JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2014, VOL. 1, NO. 4, 17-21

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1

Hubungan Masa Kosong dengan Produktivitas pada Sapi Perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG

POTENSI KERUGIAN FINANSIAL AKIBAT ABNORMALITAS SELANG BERANAK PADA USAHA TERNAK SAPI PERAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

PENGARUH FASE KELAHIRAN TERHADAP DAYS OPEN DAN CALVING INTERVAL PADA TERNAK SAPI PERAH

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

EVALUASI REPRODUKSI SAPI PERAH PFH PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD TANI MAKMUR KECAMATAN SENDURO KABUPATEN LUMAJANG

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin... Afghan Arif Arandi

Produksi Susu Dan Performa Reproduksi Sapi Perah Pada Berbagai Paritas

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan antara paritas, lingkar dada dan umur

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

TAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERAH PADA BERBAGAI PARITAS DI WILAYAH KUD BATU

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

TAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERAH PADA BERBAGAI PARITAS DI DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TENAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE DENGAN

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) PADA BERBAGAI PARITAS DAN BULAN LAKTASI DI KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA

RELATIONSHIP OF DAYS OPEN AND SERVICE PER CONCEPTION WITH MILK PRODUCTION AND MILK QUALITY FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBRED (PFH) COWS AT JABUNG

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

TAMPILAN REPRODUKSI SAPI Friesian Holstein PADA BERBAGAI PARITAS DI KOPERASI AGRONIAGA DESA GADING KEMBAR KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Pengaruh Umur Beranak Pertama Terhadap Performa Produksi Susu Sapi Friesian Holstein di BBPTU-HPT Baturraden

PENGARUH MASA LAKTASI, MASA KERING, MASA KOSONG DAN SELANG BERANAK PADA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT SP CIKOLE, LEMBANG

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2015, VOL. 15, NO. 1

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

Kajian Produktivitas Sapi Madura Study On Madura Cattle Productivity

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

PENAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BALAI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI PERAH CIKOLE, LEMBANG

MILK PRODUCTION CURVE MODEL ON FIRST AND SECOND LACTATION IN FRIESIAN HOLSTEIN COWS AT PT.ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN

Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR

disusun oleh: Willyan Djaja

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam anggota KPBS Pangalengan dan memiliki sapi perah produktif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

Kajian Produktivitas Sapi Madura (Study on Productivity of Madura Cattle)

TAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERAH PADA BERBAGAI PARITAS DI DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

Hubungan Paritas, Lingkar Dada dan Umur Kebuntingan dengan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein di BBPTU-HPT Baturraden

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

Transkripsi:

