HUBUNGAN HUKUM YANG MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBAN DALAM KONTRAK BISNIS. TOTOK DWINUR HARYANTO, SH MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

dokumen-dokumen yang mirip
HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG KONSINYASI DAN DISTRIBUTOR OUTLET / DISTRO

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

Sistematika Siaran Radio

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI KUALIFIKASI PERJANJIAN PELAYANAN SAFE DEPOSIT BOX ANTARA NASABAH DENGAN PIHAK BANK SINARMAS

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh :

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK NO MEMORANDUM OF UNDERSTANDING KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB II LANDASAN TEORI

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO) 1 Oleh : Cindi Kondo 2

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

BAB V PENUTUP. terhadap turis asing sebagai konsumen, sehingga perjanjian sewamenyewa. sepeda motor, kepada turis asing sebagai penyewa.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

Transkripsi:

HUBUNGAN HUKUM YANG MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBAN DALAM KONTRAK BISNIS TOTOK DWINUR HARYANTO, SH MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI Surakarta Abstract: All commercial activities that consist of production, distribution and trading of goods and services to gain the profit should be declared in a contract to give guarantee and assurance to all sides. In the case that there is a conflict, this contract will help them to solve the problem. Keywords: business contract, right and obligation. PENDAHULUAN Kontrak bisnis terdiri dari dari dua kata, yaitu kontrak dan bisnis. Pengertian kontrak di sini adalah suatu perjanjian tertulis, sedangkan yang dimaksud dengan bisnis adalah kegiatan yang tertuju pada usaha komersial dan interaksi antar pelaku ekonomi yang meliputi produksi, distribusi dan penjualan barang-barang serta jasa-jasa untuk memperoleh laba. Dengan demikian kontrak bisnis adalah suatu perjanjian tertulis yang tertuju pada usaha komersial dan interaksi antar pelaku ekonomi yang meliputi produksi, distribusi dan penjualan barang-barang serta jasajasa untuk memperoleh laba. Hukum kontrak merupakan unsur dasar dari setiap sistem hukum, penerapan hukum terhadap janji tertentu membentuk tulang punggung suatu perekonomian. kebanyakan sistem hukum yang sudah maju dan dalam perjanjian-perjanjian multinasional akhir-akhir ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip hukum kontrak. Dalam penyusunan kontrak disyaratkan adanya dua unsure yaitu ada penawaran dan adanya penerimaan penawaran tersebut. Suatu penawaran secara umum sudah ada, bilamana seseorang menunjukkan kepada seseorang yang lain dengan kejelasan yang wajar, baik secara lisan maupun secara tertulis ataupun dengan sikap, bahwa dia bersedia masuk dalam janji yang mengikat, untuk melakukan sesuatu hal tertentu dan sebagai gantinya seseorang yang lain berjanji melakukan hal tertentu pula. Melalui kontrak terciptalah perikatan, atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban, pada masing-masing pihak yang membuat kontrak. Dengan kata lain, para pihak 85

terikat untuk mematuhi kontrak yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Dalam dunia bisnis, kontrak ini sangat penting sebagai pegangan, sebagai pedoman dan sebagai alat bukti bagi para pihak itu sendiri. Dengan adanya kontrak yang baik mencegah terjadinya perselisihan, karena semuanya sudah diatur dengan jelas sebelumnya. Apabila terjadi perselisihan membantu upaya penyelesaiannya. Kontrak yang baik memberikan jaminan dan kepastian yang besar kepada para pihak, sehingga membantu kelancaran pelaksanaan transaksi bisnis. Permasalahannya adalah bagaimanakah menyusun kontrak yang baik tersebut?. PEMBAHASAN A. Pengertian Kontrak Dimuka telah disepakati, bahwa kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti memberikan definisi perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan yang dilakukan dengan suatu kontrak tidak lagi hanya berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang diucapkan, melainkan sudah merupakan perjanjian yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai suatu alat bukti bagi para pihak. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang mana piahk yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hubungan hukum yang terjadi karena adanya kontrak disebut perikatan, karena kontrak tersebut mengikat para pihak yang terlibat, yaitu adanya hak dan kewajiban yang timbul didalamnya. Apa yang dapat diperjanjikan oleh Para Pihak? Pada dasarnya para pihak dapat memperjanjikan apa saja yang dikehendaki. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dimaksud 86

