Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakteristik katalis Pembuatan katalis HTSC ITB didasarkan pada prosedur menurut dokumen paten Jennings 1984 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : Proses presipitasi diawali dengan membuat dua macam larutan, yaitu larutan I dan II. Larutan I berupa larutan ferri nitrat dan kromium nitrat, masingmasing dengan konsentrasi,429 mol/liter dan,429 mol/liter. Sedangkan larutan presipitator (larutan II) berupa larutan Na 2 CO 3 2,358 mol/liter. Selanjutnya larutan I dituang ke dalam larutan II. Pencampuran dilakukan pada temperatur 6 o C dan ph akhir pencampuran yang mendekati netral (ph =7-8,5) sambil terus diaduk sehingga karbon dioksida yang larut dapat terlepas. Suspensi yang dihasilkan selanjutnya disaring dan dicuci. Presipitat yang dihasilkan dikeringkan dan direduksi dengan menggunakan campuran kukus dan hidrogen pada temperatur 3 o C sebelum digunakan untuk reaksi. Pada prosedur ini tidak disebutkan kondisi pengeringan dan kalsinasi, sehingga perlu dilakukan studi literatur untuk mencari kondisi pengeringan dan kalsinasi (waktu dan temperatur). Berdasarkan hasil studi literatur, digunakan temperatur pengeringan 15 o C selama 18 jam (Richardson, 1989). Temperatur pengeringan ini dipilih untuk menghindari terjadinya gradien temperatur yang tinggi antara presipitat dan lingkungannya sehingga mengakibatkan tekanan tinggi dalam pori katalis. Tekanan tersebut menyebabkan runtuhnya dinding pori katalis dan membentuk pori katalis yang sangat besar. Akibatnya luas permukaan katalis menjadi sangat kecil (Richardson, 1989). Menurut Satterfield (1991), temperatur kalsinasi yang digunakan harus lebih tinggi dari temperatur reaksi dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan katalis terhadap perubahan temperatur. Karena reaksi HTSC biasanya dilangsungkan pada temperatur 37-4 o C, maka pada percobaan I dipilih temperatur kalsinasi 4 o C dan waktu kalsinasi 6 jam. Percobaan pertama penerapan prosedur ini menghasilkan katalis yang diberi nama katalis HTSC ITB 1. Katalis tersebut berwarna coklat tua mendekati hitam dan memiliki luas permukaan 15 m 2 /g. IV-1 lxiii
berikut ini. Hasil analisa XRD katalis HTSC ITB 1 dapat dilihat pada gambar IV.1 Hasil XRD katalis HTSC ITB 1 Intensitas 45 4 35 3 25 2 15 Fe 2 O 3 84-37 Cr 2 O 3 84-314 a-fe 2 O 3 3-8 Fe 92 O 79-1971 Fe 3 O 4 79-416 1 5 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65 7 75 8 85 9 95 1 15 11 115 12 125 13 135 14 2 Teta Gambar IV.1 Difraktogram katalis HTSC ITB 1 Pada gambar IV.1 dapat diamati puncak puncak difraktogram katalis HTSC ITB 1. Berdasarkan pengamatan terhadap difraktogram tersebut, katalis ini berfasa amorf dengan terbentuknya puncak puncak yang melebar (Richardson, 1991). Selanjutnya difraktogram katalis HTSC ITB 1 dibandingkan dengan difraktogram standar Fe 2 O 3, Cr 2 O 3, Fe 3 O 4, α-fe 2 O 3, dan Fe92O (Lampiran F) yang dapat dilihat pada tabel IV.1 berikut ini. Tabel IV.1 Perbandingan difraktogram katalis HTSC ITB 1 dengan standar Fe 2 O 3, α-fe 2 O 3, Fe92O, Fe 3 O 4, dan Cr 2 O 3 (Lampiran F) Katalis HTSC Menunjukkan Puncak ITB 1 Fe 2 O 3 α-fe 2 O 3 Fe92O Fe 3 O 4 Cr 2 O 3 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 49.34 137 - - - - - - 48.459 135 - - 75.86 75 - - - - 75.577 82 - - - - 84.92 63 85.16 64 - - - - - - 84.44 61 94.9 68 - - 94.333 7 - - - - - - 131.4 77 - - 131.9 8 - - - - - - Int = Intensitas lxiv IV-2