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2014, VOL. 1, NO. 4, 17-21 Studi AsosiasiAntara Masa Kosong (Days Open) Terhadap Produksi Susu dan Kerugian Ekonomi Pada Peternakan Sapi Perah Di Kabupaten Garut (Association Study Of Days Open On Milk Production And Its Implication on Economic Losses of Dairy Cattle in Garut Regency) Rangga Setiawan, Kundrat Hidajat, Dwi Cipto Budinuryanto Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran E-mail: rangga.setiawan@unpad.ac.id Abstrak Masa kosong merupakan indikator utama kebehasilan usaha sapi perah yang sangat terkait pada pendapatan peternak. Tingkat pendapatan yang berhubungan dengan masa kosong dapat berasal dari jumlah perkawinan yang menghasilkan kebuntingan, kesehatan serta produksi susu. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui asosiasi masa kosong terhadap produksi susu yang efek selanjutnya terhadap pendapatan yang diperoleh peternak. Metode yang digunakan berupa survey pada 49 ekor sapi perah yang berada pada fase laktasi kedua. Hasil penelitian menunjukan bahwa masa kosong berasosiasi dengan produksi susu dengan nilai R 2 = 14%, dimana masa kosong yang memberikan produksi susu paling rendah yaitu pada masa kosong 6,63 bulan atau 199 hari. Selanjutnya, berdasarkan analisis ekonomi, peternak harus mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp. 6.211,57 per hari masa kosong. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pertambahan masa kosong berasosiasi dengan penurunan produksi susu dan meningkatkan biaya produksi. Kata kunci: Masa kosong, produksi susu, kerugian ekonomi, asosiasi Abstract Days open is one of the important factors in determining the successfulness of dairy farm due to the relatedness to the revenue. The revenue related to the days open could be from the number of service per conceptions, the occurrence of diseases, and milk production. The aims of this research were to figure out the association of days open on the milk production and the implication on the farmer revenue. The method used surveys on the second lactations of the 49 dairy cows. The results show that days open has an association with milk production, wherein 6,63 months or 199 days open related to the lowest milk production level. Furthermore, the farmer has to spend Rp. 6.211,57 per a day of days open. In conclusion, the increasing of days open has an association with the decreasing of milk production and increases the production cost of dairy farm. Keywords: Days open, milk production, economic losses, association Pendahuluan Peningkatan produksi susu dapat ditingkatkan salah satunya melalui tata laksana reproduksi yang baik, karena reproduksi adalah satu fase yang harus dilewati sebelum sapi memproduksi susu. Tata laksana reproduksi penting dalam keberhasilan usaha sapi perah adalah masa kosong (days open). Masa kosong bervariasi pada setiap sapi tergantung pada kondisi biologis sapi itu sendiri dan keadaan lingkungan. Menurut Pszczola et al (2009) masa kosong sapi perah bergantung pada musim, dimana masa kosong terpanjang terjadi pada musim gugur dan masa kosong terpendek pada musim semi. Penjelasan mengenai variasi masa kosong tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembaban pada setiap musim yang mempengaruhi fisiologis tubuh sapi itu sendiri. Hal tersebut mungkin sama terjadi pada daerah tropis walaupun hanya mempunyai dua musim, namun perbedaan suhu dan kelembaban pada kedua musim tersebut dapat mempengaruhi fisiologis tubuh sapi. Hubungan masa kosong terhadap produksi susu dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis, terutama level hormonal di dalam tubuh pada saat berahi. Days open yang panjang akan meningkatkan jumlah kemunculan berahi yang mana kemunculan berahi tersebut menyebabkan fluktuasi level hormonal. Lopez et al. (2004) meneliti bahwa sapi-sapi yang sedang berahi mempunyai level estrogen yang tinggi dan cenderung mengalami penurunan nafsu makan. Lebih lanjut Akdag et al. (2010) menyatakan bahwa produksi susu selama estrus mengalami penurunan sebanyak 1 kg. Hal tersebut menegaskan bahwa keberadaan hormon estrogen selama berahi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan yang berimplikasi pada penurunan produksi susu. Masa kosong yang ideal berkisar antara 85 115 hari (Izquierdo et al. 2008). Semakin panjang periode masa kosong semakin sering siklus estrus terjadi. Efek lanjut selain kerugian akibat penurunan produksi susu, peternak juga akan dirugikan akibat pengeluaran biaya ekstra pemeliharaan, serta 17

