BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

II. KAJIAN PUSTAKA. merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

II. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009). Sedangkan pengertian

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

Dikembangkan dari publikasi di JMPK yang ditulis oleh Alex Prasudi 1 dan Adi Utarini 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE DAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

MAKALAH JENIS METODE PROMOSI KESEHATAN. dilaksanakan dalam setiap memberikan asuhan keperawatan dimana saja ia

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1. Klasifikasi TBC paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu ; (1) TBC paru BTA positif (sangat menular) yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TBC aktif; (2) TBC paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan. Jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. Foto rontgen dada menunjukkan hasil positif (Laban, 2007). 2.1.2. Cara penularan dan risiko penularan Penderita dapat menularkan kuman TB pada orang lain melalui cara ; 1.) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. 2.) Penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama

beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. 3.) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. 4.) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB (Depkes RI, 2008). Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative. menjadi positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien. TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). 2.1.3. Gejala klinis pasien TB Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 2.1.4. Pengobatan TB dan efek samping Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: 1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Kombinasi beberapa jenis obat tersebut terdiri dari ; Rifampisin, INH, Pyrazinamid, Etambutol, Streptomisin. 2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO, supaya penderita meminum obatnya secara teratur setiap hari. Minum obat yang tidak teratur dan terputus putus bisa

menimbulkan kekebalan kuman terhadap obat anti TBC sehingga kuman tidak mati dan penyakit sulit untuk sembuh. Keadaan ini akan sangat membahayakan penderita sendiri maupun masyarakat sekitarnya. 3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan yaitu ; luasnya tubuh yang diserang, jenis, jumlah dan dosis obat yang cukup, teratur dalam menjalankan proses pengobatan, Istirahat yang cukup, perumahan yang sehat, makan-makanan bergizi, Iklim, faktor psikis. Sebagian besar pasien menyelesaikan pengobatan TB tanpa efek samping yang bermakna, namun sebagian kecil mengalami efek samping. Oleh karena itu pengawasan klinis terhadap efek samping harus dilakukan. Petugas kesehatan dapat memantau efek samping dengan dua cara. Pertama dengan menerangkan kepada pasien untuk mengenal tanda-tanda efek samping obat dan segera melaporkannya

kepada dokter. Kedua, dengan menanyakan secara khusus kepada pasien tentang gejala yang dialaminya. Efek samping saat minum obat yang perlu diketahui yaitu; kulit berwarna kuning, air seni berwarna gelap seperti minum air teh, kesemutan, mual dan muntah, hilang nafsu makan, perubahan pada penglihatan, demam yang tidak jelas, lemas dan keram perut. 2.1.5. Memastikan penyakit TBC Untuk memastikan bahwa seseorang menderita TB paru atau tidak, dapat dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3x selama 2 hari yang dikenal dengan istilah SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) yaitu; (i) Sewaktu (hari pertama), yaitu pemeriksaan dahak sewaktu penderita dating pertama kali; (ii) Pagi (hari kedua), yaitu pemeriksaan sehabis bangun tidur kesesokan harinya. Dahak ditampung dalam pot kecil yang diberi petugas laboratorium; (iii) Sewaktu (Hari kedua), yaitu pemeriksaan dahak yang dikeluarkan saat penderita datang ke laboratorium untuk diperiksa. Jika positif, orang tersebut dipastikan menderita TB Paru. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Depkes RI, 2007).

2.1.6 Pengawas menelan obat (PMO) Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO yang memiliki syarat ; 1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. 2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. 3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. 4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan dan bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, tokoh masyarakat atau anggota keluarga. PMO memiliki tugas yaitu; 1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, 2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. 3. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejalagejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2007). 2.2. Cara Pencegahan Penyakit TBC Menurut Depkes RI (2007) agar terhindar dari TB paru ada beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya;

