BAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II. Tinjauan Pustaka

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Determinasi Pasien TB

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

Dasar Determinasi Kasus TB

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80%

I. PENENTUAN AREA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi mycobacterium tuberculosis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

A. IDENTITAS RESPONDENT 1. Jenis Kelamin : 2. Usia : 3. Pendidikan Terakhir : 4. Pekerjaan : 5. Lama Tinggal Serumah :

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH SANITASI RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS MENGWI I TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis,yang sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882 (Depkes RI. 2008). 2.2 Etiologi Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 4 µm dan tebal 0,3 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Bakteri Mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gibson, 2000).. 2.3 Cara Penularan Sumber penularan penyakit Tb paru adalah penderita dengan Tb BTA positif. Penderita menyebarkan kuman ke udara pada waktu batuk atau bersin dalam bentuk percikan dahak (droplet), percikan yang mengandung kuman tuberkulosis dapat bertahan diudara beberapa jam pada suhu kamar, terhirup oleh orang sehat sewaktu bernapas, selanjutnya akan berkembang biak dalam jaringan

paru-paru, kemungkinan pula masuk kebagian tubuh lainnya melalui pembuluh darah, saluran limfe, atau penyebaran langsung ketubuh lainnya (Enarson, 1996). Makin tinggi gradasi kuman BTA hasil pemeriksaan dahak makin menular penderita tersebut, bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman dibawah mikroskop) maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi Tb ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi seseorang terinfeksi Tb adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS (Depkes 2001). 2.4 Patogenesis 2.4.1 Infeksi Primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman Tb droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman Tb berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri diparu yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman Tb ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh

tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman Tb. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tb Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan. 2.4.2 Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary Tb) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau setahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitasi atau efusi pleura. 2.5 Penemuan Penderita 2.5.1 Penemuan Penderita Pada Orang Dewasa Penemuan kasus (case detection rate) adalah komponen yang sangat penting dalam pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dan hampir semua penyakit menular lainnya. Tujuan penemuan kasus adalah untuk menentukan sumber infeksi dalam masyarakat yang berarti mencari orang yang mengeluarkan basis tuberkulosis untuk diobati. 2.5.2 Penemuan Penderita Pada Anak Penemuan penderita pada anak sebagian besar didasarkan pada gambaran klinis, foto rontgen dan uji tuberculin.

2.6 Diagnosis TB Paru Diagnosis Tb paru ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan jasmani radiologi dan pemeriksaan laboratorium. Di Indonesia, pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis Tb paru pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat indonesia sudah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi Tb paru. Uji tuberkulin positif hanya menunjukan bahwa orang yang bersangkutan pernah terpapar Mycobacterium tuberculosis (Depkes RI, 2008) 2.6.1 Gejala Klinik Gejala klinik Tb paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu, gejala respiratorik dan gejala sistemik. 1). Gejala respiratorik dapat berguna a). Batuk lebih atau sama dengan 2 minggu b). Batuk darah c). Sesak napas d). Nyeri dada 2). Gejala Sistemik a). Demam b). Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.

2.7 Klasifikasi Penyakit Tb Paru a. Tuberkulosis paru BTA positif ; 1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 2. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosis paru BTA negatif ; Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan kerusakan paru yang luas (misalnya proses for advanced millier) dan keadaan umum penderita buruk. Bentuk ringan bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan sedikit kerusakan paru dan keadaan umum penderita baik. c. Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lainlain. 2.8 Tipe Penderita Tb paru Tipe pendcerita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru Adalah penderita yang belum diobati dengan OAT atau sudah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). b. Kambuh Adalah penderita Tb paru yang sebelumnya mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. c. Pindahan Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu Kabupaten/Kota lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten / kota lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah. d. Lalai Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. e. Lain-lain 1). Gagal Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada lahir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih). 2). Kronis Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan basil BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 (Depkes RI, 2008).

2.9 Pengobatan Tb Paru Pengobatan tuberculosis berdasarkan panduan OAT dan terdiri dari faseintensif dan fase lanjutan (Crofton, 2005) adalah : a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) Obat ini diberikan untuk: 1) Penderita baru Tb paru BTA positif 2) Penderita Tb paru BTA positif rontgen positif yang sakit berat 3) Penderita Tb ekstra paru berat b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Obat ini diberikan untuk: 1) Penderita kambuh (relaps) 2) Penderita gagal (failure) 3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) c. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) Obat ini diberikan untuk: 1) Penderita baru BTA positif dan rontgen positif sakit ringan 2) Penderita ekstra paru ringan, yaitu Tb kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, Tb kulit, Tb tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. OAT sisipan (HRZE) 2.10 Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis Paru Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tb Paru adalah ventilasi,pencahyaan,suhu udara,kepadatan hunian (lingkungan rumah),keadaan

sosial ekonomi (faktor kependudukan) dan kontak serumah dengan penderita (faktor kontak). 2.10.1 Lingkungan Rumah Pada umumnya, lingkungan rumah yang buruk (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan berpengaruh pada penyebaran penyakit menular termasuk penyakit Tb. Berikut ini akan diuraikan mengenai lingkungan rumah yang berpengaruh terhadap kejadian Tb : a. Ventilasi Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai barikut (Prabu, 2009): 1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan. 2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan asap ataupun debu dan zatzat pencemar lain dengan pengenceran udara 3. Mensuplai panas agar hilang panas badan seimbang. 4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan. 5. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi evaporasi atupun keadaan ekternal. Mendisfungsikan suhu udara secara merata (Prabu, 2009) Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (Lubis, 2000):