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2014, VOL. 1, NO. 4,17-21 kesempatan untuk memperoleh pedet menjadi semakin lama. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mencari hubungan antara masa kosong dan produksi susu serta berapa kerugian peternak akibat masa kosong yang panjang. Materi dan Metode Metode penelitian yang digunakan adalah survey.materi penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari KUDM Bayongbong, Kab. Garut, Jawa Barat Materi tersebut divalidasi dengan penyebaran kuisioner ke peternak yang dipilih secara acak. Data sekunder yang dikoleksi meliputi data masa kosong, produksi susu, tanggal beranak, tanggal inseminasi yang menghasilkan kebuntingan, informasi harga pakan, informasi pelayanan inseminasi, dan informasi harga pelayanan kesehatan. Data induk sapi tersebut berasal dari data induk yang beranak dari tahun 2000 sampai dengan 2010. Jumlah sapi yang dijadikan sebagai sampel penelitian berjumlah 49 ekor yang ada pada laktasi kedua. Faktor lingkungan seperti pakan mengikuti standar pemeliharaan di KUDM Bayongbong. Analisis Statistik Analisis asosiasi antara masa kosong dan produksi susu dianalisis dengan menggunakan analisis polinomial dengan model matematik yang terdiri dari model linier, kuadratik, dan kubik (Steel and Torrie, 1997) : Linier : Y i = b 0 + b 1 X + e 1 Kuadratik : Y i = b 0 + b 1 X + b 2 X 2 + e 1 Kubik : Y i = b 0 + b 1 X + b 2 X 2 + b 3 X 3 + e 1 Keterangan : Y i : Produksi susu pada catatan ke-i (liter) b 0 : intersep b 1, b 2, b 3 : koefisien regresi parsial X : masa kosong (hari) e : galat Model yang memiliki nilai R 2 tertinggi dipilih untuk menganalisa data. Apabila terdapat nilai R 2 yang sama maka dipilih model yang sederhana (Atabany dkk. 2011). Data produksi susu yang diperoleh diestimasi dengan menggunakan model Test Interval Method (TIM) (Atabany dkk. 2011). Adapun model matematiknya adalah sebagai berikut : Ye = d/2 (Y 1 + Y 2 ) Keterangan: Ye = Produksi susu estimasi d = Selang hari pemerahan Y 1 dengan Y 2 Y 1 = Pemerahan pertama Y 2 = Pemerahan kedua Produksi susu dikoreksikan ke 305 hari pemerahan. Menurut Hardjosubroto (1994) faktor koreksi untuk panjang laktasi 305 308 hari adalah 1,0; panjang laktasi < 305 adalah > 1,0; sedangkan panjang laktasi > 305 hari adalah < 1,0. Peubah yang diamati Peubah yang diamati meliputi masa kosong, produksi susu, service per conception (kawin yang menghasilkan kebuntingan), dan umur beranak. Untuk menganalisa kerugian ekonomi akibat masa kosong, beberapa biaya produksi selama masa kosong diperhitungkan seperti biaya pakan, biaya pelayanan koperasi (inseminasi dan pelayanan kesehatan). Sedangkan biaya produksi selama masa laktasi tidak dimasukan dalam perhitungan karena biaya tersebut diasumsikan tetap. Hasil dan Pembahasan Masa Kosong Sapi Perah Berdasarkan data yang diperoleh, sebaran masa kosong tersaji pada Ilustrasi 1. Rata-rata masa kosong sapi perah pada laktasi kedua adalah 3,6±1,7 bulan atau 108±51 hari. Sapi di KUDM Bayongbong memiliki masa kosong yang cukup baik. Berdasarkan Murray (2009) masa kosong sapi perah yang ideal berkisar antara 100-120 hari, dan memerlukan perbaikan manajemen apabila masa kosong lebih dari 120 hari. Sebaran Masa Kosong Jumlah (ekor) Ilustrasi 1. Sebaran Masa Kosong Masa Kosong (Bulan) 18