1. Membiasakan cara hidup sehat dengan makan makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, olah raga teratur, menghindari rokok, alkhol, obat terlarang dan menghindari stress. 2. Bila batuk mulut ditutup. 3. Jangan meludah sembarang tempat 4. Lingkungan sehat. 5. Vaksinasi BCG pada bayi 2.3. Penanggulangan Tuberkulosis Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD (International Union Against TB and Lung Diseases) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (costefective). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Depkes RI, 2007). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci; 1. Komitmen politis. 2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan (Depkes RI, 2007). 2.3.1. Visi dan misi penanggulangan tuberkulosis Strategi penanggulangan tuberkulosis memiliki visi yaitu masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat di mana tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Strategi penanggulangan tuberkulosis memiliki misi yaitu menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan yang bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB, menurunkan resiko penularan TB dan mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB. 2.3.2. Tujuan dan target Tujuan penanggulangan Tuberkulosis yaitu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR TB. Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat

menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan millenium development goals (MDGs) pada tahun 2015 (Depkes RI, 2007). 2.3.3. Kebijakan penanggulangan tuberkulosis Menurut Depkes RI (2007) Penanggulangan tuberkulosis di Indonesia ditempuh melalui kebijakan - kebijakan yakni; 1. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program dalam kerangka otonomi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana). 2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS 3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB. 4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB. 5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).

6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB). 7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring. 8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada pasien secara gratis dan dijamin ketersediaannya. 9. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program. 10. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB. 11. Penanggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV. 12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. 13. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs. 2.3.4. Strategi advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial (AKMS) dalam penanggulangan tuberkulosis AKMS TB adalah suatu konsep sekaligus kerangka kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan penanggulangan TB. Sehubungan dengan itu AKMS TB merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial yang dirancang secara sistematis dan dinamis. Dalam pelaksanaan tiga strategi

tersebut tidak berdiri sendiri, antara satu strategi dengan strategi lainnya saling ada keterkaitan (Depkes RI, 2007). 2.4. Indikator Keberhasilan Program Tuberkulosis 1. Angka penjaringan suspek Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan). Rumus : Jumlah suspek yang diperiksa x 100.000 Jumlah pendududk 2. Proporsi pasien TB BTA positif diantara Suspek Adalah persentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Rumus : Jumlah pasien TB BTA positif yang ditemukan x 100% Jumlah seluruh suspek TB yang diperiksa

3. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara semua pasien TB paru tercatat/diobati Adalah persentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati. Rumus : Jumlah pasien TB BTA positif (baru + kambuh) x 100% Jumlah seluruh pasien TB (semua tipe) 4. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) Adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%. Rumus : (Angka insidensi x Jumlah penduduk) x 100%

5. Angka Konversi (Conversion Rate) Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Rumus : Jumlah pasien TB BTA positif yang konversi x 100% Jumlah seluruh pasien baru TB positif yang diobati 6. Angka Kesembuhan (Cure Rate) Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Rumus : Jumlah pasien TB BTA positif yang sembuh x 100% Jumlah seluruh pasien baru TB positif yang diobati 2.5. Promosi Kesehatan Istilah dan pengertian promosi kesehatan adalah merupakan pengembangan dari istilah pengertian yang sudah dikenal selama ini, seperti: Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi).

Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan, mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan sehingga masyarakat menerima atau membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005). Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Green menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap dari seseorang. 2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku. 3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan- peraturan, surat keputusan. 2.6. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dari

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Menurut Rogers dan Shoemaker (1978) mengungkapkan bahwa dalam upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi 4 tahapan pada seseorang tersebut, yaitu ; (1) tahap pengetahuan, yaitu tahap seseorang untuk memahami atau mengetahui suatu inovasi; (2) tahap persuasi, yaitu tahap peningkatan motivasi dalam menanggapi suatu inovasi sehingga mau dipersuasi atau dibujuk untuk berubah; (3) tahap keputusan, yaitu tahap seseorang untuk membuat keputusan dalam menerima atau menolak suatu inovasi; dan (4) tahap penguatan, yaitu tahap seseorang untuk meminta dukungan dari lingkungannya atas keputusan yang telah diambilnya. Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja yaitu dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas. 2.7. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap ceramah-ceramah. 2. Merespons (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. 2.8. Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Efendy,1995). Menurut Friedman (1998) keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu : (1) mengenali gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya, (2) mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, (3) memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak membantu dirinya karena cacat / usia yang terlalu muda., (4) mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga, (5) mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dari lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan dengan fasilitasfasilitas kesehatan yang ada. 2.9. Metode Penyuluhan Menurut Mardikanto (1993), bahwa penyuluhan pada dasarnya merupakan proses komunikasi dan proses perubahan perilaku melalui pendidikan.

