BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

STUDI KEANDALAN KETERSEDIAAN DAYA PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PT PLN SISTEM SULSELBAR TAHUN

STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN

METODE KOEFISIEN ENERGI UNTUK PERAMALAN BEBAN JANGKA PENDEK PADA JARINGAN JAWA MADURA BALI

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

PLN Dari 1973 Sampai 2005

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

ANALISIS KEANDALAN SISTEM 150 KV DI WILAYAH JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi gangguan di salah satu subsistem, maka daya bisa dipasok dari

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

ANALISIS KEANDALAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PLN REGION 3 TAHUN

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

BAB IV STUDI KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN

ANALISA PENAMBAHAN IBT (INTER BUS TRANSFORMER) 500/150 KV GITET UNGARAN TERHADAP KEANDALAN SISTEM TENAGA LISTRIK DI REGION JAWA TENGAH-DIY

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik

Session 11 Interconnection System

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISA KEANDALAN SISTEM TENAGA LISTRIK JAKARTA DAN BANTEN PERIODE TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.

STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG TUGAS SARJANA

Pembuatan Aplikasi Dashboard Strategic untuk Perencanaan Kapasitas Pembangkit Listrik yang Terintegrasi di Pulau Madura

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Demografis Provinsi DKI Jakarta

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK

Studi Koordinasi Proteksi PT. PJB UP Gresik (PLTGU Blok 3)

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

KEANDALAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik tersebut dihubungkan satu

ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS ( )

OPTIMASI PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA UNTUK MEMINIMALISASI BIAYA PRODUKSI LISTRIK DI SISTEM JAWA BALI ABSTRAK

OPTIMASI UNIT PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA DI SISTEM JAWA BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk

2015, No Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530); 3. Peraturan Pemerintah Nomor tentang Kebijakan Energi Nasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu energi terbarukan (renewable energy) dan energi tidak

PENENTUAN KAPASITAS TRANSFORMATOR DAYA PADA PERENCANAAN GARDU INDUK (GI) SISTEM 70 KV (STUDI KASUS PEMBANGUNAN GARDU INDUK ENDE - ROPA MAUMERE)

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA

Permasalahan. - Kapasitas terpasang 7,10 MW - Daya mampu 4,92 MW - Beban puncak 31,75 MW - Defisit daya listrik 26,83 MW - BPP sebesar Rp. 1.

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik seluruh Indonesia (Statistik Ketenagalistrikan 2014, 2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. energi perlu dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasilguna. Dilihat dari

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI KEANDALAN PLTP YANG MEMASOK SUBSISTEM 150 KV JAWA BARAT PADA TAHUN 2019

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

Satria Duta Ninggar

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI

LOSS OF LOAD PROBABILITY (LOLP) INDEX UNTUK MENGANALISIS KEANDALAN PEMBANGKIT LISTRIK (Studi Kasus PT Indonesia Power UBP Suralaya)

STUDI PEMBANGUNAN PLTU TANAH GROGOT 2X7 MW DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR DAN PENGARUH TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL KALIMANTAN TIMUR

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

BAB II TEORI DASAR 2.1 Keandalan dan Gangguan Sistem Tenaga Listrik

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Suatu sistem tenaga listrik memiliki unit-unit pembangkit yang bertugas menyediakan daya dalam sistem tenaga listrik agar beban dapat terlayani.

REPUBLIK I DO ESIA BADA PUSAT STATISTIK SENSUS EKONOMI 2006 PENCACAHAN PERUSAHAAN MENENGAH/BESAR PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA BLOK I : PENGENALAN TEMPAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber energi yang beraneka ragam. Sumber

Analisa Perkiraan Energi Menggunakan Metode Koefisien Energi. (Studi Kasus : PT.PLN (PERSERO) Area Gorontalo)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

ISSN : NO

EKSPOSE DINAS PERTAMBANGAN & ENERGI PROVINSI SUMATERA UTARA

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU)

