4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN SKRINING FITOKIMIA FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK AMPAS TEH HIJAU

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

5. Media Mekanisme kerja antimikroba Pengukuran aktivitas antibiotik Ekstraksi Kromatografi Lapis Tipis

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA AKTIF DAUN SENGGANI (Melastoma candidum D.Don) TERHADAP Bacillus Licheniformis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Lampiran 1. Tanaman sirih dan daun sirih. Tanaman sirih. Daun sirih segar. Universitas Sumatera Utara

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Teh (Anonim, 2005)

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

bahan-bahan alami (Nascimento dkk., 2000).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

IDENTIFIKASI FLAVONOID DAUN TEH HIJAU (Camelia sinensis L. Kuntze) SECARA REAKSI WARNA DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Afriani Kusumawati

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

Perhitungan Anava Acak Sempurna Untuk Penentuan Adanya Perbedaan Daya Antibakteri Antara Ekstrak n-

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang

Lampiran 1. Lampiran Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. negatif Escherichia coli ATCC 25922, bakteri gram positif Staphylococcus aureus

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB I PENDAHULUAN. Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob Gram positif yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumberdaya hayati Indonesia sangat berlimpah dan beranekaragam.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 % w/w) (Lampiran 3) fraksi etil asetat dan kontrol terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 12, Tabel 2, Lampiran 4, 5 dan 6. (b) (c) (d) (e) (f) 1 1 1 2 2 2 (g) (h) (i) Gambar 12. Hasil Uji Antibakteri Metode Difusi Agar Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Pada Dosis 750 dan 3000 μg/disc serta Kontrol Terhadap Bakteri Uji Keterangan : dan (b). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap B. subtilis (c) dan (d). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap S. aureus (e) dan (f). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap E. coli (g). Kontrol Terhadap B. subtilis (h). Kontrol Terhadap S. aureus (i). Kontrol Terhadap E. coli 1. Kontrol (+) : Tetrasiklin 30 μg 2. Kontrol (-) : Akuades 21

Gambar 12 menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau pada dosis 750 μg/disc sudah menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri B. subtilis dan S. aureus. Sedangkan terhadap bakteri E. coli, pada dosis yang sama fraksi etil asetat hanya mampu menghambat pertumbuhan, tidak sampai membunuh bakteri. Tabel 2. Purata Diameter Daerah Hambat (X ± SE (mm)) Berbagai Dosis Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Terhadap Bakteri B. subtilis, S. aureus dan E. coli Dosis (μg/disc) Bakteri 750 1000 1250 1500 2000 3000 Purata ± SE B. subtilis W = 0,4066 16,20 ± 0,14 16,65 ± 0,17 (b) 17,54 ± 0,18 (c) 18,11 ± 0,11 (d) 19,16 ± 0,18 (e) 20,34 ± 0,21 (f) S. aureus W = 0,2589 10,21 ± 0,07 11,01 ± 0,17 (b) 11,57 ± 0,07 (c) 12,13 ± 0,13 (d) 12,90 ± 0,21 (e) 14,92 ± 0,17 (f) E. coli W = 0,2047 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 8,21 ± 0,08 (b) 8,70 ± 0,20 (c) 9,32 ± 0,08 (d) 10,49 ± 0,18 (e) Keterangan : * W = BNJ 5 % * Angka yang disertai huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antar perlakuan dosis, sedangkan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar perlakuan dosis. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa terhadap bakteri B. subtilis, fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau pada dosis 750 sampai dengan 3000 μg/disc menunjukkan Diameter Daerah Hambat (DDH) sebesar 16,20 ± 0,14 sampai dengan 20,34 ± 0,21 mm. Pada dosis yang sama terhadap S. aureus DDH yang muncul sebesar 10,21 ± 0,07 sampai dengan 14,92 ± 0,17 mm, sedangkan terhadap E. coli pada dosis yang sama menunjukkan DDH sebesar 6,00 ± 0,00 sampai dengan 10,49 ± 0,18 mm. 22

Kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik tetrasiklin dengan dosis 30 μg. Antibiotik tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas karena dapat menghambat atau membunuh bakteri Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008). Nilai DDH tetrasiklin terhadap B. subtilis, S. aureus dan E. coli berturut-turut adalah 21,05; 20,70 dan 15,60 mm. Sedangkan kontrol negatif berupa akuades tidak menunjukkan adanya penghambatan terhadap ketiga bakteri uji. Hal ini menunjukkan bahwa media sudah sesuai untuk menumbuhkan bakteri uji, sehingga tanpa kehadiran ekstrak ampas teh hijau pada cakram kertas (paper disc) bakteri dapat tumbuh dengan subur. Salah satu syarat dalam pengujian antibakteri adalah kesesuaian media terhadap bakteri uji (Hewitt, 1977). Besarnya DDH fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau yang muncul turut dipengaruhi oleh dosis yang digunakan. Semakin tinggi dosis yang digunakan semakin besar DDH yang dimunculkan, kecuali terhadap E. coli. Peningkatan nilai purata DDH dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 13. 25 20 DDH (mm) 15 10 5 B. subtilis S. aureus E. coli 0 750 1000 1250 1500 2000 3000 Dosis (μg/disc) Gambar 13. Grafik Hubungan Antara Dosis Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Dengan Nilai Purata DDH Pada Bakteri Uji Pada bakteri B. subtilis dan S. aureus, setiap peningkatan dosis menyebabkan peningkatan nilai DDH, dimulai dari dosis 750 hingga dosis 3000 μg/disc. Namun, nilai DDH yang dihasilkan terhadap B. subtilis lebih besar dari pada S. aureus, sehingga dapat dikatakan bahwa fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau menunjukkan aktivitas antibakteri lebih kuat terhadap B. subtilis dibandingkan 23