Dengan membandingkan difraktogram katalis HTSC ITB 1 dengan difraktogram standar (Lampiran F), diperkirakan katalis HTSC ITB 1 mengandung Fe 2 O 3, α-fe 2 O 3, Fe92O, dan Cr 2 O 3. Menurut Reade (26), Fe 3 O 4 berwarna hitam dan menurut Weiser (1935), α-fe 2 O 3 berwarna merah, sedangkan Fe 2 O 3 berwana merah tua. Karena adanya campuran Fe 2 O 3 yang berwarna merah tua, α-fe 2 O 3 yang berwarna merah, dan Fe 3 O 4 yang berwarna hitam menyebabkan katalis HTSC ITB 1 cenderung berwarna coklat tua mendekati hitam. Luas permukaan yang dihasilkan katalis HTSC ITB 1 (15 m 2 /g) jauh lebih kecil dari luas permukaan katalis yang diklaim Jennings yaitu 1-2 m 2 /g. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi luas permukaan katalis. Menurut berbagai literatur luas permukaan katalis dipengaruhi oleh variabel pembuatan sebagai berikut. 1. ph pencampuran ph pencampuran sangat mempengaruhi ukuran partikel presipitat yang dihasilkan. Presipitasi pada kondisi yang asam atau basa akan menghasilkan ukuran partikel yang besar (Twigg, 1989). Hal ini harus dihindari karena ukuran partikel yang besar akan menyebabkan luas permukaan katalis menjadi lebih kecil. Oleh karena itu, sebaiknya ph akhir pencampuran yang digunakan adalah ph akhir pencampuran mendekati netral (ph = 7 8,5) (Jennings, 1984). Selain itu ph akhir pencampuran harus tetap dijaga 7-8,5 untuk menghindari terjadinya perubahan ph menjadi asam atau basa yang akan mempengaruhi sifat amfoterik oksida krom hidrat (Vogel, 1951). Bila larutan - bersifat basa, maka oksida krom hidrat akan membentuk Cr(OH) 4 dan bila larutan bersifat asam maka oksida krom hidrat akan membentuk Cr 3+. Keduanya larut dalam air dan akan hilang pada saat pencucian presipitat. lxv IV-3
Reaksi pembentukan Cr(OH) 4 - dan Cr 3+ dapat dilihat pada persamaan 4.1 dan 4.2 berikut ini. Cr(OH) 3 (s) + OH - (aq) à Cr(OH) 4 - (aq)...(4.1) Cr(OH) 3 (s) + 3H + (aq) à Cr 3+ (aq) + 3H 2 O(l)...(4.2) 2. Proses aging Proses aging bertujuan untuk memperbaiki tingkat kristalinitas presipitat. Hal ini disebabkan karena pada saat aging terjadi interaksi kimia antar partikel (Kolthoff, 1952). Akan tetapi proses aging pada pembuatan katalis HTSC ITB sebaiknya dihindari. Hal ini disebabkan karena kristal presipitat yang besar akan menyebabkan luas permukaan menjadi lebih kecil. 3. Temperatur kalsinasi Kalsinasi bertujuan untuk mendekomposisi Fe(OH) 3 menjadi Fe 2 O 3, menghilangkan sisa molekul air dan impuritis dari proses pencampuran, seperti karbonat dan nitrat. Sisa karbonat dan nitrat yang terperangkap akan menyebabkan luas permukaan aktif katalis menjadi lebih kecil (Twigg, 1989). Selain itu proses kalsinasi juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan katalis terhadap temperatur (Satterfield, 1991). Menurut Neel (1979), temperatur kalsinasi yang baik digunakan untuk katalis HTSC adalah 4-1 o C selama 6 jam. Akan tetapi penggunaan temperatur kalsinasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan katalis mengalami sintering sehingga luas permukaan katalis yang dihasilkan menjadi lebih kecil. Akibatnya aktivitas katalis menjadi lebih rendah (Satterfield, 1991). Menurut Davis (1998) pada pembuatan katalis Fischer-Tropsch berbasis Fe, Fe 2 O 3 murni yang dihasilkan melalui metode presipitasi yang dikalsinasi pada temperatur 35 o C memiliki luas permukaan 1 m 2 /g. Sedangkan pada temperatur kalsinasi yang lebih tinggi yaitu 4 o C, Fe 2 O 3 memiliki luas permukaan 53 m 2 /g. Perbedaan ini membuktikan bahwa temperatur kalsinasi berpengaruh terhadap luas permukaan katalis berbasis oksida besi. Berdasarkan hasil studi literatur dan percobaan, dapat disimpulkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap luas permukaan katalis adalah lxvi IV-4
