PENGARUH SUBSTITUSI KONSENTRAT KOMERSIAL DENGAN TUMPI JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PO BUNTING MUDA (The Effect of Substitution of Commercial Concentrate with Corn Tumpi on Young Pregnant PO Cattle Performance) MARIYONO 1, UUM UMIYASIH 1, YENNY NUR ANGGRAENY 1 dan MUHAMMAD ZULBARDI 2 Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan 67184 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT Tumpi is by product of corn industry and the availability is continued. This research was to know the effect of concentrate with corn tumpi on the performance of pregnant cow (3-5 age of pregnancy). This research was carried out at beef cattle research station. Twenty five heads of Onggole Cross pregnant cow (2 years old), 220 260 kg of body weight were divided into 3 treatments. These treatments were (P1) basal feed + ad-libitum of concentrate, (P2) basal feed + ad-libitum of tumpi, (P3) basal feed + 1,5 kg of concentrate + ad-libitum of tumpi. The basal feed was elephant grass and rice straw feeding that offered as 2,5% of body weight. Parameters observed were average daily gain (adg), dry matter intake (DMI), crude protein (CP) and total digestible nutrient (TDN)), feed conversion and BC ratio. Tumpi gift had significant effect (P<0.05) to the intake of DM, CP and TDN. The DM intake of every feeding treatment consecutively were 8.12 (P2); 7.84 (P3); and 6, 73 kg/day (P1). The CP intake were 0.79 (P2); 1.15 (P1) and 1.18 (P3) (kg/day). The TDN intake of every feeding treatment consecutively were 4.84 (P2); 4.62 (P3); and 3.98 kg/day (P1). The tumpi gift had significant effect (P<0.05) to the feed conversion. The feed conversion were 9.38 (P1); 12.67 (P3); and 20.30 kg DM of feed/kg gain (P2). The tumpi gift had significant effect (P<0.05) on BC ratio. The BC ratio of every feeding treatment consecutively were 2.2 (P3); 1.2 (P2); and 1.70 (P1). It was concluded that the gift of tumpi and concentrate (P3) had optimal result to pregnant cow that gave adg as 0,4 0,6 kg/head/day. Key words: Tumpi, concentrate, pregnant cow ABSTRAK Tumpi jagung merupakan limbah industri perontokan jagung pipilan, ketersediaannya cukup kontinyu dan berlimpah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi konsentrat komersial dengan tumpi jagung terhadap performans sapi potong bunting muda. Penelitian dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dengan 25 ekor sapi PO dara bunting 2 3 bulan, umur ± 2 tahun, bobot badan 220 260 kg, dibedakan menjadi 3 macam pemberian pakan tambahan (konsentrat). Pakan basal yang diberikan terdiri atas 2 kg jerami padi kering dan 3 kg ruput gajah segar, setara dengan 2,5% dari bobot badan. Perlakuan pemberian pakan konsentrat yaitu: (P1) konsentrat sapi potong komersial ad-libitum, (P2) tumpi jagung ad-libitum, dan (P3) konsentrat sapi potong komersial 1,5 kg + tumpi jagung ad-libitum. Parameter yang diamati meliputi PBBH, konsumsi dan konversi ransum, kecernaan semu nutrien ransum (BK, PK dan TDN) serta B/C ratio. Substitusi tumpi fermentasi berpengaruh (P<0,05) terhadap pencapaian target PBBH, konsumsi BK, PK dan konsumsi TDN. Konsumsi BK (kg/hari) adalah 8,12 (P2); 7,84 (P3); dan 6, 73 (P1). Konsumsi PK (kg/hari) adalah 0,79 (P2); 1,15 (P1) dan 1,18 (P3). Konsumsi TDN (kg/hari) adalah 4,84 (P2); 4,62 (P3); dan 3,98 (P1). Substitusi tumpi berpengaruh terhadap konversi ransum (P<0,05); masing-masing (kg BK ransum/kg bobot badan) adalah 9,38 (P1); 12,67 (P3); dan 20,30 (P2). Substitusi tumpi berpengaruh (P<0,05) terhadap BC ratio; masing-masing adalah 2,02 (P3); 1,92 (P2); dan 1,70 (P1). Substitusi tumpi fermentasi dapat menurunkan biaya pemeliharaan sapi potong bunting muda. Kombinasi pemberian tumpi fermentasi dan konsentrat komersial diperlukan untuk menghasilkan tingkat PBBH harapan sebesar 0,5-0,6 kg. Kata kunci: Tumpi, konsentrat, sapi bunting 97
