti terus menerus membimbing jemaat untuk dapat melaksanakan rambu solo dengan semangat injili : tidak lagi berorientasi pada masa lampau, tetapi kepada masa depan; beralih dari sikap yang eksklusif ke sikap yang inklusif; berpindah dari yang bersifat jasmani ke yang bersifat rohani; dari yang kelihatan ke yang tak kelihatan; dari yang lahiriah ke yang batiniah; dari yang ritual ke yang etis; dari 126

Hukum ke Injil; dari sikap yang mengandalkan diri ke sikap penyerahan sepenuhnya pada pimpinan Allah. Pandangan yang selama ini dialamatkan, orang Toraja hidup untuk mati, hendaknya dapat dikelola sedemikian rupa. Pengelolaan yang dimaksud adalah gereja senantiasa mendampingi warganya untuk berfikir tentang penyebarluasan Kerajaan Allah. Mengupacarakan orang tua dan kerabat yang dicintai memang penting. Namun berfikir tentang bagaimana melaksanakan rambu solo dalam terang Injil Kristus adalah jauh lebih penting. Pemberitaan tentang Kerajaan Allah hendaknya pula terjadi dalam rambu solo (Lukas 9:60b). Tidak hanya lewat kebaktian penghiburan tetapi lewat partisipasi aktif pendeta dan majelis jemaat dari sejak kematian itu terjadi sampai sesudah penguburan. Dengan demikian ketujuh fungsi tindakan pastoral diharapkan dapat mengutuhkan kembali kehidupan holistik warga jemaat. 5.2. Saran-saran 1. Gereja Toraja perlu memperhatikan pengembangan liturgy pemakaman yang holistik yang memperhatikan aspek tindakan pastoral. 2. Gereja perlu meningkatan SDM para pelayan (pendeta, penatua, dan diaken) termasuk para pemangku adat setempat. 3. Tulisan dalam tesis ini belumlah lengkap. Oleh sebab itu penulis berharap para pegiat teologi kontekstual di Toraja terus mengembangkan pikiran dasar tesis ini. 127

128