temperatur kalsinasi. Oleh karena itu, percobaan dilanjutkan dengan menggunakan temperatur kalsinasi yang lebih rendah yaitu 3 o C. Katalis yang dihasilkan berwarna coklat tua dan memiliki luas permukaan 163 m 2 /g. Katalis ini diberi nama katalis HTSC ITB 2. Hasil analisa XRD katalis HTSC ITB 2 dapat dilihat pada gambar IV.2 berikut ini. Hasil XRD katalis HTSC ITB 2 Intensitas 3 25 2 15 1 Fe 2 O 3 73-2234 Cr 2 O 3 84-312 a-fe 2 O 3 3-8 CrO 3 73-1547 Fe 3 O 4 79-416 CrO 2 84-1818 5 1 15 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65 7 75 8 85 9 95 1 15 11 115 12 125 13 135 14 145 2 Teta Gambar IV.2 Difraktogram katalis HTSC ITB 2 Gambar IV.2 menampilkan difraktogram katalis HTSC ITB 2. Puncak puncak yang dihasilkan berbentuk melebar sehingga dapat dikatakan bahwa katalis HTSC ITB 2 berfasa amorf. Selanjutnya difraktogram katalis HTSC ITB 2 dibandingkan dengan difraktogram standar Fe 3 O 4, α-fe 2 O 3, Fe 2 O 3, CrO 3, Cr 2 O 3, CrO 2, dan g-fe 2 O 3 (Lampiran F) yang dapat dilihat pada tabel IV.2 berikut ini. lxvii IV-5
Tabel IV.2 Perbandingan difraktogram katalis HTSC ITB 2 dengan standar Fe 3 O 4, α-fe 2 O 3, Fe 2 O 3, CrO 3, CrO 2, dan Cr 2 O 3 (Lampiran F) Katalis HTSC ITB 2 Menunjukkan Puncak Fe 3 O 4 α-fe 2 O 3 Fe 2 O 3 CrO 3 Cr 2 O 3 CrO 2 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 45.38 71 - - 44.99 7 - - - - - - - - 57.2 79 - - - - 57.64 76 - - - - - - 66.84 67 - - - - - - 66.47 79 - - - - 7.9 43 7.95 32 - - - - - - - - - - 79.3 14 78.96 24 - - - - - - - - 78.55 19 82.82 26 - - - - 83.2 36 - - 82.24 31 - - 88.78 24 - - - - - - - - - - 88.41 2 Int = Intensitas Dengan membandingkan difraktogram katalis HTSC ITB 2 dengan difraktogram standar (Lampiran F), diperkirakan katalis HTSC ITB 2 mengandung Fe 3 O 4, α-fe 2 O 3, Fe 2 O 3, CrO 3, Cr 2 O 3, dan CrO 2. Karena adanya campuran Fe 2 O 3 yang berwarna merah tua, α-fe 2 O 3 yang berwarna merah, dan Fe 3 O 4 yang berwarna hitam menyebabkan katalis HTSC ITB 2 berwarna coklat tua sedikit lebih muda dari katalis HTSC ITB 1. Sedangkan luas permukaan katalis HTSC ITB 2 (163 m 2 /g) yang diperoleh sudah lebih baik dari luas permukaan katalis HTSC ITB 1 (15 m 2 /g). Akan tetapi luas permukaan katalis HTSC ITB 2 belum mendekati luas permukaan maksimum yang diklaim Jennings yaitu 2 m 2 /g. Selanjutnya pada kunjungan ke pabrik katalis Kujang Sud Chemie diperoleh informasi bahwa pencucian presipitat dengan menggunakan air hangat akan menyebabkan luas permukaan katalis menjadi lebih besar. Dari studi literatur diperoleh penjelasan bahwa impuritis mudah larut dalam air hangat (sekitar 5 o C) dan kembali ke larutan sehingga presipitat yang dihasilkan menjadi lebih murni (Hobart, 194). Kemurnian presipitat ini nantinya akan berpengaruh terhadap luas permukaan dan aktivitas katalis yang dihasilkan. Selain itu pencucian dengan menggunakan air hangat akan meningkatkan laju penyaringan presipitat yang dihasilkan (Szabo, 1976). Berdasarkan informasi tersebut di atas, pada percobaan selanjutnya pencucian presipitat dilakukan dengan menggunakan aqua dm 5 o C. Katalis yang dihasilkan diberi nama katalis HTSC ITB 3. Katalis ini berwarna coklat tua dan memiliki luas permukaan 192 m 2 /g. lxviii IV-6