Setiawan, R., dkk., Studi Asosiasi Masa Kosong Tabel 1. Rataan Produksi Susu Berdasarkan Umur pada Laktasi Kedua Umur Beranak (Bulan) n Maks (Liter) Min (Liter) Rataan Produksi Susu 305 (Liter) 36-41 46 6478,20 2981,38 4560,78 42-47 3 4316,51 3484,32 3858,50 48-53 - - Rataan 4209,64 Masa kosong dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kesehatan, nutrisi, dan tata laksana pemeliharaan. Bahonar et al (2009) menyatakan bahwa dystocia, retained placenta, infeksi uterus, dan cystic ovarian disease merupakan penyakit reproduksi yang dapat memperpanjang masa kosong. Sementara Cordova-Izquierdo et al. (2008) menambahkan bahwa jenis kelamin pedet yang dilahirkan berpengaruh pada masa kosong, dimana sapi yang melahirkan pedet jantan mempunyai masa kosong lebih pendek dari pada pedet betina yaitu 132,56 hari berbanding 143,69 hari. Namun pada penelitian ini, variasi masa kosong disebabkan oleh masa tunggu perkawinan / inseminasi yang berbedabeda. Beberapa peternak berpendapat bahwa menginseminasi pada bulan kedua atau ketiga setelah melahirkan, dimana produksi susu tinggi akan menurunkan produksi susu, sehingga peternak memilih untuk menunda inseminasi guna mempertahankan produksi susu. Efek dari penundaan tersebut menyebabkan masa kosong menjadi lebih lama. Karena keterbatasan peneliti, penjelasan secara fisiologis mengenai hal tersebut masih kurang, namun dapat diasumsikan bahwa penurunan produksi susu tersebut mungkin akibat gangguan stress selama diinseminasi dan penurunan nafsu makan selama waktu berahi. Produksi Susu Pada Laktasi Kedua Secara keseluruhan rataan produksi susu 305 hari di KUDM Bayongbong sebesar 4209,64 liter per ekor pada laktasi kedua. Lebih detail, produksi susu tertinggi pada sapi umur beranak 36-41 bulan sebesar 6478,20 liter dan terendah sebesar 4316,51 liter, sedangkan pada umur 42-47 bulan produksi susu tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 4316,51 dan 3484,32 liter (Tabel 1). Tingkat produksi susu tersebut pada penelitian ini lebih rendah dari produksi susu Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturaden dengan rataan sebesar 4891,84 liter pada laktasi yang sama (Atabany, dkk. 2008). Menurut VanRaden et al. (2006), produksi susu pada laktasi kedua rata-rata sebesar 10.701 kg. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat produksi susu, namun yang paling utama adalah faktor nutrisi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa defisiensi zat nutrisi tertentu berasosiasi dengan produksi susu yang rendah, seperti defisiensi mineral zinc, copper, selenium (Ackland and Michalczyk. 2006; Wichtel, 1998; Flavio et al. 2007). Data dan kandungan nutrisi untuk setiap ternak sapi sangat sulit untuk diperoleh, namun peternak di KUDM Bayongbong umumnya memberi hijauan sebagai pakan utama dan beberapa yang mengkombinasikannya dengan ampas tahu atau konsentrat, sehingga terdapat variasi produksi susu. Asosiasi Masa Kosong dan Produksi Susu Hubungan masa kosong dan produksi susu mengikuti persamaan matematik polinomial y = 48,60x 2 643,5x + 6057 (Ilustrasi 2). Persamaan kuadratik atau polinomial tersebut dipilih sebagai model terbaik untuk menggambarkan hubungan masa kosong dengan produksi susu, karena nilai R 2 pada persamaan tersebut nilai paling tinggi apabila dibandingkan dengan persamaan lain seperti linear, exponential, dan logaritmik. Walaupun nilai R 2 pada penelitian ini sangat kecil (14,7%), namun nilai tersebut menggambarkan bahwa masa kosong berpengaruh sebesar 14,7% pada produksi susu. Nilai tersebut sangat normal mengingat banyak faktor diluar masa kosong yang juga dapat berpengaruh pada produksi susu. Berdasarkan kurva polinomial tersebut, terjadi penurunan produksi susu 305 hari akibat pertambahan masa kosong. Hal ini sejalan dengan penelitian Atil (1999) yang menjelaskan bahwa hubungan masa kosong dan produksi susu mengikuti secara polinomial dan berpengaruh nyata terhadap produksi susu. Produksi susu 305 hari terendah terjadi pada masa kosong 6,63 bulan atau 199 hari dengan rata-rata penurunan produksi susu 5,22 liter per hari pada selang 31 199 hari. Atabany, dkk. (2008) melaporkan bahwa terjadi penurunan produksi susu sebesar 26,15 kg per hari pada standar laktasi 305 hari akibat pertambahan satu hari masa kosong. 19