UNIVERSITAS INDONESIA METODE KOEFISIEN ENERGI UNTUK PERAMALAN BEBAN LISTRIK JANGKA PENDEK PADA JARINGAN JAWA-MADURA-BALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penambahan unit pembangkit. (Zein dkk, 2008), (Subekti dkk, 2008) meneliti

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia saat ini, dimana hampir semua aktivitas manusia berhubungan

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( X Print) B 1

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Besar kecilnya beban serta perubahannya

BAB I PENDAHULUAN. Pusat listrik tenaga gas (PLTG) adalah Salah satu jenis pembangkit listrik

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI ANALISIS PROGRAM PERCEPATAN MW TAHAP I PADA OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK JAWA BALI TESIS

MENTERI EMERGI DAN SUMBER DAYA MlNEFaAL REPUBblK INDONESIA

PERSPEKTIF PEMBANGUNAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA. Lia Putriyana dan Arfie Ikhsan Firmansyah

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

I. PENDAHULUAN. tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu. Demand adalah

LOSS OF LOAD PROBABILITY (LOLP) INDEX UNTUK MENGANALISIS KEANDALAN PEMBANGKIT LISTRIK (Studi Kasus PT Indonesia Power UBP Suralaya)

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap

STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL DI SUMATERA BARAT

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin

1 Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS Dalam merencanakan membangun pembangkit untuk mendapatkan tingkat keandalan yang diinginkan, maka kita perlu tahu berapa besar kapasitas yang perlu dipasang dan kapan pemasangannya untuk menemui kriteria keandalan yang diinginkan. Konsep yang digunakan disini adalah menyesuaikan kapasitas efektif penambahan unit dengan ramalan beban puncak untuk mendesain pilihan-pilihan agar didapatkan keandalan yang konstan. Pada Tugas Akhir dilakukan perhitungan untuk mencari besar kapasitas yang perlu ditambahkan ke dalam sistem DKI Jakarta dan Tangerang agar didapatkan nilai LOLP yang diharapkan yaitu 1 untuk masa sepuluh mendatang, dimulai pada masa operasi 2007. Selain untuk mengetahui besar kapasitas yang harus ditambahkan, Tugas Akhir ini juga merekomendasi jenis pembangkit yang sebaiknya dibangun di sistem DKI Jakarta dan Tangerang dari beberapa aspek. Perhitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak komputer yang direalisasikan dalam Tugas Akhir ini. 4.1 Data Data yang diperlukan untuk perhitungan ini adalah data beban harian rata-rata serta data unit-unit pembangkit meliputi kapasitas, FOR serta capacity factor. 4.1.1 Data Beban Harian Data beban harian yang digunakan adalah data beban harian rata-rata untuk hari Senin, Sabtu dan Minggu. Lalu dari masing-masing beban harian pada hari-hari tersebut, yang diperoleh dari rata-rata 2007 dibuat pertumbuhannya sesuai dengan perkiraan persentase pertumbuhan beban puncak tiap hingga 2016, dengan asumsi bentuk beban harian sama untuk setiap pada masingmasing hari. Tabel 4.1 Data rata-rata beban harian Senin 00.30 01,00 01.30 02.00 02.30 03.00 03.30 04.00 04.30 05.00 05.30 06.00 2007 3013 2988 2985 2928 2879 2874 2813 2864 2948 2990 3135 3081 Senin 06.30 07.00 07.30 08.00 08.30 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 54