berikut ini. Hasil analisa XRD katalis HTSC ITB 3 dapat dilihat pada gambar IV.3 Hasil XRD katalis HTSC ITB 3 Intensitas 25 2 15 1 Fe 2 O 3 73-2234 Cr 2 O 3 84-312 Fe 3 O 4 79-416 CrO 3 73-1547 FeO 46-1312 5 3 35 4 45 5 55 6 65 7 75 8 85 9 95 1 15 11 115 12 125 13 135 14 2 Teta Gambar IV.3 Difraktogram katalis HTSC ITB 3 Gambar IV.3 menunjukkan difraktogram katalis HTSC ITB 3. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa katalis ini berfasa amorf. Difraktogram katalis ini selanjutnya dibandingkan dengan difraktogram standar Fe 2 O 3, Cr 2 O 3, Fe 3 O 4, CrO 3, dan FeO (Lampiran F) yang dapat dilihat pada tabel IV.3 berikut ini. Tabel IV.3 Perbandingan difraktogram katalis HTSC ITB 3 dengan standar Fe 3 O 4, Fe 2 O 3, FeO, CrO 3, dan Cr 2 O 3 (Lampiran F) Katalis HTSC Menunjukkan Puncak ITB 3 Fe 3 O 4 Fe 2 O 3 FeO CrO 3 Cr 2 O 3 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Inte 2θ Int 37.28 156 - - - - - - 37.99 156 - - 82.6 32 81.89 41 83.2 36 - - - - 82.24 31 89.3 42 89.64 37 88.62 49 - - - - - - 13.36 32 - - - - 12.89 3 - - - - Int = Intensitas lxix IV-7
Dengan membandingkan difraktogram katalis HTSC ITB 3 dengan difraktogram standar (Lampiran F), diperkirakan katalis HTSC ITB 3 mengandung Fe 2 O 3, Cr 2 O 3, Fe 3 O 4, CrO 3, dan FeO. Karena adanya campuran Fe 2 O 3 yang berwarna merah tua, dan Fe 3 O 4 yang berwarna hitam menyebabkan katalis HTSC ITB 3 berwarna coklat tua namun sedikit lebih tua dari katalis HTSC ITB 2. Hal yang sangat menggembirakan adalah dengan prosedur ini (prosedur pembuatan katalis HTSC ITB 3) diperoleh katalis dengan luas permukaan 192 m 2 /g. Luas permukaan katalis ini telah mendekati luas permukaan maksimum yang diklaim Jennings yaitu 2 m 2 /g. Kalsinasi pada temperatur yang rendah (T = 3 o C) telah menghasilkan katalis dengan luas permukaan yang besar (192 m 2 /g). Akan tetapi dikhawatirkan Fe(OH) 3 belum terdekomposisi secara sempurna pada temperatur 3 o C. Oleh karena itu percobaan dilanjutkan dengan meningkatkan temperatur kalsinasi menjadi 33 o C. Temperatur ini tidak terlalu tinggi untuk menghindari terjadinya sintering dan tidak terlalu rendah agar Fe(OH) 3 dapat terdekomposisi secara sempurna. Katalis yang dihasilkan diberi nama katalis HTSC ITB 4. Katalis ini berwarna coklat tua dan memiliki luas permukaan 162 m 2 /g. Hasil analisa XRD katalis HTSC ITB 4 dapat dilihat pada gambar IV.4 berikut ini. Hasil XRD katalis HTSC ITB 4 Intensitas 25 2 15 1 Fe 2 O 3 84-311 CrO 3 73-1547 FeO 46-1312 Fe 3 O 4 79-416 a-fe 2 O 3 3-8 5 3 35 4 45 5 55 6 65 7 75 8 85 9 95 1 15 11 115 12 125 13 135 14 2 Teta Gambar IV.4 Difraktogram katalis HTSC ITB 4 lxx IV-8