dengan asas kebebasan berkontrak atau yang sering juga disebut sebagai sistem terbuka adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Berlakunya asas kebebasan berkontrak dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menentukan bahwa: Adanya asas bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu bahwa kekuatan perjanjian sama dengan suatu undang-undang dan kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak (beginsel der contractsvrijheid) adalah dengan jalan menekankan pada perkataan semua yang ada dimuka kata perjanjian (Subekti, 1984:5). Dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1) itu seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan ketertiban umum dan kesusilaan.. Adapun asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian di Indonesia meliputi ruang lingkup: 1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; 2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; 3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya; 4. Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian; 5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; 6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan perundang- undangan yang bersifat opsional. Semua perjanjian atau seluruh isi perjanjian, asalkan pembuatannya memenuhi syarat, berlaku bagi para pembuatnya dengan kekuatan yang sama seperti perundang-undangan. Paara 87

pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja dan menuangkan apa saja kedalam sebuah kontrak. Ketentuan hukum yang ada di dalam KUH Perdata hanya bersifat pelengkap, yang baru akan berlaku bagi para pihak apabila pihak-pihak tidak mengaturnya sendiri di dalam kontrak, kecuali ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa yang memang wajib dan harus dipatuhi. Oleh karena itu, disebutkan bahwa hukum perjanjian di dalam KUH Perdata bersifat terbuka, artinya memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk memakai atau tidak memakainya. Kalau para pihak tidak mengaturnya sendiri di dalam kontrak, maka dianggap memilih aturan dalam KUH Perdata. Apakah kontrak harus dalam bentuk tertulis? Berdasarkan syarat sahnya suatu kontrak diatur didalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, dengan mengingat bahwa kontrak tidak lain adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat, yaitu: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat perikatan; 3. suatu hal tertentu; dan 4. suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan ke dua adalah berkaitan dengan subyeknya atau pihak-pihak dalam perjanjian, sehingga disebut sebagai syarat subyektif. Sedangkan Syarat ke tiga dan ke empat disebut sebagai syarat obyektif karena mengenai obyek suatu perjanjian. Antara syarat subyektif dengan syarat obyektif perlu dibedakan, berkaitan dalam hal perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan atau dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak yang memberikan kesepakatannya secara tidak bebas. Namun demikian perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan oleh hakim. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semulatidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Dengan 88

demikian tujuan para yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Karenanya tidak ada dasar untuk saling menuntut di Pengadilan. Dalam hukum perjanjian dikenal suatu asas konsensualitas, yang berasal dari perkataan consensus yang artinya sepakat. Asas konsensualitas yang dimaksud adalah bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apa bila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas. Ada kalanya undang-undang menetaapkan, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diharuskan perjanjian itu diadakan secara tertulis (misalnya perjanjian perdamaian) atau dengan akta notaris (misalnya perjanjian penghibahan barang tetap), hal yang demikian adalah merupakan kekecualian. Sedang yang lazim adalah bahwa perjanjian itu sudah sah dalam arti mengikat sejak tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa adalah contoh perjanjian yang konsensuil. Bentuk konsensualitas suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis (kontrak), salah satunya adalah adanya pembubuhan tanda tangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Tanda tangan itu selain berfungsi sebagai wujud kesepakatan, juga sebagai wujud persetujuan atas tempat dan waktu serta isi perjanjian yang dibuat. Tanda tangan juga berhubungan dengan kesengajaan para pihak untuk membuat suatu kontrak sebagai bukti atas suatu peristiwa. Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan, harus dituangkan secara jelas mengenai jati diri para pihak. Pasal 1330 KUH Perdata, menyebutakan orang-orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian, yaitu: 1. orang-orang yang belum dewasa; 2. mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; dan 3. orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undangn telah melarang membuat perjanjian- perjanjian tertentu. Mengenai syarat suatu hal tertentu, berkenaan dengan pokok perikatan yang justru menjadi isi dari pada kontrak, maka suatu perjanjian harus mempunnyai pokok atau obyek barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak ditaentukan pada 89