3046 3109 3350 3604 3908 3965 4055 4104 4113 4118 4096 3923 12.30 13,00 13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00 17.30 18.00 3910 4099 4216 4216 4234 4196 4207 4134 4064 4016 3920 3855 18.30 19.00 19.30 20.00 20.30 21.00 21.30 22.00 22.30 23.00 23.30 24.00 3963 4003 3976 3963 3894 3812 3673 3546 3602 3542 3482 3388 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 00.30 02.00 03.30 05.00 06.30 08.00 09.30 11.00 12.30 14.00 15.30 17.00 18.30 20.00 21.30 23.00 Gambar 4.1 Kurva beban harian Senin Tabel 4.2 Data rata-rata beban harian Sabtu 2007 Sabtu 00.30 01,00 01.30 02.00 02.30 03.00 03.30 04.00 04.30 05.00 05.30 06.00 3351 3326 3300 3249 3190 3266 3141 3138 3174 3215 3242 3281 06.30 07.00 07.30 08.00 08.30 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 3194 3131 3254 3339 3409 3465 3567 3615 3597 3604 3562 3504 12.30 13,00 13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00 17.30 18.00 3447 3432 3513 3484 3437 3421 3373 3366 3386 3357 3341 3447 18.30 19.00 19.30 20.00 20.30 21.00 21.30 22.00 22.30 23.00 23.30 24.00 3637 3637 3608 3578 3582 3549 3471 3367 3413 3395 3316 3243 3700 3600 3500 3400 3300 3200 3100 3000 2900 2800 Gambar 4.2 Kurva beban harian Sabtu 00.30 02.00 03.30 05.00 06.30 08.00 09.30 11.00 12.30 14.00 15.30 17.00 18.30 20.00 21.30 23.00 Tabel 4.3 Data rata-rata beban harian Minggu 55

2007 Minggu 00.30 01,00 01.30 02.00 02.30 03.00 03.30 04.00 04.30 05.00 05.30 06.00 3191 3129 3078 3039 3031 2962 2977 2939 2941 2991 3047 3009 06.30 07.00 07.30 08.00 08.30 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 2823 2788 2786 2824 2916 2974 3021 3083 3093 3057 3043 3005 12.30 13,00 13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00 17.30 18.00 2993 3022 3047 3036 3046 2989 2998 3002 3032 3043 3099 3168 18.30 19.00 19.30 20.00 20.30 21.00 21.30 22.00 22.30 23.00 23.30 24.00 3404 3480 3473 3454 3430 3384 3290 3163 3212 3147 3135 3103 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Gambar 4.3 Kurva beban harian Minggu 00.30 02.00 03.30 05.00 06.30 08.00 09.30 11.00 12.30 14.00 15.30 17.00 18.30 20.00 21.30 23.00 4.1.2 Pertumbuhan Beban Puncak Tabel 4.4 Prakiraan kebutuhan tenaga listrik distribusi DKI Jakarta dan Tangerang SKENARIO NORMAL Satuan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Rasio Elektrifikasi % 95.25 95.85 96.15 96.49 96.93 97.38 97.87 98.40 98.97 99.61 100.00 Delta Pelanggan Ribu 3,381,261 3,479,859 3,571,830 3,666,486 3,763,500 3,863,095 3,965,341 4,070,307 4,178,066 4,288,506 4,401,881 Energy Sales GWh 27,208.60 28,773.10 30,456.90 32,283.60 34,222.94 36,285.47 38,479.28 40,813.04 43,295.99 45,933.51 48,740.05 Growth % 5.13 5.75 5.85 6.00 6.01 6.03 6.05 6.06 6.08 6.09 6.11 Produksi GWh 30,311.00 31,924.20 33,616.89 35,476.48 37,484.06 39,699.64 42,053.86 44,555.72 47,214.82 50,036.50 53,035.96 Faktor Beban % 80.8 81.5 81.6 81.7 81.8 81.9 82.0 82.1 82.2 82.3 82.4 Beban Puncak MW 4,283 4,472 4,703 4,957 5,232 5,534 5,855 6,196 6,558 6,941 7,348 4.1.3 Data Eksisting Pembangkit & Tangerang Tabel 4.5 Data unit-unit pembangkit Priok Muara Karang Jenis Pembangkit Nama Pembangkit Kapasitas Pembangkit FOR (%) Capacity Factor PLTU Unit #3 45 MW 12.17 0.8 Unit #4 45 MW 12.17 0.8 Unit #1.1 125 MW 2.59 0.75 Unit #1.2 125 MW 2.53 0.8 56