Pada gambar IV.4 dapat diamati bahwa puncak puncak difraktogram katalis HTSC ITB 4. Berdasarkan hasil pengamatan puncak puncak difraktogram dapat diketahui bahwa katalis HTSC ITB 4 berfasa amorf. Selanjutnya difraktogram katalis HTSC ITB 4 dibandingkan dengan difraktogram standar Fe 2 O 3, α-fe 2 O 3, FeO, Fe 3 O 4, dan CrO 3 (Lampiran F) yang dapat dilihat pada tabel IV.4 berikut ini. Tabel IV.4 Perbandingan difraktogram katalis HTSC ITB 4 dengan standar Fe 2 O 3, α-fe 2 O 3, FeO, Fe 3 O 4, dan CrO 3 (Lampiran F) Katalis HTSC Menunjukkan Puncak ITB 4 Fe 2 O 3 α-fe 2 O 3 FeO Fe 3 O 4 CrO 3 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 2θ Int 53.5 9 - - - - - - 53.431 98 54.248 89 89.7 56 89.387 58 - - - - - - - - 92.3 41 - - - - 91.817 4 - - - - 15.68 31 - - 15.1 3 - - - - - - Int = Intensitas Dengan membandingkan difraktogram katalis HTSC ITB 4 dengan difraktogram standar (Lampiran F), diperkirakan katalis HTSC ITB 4 mengandung Fe 2 O 3, α-fe 2 O 3, FeO, Fe 3 O 4, dan CrO 3. Karena adanya campuran Fe 2 O 3 yang berwarna merah tua, α-fe 2 O 3 yang berwarna merah, dan Fe 3 O 4 yang berwarna hitam menyebabkan katalis HTSC ITB 4 berwarna coklat tua namun sedikit lebih muda dari katalis HTSC ITB 1. Luas permukaan katalis HTSC ITB 4 (162 m 2 /g) yang dihasilkan lebih kecil dari luas permukaan katalis HTSC ITB 3 (192 m 2 /g). Untuk meyakinkan bahwa prosedur pembuatan katalis HTSC ITB 3 lebih baik dari katalis HTSC ITB 4 serta untuk meyakinkan bahwa prosedur pembuatan katalis HTSC ITB 4 menghasilkan katalis dengan luas permukaan yang lebih kecil dari HTSC ITB 3, maka prosedur pembuatan katalis HTSC ITB 3 dan 4 diulangi kembali. Hanya saja pada proses pembuatan ini digunakan aquadest sebagai pengganti aqua dm. Katalis yang dihasilkan diberi nama katalis HTSC ITB 5 dan 6. Katalis HTSC ITB 5 merupakan katalis hasil pengulangan prosedur pembuatan katalis HTSC ITB 4 sedangkan katalis HTSC ITB 6 merupakan pengulangan prosedur pembuatan katalis HTSC ITB 3. lxxi IV-9
Katalis HTSC ITB 5 berwarna coklat tua dan memiliki luas permukaan 174 m 2 /g. Selanjutnya dilakukan analisa XRD terhadap katalis HTSC ITB 5. Hasil analisa tersebut berupa difraktogram katalis HTSC ITB 5. Difraktogram ini kemudian dibandingkan terhadap difraktogram katalis HTSC ITB 4 sebagai acuan. Hasil perbandingannya dapat dilihat pada gambar IV.5 berikut ini. Perbandingan grafik posisi puncak terhadap intensitas katalis HTSC ITB 5 dan 4 25 3 2 25 2 Intensitas 15 1 15 HTSC ITB 4 HTSC ITB 5 1 5 5 2 4 6 8 1 12 14 16 2 Teta Gambar IV.5 Perbandingan difraktogram katalis HTSC ITB 5 dan 4 Pada gambar IV.5 dapat diamati bahwa difraktogram yang dihasilkan oleh katalis HTSC ITB 5 memiliki bentuk yang hampir sama dengan difraktogram katalis HTSC ITB 4, tetapi memiliki intensitas yang berbeda. Luas permukaan katalis HTSC ITB 5 adalah 174 m 2 /g. Luas permukaan katalis ini (174 m 2 /g) sedikit lebih besar daripada luas permukaan HTSC ITB 4 (162 m 2 /g). Katalis HTSC ITB 6 berwarna coklat tua dan memiliki luas permukaan (198 m 2 /g) yang hampir sama dengan katalis HTSC ITB 3 (192 m 2 /g). Hasil analisa XRD katalis HTSC ITB 6 selanjutnya dibandingkan dengan hasil analisa XRD katalis HTSC ITB 3 seperti yang disajikan pada gambar IV.6 berikut ini. lxxii IV-1
Perbandingan grafik posisi puncak terhadap intensitas katalis HTSC ITB 6 dan 3 25 25 2 2 Intensitas 15 15 HTSC ITB 3 HTSC ITB 6 1 1 5 5 2 4 6 8 1 12 14 16 2 Teta Gambar IV.6 Perbandingan difraktogram katalis HTSC ITB 6 dan 3 Gambar IV.6 menunjukkan difraktogram katalis HTSC ITB 6 dan 3. Kedua katalis ini menghasilkan difraktogram yang hampir sama, tetapi memiliki intensitas yang berbeda. Berdasarkan perbandingan hasil analisis XRD dan BET dapat dikatakan bahwa pengulangan prosedur pembuatan katalis HTSC 3 dan 4 mampu menghasilkan katalis yang hampir sama dengan luas permukaan yang hampir sama pula sehingga dapat disimpulkan bahwa prosedur pembuatan katalis HTSC ITB 3 dan 4 sudah reproducible. Selanjutnya dengan membandingkan luas permukaan yang diperoleh pada katalis HTSC ITB 4/5 dan 3/6, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan temperatur kalsinasi 3 o C lebih baik dari temperatur 33 o C. Kondisi pembuatan dan beberapa sifat katalis HTSC yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel IV.5. lxxiii IV-11
