BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial


BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengirim pesan kepada penerima. Komunikasi merupakan aspek. pencapaian kesembuhan pasien (Siti Fatmawati, 2009:1)

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

Interaksi yang dilakukan perawat menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH DINAS KESEHATAN. Jl. Piere Tendean No. 24 Telp , fax Semarang, 50131

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi adalah pandangan maupun kemampuan individu untuk

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

MODUL STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI DENGAR OLEH ANNISETYA ROBERTHA M. BATE

BAB II TINJAUAN TEORI

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB 2. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti. kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare,

BUKU PANDUAN LABORATORIUM KEPERAWATAN JIWA I

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan. penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Keterampilan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa simbol-simbol (berdasarkan

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis,

NURSE-CLIENT RELATIONSHIP

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti, yang dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan (Mundakir, 2006). Komunikasi adalah penyampaian informasi verbal dan non verbal untuk mencapai kesamaan pengertian dari pengirim informasi kepada penerima, sehingga menimbulkan tingkah laku yang diinginkan oleh pengirim dan penerima informasi (Purwanto & Riyadi, 2009). Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal, symbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan untuk perubahan aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. 2.1.2 Fungsi Komunikasi Fungsi komunikasi sangat luas dan menyentuh banyak aspek kehidupan. Ada beberapa fungsi komunikasi yaitu :

a. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, proses, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain. b. Sosialisasi Fungsi sosialisasi sangat efektif bila dilakukan dengan pendekatan yang tepat baik secara langsung maupun secara tidak langsung. c. Motivasi Berfungsi sebagai penggerak semangat, pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh komunikator. d. Pendidikan Proses pengalihan (transformasi) ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif. e. Integrasi Adanya kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi dan pesan yang dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, berperilaku dan berpola fikir sebagai sarana untuk menghargai dan memahami pandangan orang lain dalam berkomunikasi (Munkadir, 2006).

2.1.3 Jenis Komunikasi Berdasarkan bentuk komunikasi antar individu, komunikasi dapat dibedakan atas dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. a. Komunikasi verbal, merupakan pertukaran informasi dengan menggunakan kata kata, baik dalam bentuk lisan maupan tertulis. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa, contoh penggunaan komunikasi verbal adalah ketika perawat memberikan penjelasan kepada pasien. b. Komunikasi nonverbal, merupakan pertukaran informasi tanpa penggunaan bahasa atau kata kata. Komunikasi nonverbal disebut juga bahasa tubuh (body language). Informasi dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti penggunaan sentuhan, kontak mata, ekspresi wajah, postur, kontak mata, gerak tubuh, posisi tubuh, kondisi fisik umum, gaya berpakaian, suara, dan kondisi diam (Tamsuri, 2005). 2.2 Komunikasi Dalam Keperawatan Jiwa Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik, yang merupakan komunikasi yang dilakukan perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan terapi untuk proses penyembuhan pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, dan menghargai keunikan pasien (Nurhasanah, 2009).

2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan untuk kesembuhan pasien (Mundakir,2006). Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal dan pengalaman emosional bagi pasien untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien (Struart & Sundeen, 1998). 2.2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada perkembangan pasien yang meliputi : a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran mempertahankan egonya. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfial dan saling bergantung dengan orang lain dan mandiri. Melalui komunikasi terapeutik pasien diharapkan dapat belajar menerima dan diterima orang lain. c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realities, terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.

d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin.melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu pasien meningkatkan indentitas diri yang jelas (Suryani, 2005). 2.2.3 Fase-Fase Dalam Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dalam melaksanakan komunikasi terapeutik perawat mempunyai empat fase komunikasi, yang setiap fase mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat fase tersebut yaitu fase preinteraksi, orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi. Adapun tugas-tugas yang harus diselesaikan pada tiap fase adalah sebagai berikut : a. Fase Preinteraksi Merupakan fase persiapan sebelum terjadi kontak pertama antara perawat dan pasien. Pada fase ini perawat harus mengeksplorasi diri terhadap perasaan perasaan diri seperti ansietas, ketakutan dan keraguan. Tugas perawat dalam fase ini adalah mengumpulkan informasi tentang pasien dan mengeksplorasikan perasaan diri. b. Fase Orientasi Pada fase orientasi, perawat dan pasien pertama kali bertemu. Pada fase ini, penting bagi perawat untuk memperkenalkan dirinya dengan menggunakan nama, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam membina hubungan perawat dengan pasien, kunci utama adalah terbinanya hubungan saling percaya, adanya komunikasi terbuka, memahami penerimaan dan merumuskan

kontrak. Tugas perawat dalam tahapan ini adalah mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan, mengalisis kekuatan dan kelemahan diri, mengumpulakan data tentang pasien, serta merencanakan pertemuan. c. Fase Kerja Merupakan fase dimana kerjasama terapeutik perawat dengan pasien paling banyak dilakukan. Tugas perawat pada fase ini adalah memenuhi kebutuhan atau mengembangkan pola pola adaptif pasien serta melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan pada tahap preinteraksi. Tahap kerja adalah inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik, karena didalamnya perawat dituntut membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons atau pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien. d. Fase Terminasi Merupakan tahap perpisahan dimana perawat akan mengakhiri interaksinya dengan pasien, tahap ini bersifat sementara maupun menetap. Terminasi adalah satu tahap yang sulit tapi sangat penting dari hubungan terapeutik karena rasa percaya dan hubungan intim antara perawat dan pasien telah berlangsung optimal. Fase ini untuk merubah perasaan dan mengevaluasi kemajuan pasien (Tamsuri, 2005).

