BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Iyan Setiono, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I PENDAHULUAN. Kecurangan biasanya identik dengan ketidakjujuran. Kecurangan itu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang

BAB I PENDAHULUAN. pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud

BAB I PENDAHULUAN. terkait kasus-kasus korupsi yang dilakukan pejabat dan wakil rakyat.

Corruption Perception Index Metode Berubah, Indonesia Masih Tetap di Bawah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Transparency International korupsi adalah the abuse of public

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PEMBERIAN BIAYA OPERASIONAL, PEMBINAAN DAN BANTUAN DI KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Berdasarkan penelitian Corruption Perception Index (CPI) tahun 2015

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017Survei Di Antara Pelaku Usaha. Survei di antara Pelaku Usaha 12 Kota di Indonesia

Corruption Perception Index 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan banyaknya pemberitaan mengenai adanya indikasi fraud

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT T UHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

RADIKALISME, TERORISME, KORUPSI DAN PLAGIARISME. Dinno Mulyono, S.Pd. MM.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Corruption Perception Index Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta.

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. fenomenal baik di negara berkembang maupun negara maju. Fraud ini hampir

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lesi Oktiwanti, 2014 Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

I. PENDAHULUAN. satu usaha pembangunan watak bangsa. Pendidikan ialah suatu usaha dari setiap diri

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. umum pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Friastuti, 2012) adalah contoh

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perkembangan dunia akuntansi sudah sangat pesat. Namun setiap

BAB I PENDAHULUAN. juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration

BAB I PENDAHULUAN. masih menonjol, dan terus menjadi sorotan. Sudah sekian kali TI kembali

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pola Pemberantasan Korupsi Sistemik

TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG

SKOR INDONESIA DALAM WORLD GOVERNANCE INDICATORS 2012

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Posisi Ombudsman dalam Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sudah melaksanakan pelayanan secara efektif, yaitu kualitas pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah melakukan penelitian dan observasi yang dilakukan pada SMA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

Road Map KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia Tahun

PENERAPAN ANTIKORUPSI PADA DUNIA BISNIS PERAN KADIN DALAM MEWUJUDKAN PENGUSAHA BERINTEGRITAS

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Istilah good corporate governance atau dikenal dengan GCG menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengoperasikan sistem operasi instansi atau perusahaan.

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

BAB I PENDAHULUAN. disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

JERAT BUDAYA KORUPSI MASYARAKAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memberi dorongan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menunjukkan buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi di

2015 PERAN PKK DALAM PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN BAGI PENINGKATAN KUALITAS KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

Etik UMB KORUPSI DAN PENYEBABNYA. Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. M.Pd. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN KORUPSI: OPINI PUBLIK DI ASIA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah mengambil berbagai langkah penting dalam meuwujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BUPATI POLEWALI MANDAR

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi memicu para pelaku bisnis dan ekonomi untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Korupsi telah dikaji dan ditelaah secara kritis oleh banyak ilmuwan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sedang dihadapi oleh Indonesia saat ini, karena korupsi merupakan sebuah

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuannya. Adanya tahapan-tahapan tersebut, pada

BAB I PENDAHULUAN. hukum, melaksanakan good governance, tetapi jika moral tidak berubah dan sikap

SECARA HARFIAH BERARTI KEBUSUKAN, KEBURUKAN, KEBEJATAN, KETIDAK JUJURAN, DAPAT DISUAP, TIDAK BERMORAL, PENYIMPANGAN DARI KESUCIAN.