Bertolak dari pemahaman tentang pengertian seperti hal di atas maka pemilihan metode penyuluhan dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan- pendekatan seperti berikut: 2.9.1. Metode penyuluhan dan proses komunikasi Untuk memilih metode yang efektif dalam berkomunikasi dan penyuluhan, dapat didasarkan pada tiga cara pendekatan, yaitu: 1. Metode penyuluhan menurut media yang digunakan di mana dapat dibedakan atas: a. Media lisan, baik yang disampaikan secara langsung (melalui percakapan, tatap muka) maupun tidak langsung (lewat radio, telefon). b. Media cetak, baik berupa gambar, tulisan, foto, selebaran, poster, dan lainlain, yang dibagikan atau dipasang pada tempat-tempat strategis seperti di jalan dan pasar. c. Media terproyeksi, berupa gambar atau tulisan lewat slide, pertunjukan film, dan lain-lain. 2. Metode penyuluhan menurut hubungan penyuluh dan sasarannya, di mana dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu: a. Komunikasi langsung baik melalui percakapan tatap muka atau telefon yang mana komuniasi dapat secara langsung dalam waktu relatif singkat. b. Komunikasi tidak langsung seperti lewat surat, perantaraan orang lain, di mana komunikasi tidak dapat dalam waktu singkat.

3. Metode penyuluhan menurut keadaan psikososial sasarannya, di mana dibedakan dalam 3 (tiga) hal, yaitu: a. Pendekatan perorangan di mana penyuluh berkomunikasi secara orang perorang, seperti melalui kunjungan rumah ataupun kunjungan di tempat kegiatan sasaran. b. Pendekatan kelompok, dalam hal ini penyuluh berkomunikasi dengan sekelompok sasaran pada waktu yang sama. c. Pendekatan massal jika penyuluh berkomunikasi secara tidak langsung atau langsung dengan sejumlah sasaran yang sangat banyak bahkan mungkin tersebar tempat tinggalnya, seperti penyuluhan lewat televisi. 2.9.2. Metode penyuluhan dalam pendidikan non formal Yang merupakan ciri utama dalam metode ini adalah penyuluhan dapat dilakukan kapan saja, di mana saja dan program penyuluhan sesuai dengan kebutuhan sasarannya. 2.9.3. Metode penyuluhan dalam pendidikan orang dewasa Pemilihan metode penyuluhan dalam pendidikan orang dewasa ini harus selalu mempertimbangkan: a. Waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan pokoknya. b. Waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin. c. Lebih banyak menggunakan alat peraga.

Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah bahwa program penyuluhan harus lebih banyak mengacu kepada pemecahan masalah yang sedang dan akan dihadapi. Menurut Notoatmodjo (2005), faktor metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Ada beberapa metode yang dikemukakan antara lain: 1. Metode penyuluhan perorangan, termasuk di dalamnya bimbingan dan penyuluhan, serta wawancara (interview). 2. Metode penyuluhan kelompok, dalam metode ini harus diingat besarnya kelompok dan tingkat pendidikan sasaran. Metode ini mencakup: a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini adalah ceramah dan seminar. b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok kecil adalah diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju (snow balling), permainan simulasi, memainkan peran, dan lain-lain. 3. Metode penyuluhan massa. Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Beberapa contoh dari metode ini adalah seperti ceramah umum (public speaking), pidato-pidato melalui media elektronik, tulisan-tulisan dimajalah atau koran serta Bill Board.