waktu dibuat perjanjian, asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya (Pasal 1333). Suatu perjanjian seharusnya memang berisi obyek yang tertentu agar dapat dilaksanakan, tetapi apabila sampai tidak dapat sama sekali ditentukan obyeknya, maka perjanjian itu menjadi tidak sah atau batal. Pemahaman suatu sebab yang halal, dapat dikemukakan beberapa pasal khususnya Pasal 1336 KUH Perdata yang menyatakan bahwa jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang halal ataupun jika ada suatu sebab lain yang dinyatakan, maka perjanjian demikian adalah sah. Suatu perjanjian yang tanpa sebab menjadi perjanjian yang sah asalkan ada sesuatu yang diperbolehkan. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian pada asasnya tidak dipedulikan oleh undang-undang. Hukum hanyalah memperhatikan tindakan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian tertulis tidaknya sebuah kontrak, tidak menentukan sah tidaknya kontrak tersebut, tetapi tertulis tidaknya sebuah kontrak berkaitan dengan kuat atau lemahnya pembuktian adanya kontrak. B. Cara Menyusun Kontrak Penyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan tersebut sudah dimulai. Penyusunan kontrak secara terburu-buru, tanpa menelusuri berbagai informasi sejak awal sampai berakhirnya negosiasi, dan tanpa mengetahui keinginan atau kepentingan yang sesungguhnya dari para pihak tidak akan melahirkan suatu kontrak yang baik. Penyusunan kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak. Tahapan-tahapan demikian penting diperhatikan terutama untuk kontrak bisnis yang bernilai tinggi atau beresiko besar seperti kontrak internasional, yaitu kontrak yang mempunyai unsur-unsur asing. Adapun tahapan-tahapan penyusunan kontrak: 1. Pra kontrak, yang meliputi Negosiasi; Memorandum of Understanding (MoU); Studi kelayakan; Negosiasi lanjutan. 90

2. Kontrak, yang meliputi Penulisan naskah awal; Perbaikan naskah; Penulisan naskah akhir; Penandatanganan. 3. Pasca Kontrak, yang meliputi Pelaksanaan; Penafsiran; Penyelesaian Sengketa. Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding (MoU). MoU merupakan pencatatan atau pendukumentasian hasil negosiasi awal dalam bentuk tertulis. MoU walaupun belum merupakan kontrak, penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut didalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan atau pembuatan kontrak. Kemudian setelah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan sementara, baru dilanjutkan dengan tahapan Studi Kelayakan (feasibility study) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan, misalnya dari sudut ekonomi, keuangan, pemasaran, tehnik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. Dalam penulisan naskah kontrak, disamping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihawk-pihak, juga memahami aspek hukum dan bahasa kontrak. Penulisan kontrrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing haruslah tepat, singkat, jelas dan sistematis. Walaupun tidak ditentukan suatu format didalam perundang-undangan, dalam praktek biasanya penyusunan kontrak bisnis mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, yaitu : 1. Judul; 2. Pembukaan; 3. Pihak-pihak; 4. Latar belakang kesepakatan (Recital); 5. Isi; dan 6. Penutup. Judul harus dirumuskan secara singkat, padat dan jelas, misalnya: Jual-beli, Sewamenyewa, Joint Venture Agreement atau License Agreement. Kemudian pembukaan yang terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya dirumuskan atau diawali dengan: Pada hari ini Senin tanggal 91