PENDAHULUAN Kegagalan reproduksi sapi potong di Indonesia masih tinggi dan masalah ini antara lain disebabkan oleh manajemen pakan yang belum memadai (DITJEN PETERNAKAN, 1997). Kekurangan nutrien akan menekan laju pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan mengganggu fungsi organ reproduksi; namun pada umumnya pengaruh defisiensi nutrien bersifat sementara dan masih dapat diperbaiki melalui strategi pemberian pakan. Perbaikan produktivitas sapi induk sebagai penghasil bibit perlu dilakukan karena 99% penghasil sapi bakalan di dalam negeri adalah peternakan rakyat, dengan input pakan sangat bergantung pada sumber daya lokal. Pemeliharaan sapi potong induk sangat bergantung pada limbah pertanian yang pada umumnya berkualitas rendah (DIWYANTO, 2002). Tumpi dan tongkol jagung merupakan limbah industri perontokan jagung pipilan. Ketersediaannya cukup kontinyu dan berlimpah, bahkan terkadang menimbulkan masalah dalam pembuangan atau penyimpanannya, terutama pada saat berlangsungnya panen raya (Januari-Pebruari dan Mei-Juni). Tongkol jagung banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga atau industri kecil, misalnya pembuatan genting dan sebagian kecil telah diekspor sebagai alas tidur hewan kesenangan (fancy). Tumpi jagung bersifat amba (bulky) dan belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar maupun pakan ternak. Harga tumpi jagung lebih murah dibandingkan dengan bahan pakan amba lainnya misalnya kulit kopi, kulit kacang tanah, onggok atau rumput gajah (KUTT SUKA MAKMUR GRATI, 2003). Uji pasar dan uji palatabilitas penggunaan tumpi jagung yang telah dan sedang dilakukan oleh beberapa peneliti Loka Penelitian Sapi Potong pada ternak sapi perah, sapi potong, domba dan kambing memberikan respons yang baik. Potensi tumpi jagung sebagai bahan pakan ternak sapi potong tidak bersaing dengan kebutuhan pakan ternak sapi perah maupun unggas. Bagi peternak sapi perah, penambahan tumpi jagung dalam konsentrat kurang disenangi karena teksturnya kasar; terkadang tercampur dengan tongkol jagung dan mengapung pada saat diberikan dalam bentuk basah (comboran). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi konsentrat komersial dengan tumpi jagung terhadap performans sapi potong bunting muda. Optimalisasi pemanfaatan tumpi jagung diharapkan dapat menghasilkan PBBH sebesar 0,5-0,6 kg pada sapi bunting muda, dan pada akhirnya diperoleh biaya pemeliharaan yang efisien. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong, menggunakan 25 ekor sapi PO dara bunting 2-3 bulan, umur ± 2 tahun, bobot badan 220 260 kg. dibedakan menjadi 3 macam perlakuan pemberian pakan tambahan (konsentrat) berbeda, yaitu: P1 = konsentrat ad-libitum, P2 = tumpi jagung adlibitum dan P3 = konsentrat 1,5 kg + tumpi jagung ad-libitum. Konsentrat yang digunakan pada penelitian P1 dan P3 adalah konsentrat sapi potong komersial produksi Pabrik Makanan Ternak Yellow Feed Kejayan-Pasuruan. Pakan dasar yang diberikan terdisi atas 3 kg rumput gajah segar dan 2 kg jerami padi kering. Pemberian rumput gajah dan jerami padi diperkirakan sebesar 2,5% dari bobot badan pada awal penelitian; sedangkan pemberian konsentrat pada P3 sebesar 0,5% dari bobot badan. Tumpi jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumpi jagung yang dicampur/difermentasi dengan 1% urea dan 5%. Konsentrat pada P1 dan tumpi pada P2, serta P3 disediakan ad-libitum. Kontrol jumlah pemberian pakan adalah tingkat pertambahan bobot badan harian (PBBH) sebesar 0,5 0,6 kg dan skor kondisi tubuh optimal (6 7) untuk sapi calon induk. Penelitian dilakukan selama 14 minggu yang terdiri atas 2 minggu masa adaptasi pakan dan 12 hari masa koleksi data. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan jumlah ulangan 5, 10 dan 10 ekor, masing-masing untuk perlakuan P1, P2 dan P3. Analisis data menggunakan analisis covarian terhadap PBBH, konsumsi dan konversi ransum, kecernaan semu nutrien ransum (BK, PK, TDN) serta BC ratio. 98