PRIOK Muara Karang Unit #1.3 125 MW 3.38 0.77 Unit #1.0 180 MW 4.21 0.73 PTLGU Unit #2.1 125 MW 1.03 0.71 Unit #2.2 125 MW 3.66 0.8 Unit #2.3 125 MW 5.86 0.46 Unit #2.0 180 MW 2.66 0.64 PLTG Unit #1 17 MW 12.17 0.4 Unit #3 17 MW 12.17 0.4 PLTU G.A Unit #4 165 MW 27.91 0.8 Unit #5 165 MW 19.39 0.8 PLTU Minyak Unit #1 84 MW 8.28 0.72 Unit #2 84 MW 7.00 0.53 Unit #3 84 MW 15.32 0.76 Unit #1.1 90 MW 2.99 0.78 Unit #1.2 90 MW 4.73 0.88 Unit #1.3 90 MW 1.03 0.74 Unit #1.4 150 MW 19.69 0.76 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Beban Puncak Kapasitas Tersedia Gambar 4.4 Pertumbuhan beban puncak dan kapasitas terpasang DKI Jakarta&Tangerang 2007-2016 Dari data dan konfigurasi pembangkit diatas, dan berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya bahwa GITET diasumsikan sebagai pembangkit dengan besar kapasitas masing-masing GITET sebesar 2x500MVAx0.85 dan FOR sebesar 0.02 maka diperoleh besaran kapasitas eksisting DKI Jakarta & Tangerang pada kondisi di awal studi sebesar 6775 MW. 57

4.2 Hasil Perhitungan Perhitungan yang dilakukan meliputi : 1) Perhitungan LOLP dan UE untuk mengetahui sekuriti ketersediaan daya sistem pada kondisi awal di dalam keadaan sistem pembangkitan saat ini untuk masing-masing hari. 2) Perhitungan besar kapasitas pembangkit yang harus dipasang dan besar LOLP dan UE yang baru untuk masing-masing skenario penambahan pembangkit. 4.2.1 Hasil Perhitungan LOLP dan UE Awal Tabel 4.6 Perhitungan LOLP dan UE awal hari Senin Beban Puncak KP BP LOLP UE(MW) 2007 4234 2510 2.89E-02 107.7231 2008 4546 2198 0.0608 442.1284 2009 4910 1834 0.3222 1.52E+03 2010 5156 1588 1.2122 5.80E+03 2011 5414 1330 2.1215 1.59E+04 2012 5685 1059 4.4506 3.36E+04 2013 5969 775 20.0008 1.06E+05 2014 6267 477 39.2468 3.11E+05 2015 6580 164 71.5999 6.76E+05 2016 6909-165 141.989 1.05E+06 Tabel 4.7 Perhitungan LOLP dan UE awal hari Sabtu Beban Puncak KP BP LOLP UE(KW) 2007 3637 3107 1.50E-03 8.7113 2008 3905 2839 0.0035 21.0823 2009 4217 2527 0.0341 1.30E+02 2010 4428 2316 0.0723 3.89E+02 2011 4649 2095 0.1111 8.45E+02 2012 4881 1863 0.3721 1.90E+03 2013 5125 1619 1.4408 6.73E+03 2014 5381 1363 2.8773 1.94E+04 2015 5650 1094 5.6626 4.32E+04 2016 5933 811 22.9028 1.27E+05 Tabel 4.8 Perhitungan LOLP dan UE awal hari Minggu 58