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2014, VOL. 1, NO. 4,17-21 Masa kosong pada selang 31 199 hari menyebakan penurunan produksi susu. Hal ini disebabkan karena semakin lama masa kosong pada selang hari tersebut maka frekuensi siklus estrus akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian Akdag et al. (2010) bahwa terdapat perbedaan produksi susu sebesar satu kilogram antara saat berahi dan tidak. Penjelasan mengenai penurunan produksi susu selama estrus dapat disebabkan oleh level hormon estrogen yang relatif tinggi baik pada air susu maupun dalam darah, serta dapat juga disebabkan oleh penurunan feed intake (Walton and King, 1986; Lopez et al., 2004). Akan tetapi peningkatan produksi susu terjadi setelah hari ke-199. Titik balik berupa sedikit peningkatan produksi susu tersebut mungkin disebabkan sapi-sapi yang memiliki masa kosong lebih dari 199 hari telah memiliki daya resistensi terhadap penurunan produksi susu. Kerugian ekonomi akibat masa kosong Maksimum keuntungan akan diperoleh peternak apabila sapi yang dipeliharanya mempunyai masa kosong yang pendek. Hal ini mengingat peternak harus mengeluarkan biaya extra apabila masa kosong lebih panjang, sedangkan pendapatan tetap dari penjualan pedet dan penjualan susu. Secara total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh peternak per ekor per bulan adalah Rp. 1.140.900,-, sedangkan pendapatan yang diterima sebesar Rp. 1.811.750,- sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 670.850,-. Hubungan Masa Kosong dan Produksi Susu Produksi Susu (Ltr) y = 48.605x 2-643.5x + 6057.4 R² = 0.1475 Masa Kosong (Bulan) Ilustrasi 3. Hubungan Masa Kosong dan Produksi Susu Pada Laktasi kedua Tabel 2. Biaya produksi dan pendapatan Item Biaya Produksi Pendapatan Biaya Hijauan 1 (Rp./ekor/bulan) 360.000 Konsentrat (Rp./ekor/bulan) 2 480.900 IB/Kebuntingan (Rp./ekor) 150.000 Biaya medis (Rp. ekor/kasus) 20.000 Iuran Koperasi (Rp./bulan) 5.000 Tenaga kerja (Rp./ekor/bulan) 3 125.000 Susu (Rp./ekor/bulan) 4 1.311.750 Pedet (Rp./ekor/bulan) 5 500.000 Total (Rp.) 1.140.900 1.811.750 1 Kebutuhan hijauan per ekor: 40 kg/hari; Harga hijauan: Rp. 300/kg 2 Kebutuhan konsentrat per ekor: 7 kg/hari; Harga konsentrat: Rp. 2290/kg 3 Tenaga kerja setara Upah Minimum Regional (UMR) Jawa Barat: Rp. 1.250.000/bulan; Tenaga kerja: satu pekerja dapat melayani 10 ekor sapi perah. 4 Harga susu: Rp. 3.300/liter; Rataan produksi susu: 13,73 /ekor/hari 5 Pedet dijual pada umur 5 bulan dengan harga Rp. 2.500.000/ekor 20