Pengukuran parameter Pengukuran bobot badan dilakukan dengan cara menimbang ternak setiap bulan. Konsumsi pakan ditentukan berdasarkan jumlah pemberian dan sisa pakan harian. Pemberian pakan ditimbang setiap hari sedangkan sisa pakan ditimbang sebanyak 2 kali/minggu. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan penyusun ransum Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gajah segar, jerami padi kering, konsentrat sapi potong komersial dan tumpi jagung yang telah difermentasi. Data dalam Tabel 1 tampak, bahwa kandungan PK, SK dan TDN tumpi fermentasi lebih baik dibandingkan dengan rumput gajah maupun jerami padi. Berdasarkan hasil analisis proksimat, diduga bahwa tumpi jagung layak digunakan sebagai pakan tambahan untuk sapi potong. Pertambahan bobot badan harian, konsumsi nutrien dan konversi ransum. Data PBBH, konsumsi nutrien ransum dan konversi ransum disajikan pada Tabel 2. Pemberian tumpi fermentasi ad-libitum (P2) menghasilkan PBBH lebih rendah dibandingkan dengan pemberian konsentrat adlibitum (P1) maupun kombinasi tumpi jagung dengan konsentrat (P3). Substitusi tumpi fermentasi sebagai pakan tambahan tunggal (P2) menghasilkan PBBH sebesar 0,4 kg; berada dibawah target yang diharapkan yaitu sebesar 0,5-0,6 kg. Penambahan konsentrat komersial sebesar 1,5 kg/ekor/hari (P3) dapat meningkatkan PBBH sesuai dengan target yang diharapkan, bahkan mampu menghasilkan PBBH setara dengan pemberian konsentrat komersial ad-libitum (P1). Tabel 1. Kandungan nutrien bahan pakan (%) Nama bahan BK BO PK LK SK Abu BETN TDN Tumpi jagung 87, 54 92,79 10, 91 2,44 13,78 7,21 65,66 62, 62 Rumput gajah 16,00 89,10 6, 70 2,05 28,70 10,90 51,65 51, 56 Jerami padi 75, 52 80,31 6, 63 1,87 29,44 19,69 42,37 44, 75 Konsentrat 90, 70 89,58 18, 52 4,35 14,29 10,42 52,42 66, 78 Sumber: LAB. NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK, LOKA PENELITIAN SAPI POTONG (2003) Tabel 2. Produksi, konsumsi ransum dan konversi ransum Uraian BB awal (kg) BB akhir (kg) PBBH (kg) Konsumsi BK (kg/hari) Kebutuhan BK (kg/hari) Konsumsi PK (kg/hari) Kebutuhan PK (kg/hari) Konsumsi TDN (kg/hari) Kebutuhan TDN (kg/hari) Perlakuan P1 P2 P3 259,04 332,11 0,72±0,20 b 6,73 a 6,66 0,07 1,15 b 0,56 3,98 a 3,49 0,49 242,50 281,84 0,40±0,07 a 8,12 b 6,12 2,00 0,79 a 0,53 0,26 4,84 c 3,34 1,50 259,50 324,21 0,63±0,01 b 7,84 b 6,70 1,14 1,18 b 4,62 b 3,52 1,10 Konversi penggunaan ransum (kg BK ransum/ kg PBBH) 9,38 a 20,30 c 12,67 b Superskript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05) 99
Perlakuan pakan berpengaruh terhadap konsumsi BK, PK, TDN, dan konversi ransum (P<0,05). Konsumsi BK meningkat sejalan dengan peningkatan substitusi tumpi jagung; yaitu secara berturut-turut adalah P1, P2 dan P3. Peningkatan konsumsi BK akibat peningkatan substitusi tumpi merupakan salah satu indikasi, bahwa tumpi jagung fermentasi merupakan bahan pakan yang disukai (palatabel) ternak sapi potong. Peningkatan konsumsi BK pada P3 dan P2 antara lain juga disebabkan oleh rendahnya kandungan protein dan SK tumpi. Pemberian tumpi ad-libitum berpengaruh terhadap menurunnya konsumsi PK ransum; namun total konsumsi PK telah melampaui standar kebutuhan nutrien yang direkomendasikan dalam NRC (1984). Menurunnya konsumsi PK ransum pada perlakuan P2 merupakan akibat perbedaan PK tumpi fermentasi dan konsentrat yang cukup besar; yaitu masingmasing 10,91% dan 18,52%. Penurunan PK bahan pakan akan memacu ternak untuk mengkonsumsi BK pakan lebih banyak guna memenuhi kebutuhannya. Konsumsi TDN ransum meningkat sejalan dengan meningkatnya substitusi tumpi fermentasi. Peningkatan konsumsi TDN ransum pada P3 dan P2 disebabkan oleh peningkatan konsumsi BK ransum pada P2. Peningkatan konsumsi TDN ransum belum mampu dimanfaatkan oleh sapi potong bunting muda untuk meningkatkan PBBH. Menurut SUTARDI (1980) asam amino merupakan regulator konsumsi pakan. Ransum perlakuan