Tabel IV.5 Kondisi pembuatan dan beberapa sifat katalis HTSC yang dihasilkan No. Jenis katalis Prosedur pembuatan Warna Luas permukaan (m 2 /g) 1. HTSC ITB 1 Pencucian 2 x dengan aqua dm 1 liter Kalsinasi 4 o C selama 6 jam Coklat tua mendekati hitam 15 2. HTSC ITB 2 Pencucian 2 x dengan aqua dm 1 liter Kalsinasi 3 o C selama 6 jam Coklat tua 163 HTSC ITB 3 Pencucian 2 x yang terdiri dari : Coklat tua 192 3. - aqua dm 25 o C 1 liter - aqua dm 5 o C 1 liter HTSC ITB 6 Kalsinasi 3 o C selama 6 jam Coklat tua 198 Pencucian 2 x yang terdiri dari : 4. HTSC ITB 4 HTSC ITB 5 - aqua dm 25 o C 1 liter - aqua dm 5 o C 1 liter Kertas saring bebas abu Kalsinasi 33 o C selama 6 jam Coklat tua Coklat tua 162 174 IV.2 Kinerja Katalis Kinerja katalis HTSC ITB yang dihasilkan dapat dinilai berdasarkan aktivitasnya. Aktivitas katalis merupakan kemampuan katalis untuk mengkonversi CO pada kondisi operasi tertentu. Katalis dengan aktivitas yang tinggi merupakan katalis yang memiliki kinerja yang baik. Untuk mengetahui aktivitasnya, katalis HTSC ITB untuk reaksi pergeseran CO diuji selama 1 jam. Sebelum uji aktivitas dilakukan, katalis yang berupa Fe 2 O 3 terlebih dahulu direduksi menjadi katalis yang aktif (Fe 3 O 4 ). Pada dokumen paten Jennings 1984 disebutkan reduksi dilakukan dengan menggunakan campuran kukus dan hidrogen pada temperatur 3 o C. Tetapi menurut Twigg (1989), kehadiran kukus walaupun pada konsentrasi rendah sangat efektif menyebabkan terjadinya sintering pada oksida. Berdasarkan hasil studi literatur, gas pereduksi yang lebih baik digunakan untuk reduksi katalis logam adalah campuran H 2 dan N 2 (Twigg, 1989). Menurut lxxiv IV-12
Satterfield (1991), gas N 2 yang dialirkan bersama sama dengan gas H 2 memiliki fungsi sebagai faktor pengaman sehingga dapat mencegah kebakaran apabila terjadi kebocoran dan dapat mengendalikan konsentrasi H 2. Pada prosedur paten Jennings 1984 disebutkan temperatur reduksi yang digunakan adalah 3 o C. Akan tetapi temperatur ini hampir sama dengan temperatur kalsinasi yang digunakan pada katalis HTSC ITB, sehingga dikhawatirkan katalis akan mengalami sintering. Selanjutnya dilakukan studi literatur untuk mengetahui temperatur reduksi yang akan digunakan. Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan temperatur reduksi awal yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 1. Temperatur yang terlalu tinggi selama proses reduksi akan menyebabkan terjadinya sintering (Twigg, 1989). 2. Penggunaan temperatur operasi yang tinggi akan menyebabkan terjadinya sintering dan dengan adanya gas hidrogen, sintering dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah (Satterfield, 1991). 3. Pengendalian terhadap temperatur reduksi dan konsentrasi kukus yang dihasilkan perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya sintering (Twigg, 1989). 