2.2.4 Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik Sikap merupakan suatu predisposisi umum untuk berespons atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif serta diperlukan penilaian positif, negatif dan netral tanpa reaksi afektif (Maramis, 2006) Perawat hadir secara utuh baik fisik maupun psikologis pada waktu berkomunikasi dengan pasien. Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi (Mundakir, 2006). Haber J. (1982) dikutip Suryani (2005) mengidentifikasikan lima sikap atau cara menghadirkan diri secara fisik, yaitu : a. Berhadapan Berhadapan artinya menghadap pasien dengan jujur dan terbuka yaitu sikap tubuh dan wajah menghadap ke pasien. Artinya dari posisi ini adalah saya siap membantu anda. b. Mempertahankan kontak mata Kontak mata menunjukkan bahwa perawat mendengar dan memperhatikan pasien. Kontak mata pada level yang sama atau sejajar berarti menghargai dan menyatakan keinginan untuk nyaman bagi tetap berkomunikasi. Sikap ini juga dapat menciptakan perasaan nyaman bagi pasien.

c. Membungkuk ke arah pasien Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu yang dialami pasien. Posisi ini juga menunjukkan bahwa perawat merespon dan perhatian pada pasien untuk membantu pasien. d. Mempertahankan sikap terbuka Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi. Sikap terbuka perawat akan meningkatkan kepercayaan pasien pada perawat atau petugas kesehatan lainnya. e. Tetap rileks Menciptakan lingkungan yang nyaman, rileks, dan menjaga privasi pasien sangat penting dalam membantu pasien untuk membuka diri. Sikap ini dapat mengontrol kesimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam berespons terhadap pasien. 2.2.5 Tehnik Dalam Komunikasi Terapeutik Dalam menanggapi pesan yang disampaikan pasien, ada beberapa tehnik komunikasi yang perlu dilakukan perawat sebagai berikut : a. Mendengarkan Merupakan proses aktif menerima informasi dan mempelajari respons seseorang terhadap pesan yang diterima. Dengan mendengarkan perawat mengetahui perasaan pasien, memberikan kesempatan lebih banyak pada

pasien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bila apa yang disampaikan pasien perlu diluruskan. b. Pertanyaan terbuka Memberikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dan perawat dapat memberikan dorongan pasien untuk menyelesaikan topik yang akan dibicarakan. c. Mengulang Mengulang pokok pikiran utama yang diekspresikan pasien dengan menggunakan kata kata sendiri. d. Klarifikasi Berupaya untuk menjelaskan kedalam kata kata idea atau pikiran pasien yang tidak jelas, atau meminta pasien untuk menjelaskan kembali. e. Refleksi Mengulang kembali apa yang dibicarakan pasien. f. Pemusatan Pertanyaan yang membantu pasien untuk meluaskan topik pembicaraan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan fokus pada realita.

g. Berbagi persepsi Meminta pendapat pasien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan atau sebaliknya. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberikan informasi. h. Pengindentifikasian tema Menyatakan isu atau masalah pokok yang terjadi berulang kali. i. Diam Tidak ada komunikasi verbal, memberikan kesempatan pasien untuk mengutarakan pikirannya. j. Humor Pengeluaran energi melalui lelucon atau nada bercanda (Stuart & Sundeen, 1998). 2.2.6 Prinsip-Prinsip Dalam Komunikasi Terapeutik Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam mempertahankan hubungan terapeutik : 1. Hubungan terapeutik perawat dengan pasien yang saling menguntungkan. Hubungan perawat dengan pasien tidak hanya sekedar penolong tetapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat. 2. Perawat harus menghargai keunikan pasien, tiap individu mempunyai karakter yang berbeda beda, karena itu perawat perlu memahami perilaku pasien dengan melihat latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.