2.10. Alat Bantu Penyuluhan Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan penyuluh dalam penyampaian informasi. Alat bantu ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut atas sebelas macam dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tesebut dalam sebuah kerucut. Secara berurut dari intensitas yang paling kecil sampai yang paling besar alat tersebut adalah sebagai berikut: 1). Kata-kata; 2). Tulisan; 3). Rekaman, radio; 4) Film; 5) Televisi; 6). Pameran; 7). Fieldtrip; 8). Demonstrasi; 9). Sandiwara; 10). Benda Tiruan; 11). Benda Asli. Alat bantu akan sangat membantu di dalam melakukan penyuluhan agar pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan tepat. Ada beberapa macam alat bantu antara lain: a. Alat bantu lihat, misalnya slide, film, gambar, dan lain-lain. b. Alat bantu dengar, misalnya radio, piring hitam, dan lain-lain. c. Alat bantu lihat-dengar misalnya, televisi, video cassette. Menurut pembuatan dan penggunaannya alat bantu ini dapat dikelompokkan menjadi:

a. Alat bantu yang rumit (complicated) seperti, film strip, slide yang memerlukan alat untuk mengoperasikannya. b. Alat bantu yang sederhana seperti leaflet, buku bergambar, benda-benda yang nyata, poster, spanduk, flanel graph, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). 2.11. Media Penyuluhan Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan penggolongannya media penyuluhan ini dapat ditinjau dari berbagai pihak, seperti: 1. Menurut bentuk umum penggunaannya Penggolongan media penyuluhan berdasarkan penggunaannya, dapat dibedakan menjadi: a. Bahan bacaan: modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah, dan lain sebagainya. b. Bahan peragaan: poster tungal, poster seri. 2. Menurut cara produksi Berdasarkan cara produksi, media penyuluhan dapat dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu:

a. Media cetak Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah: poster, leaflet, brosur, majalah, surat kabar, lembar balik, sticker dan pamflet. Ada beberapa kelebihan media cetak ini antara lain: tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Tetapi media ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara, dan mudah terlipat. b. Media elektronika Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam madia ini adalah: televisi, radio, film, video film, CD dan VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini juga memiliki kelebihan antara lain: lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan diulang-ulang, serta jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk mengoperasikannya. c. Media luar ruang Media ini menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik, misalnya: papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi

layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini antara lain: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk mengoperasikannya. 2.12. Landasan Teori Keberhasilan pengobatan tuberkulosis melalui strategi DOTS belum diikuti dengan tercapainya target angka temuan kasus. Upaya promosi kesehatan yang telah dilakukan pada pasien dan keluarganya ternyata belum mampu meningkatkan angka temuan kasus di wilayah kerja Puskesmas Guguk Panjang Kotamadya Bukittinggi. Kondisi ini dipersulit dengan masih rendahnya pengetahuan tentang TB dan masih adanya stigma negatif di masyarakat terhadap penderita TB. Pendidikan kesehatan pada masyarakat (yang dalam hal ini diarahkan pada keluarga yang bukan dari penderita TB), memiliki peranan dalam mendukung tercapainya angka temuan kasus tersebut. Saluran komunikasi yang telah dilakukan, baik melalui media cetak maupun elektronik ternyata belum menghasilkan dampak sesuai dengan apa yang diharapkan. Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1978) merupakan suatu landasan yang menekankan pentingnya saluran komunikasi dan penyebarserapan ide-ide melalui peran agen agen perubahan dalam lingkungan sosial. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya

dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, rnengidentifikasi masalah-masalah dan penyebabnya, mendapatkan sasaran dan jalan keluar yang potensial serta memotivasi seseorang supaya menerima dan memelihara aksi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas saluran komunikasi yang dilakukan dengan metode ceramah dalam merubah pengetahuan dan sikap keluarga dalam penanganan tuberkulosis paru. 2.13. Kerangka Konsep Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian, maka kerangka konsep penelitian yang disusun adalah sebagai berikut; Intervensi Penyuluhan kesehatan Metode penyuluhan ceramah Metode penyuluhan ceramah, leaflet dan film Pretest Pengetahuan dan Sikap Keluarga dalam penanganan TB Paru Postest Pengetahuan dan Sikap Keluarga dalam penanganan TB Paru Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Konsep utama penelitian adalah untuk melihat pengaruh metode penyuluhan ceramah dengan metode penyuluhan melalui media ceramah, leaflet dan film terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap keluarga dalam penanganan TB Paru.