4. Reduksi katalis dimulai pada temperatur 15 o C dan kesempurnaan proses reduksi baru dapat diperoleh bila temperatur reduksi mencapai 4 o C (Twigg, 1989). Selanjutnya pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan temperatur reduksi yang akan digunakan adalah pertimbangan ke 4. Pertimbangan ini dipilih karena pada temperatur 3-565 o C fasa stabil yang terbentuk adalah besi metalik (Fe) dan magnetit (Fe 3 O 4 ). Fasa stabil untuk magnetit (Fe 3 O 4 ) baru dapat dicapai pada temperatur reduksi 4 o C (Twigg, 1989). Karena itu apabila menggunakan temperatur reduksi 3 o C dikhawatirkan Fe 3 O 4 belum mencapai fasa stabil. Keseluruhan tahapan yang dilangsungkan pada proses reduksi dapat dilihat pada gambar IV.7 berikut ini. lxxv IV-13
KURVA REDUKSI Temperatur ( o C) 45 4 35 3 25 2 15 Laju pemanasan H 2 : N 2 2:1 1 o C/jam QH 2 = 62,5 ml/menit QN 2 = 35,96 ml/menit Laju pemanasan H 2 : N 2 1:1 1 o C/jam QH 2 = 31,91 ml/menit QN 2 = 35,96 ml/menit H 2 : N 2 1:1 QH 2 = 31,91 ml/menit QN 2 = 35,96 ml/menit 1 5 N 2 = 85,71 ml/menit Wkatalis =,5 gr Laju pemanasan 1 o C/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jam ke Gambar IV.7 Proses reduksi katalis HTSC ITB Pada gambar IV.7 dapat diamati tahap tahap pelaksanaan proses reduksi katalis HTSC ITB. Terlebih dahulu,5 gr katalis dipanaskan dari temperatur 25 o C hingga 25 o C dengan laju pemanasan 1 o C/jam. Tujuan pemanasan adalah untuk menghilangkan air yang teradsorb dalam katalis. Saat pemanasan, dialirkan gas N 2 dengan laju alir 85,71 ml/menit untuk mendorong udara dan air yang mungkin masih ada pada aliran gas masuk dan keluar. Proses reduksi awal dilakukan pada temperatur 25 o C selama 1 jam. Gas pereduksi yang digunakan berupa campuran H 2 dan N 2 dengan perbandingan H 2 dan N 2 adalah 1:1. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap pembentukan embun (titik titik air) di bagian bawah reaktor sebagai produk dari reaksi reduksi. Embun (titik titik air) ini menandakan bahwa reaksi reduksi telah berlangsung. Setelah 1 jam, temperatur reduksi dinaikkan menjadi 35 o C dengan laju pemanasan 1 o C/jam. Proses reduksi pada temperatur 35 o C ini dilakukan selama 1 jam dengan perbandingan H 2 dan N 2 yang sama sambil dilakukan pengamatan terhadap pembentukan embun yang mungkin masih terjadi. Selanjutnya temperatur reduksi dinaikkan menjadi 4 o C dengan laju pemanasan 1 o C/jam. Reduksi pada temperatur 4 o C ini dilakukan selama 2 jam menggunakan gas pereduksi dengan perbandingan H 2 dan N 2 2:1. Pada proses reduksi akhir ini digunakan kadar hidrogen lebih besar agar laju reduksi menjadi lebih cepat. Laju reduksi dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur lxxvi IV-14
dan konsentrasi reaktan. Setelah katalis direduksi selama 2 jam, konsentrasi Fe 2 O 3 yang tersisa menjadi lebih sedikit sehingga untuk mempercepat laju reduksi maka konsentrasi H 2 diperbesar. Proses reduksi menghasilkan pembentukan embun (titik titik air) sebagai produk. Embun (titik titik air) ini terlihat kurang lebih 15 menit setelah temperatur reduksi mencapai 25 o C dan H 2 mulai dialirkan. Embun hanya terjadi sesaat dan tidak begitu banyak. Walaupun embun tidak terlihat lagi, proses reduksi pada temperatur 25 o C tetap dilangsungkan selama 1 jam. Saat temperatur reduksi dinaikkan menjadi 35 o C terlihat pembentukan embun kurang lebih 1 menit setelah mencapai temperatur tersebut. Embun hanya terjadi sesaat dan lebih sedikit dari embun