tiga Maret Tahun Dua Ribu Tiga, kami yang bertanda tangan dibawah ini atau yang bertanda tangan dibawah ini kami dan seterusnya. Setelah itu, dijelaskan Identitas Lengkap Pihak-pihak, dengan menyebutkan Nama, Pekerjaan atau Jabatan, Tempat tinggal dan bertindak untuk siapa. Untuk Perusahaan atau Badan Hukum sebutkan tempat kedudukannya sebagai pengganti tempat tinggal. Contoh penulisan identitas pihak-pihak dalam jual beli, sebagai berikut: 1. Nama..; Pekerjaan..; Tempat tinggal.. dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/ untuk dan atas nama.. berkedudukan di.. selanjutnya disebut PENJUAL; 2. Nama.. ; Pekerjaan.. ; Tempat tinggal.. dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/ selaku kuasa dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama.. berkedudukan di.. selanjutnya disebut PEMBELI. Pada bagian berikutnya diuraikan secara ringkas latar belakang terjadinya kesepakatan (recital). Contohnya perumusannya sebagai berikut: dengan ini menerangkan bahwa penjual telah menjual kepada pembeli dan pembeli telah membeli dari penjual sebuah Sepeda Motor baru Merk.. Tipe.. dengan cirri-ciri: Nomor Engine.. Nomor Chasis.. Tahun Pembuatan.. dan Faktur Kendaraan tertulis atas nama.. Alamat. Dengan syarat-syarat yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan secara rinci isi kontrak tersebut yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, Ayat-ayat, Huruf-huruf, Angka-angka tertentu. Pada setiap atau beberapa pasal tertentu diberikan judul tersendiri, hal ini untuk memudahkan dan mempercepat pembaca menemukan informasi tertentu pada saat diperlukan. Isi kontrak inilah yang paling banyak mengatur secara rinci hak dan kewajiban pihak-pihak, dan berbagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati bersama. Apabila semua hal yang diperlukan telah tertampung didalam bagian isi tersebut, baru kemudian dirumuskan kata penutup, misalnya: Demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya. Dibagian bawah kontrak dibubuhkan tanda-tangan kedua belah pihak dan para saksi (kalau ada). Dan akhirnya diberi meterei, bagi perusahaan/ badan hukum diberi cap lembaga masing-masing. 92

Dengan ditanda tanganinya kontrak, maka penyusunan kontrak selesai tinggal pelaksanaannya saja. Tidak jarang bahwa suatu kontrak isinya kurang jelas sehingga memerlukan penafsiran, bahkan dalam pelaksanaannya sering menimbulkan sengketa. Dalam hal demikian, maka para pihak dapat memilih untuk menyelesaikannya. Atas dasar kesepakatan, bebas untuk memilih cara penyelesaian sengketa, apakah akan diselesaikan diluar pengadilan atau membawanya ke depan Sidang Pengadilan. Dengan adanya kontrak maka lahir hubungan hukum perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk dari pada akibat hukum suatru kontrak. Hak dan kewajiban tersebut tidak lain adalah hubungan timbale balik daari para pihak. Kewajiban pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, sebaliknya kewajiban pihak kedua merupakan hak bagi pihak pertama. Dengan demikian akibat hukum dimaksud adalah pelaksanaan dari pada suatu kontrak itu sendiri. Pelaksanaan suatu perjanjian harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut, atau apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Biasanya orang mengadakan suatu perjanjian dengan tidak mengatur atau menetapkan secara teliti mengenai hak dan kewajiban mereka. Mereka hanya menetapkan hal-hal yang pokok dan penting saja. Dalam jual beli hanya ditetapkan tentang barang apa yang dibeli, jumlah dan harganya, tetapi tidak ditetapkan tempat penyerahan barang, biaya kirim, tempat dan waktu pembayaran ataupun bagaimana kalau barang rusak diperjalanan. Pasal 1339 KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan atau diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undangundang.. dengan demikian ada tiga sumber norma yang ikut mengisi suaatu perjanjian, yaitu undang-undang, kebiasaan dan kepatutan. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata juga menyatakan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (tegoeder trouw). Kiranya norma ini merupakan salah satu sendi yang penting dalam hukum perjanjian, maksudnya didalam pelaksanaan harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. C. Berakhirnya Suatu Kontrak 93