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

TUGAS AKHIR PANCASILA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. korupsi yang telah dilakukan oleh institusi kelembagaan pemerintah selama ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis, namun perilaku korupsi semakin meluas yang dilakukan secara terorganisir dan sistematis memasuki seluruh aspek kehidupan, menjadikan negara ini sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah. Korupsi di Indonesia sudah sangat merajalela dan menjadi fenomena sosial yang terjadi pada tatanan pemerintahan. Fenomena korupsi dalam administrasi publik sering kali menjadi persoalan utama pada pemerintahan. Penyalahgunaan kekuasaan dari pelaksanaan fungsi pemerintahan menjadi bagian dalam melakukan tindak pidana korupsi. Menurut penelitian Transparency International tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Posisi Indonesia sejajar dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan Madagaskar. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) adalah instrumen pengukuran tingkat korupsi berdasarkan persepsi di negara-negara seluruh dunia dengan cara menghitung indeks agregat yang dihasilkan dari penggabungan beberapa indeks yang dihasilkan berbagai lembaga. Indeks ini mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara dan politisi. Dengan melihat perbandingan IPK yang diperoleh maka dapat ditinjau apakah negara tersebut sebuah negara yang korup atau tidak. Indeks pengukuran memiliki skala antara 0 (sangat korup) sampai dengan 10 (sangat bersih). Dalam perkembangannya korupsi sering kali menjadi faktor penghambat dalam proses pembangunan maupun pelaksanaan pemerintahan suatu negara. Peperangan melawan korupsi tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, harus

2 ada strategi dan peran serta dari pihak lain yang dapat membantu pemberantasan korupsi ini. Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu pemerintah juga membentuk komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dikawasan ASEAN posisi Indonesia bisa di lihat dibawah ini: Tabel 1.1 Skor CPI Negara ASEAN Negara Skor CPI Peringkat Singapura 87 5 Brunei Darussalam 55 46 Malaysia 49 54 Thailand 37 88 Filipina 34 108 Indonesia 32 118 Vietnam 31 123 Myanmar 15 172 Sumber:http://www.ti.or.id/index.php/publication/2012/12/12/corruptionperception-index-2012diakses pada 26/12/2012 Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki unit pengawas dan pengendali dalam instansi yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan

3 berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Disamping pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. LSM merupakan suatu wadah untuk masyarakat atau warga negara dalam berorganisasi, di dalamnya terdapat masyarakat yang memiliki satu latar belakang pemikiran dan satu tujuan yang sama seperti pendidikan, budaya, agama dan banyak lagi yang lainnya. LSM berjalan atas motivasi dan keinginan yang bangkit atas dasar solidaritas sosial. Sebagai salah satu bentuk lembaga yang menyalurkan peran serta masyarakat sehingga memiliki kegiatan khas karena dilandasi oleh motivasi yang khas pula dari anggotanya. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menyebutkan, bahwa: Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sebagai badan penggerak masyarakat melangkahkan kegiatannya di luar dari birokrasi politik, LSM mengorientasikan kegiatannya pada daya masyarakat, kegiatannya pun manifestasi dari solidaritas sosial, bukan semata-mata karena ada imbalan ekonomis. Salah satu ciri dari LSM adalah mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas, oleh sebab itu dengan adanya wadah berupa lembaga swadaya masyarakat akan meningkatkan sikap kritis masyarakat terhadap penyimpangan sosial yang terjadi. Sebagai wadah bagi masyarakat dalam

4 pengawasan terhadap pemerintah tentu LSM menjadi tempat yang tepat untuk melakukan perlawanan terhadap musuh bersama ini. Partisipasi masyarakat dapat terwadahi oleh adanya LSM. Dilihat dari sisi akademis dan kaitannya dengan PKn, ini termasuk kepada konsep PKn mengenai masyarakat madani. Menurut Neera Candoke (1995:5): Masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional masyarakat yang secara eksplisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi, dalam kerangka ini hanya negara demokratis yang mampu menjamin masyarakat madani. Menurut Candoke, Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilarpilar demokrasi yang meliputi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers yang bebas, supremasi hukum, perguruan tinggi dan partai politik. Sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional dan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka terungkap bahwa fungsi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah sebagai pendidikan demokrasi dan pendidikan kebangsaan. Melihat fakta dan data yang telah terurai di atas, maka penulis tergerak untuk meneliti sejauh mana LSM berperan dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Maka dengan ini penulis akan melakukan sebuah penelitian dengan judul : PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT SEBAGAI KONTROL SOSIAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat Bandung Institute of Governance B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi?