3. Komunikasi yang dilakukan dapat menjaga harga diri pemberi atau penerima pesan, sehingga perawat mampu menjaga harga diri dirinya sendiri dan harga diri pasien. 4. Menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus tercapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah, dengan membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien adalah kunci dari komunikasi terapeutik (Suryani, 2005). 2.2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Setiap orang mempunyai sifat yang unik dan masing-masing dapat membuat penafsiran dari pesan komunikasi yang dilakukan. Perbedaan penafsiran yang disebabkan beberapa hal dapat mengganggu jalannya komunikasi yang efektif ( Mundakir, 2006). Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. b. Nilai Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku, sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat berusaha untuk mengetahui

dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan pasien. c. Emosi Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. d. Latar belakang sosial budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Latar belakang sosial budaya akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun paling tidak dijadikan pegangan bagi perawat dalam bertutur kata, bersikap, dan melangkah dalam berkomunikasi dengan pasien. e. Pengetahuan Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit berespon terhadap pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien. f. Peran dan hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan diantara orang yang berkomunikasi. Cara berkomunikasi seseorang perawat dengan koleganya

dengan cara berkomunikasi seorang perawat kepada pasien akan berbeda tergantung perannya. Kemajuan hubungan perawat-pasien adalah bila hubungan tersebut saling menguntungkan dalam menjalin ide dan perasaannya. g. Lingkungan Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan (Damaiyanti, 2008). 2.3 Peran Komunikasi Dalam Keperawatan 2.3.1 Fungsi Perawat Dalam Keperawatan Jiwa Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan tidak langsung yang berkualitas untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stress yang dialami dan bersifat terapeutik (Dalami, 2010). Empat faktor utama yang membantu untuk menentukan tingkat fungsi dan jenis aktivitas yang melibatkan perawat jiwa : a. Legislasi praktek perawat b. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman kerja dan status sertifikasi c. Tatanan praktek perawat d. Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat (Stuart & Sundeen, 1998).

2.3.2 Peran Komunikasi Dalam Keperawatan Komunikasi dalam keperawatan adalah suatu proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien, keluarga pasien, maupun tim kesehatan lain untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan pasien (Dalami, 2010). Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik, merupakan komunikasi yang dilakukan perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan terapi untuk proses penyembuhan pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, dan menghargai keunikan pasien (Nurhasanah, 2009). 2.3.3 Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran a. Pengkajian Keperawatan 1. Faktor Predisposisi a) Faktor biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realitas. Gejala yang mungkin muncul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan munculnya perilaku menarik diri.

b) Faktor psikologis Keluarga pengasuh dan lingkungan pasien sangat mempengaruhi respon psikologis pasien sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan pasien. c) Faktor sosial budaya Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan atau kerusuhan) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis dan tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. d) Faktor genetik adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami skizofrenia dan kembar kromoson. 2. Perilaku Mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi pasien dengan mengkaji isi halusinasi, waktu halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi penyebab halusinasi serta respons pasien. 3. Status emosi Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, serta kecemasan atau panik. 4. Status sosial Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.

b. Diagnosa Keperawatan Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran c. Intervensi Keperawatan 1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi: 1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya 2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya 3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal b. Tindakan Keperawatan a. Membantu pasien mengenali halusinasi Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat melakukannya cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul. b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat melatih pasien dengan empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi: a) Menghardik halusinasi b) Bercakap-cakap dengan orang lain c) Melakukan aktivitas yang terjadwal d) Menggunakan obat secara teratur.

d. Implementasi Keperawatan 1. Melatih Pasien Menghardik Halusinasi Pasien dilatih dengan cara menolak halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Tahapan tindakan meliputi: a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi b) Memperagakan cara menghardik c) Meminta pasien memperagakan ulang d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien 2. Melatih Bercakap-cakap dengan Orang Lain Ketika pasien bercakap- cakap dengan orang lain maka terjadi distraks, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. 3. Melatih Pasien Beraktivitas Secara Terjadwal Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara

beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. 4. Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara Teratur Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai denagn program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat: a) Menjelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa b) Menjelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program c) Menjelaskan akibat bila putus obat d) Menjelaskan cara mendapatkan obat/berobat e) Menjelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis. (Purba dkk, 2011).

Adapun strategi pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran sebagai berikut: Tabel 2.1 Strategi Pertemuan pada Pasien Halusinasi pendengaran No. Kemampuan Pasien SP 1 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 2. Mengidentifikasi isi halusinasi 3. Mengidentifikasi waktu halusinasi 4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi 6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi 7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi 8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian SP 2 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 3 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan di rumah sakit 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 4

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian e. Evaluasi Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah perawat lakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Pasien mempercayai perawat sebagai terapis, ditandai dengan: a) Pasien mau menerima anda sebagai perawatnya b) Pasien mau menceritakan masalah yang ia hadapi kepada perawat, bahkan hal-hal yang selama ini dianggap rahasia untuk orang lain c) Pasien mau bekerja sama dengan perawat, setiap program yang perawat tawarkan ditaati oleh pasien 2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan maslah yang harus ditaati, ditandai dengan: a) Pasien mengungkapkan isi halusinasinya yang dialaminya b) Pasien menjelaskan waktu, dan frekuensi halusinasi yang dialaminya c) Pasien menjelaskan situasi yang mencetus halusinasi d) Pasien menjelaskan bahwa ia akan berusaha mengatasi halusinasi yang dialaminya

3. Pasien dapat mengontrol halusinasi, ditandai dengan: a) Pasien mampu memperagakan empat cara mengontrol halusinasi b) Pasien menerapkan empat cara mengontrol halusinasi (Purba dkk, 2011).