Beban Puncak KP BP LOLP UE(KW) 2007 3480 3264 4.19E-04 1.8553 2008 3737 3007 0.0012 6.1613 2009 4036 2708 0.0056 2.38E+01 2010 4238 2506 0.0157 7.26E+01 2011 4450 2294 0.0305 1.79E+02 2012 4673 2071 0.0767 4.22E+02 2013 4907 1837 0.2543 1.19E+03 2014 5152 1592 0.6462 3.81E+03 2015 5410 1334 1.5108 8.93E+03 2016 5681 1063 4.1045 2.26E+04 KP = Kapasitas terpasang BP = Beban puncak 4.2.2 Besar Kapasitas Pembangkit Setiap Tabel 4.3 Perhitungan penambahan kapasitas untuk mempertahankan ketersediaan daya setiap hari Senin Beban Puncak Kap Terpasang Tambahan Unit 2007 4234 6745 - - FOR KP- BP LOLP UE(MWH) 2511 2.89E- 02 107.7231 2008 4546 6745 - - 2199 0.0608 442.1284 2009 4910 6745 - - 1835 0.3222 1.52E+03 2010 5156 6820 75 0.02 1664 0.9405 3.93E+03 2011 5414 7070 270 0.02 1676 0.952 4.15E+03 2012 5685 7332 283 0.02 1688 0.9718 4.37E+03 2013 5969 7607 295 0.02 1699 0.982 4.60E+03 2014 6267 7899 310 0.03 1711 0.981 4.78E+03 2015 6580 8209 325 0.03 1723 0.973 4.92E+03 2016 6909 8532 342 0.03 1736 0.9831 5.14E+03 59

10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Beban Puncak Kapasitas Terpasang Gambar 4.5 Pertumbuhan beban puncak dan kapasitas terpasang penambahan per 4.2.3 Besar Kapasitas Pembangkit Setiap Dua Tabel 4.4 Perhitungan penambahan kapasitas untuk mempertahankan ketersediaan daya setiap dua hari Senin Beban Puncak Kap Terpasang Tambahan Unit FOR KP-BP LOLP UE(MWH) 2007 4234 6745 - - 2511 2.89E- 02 107.7231 2008 4546 6745 - - 2199 0.0608 442.1284 2009 4910 6745 - - 1835 0.3222 1.52E+03 2010 5156 7068 323 0.03 1912 0.2117 1.17E+03 2011 5414 7068 - - 1654 0.9717 4.32E+03 2012 5685 7636 568 0.05 1951 0.2446 1.57E+03 2013 5969 7636 - - 1667 0.9944 5.14E+03 2014 6267 8310 674 0.05 2043 0.288 1.86E+03 2015 6580 8310 - - 1730 0.977 5.81E+03 2016 6909 8662 352 0.03 1753 0.9314 5.60E+03 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Beban Puncak Kapasitas Terpasang Gambar 4.6 Pertumbuhan beban puncak dan kapasitas terpasang penambahan dua 60

Tabel 4.6 Perhitungan penambahan kapasitas untuk mempertahankan ketersediaan daya beban hari Sabtu setiap dan dua Sabtu unit rating/ FOR 1 unit rating/dua FOR 2 LOLP LOLP 1 LOLP 2 2007 - - - - 1.50E-03 1.50E-03 1.50E-03 2008 - - - - 0.0035 0.0035 0.0035 2009 - - - - 0.0341 0.0341 0.0341 2010 - - - - 0.0723 0.0723 0.0723 2011 - - - - 0.1111 0.1111 0.1111 2012 - - - - 0.3721 0.3721 0.3721 2013 87 0.02 348 0.03 1.4408 0.979 0.2176 2014 268 0.03 - - 2.8773 0.9823 0.9723 2015 281 0.03 595 0.05 5.6626 0.9816 0.266 2016 293 0.03 - - 22.9028 0.9813 0.9794 Tabel 4.7 Perhitungan penambahan kapasitas untuk mempertahankan ketersediaan daya beban hari Minggu setiap dan dua Minggu unit rating/ FOR 1 unit rating/dua FOR 2 LOLP LOLP 1 LOLP 2 2007 - - - - 4.19E-04 4.19E-04 4.19E-04 2008 - - - - 0.0012 0.0012 0.0012 2009 - - - - 0.0056 0.0056 0.0056 2010 - - - - 0.0157 0.0157 0.0157 2011 - - - - 0.0305 0.0305 0.0305 2012 - - - - 0.0767 0.0767 0.0767 2013 - - - - 0.2543 0.2543 0.2543 2014 - - - - 0.6462 0.6462 0.6462 2015 75 0.02 373 0.05 1.2108 0.982 0.5331 2016 282 0.03 - - 4.1045 0.993 0.9602 4.2.4 Kapasitas Tiga Unit Pembangkit Setiap Tiga Tabel 4.8 Perhitungan penambahan kapasitas untuk mempertahankan ketersediaan daya setiap tiga Beban Puncak Kap Terpasang Tambahan Unit FOR Reserve LOLP UE(MWH) 2007 4234 6745 - - 2511 2.89E- 107.7231 61

