BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi ditandai dengan pelaksanaan otonomi

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang 22 tahun 1999 (direvisi menjadi UU 32 tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintahan Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim dan Abdullah, 2006). Pada pemerintahan, peraturan perundang undangan secara implisit merupakan bentuk kontrakantara eksekutif, legislatif, dan publik. Ketiganya saling berkaitan dengan tugas dan fungsi masing-masing. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk propinsi maupun kabupaten dan kota. Proses penyusunan anggaran pasca UU 22 tahun 999 (dan UU 32 tahun 2004) melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Adapun eksekutif sebagai pelaksana operasionalisasi daerah berkewajiban membuat draf atau rancangan APBD, yang hanya bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam proses ratifikasi anggaran. 1

2 Menurut Yustikasari (2007) penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda). Hal ini merupakan bentuk kontrak yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif yang berimbas atau dirasakan oleh masyarakat sebagai pengguna atau pemakai sarana, lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah, dimana kecenderungan pemerintah untuk bekerja apabila dana yang di alokasikan besar, maka akan memicu kinerja mereka meningkat, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. DPRD akan mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai dengan agency theory yang mana pemerintah daerah sebagai agen dan DPRD sebagai prinsipal selalu mempunyai perbedaan kepentingan. Hal ini menyebabkan penelitian di bidang anggaran pada pemerintah daerah menjadi relevan dan penting, untuk memberikan pengetahuan terhadap semua. Menurut Fozzard (2001)keterbatasan sumberdaya merupakan sebuah pangkal masalah utama dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal dalam public expenditure management atau bisa

3 dikatakan suatu pendekatan baru dalam alokasi sumberdaya public secara responsif, ekonomis, efisien dan efektif. Menurut Halim(2001) tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah, dimana mereka harus memaksimalkan segala potensi yang ada untuk membantu kelemahan pada sisi fiskal. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih(2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatannya, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Stine (1994) penerimaan pemerintah setidaknya lebih

4 banyak untuk program-program layanan publik, sehingga masyarakat ikut merasakan nilai positif atas adanya pemanfaatan belanja modal tersebut. Kedua pendapat ini mengisaratkan pentingnya mengalokasikan belanja untuk berbagai kepentingan publik. Penyerahan berbagai kewenangan dari Pemerintah ke Pemda disertai dengan penyerahan dan pengalihan masalah pembiayaan. Sumber pembiayaan yang penting bagi Pemda adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang komponennya adalah penerimaan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD dalam jumlah yang besar diharapkan dapat mendorong akuntabilitas yang lebih, memperbaiki pembiayaan daerah, dan juga dapat memperkecil sumber pembiayaan yang berasal dari transfer Pemerintah pusat yang secara langsung meningkatkan kemandirian daerah. Potensi keuangan daerah yang tidak sama menimbulkan adanya kesenjangan keuangan yang dapat mengakibatkan kesenjangan pembangunan antar daerah. Untuk mengurangi kesenjangan dan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan, lahirlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah. Dana Perimbangan menurut Undang- UndangNomor 33 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 terdiri dari Dana Bagi Hasil, DanaAlokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Faktor utama bagi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan investasi yang dapat dilakukan diantaranya dengan meningkatkan

5 ketersediaan infrastruktur yang memadai, baik kualitas maupun kuantitas, dan menciptakan kepastian hukum. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah, Pemda dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya adalah memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah (Harianto dan Adi, 2007). Anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana adalah luas wilayah. Daerah dengan wilayah yang lebih luas tentulah membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk pelayanan kepada publik bila dibandingkan dengan daerah dengan wilayah yang tidak begitu luas. Untuk itu, berdasarkan latar belakang dan uraian ini, penulis mengambil judul. Penelitian ini merupakan replikasi dari Darwanto dan Yustikasari (2007) dengan judul PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIANANGGARAN BELANJA MODAL DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT.Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah menambahkan kesejahteraan masyarakat sebagai variabel terikat atau dependen, menambahkan jangka periode penelitian sampel dari tahun 2008 2013, danmenurunkan populasi sampel menjadi Kota dan Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta.

6 B. Batasan Masalah Penelitian Dalam Darwanto dan Yulia Yustika sari tahun 2004-2005 jawa dan bali oleh karena itu. Penulis hanya meneliti beberapa faktoryang dianggap sangat penting untuk diteliti,pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah,dana alokasi umum, anggaran belanja modal, dan menambahkan variabel kesejahteraan masyarakat. Selain itu penulis hanya meneliti laporan keuangan pemerintah daerah pada tahun 2008-2013. C. Rumusan Masalah Penelitian Penelitian ini yaitu untuk mendapatkan bukti empiris: 1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran belanja modal? 2. Apakah pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran belanja modal? 3. Apakah danaalokasi umumberpengaruh positifterhadap pengalokasian anggaran belanja modal? 4. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat? 5. Apakah pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat? 6. Apakah dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat? D. Tujuan Penelitian Tujuan peneliti ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris:

7 1. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap anggaran belanja modal. 2. Pengaruh pendapatan asli daerah terhadap anggaran belanja modal. 3. Pengaruh dana alokasi umum terhadap anggaran belanja modal. 4. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat. 5. Pengaruh pendapatan asli daerah terhadap kesejahteraan masyarakat. 6. Pengaruh dana alokasi umum terhadap kesejahteraan masyrakat. E. Manfaat Penelitian Penulis harapkan dari hasil penelitian ini untuk memberikan gambaran terhadap pemerintah daerah antara lain, sebagai berikut: 1. Bidang teoritis a. Memberikan masukan dan menambah wawasan terhadap pemerintah pusat maupun daerah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang, untuk memperhatikan pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum terhadap anggaran belanja modal dan kesejahteraan masyarakat di daerah. b. Menjelaskan fungsi kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah di daerah untuk memperhatikan faktor-faktor yang terjadi di wilayah yang dipimpinnya, misalnya pendapatan daerah yang besar, tetapi daerah dan masyarakatnya tidak mendapatkan pelayanan dan kesejahteraan yang tidak sesuai dengan pendapatan daerahnya

8 2. Bidang praktik Para Kepala SKPD pemerintah daerah misalnya, gubernur/walikota maupun bupati. Dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai suatu acuan untuk memperbaiki kinerja SKPD yang ada di daerah, bisa lebih baik lagi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah yang di pimpinnya.