Setiawan, R., dkk., Studi Asosiasi Masa Kosong Namun, pendapatan tersebut akan berkurang dengan bertambahnya masa kosong. De Vries (2006) menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan per satu hari masa kosong dapat dihitung dengan cara mebagi pendapatan dengan rata-rata masa kosong. Berdasarkan perhitungan tersebut, peternak sapi perah di KUDM Bayongbong harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 6.211,57,- per ekor per hari masa kosong. Kesimpulan Kesimpulan dari penilitian ini yaitu bahwa masa kosong berasosiasi dengan produksi susu, dengan tingkat produksi susu paling rendah terdapat pada masa kosong 199 hari. Efek lanjut dari masa kosong terhadap biaya produksi yaitu bahwa peternak harus mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp. 6.211,57 untuk setiap satu hari masa kosong. Daftar Pustaka Ackland, M. L. and A. Michalczyk. 2006. Zinc Deficiency and Its Inherited Disorders A Review. Genes & Nutrition Vol. 1, No. 1, pp. 41-50. Akdag, F.,O. Cadirci, and B. Siriken.2010.Effect Of Estrus On Milk Yield And Composition In Jersey Cows. Bulg. J. Agric. Sci., 16: 783-787. Atabany, A., B.P. Purwanto, T. Toharmat, dan A. Anggraeni. 2011. Hubungan masa kosong dan produktivitas pada sapi perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia. Media Peternakan: 77-82. Bahonar, A.R., M. Azizzadeh, M.A. Stevenson, M. Vojgani, and M. Mahmoudi. 2009. Factors affecting days open in Holstein dairy cattle in Khorasan Razavi Province, Iran; A Cox Proportional Hazard Model. J. Ani. and Vet. Adv. 8 (4): 747-754. Cordova-Izquierdo, A., V. M. Xolalpa Camppos, C. Gustavo Ruiz Lang, J.A. Saltijeral Oaxaca, S. Cortes Suarez, C.A. Cordova-Jimenez, M.S. Cordova-Jimenez, S.D. Pena Betancurt, and J.E. Guerra Liera. 2008. Effects of The Offspring s Sex on Open Days in Dairy Cattle. J. of Anim and Vet Adv. 7(10): 1329-1331. De Vries, A. 2006. Determinants of the cost of days open in dairy cattle. Proceedings of the 11th International Symposium on Veterinary Epidemiology and Economics. Flavio T. Silvestre, F.T., H.M. Rutigliano, W.W. Thatcher, J. Santos, and C.R. Staples. 2007. Effect of Selenium Source on Production, Reproduction, and Immunity of Lactating Dairy Cows. Florida Ruminant Nutrition Symposium. Izquierdo, C. A., V. M. X. Campos, C. G. R. Lang, J. A. S. Oaxaca, S. C. Suares, C. A. C. Jimenez, M. S. C. Jimenez, S. D. P. Betancurt, & J. E. G. Liera. 2008. Effect of the offsprings sex on open days in dairy cattle. J. Ani. Vet. Adv. 7: 1329-1331. Lopez, H., L. D. Satter and M. C. Wiltbank, 2004. Relationship between level of milk production and estrous behavior of lactating dairy cows. Anim Reprod Sci, 81: 209-223. Murray, B. B. 2009. Maximazing conception rate in dairy cows: heat detection. Queens Printer for Ontario. http://www.omafra.gov.on.ca/english/livest ock/dairy/faacts/84.048.htm. Pszczola, M., I. Aguilar, & I. Misztal. 2009. Short communication: Trend for monthly change in days open in Holsteins. J. Dairy Sci 92: 4689-4696. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1997. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Terjemahan B. Sumantri. Jakarta. VanRaden, P.M., A.H. Sanders, M.E. Tooker, and R.H. Miller. 2004. Development of a national genetic for cow fertility. J. Dairy Sci. 87:2285-2292. Walton, J. S. and G. J. King, 1986. Indicators of estrus in Holstein cows housed in tie stalls. J. of Dairy Sci.69:2966-2973. Wichtel,J.J., 1998. A Review Of Selenium Deficiency In Grazing Ruminants. Part 1: New Roles For Selenium In Ruminant Metabolism. J. New Zealand Vet., 46(2):47-52 21