Berdasarkan Pasal 1381 KUH Perdata, maka suatu perikatan hapus apabila: 1. karena pembayaran; 2. karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan atau penyimpanan; 3. karena pembaharuan hutang; 4. karena perjumpaan hutang atau kompensasi; 5. karena percampuran hutang; 6. karena pembebasan hutang; 7. karena musnahnya barang yang terhutang; 8. karena batal atau pembatalan; 9. karena berlakunya suatu syarat batal; dan 10. karena lewatnya waktu. Pengertian pembayaran dalam arti luas adalah pemenuhan prestasi, baik bagi pihak yang menyerahkan uang sebagai harga pembayaran, maupun bagi pihak yang menyerahkan kebendaan sebagai barang sebagaimana yang diperjanjikan. Pembayaran diaartikan sebagai menyerahkan uang bagi pihak yang satu dan menyerahkan barang bagi pihak lainnya. Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian. Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang mengenai suatu barang tertentu, harus dilakukan ditempat dimana barang itu berada sewaktu perjanjian dibuat. Selain di luar kedua hal tersebut pembayaran harus dilakukan ditempat tinggal si berpiutang, selama orang itu terus menerus berdiam dalam karesidenan dimana ia berdiam sewaktu perjanjian dibuat, dan didalam hal-hal lainnya ditempat tinggal si berhutang. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang menolak pembayaran, walaupun telah dilakukan dengan perantaraan notaries atau jurusita. Uang atau barang yang sedianya sebagai pembayaran tersebut disimpan atau dititipkan kepada panitera pengadilan negeri dengan suatu berita acara, yang dengan demikian hapuslah hutang piutang tersebut. Selain itu ada beberapa cara hapusnya atau berakhirnya perjanjian, yaitu: 1. Pembaharuan hutang terjadi apabila seorang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru, yang menggantikan hutang yang lama. 94

2. Perjumpaan hutang adalah suatu perhitungan atau saling memperhitungkan hutang piutang antara pihak satu dengan pihak lain. 3. Percampuran hutang terjadi demi hukum dengan mana piutang dihapuskan, apabila kedudukan sebagai berpiutang dan orang berhutang berkumpul pada satu orang. 4. Pembebasan hutang adalah suatu pernyataan yang dengan tegas dari si berpiutang bahwa ia tidak lagi menghendaki prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan prestasi suatu perjanjian. 5. Musnahnya barang yang terhutang adalah suatu keadaan dimana barang yang menjadi obyek perjanjian tidak dapat lagi diperdagangkan, hilang atau sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada atau sudah tidak ada lagi. Hapusnya perikatan oleh karena musnahnya barang tersebut disebabkan di luar kesalahan si berhutang aaatau disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannnya. Pembatalan sebagai salah satu sebab hapusnya perikatan terjadi apabila salah satu pihak dalam perjanjian tersebut mengajukan atau menuntut pembatalan atas perjanjian yang telah dibuatnya, pembatalan mana diakibatkan karena kekurangan syarat subyektif dari pada perjanjian dimaksud. Berlakunya suatu syarat batal sebagai suatu sebab hapusnya perikatan adalah apabila suatu syarat batal yang disebutkan dalam perjanjian yang telah dibuat, syarat batal mana menjadi kenyataan atau benar-benar terjadi. Lewatnya waktu atau daluwarsa adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. PENUTUP Dalam praktek penyusunan kontrak bisnis biasanya mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, yaitu : Judul, Pembukaan, Identitas Para Pihak, Latar belakang kesepakatan, Isi kesepakatan dan Penutup. Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan secara rinci isi kontrak tersebut yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, dan angka-angka tertentu. Pada setiap atau beberapa pasal tertentu diberikan judul tersendiri, hal ini untuk memudahkan dan 95

mempercepat pembaca menemukan informasi tertentu pada saat diperlukan. Isi kontrak inilah yang paling banyak mengatur secara rinci hak dan kewajiban pihak-pihak, dan berbagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati bersama. Dengan adanya kontrak maka lahir hubungan hukum perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk dari pada akibat hukum suatru kontrak. Hak dan kewajiban tersebut tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak. Kewajiban pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, sebaliknya kewajiban pihak kedua merupakan hak bagi pihak pertama. Dengan demikian akibat hukum dimaksud adalah pelaksanaan dari pada suatu kontrak itu sendiri. ------------------ 96

DAFTAR PUSTAKA Budiono Kusumohamidjojo,1998. Dasar-dasar Merancang Kontrak. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.. Hasanuddin Rahman, 2000. Legal Drafting. Bandung: Citra Aditya Bakti.,1998. Aspek_aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Munir Fuady, 1999. Hukum Kontrak. Bandung: Citra Aditya Bakti. Subekti, 1984. Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung., 1979. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. Sutan Remy Sjahdeini, 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit. Jakarta: Insitut Bankir Indonesia. 97