5 2. Bagaimana langkah yang dilakukan BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi? 3. Kendala apa yang dihadapi BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi? 4. Upaya apa yang dilakukan BIGS untuk mengatasi kendala dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peran BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi 2. Untuk mengetahui langkah yang dilakukan BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi 3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi 4. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan BIGS untuk mengatasi kendala dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi D. Kegunaan penelitian 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dalam rangka pengembangan keilmuan dalam bidang pendidikan kewarganegaraan, khususnya dalam segi ilmu hukum. 2. Kegunaan Praktis a. Memberikan informasi kepada khalayak tentang peran BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. b. Memberikan informasi kepada khalayak tentang langkah yang dilakukan BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi

6 c. Memberikan informasi kepada khalayak tentang kendala yang dihadapi BIGS dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. d. Memberikan informasi kepada khalayak tantang upaya BIGS untuk mengatasi kendala dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi E. Penjelasan Istilah 1. Penjelasan Tentang Lembaga Swadaya Masyarakat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menyebutkan bahwa: Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Menurut INMENDAGRI Nomor 8 Tahun 1990 menyebutkan bahwa : LSM adalah organisasi/lembaga yang dibentuk oleh masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya. 2. Penjelasan Tentang Kontrol Sosial Soekanto (2012:179), menyatakan bahwa: Arti sesungguhnya dari kontrol sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses direncanakan atau tidak, bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Roucek dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2010:252), mengartikan pengendalian sebagai: proses baik direncanakan maupun tidak direncanakan, yeng bersifat mendidik, mengajak, bahkan memaksa warga-warga masyarakat agar

7 mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Sementara Berger memberikan batasan atau pengertian pengendalian sosial dengan: berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang berbuat menyimpang. Adapun Cohen mengemukakan pengendalian sosial: sebagai caracara yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas tertentu. Lawang dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2010:252), membatasi pengendalian sosial merupakan: semua cara yang digunakan masyarakat untuk mengembalikan si penyimpang pada garis yang normal atau yang sebenarnya. Adapun Roucek melihat pengendalian sosial dari aspek edukatif. Ia membatasi pengendalian sosial sebagai: segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Adapun Karel J. veeger dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2010:252), melihat pengendalian sosial sebagai: Titik kelanjutan dari proses sosialisasi dan berhubungan dengan cara dan metode yang digunakan untuk mendorong seseorang berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat yang jika dijalankan secara efektif, perilaku individu akan konsisten dengan perilaku yang diharapkan. Dengan demikian pengendalian sosial dapat dilakukan sebelum penyimpangan terjadi (Preventif) dan setelah penyimpangan itu terjadi (Represif). Selain itu pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya, juga dapat dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok sosial. 3. Penjelasan Tentang Korupsi Syed Hussein Alatas (1986:11), menyatakan bahwa: Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi atau kelompok.meurut pemakaian umum istilah korupsi pejabat, kita menyebut korup apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan

8 oleh seorang swasta dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi. Sementara pendapat yang di paparkan oleh Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) dalam Harmanto (2011:32) bahwa: Korupsi sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasi. Istilah korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi. Ini meliputi pelanggaran sepihak oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, serta pelanggaran menghubungkan aktor publik dan swasta seperti penyuapan, pemerasan menjajakan, pengaruh dan penipuan. F. Teknik Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian yaitu peran lembaga swadaya masyarakat dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam penelitian kualitataif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Nasution dalam Sugiyono (2012:223), menyatakan bahwa: Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan,

9 itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya. Sugiyono memaparkan (2012:205), dalam penelitian kualitatif akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah yang dibawa oleh peneliti dalam penelitian. Pertama masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir penelitian sama. Kedua, masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang telah disiapkan. Ketiga, masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total, sehingga harus ganti masalah. G. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Menurut Sugiyono (2012:218-219): Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti. Subjek penelitian ini adalah beberapa anggota LSM Bandung Institute of Governance Studies (BIGS), juga beberapa orang aparat pemerintahan kota Bandung serta masyarakat yang dipandang mengetahui data yang diharapkan, sehingga dapat memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Adapun lokasi penelitian yang penulis lakukan bertempat di sekretariat LSM Bandung Institute of Governance Studies (BIGS) Jalan Saninten Nomor 34 Bandung.