1. Ventilasi alam Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gasgas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai. 2. Ventilasi buatan Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin, exhauster dan AC (air conditioner). Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut: 1. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. 2. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain. 3. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barangbarang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain (Lubis, 2000).

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003). Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di

dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan (Notoatmodjo, 2003). b. Pencahayaan Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Notoatmodjo, 2003): 1. Cahaya Alamiah Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC. Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-kurangnya 15% - 20%. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca (Notoatmodjo, 2003). 2. Cahaya Buatan Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari terangnya sumber cahaya (brightness of the source). Pencahayaan buatan bisa terjadi dengan 3 cara, yaitu direct, indirect, semi direct atau general diffusing (Notoatmodjo, 2003).

Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan lux meter, yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi < 84 cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila < 50 lux atau > 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50-300 lux (Lubis, 2003). c. Suhu Udara Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan: 1. Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar. 2. Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak bergerak. 3. Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan. (Menteri Pekerjaan Umum, 2006) d. Kepadatan hunian Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 9 m²/orang. Untuk kamar tidur

diperlukan minimum 3 m²/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya. Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni > 9 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 9 m²/orang (Lubis, 2000). Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain (Notoatmodjo, 2003). E.Kontak Serumah Kontak serumah dengan penderita Tb paru merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Tb paru. Semua kontak penderita Tb paru positif harus diperiksa dahak. Kontak erat seperti dalam keluarga dan pemaparan besar-besaran seperti pada petugas kesehatan memungkinkan penularan lewat percikan dahak. Faktor risiko tersebut semakin besar bila kondisi lingkungan perumahan jelek seperti kepadatan penghuni, ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan kelembaban dalam rumah merupakan media transisi kuman Tb paru untuk dapat hidup dan menyebar.

Untuk itu penderita Tb paru dapat menularkan secara langsung terutama pada lingkungan rumah, masyarakat di sekitarnya dan lingkungan tempat bekerja, makin meningkatnya waktu berhubungan dengan penderita memberi kemungkinan infeksi lebih besar pada kontak. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pemaparan kuman Tb Paru dapat dipengaruhi oleh faktor individu, keeratan kontak dan faktor lingkungan rumah seseorang. 2.10.2 Faktor Kependudukan F. Pendapatan Keluarga Pada masyarakat dengan tingkat pendapatan yang tinggi lebih mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk melakukan pengobatan, sedangkan seseorang dengan tingkat pendapatan yang rendah kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau untuk yang lain. Hal itu dapat mengakibatkan penyakit yang di derita bertambah parah. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi Tb Paru. Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (Depkes, 2001). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMP akan

mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya Tb Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit Tb Paru (Depkes, 2001).

2.11 Kerangka Teori Host, Agent, dan Lingkungan merupakan faktor penentu yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi Tb Paru baik periode Prepatogenesis maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan dalam Bagan Segitiga Epidemiologi Tb Paru. Faktor kependudukan/host : Pendapatan keluarga Agent : Mycobacterium tuberculosis Lingkungan/ Environment Ventilasi Pencahayaan Suhu udara rumah Kepadatan hunian Kontak serumah Kejadian Tb Paru Gambar Kerangka Teori Sumber : Ahmadi (2002) dan Bustan (2002)

2.12 Kerangka Konsep Ventilasi Pencahayaan Suhu Udara Kejadian Tb Paru Kepadatan Hunian Kontak Serumah Pendapatan Keluarga Keterangan : : Variabel Independen : Variabel Dependen : Variabel Yang Diteliti

2.13 Hipotesis Penelitian a. Hipotesis Nol (Ho) 1. Tidak ada pengaruh faktor ventilasi terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 2. Tidak ada pengaruh faktor Pencahayaan terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 3. Tidak ada pengaruh faktor suhu udara dalam rumah terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 4. Tidak ada pengaruh faktor Kepadatan Hunian terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 5. Tidak ada pengaruh faktor kontak serumah terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 6. Tidak ada pengaruh faktor Pendapatan Keluarga terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012.

b. Hipotesis Alternatif (Ha) 1. Ada pengaruh faktor ventilasi terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 2. Ada pengaruh faktor Pencahayaan terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 3. Ada pengaruh faktor suhu udara dalam rumah terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 4. Ada pengaruh faktor Kepadatan Hunian terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 5. Ada pengaruh faktor kontak serumah terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012. 6. Ada pengaruh faktor Pendapatan Keluarga terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2012.