02 2008 4546 6745 - - 2199 0.0608 442.1284 2009 4910 6745 - - 1835 0.3222 1.52E+03 2010 5156 7345 3 x 200 0.02 2189 0.0657 466.5769 2011 5414 7345 - - 1931 0.2026 1.12E+03 2012 5685 7345 - - 1660 0.9584 4.37E+03 2013 5969 8645 3 x 433 0.04 2676 0.0197 88.8944 2014 6267 8645 - - 2378 0.0569 342.1487 2015 6580 8645 - - 2065 0.2067 1.16E+03 2016 6909 8645 - - 1736 0.9539 5.10E+03 10000 8000 6000 4000 2000 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Beban Puncak Kapasitas Terpasang Gambar 4.7 Pertumbuhan beban puncak dan kapasitas terpasang pertiga-empat 4.3 Analisis Hasil Perhitungan Dari hasil-hasil perhitungan yang diperoleh dalam pasal 4.2, maka dapat diberikan analisis dari hasil-hasil perhitungan tersebut. 4.3.1 Analisis Hasil Perhitungan Indeks Keandalan LOLP Dari hasil perhitungan kondisi awal ini terlihat bahwa nilai LOLP melebihi standar satu hari/ sejak 2010 untuk beban hari Senin, 2013 untuk beban hari Sabtu dan 2015 untuk beban hari Minggu. Nilai LOLP ini terus meningkat hingga 2016 seiring dengan berkurangnya cadangan daya akibat pertumbuhan beban yang tanpa disertai penambahan kapasitas pembangkitan seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.5 dan 4.6 dibawah ini. 62

Gambar 4.5 Grafik LOLP terhadap beban puncak hari Senin Gambar 4.6 Grafik LOLP terhadap cadangan daya hari Senin Untuk beban harian yang berbeda, ternyata diperoleh hasil perhitungan yang berbeda pula (dengan sistem pembangkitan yang sama). Hal ini terlihat bahwa untuk beban hari Minggu, yang terkecil kebutuhan bebannya memiliki indeks LOLP, Unserved Energy yang paling kecil oleh karenanya kapasitas total pembangkit yang perlu ditambahkan untuk menjamin sekuriti ketersediaan pada beban hari Minggu juga paling kecil. 4.3.2 Analisis Hasil Perhitungan Unit Pembangkit Dalam menentukan waktu penentuan perlu tidak ditambahkannya unit pembangkit baru ditentukan berdasarkan indeks LOLP standar yang ditetapkan. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa indeks keandalan LOLP pada beban harian Senin melewati batas standar yang digunakan lebih cepat melewati batas standar LOLP dan besar kapasitas pembangkit yang harus ditambahkan pun lebih besar dibandingkan dengan beban harian Sabtu dan Minggu. Kapasitas minimum yang harus dipasang di dalam sistem DKI Jakarta dan Tangerang untuk menjamin ketersediaan daya sistem 2007 2016 diperlihatkan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.9 Kapasitas pembangkit beban harian Senin (MW) setiap setiap dua setiap tigaempat 2010 75 323 3 x 200 2011 270 - - 63