yang terbentuk pada temperatur 25 o C. Selanjutnya tidak terlihat pembentukan embun hingga proses reduksi selesai. Setelah proses reduksi selesai, dilakukan purging dengan mengalirkan gas N 2 untuk menyingkirkan gas H 2 dalam keseluruhan sistem reaksi. Laju alir gas N 2 yang digunakan untuk proses purging yaitu 85,71 ml/menit. Proses purging ini dilakukan hingga tidak ada gas H 2 yang tersisa, biasanya sekitar 2 jam. Untuk mengetahui tidak ada gas H 2 yang tersisa, dilakukan analisa dengan menggunakan Gas Chromatography (GC) terhadap aliran gas masuk dan keluar. Selanjutnya reaksi pergeseran dilangsungkan pada temperatur 37 o C selama 1 jam. Hasil uji aktivitas katalis HTSC ITB pada temperatur 37 o C, SVW 19, laju alir N 2 85,71 ml/menit, laju alir CO 13,33 ml/menit, dan laju alir H 2 O,6 ml/menit dapat dilihat pada gambar IV.8 berikut ini. lxxvii IV-15
Kurva Konversi CO Terhadap Waktu 12 1 Kesetimbangan Konversi (%) 8 6 4 Katalis komersial HTSC ITB 2 HTSC ITB 3 HTSC ITB 5 2 2 4 6 8 1 12 Jam ke Gambar IV.8 Hasil uji aktivitas katalis HTSC ITB Pada gambar IV.8 dapat diamati konversi CO yang dihasilkan oleh beberapa katalis HTSC ITB selama 1 jam. Pada kondisi yang sama, konversi CO dapat menunjukkan aktivitas katalis. Katalis yang aktivitasnya dapat dibandingkan adalah HTSC ITB 2, 3, dan 5. Sedangkan uji aktivitas katalis HTSC ITB 4 dan 6 tidak terlaksana dengan baik karena terdapat kebocoran pada aliran masuk saat reaksi berlangsung, sehingga udara dapat masuk ke dalam sistem reaksi. Kehadiran oksigen sangat tidak diinginkan karena oksigen lebih kuat diadsorp oleh logam dari hidrogen dan mengurangi aktivitas katalis. Aktivitas katalis HTSC ITB yang dibandingkan adalah aktivitas pada keadaan tunak (konversi CO tidak mengalami perubahan terhadap waktu) yang umumnya terjadi setelah 2-4 jam operasi. Selanjutnya aktivitas katalis HTSC ITB dibandingkan terhadap aktivitas katalis komersial. Hasil uji aktivitas menunjukkan bahwa aktivitas yang dihasilkan oleh katalis HTSC ITB 2 lebih rendah daripada katalis HTSC ITB 3 dan sedikit lebih tinggi daripada katalis HTSC ITB 5. Perbedaan yang kecil antara aktivitas katalis HTSC ITB 2 dan 5 disebabkan karena luas permukaan yang dimiliki oleh kedua katalis tersebut tidak jauh berbeda. Untuk lebih jelas hasil uji aktivitas katalis HTSC ITB dan komersial dapat dilihat pada tabel IV.6 berikut ini. lxxviii IV-16
Tabel IV.6 Hasil uji aktivitas katalis HTSC ITB dan komersial Jenis katalis Luas permukaan (m 2 /g) Konversi pada keadaan tunak (%) Kesetimbangan 98,1 Komersial 6 8,8-81,1 HTSC ITB 3 192 85,3-86,2 HTSC ITB 5 174 6,5-63,6 HTSC ITB 2 163 62,7-64,2 Berdasarkan hasil uji aktivitas dapat disimpulkan bahwa aktivitas katalis HTSC ITB yang paling baik adalah katalis HTSC ITB 3. Aktivitas katalis ini sedikit lebih tinggi daripada katalis komersial. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh luas permukaan. Semakin besar luas permukaan katalis HTSC ITB, semakin tinggi aktivitasnya. Katalis komersial memiliki sifat yang berbeda dari katalis HTSC ITB yang dihasilkan. Katalis komersial memiliki luas permukaan yang lebih kecil dari luas permukaan katalis HTSC ITB, akan tetapi mampu menghasilkan aktivitas yang sama dengan katalis HTSC ITB 3. Hal ini disebabkan karena adanya campuran bahan lain sehingga katalis menjadi lebih porous dan aktivitasnya menjadi lebih besar. lxxix IV-17