P1 mempunyai kandungan PK yang lebih tinggi dibanding P2, dan P3 (Tabel 1). Meskipun terjadi kelebihan konsumsi BK dan TDN pada P3, namun kelebihan konsumsi tersebut tidak bisa dikompensasikan dalam bentuk PBBH (Tabel 2). Hasil tersebut diduga karena pada ransum P2, dan P3 dilakukan penambahan RAC yang sangat mudah difermentasi di dalam rumen sehingga kurang bermanfaat bagi induk semang (PRESTON dan LENG, 1987) Peningkatan substitusi tumpi fermentasi meningkatkan nilai konversi penggunaan ransum (P<0,05) yaitu secara berturut-turut adalah P1; P3 dan P2. Semakin rendah angka konversi penggunanaan ransum menunjukan semakin tinggi effisiensi penggunaan ransum tersebut (DOHO dan BUSTAMI, 1989). Pada penelitian ini nilai konversi penggunaan pakan yang baik disebabkan oleh keseimbangan antara kandungan PK dan energi konsentrat. Kecernaan semu nutrien ransum (in-vivo) Data tentang kecernaan semu nutrien ransum pada masing-masing perlakuan (Tabel 3). Faktor dominan yang mempengaruhi kecernaan nutrien ransum adalah faktor pakan dan ternak. Kecernaan BK, PK dan TDN ransum tidak berbeda pada semua perlakuan. Dengan demikian dapat diduga, bahwa tingkat kecernaan nutrien tumpi setara dengan kecernaan konsentrat komersial. BC ratio Nilai BC ratio pada masing masing perlakuan (Tabel 4). Substitusi tumpi fermentasi (P2 dan P3) lebih menguntungkan karena menghasilkan nilai BC ratio yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan konsentrat komersial secara ad-libitum (P1). Peningkatan penggunaan tumpi fermentasi berpengaruh terhadap nilai BC ratio (P<0,05). Untuk menghasilkan tingkat PBBH sesuai dengan target yang diharapkan, maka optimalisasi penggunaan tumpi perlu dikombinasikan dengan pakan konsentrat komersial (P3). Tabel 3. Kecernaan semu nutrien ransum (P>0,05) Kecernaan (%) Perlakuan BK PK TDN P1 76,00 82,6 81,02 P2 73,81 79,24 79,18 P3 74,98 80,80 79,87 100
Tabel 4. Biaya pakan dan nilai BC ratio pada masing-masing perlakuan pakan Uraian Perlakuan pakan P1 P2 P3 Jerami padi 250 250 250 Rumput gajah 300 300 300 Konsentrat 4125-1185 Tumpi - 1750 1535 Total biaya pakan 4675 2300 3270 Harga PBBH 7931 4433 6930 BC ratio 1,70 a 1,92 b 2,02 b Jerami padi : Rp 125/kg Rumput gajah : Rp 100/kg Konsentrat kontrol : Rp 600/kg Tumpi fermentasi : Rp 250/kg Nilai kenaikan per kg PBBH : Rp 11.000/kg KESIMPULAN Substitusi tumpi fermentasi dapat menurunkan biaya pemeliharaan sapi potong bunting muda. Kombinasi pemberian tumpi fermentasi dan konsentrat komersial diperlukan untuk menghasilkan tingkat PBBH harapan sebesar 0,5 0,6 kg. DAFTAR PUSTAKA DITJEND PETERNAKAN. 1997. Pedoman Teknis Penyiapan Induk Sapi Penghasil Bakalan Lokal (Balok) melalui Perbaikan Pakan. Buku Panduan Praktis. Direktorat Jenderal Peternakan Jakarta. DIWYANTO, K. 2002. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi Teknologi Dalam mendukung Pengembangan sapi Potong di Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. DOHO, S. R dan BUSTAMI, M. 1989. Effisiensi Penggunaan Makanan Pada Sapi Lokal Sedang Tumbuh yang Mendapatkan Berbagai Tingkat Suplementasi Konsentrat Dengan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum var. Hawaii). Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminasia. Cisarua, Bogor 8 10 November 1988. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. KUTT SUKA MAKMUR GRATI. 2003. Laporan pembelian bahan baku pakan ternak bulan Oktober s.d. Maret 2003. Unit Pabrik Makanan Ternak, Pasuruan. Tidak dipublikasi. LOKA PENELITIAN SAPI POTONG. 2003. Hasil-hasil Analisis Proksimat. Laboratorium, Pasuruan. Tidak dipublikasi. NRC. 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. National Academic of Sci. Washington DC. PRESTON T.R. and R.A. LENG. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in the Tropics and Sub-Tropics. SUTARDI, T. 1980. Sapi perah dan pemberian makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 101