2012 283 568-2013 295-3 x 433 2014 310 674-2015 325 - - 2016 342 352 - Total 1900 1917 1899 Tabel 4.10 Kapasitas pembangkit beban harian Sabtu (MW) setiap setiap dua 2013 87 348 2014 268-2015 281 595 2016 293 - Total 929 943 Tabel 4.11 Kapasitas pembangkit beban harian Senin (MW) setiap setiap dua 2015 75 373 2016 282 - Total 357 373 Pada penambahan kapasitas pembangkit setiap dua, total kapasitas pembangkit yang perlu ditambahkan ke dalam sistem sedikit lebih besar dibandingkan total kapasitas penambahan pembangkit setiap. Hal ini dikarenakan besar kapasitas pembangkit akan berpengaruh terhadap besar kemungkinan kumulatif terjadinya outage sehingga akan mempengaruhi nilai LOLP hasil perhitungan sistem tersebut. 4.3.2 Rekomendasi Jenis Pembangkit Dalam menentukan jenis pembangkit yang direkomendasikan dibangun dalam sistem DKI Jakarta dan Tangerang ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu : a) Kebutuhan Energi 64

Kapasitas pembangkit yang harus ditambahkan kedalam sistem DKI Jakarta dan Tangerang untuk menjaga keandalan ketersdiaan daya yaitu : Pertimbangan pertama adalah menentukan jenis pembangkit yang memiliki kapasitas sesuai dengan kebutuhan. Dari tabel-tabel kapasitas beban harian diatas terlihat bahwas jenis pembangkit yang dibutuhkan adalah pembangkit yang memiliki kapasitas dan capacity factor cukup besar.. Maka pilihan jenis pembangkit akan jatuh kepada PLTU Batu bara, PLTU Minyak, PLTU Gas, PLTGU dan PLTA yang memiliki kapasitas besar dan mampu dioperasikan pada beban dasar dan beban menengah. b) Potensi Sumber Daya Setelah memenuhi kriteria kapasitas pembangkit berdasarkan kebutuhan, maka potensi sumber daya bahan bakar digunakan sebagai pertimbangan selanjutnya. Dari beberapa jenis pembangkit pada poin a, maka jenis pembangkit yang tidak memungkinkan dipasang di dalam sistem DKI Jakarta dan Tangerang adalah PLTA dikarenakan potensi air di DKI tidak cukup besar dan apabila potensi besar pun tentunya tidak memungkinkan untuk membangun bendungan di DKI Jakarta dan Tangerang. c) Biaya Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, Pada umumnya biaya pembangkitan listrik pada suatu pembangkit berbanding terbalik terhadap faktor kapasitas. Faktor kapasitas yang tinggi akan menyebabkan biaya pembangkitan yang rendah, demikian juga sebaliknya. Karena faktor kapasitas menggambarkan tingkat produksi listrik, meningkatnya produksi listrik akan mengurangi biaya pembangkitan listrik per satuan energy, semakin tinggi faktor kapasitas menyebabkan biaya pembangkitan akan rendah. Faktor kapasitas mendekati satu menunjukkan bahwa pembangkit listrik memproduksi listrik secara maksimal pada seluruh waktu produksi (8760jam/). 65

Gambar 4.13 Perbandingan besar biaya pembangkitan listrik di Jawa Dari gambar 4.13 dapat diketahui bahwa pada faktor beban yang diatas 0.4, maka biaya pembangkitan PLTU lebih murah daripada PLTGU (Combined Cycle). Biaya pembangkitan PLTG akan lebih rendah dari PLTGU pada faktor beban lebih kecil daripada 0.4, sedangkan pada faktor beban lebih dari 0.4 biaya pembangkitan PLTGU akan lebih rendah. Maka berdasarkan biaya pembangkitan, PLTU Batubara dan PLTGU adalah dua pilihan yang paling rendah biaya pembangkitannya dikarenakan faktor beban DKI Jakarta dan Tangerang sendiri cukup tinggi yaitu berkisar 0.808. d) Lahan dan Dampak Lingkungan Pertimbangan terakhir yang digunakan dalam menentukan jenis pembangkit di studi adalah pertimbangan lahan dan dampak lingkungan. Dari aspek lahan yang dibutuhkan serta dampak lingkungan yang dihasilkan maka pilihan jenis pembangkit yang paling baik akan jatuh pada PLTGU. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka jenis pembangkit yang paling tepat untuk dibangun di dalam sistem DKI Jakarta dan Tangerang adalah PLTGU (Combined Cycle). 66