S. aureus. Hal ini diduga karena adanya pengaruh dari bentuk sel bakteri, dimana B. subtilis memiliki bentuk berupa batang (tunggal), sedangkan S. aureus berupa bulatan-bulatan yang berkumpul menyerupai buah anggur (Pratiwi, 2008). Pada bakteri E. coli peningkatan dosis dari 750 ke 1000 μg/disc belum menunjukkan adanya peningkatan DDH. Aktivitas antibakteri fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau terhadap bakteri E. coli baru terlihat secara nyata pada dosis 1250 μg/disc. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri E. coli lebih tahan terhadap fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau daripada jenis bakteri uji lainnya. Bakteri E. coli merupakan salah satu jenis bakteri Gram negatif, sedangkan bakteri B. subtilis dan S. aureus termasuk bakteri Gram positif. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan Gram negatif karena hanya terdiri dari satu lapisan, yaitu lapisan peptidoglikan. Sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai dua lapisan dinding sel, yaitu lipopolisakarida dan protein yang membentuk lapisan luar, dan peptidoglikan sebagai lapisan dalam (Timotius, 1982). Adanya lapisan luar pada dinding sel bakteri Gram negatif membuat aktivitas suatu bahan antibakteri menjadi terhambat karena lapisan luar tersebut berfungsi sebagai pelindung dinding sel dari bahan antibakteri (Shimamura dkk., 2007). Sehingga dapat dimengerti apabila bakteri E. coli lebih kebal daripada bakteri Gram positif, karena efek antibakteri dari fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau terhambat oleh lapisan luar dinding sel bakteri E. coli. Aktivitas suatu bahan antibakteri bila ditinjau dari luas DDH dapat digolongkan menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila DDH yang dihasilkan >8 mm; bersifat sedang bila DDH yang dihasilkan antara 6 hingga 8 mm dan bersifat lemah atau tidak aktif bila DDH yang dihasilkan <6 mm (Ela dkk., 1996 dalam Elgayyar dkk., 2001). Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas antibakteri fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau pada dosis 750 hingga 3000 μg/disc terhadap bakteri B. subtilis dan S. aureus tergolong memiliki sifat antibakteri yang kuat, sedangkan terhadap bakteri E. coli pada dosis 750 dan 1000 μg/disc masih menunjukkan efek yang lemah. Tetapi, pada dosis 1250 hingga 3000 μg/disc fraksi etil asetat tergolong memiliki sifat antibakteri yang kuat. Erol dkk. (2009) melaporkan bahwa ekstrak daun teh segar dan teh hijau pada dosis 400 μg mampu menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus 24

dan B. cereus. Pada daun teh segar, fraksi etil asetat dan ekstrak kasar metanol mampu membunuh bakteri S. aureus dengan nilai DDH berturut-turut sebesar 13 dan 12 mm, tetapi terhadap bakteri B. cereus efek hambatan oleh fraksi etil asetat hanya menghasilkan DDH sebesar 8 mm. Pada teh hijau hanya fraksi etil asetat yang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan B. cereus dengan nilai DDH berturut-turut sebesar 10 dan 7 mm. Turkmen dkk. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak teh hitam juga mempunyai aktivitas antibakteri. Pada dosis 4000 μg, ekstrak teh hitam dengan pelarut aseton, dimetilfuran dan etanol menghasilkan nilai DDH berturut-turut sebesar 13; 14,33 dan 9 mm terhadap bakteri S. aureus, sedangkan terhadap bakteri B. cereus yaitu sebesar 12; 8,33 dan 8 mm. Dari dua penelitian di atas, dapat dilihat bahwa aktivitas antibakteri teh segar maupun teh hijau lebih besar dibandingkan dengan teh hitam. Dengan dosis yang lebih rendah, yaitu 400 μg, teh segar dan teh hijau telah mampu membunuh bakteri S. aureus dan B. cereus. Sedangkan teh hitam dapat membunuh bakteri yang identik pada dosis 4000 μg. Perbedaan proses pengolahan antara teh hijau dan teh hitam inilah yang mungkin turut menyebabkan perbedaan aktivitas antibakteri antara teh hijau dan teh hitam, dimana aktivitas antibakteri teh hijau lebih besar dibandingkan teh hitam. Dalam proses pengolahannya, teh hijau hanya mengalami sedikit atau bahkan tidak mengalami proses oksidasi, sedangkan teh hitam mengalami proses oksidasi sehingga berdampak pada kandungan senyawanya, seperti senyawa katekin yang berubah menjadi teaflavin dan tearubigin (Chen, 2002). Jika aktivitas antibakteri fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau dibandingkan dengan hasil penelitian Erol dkk. (2009) dan Turkmen dkk. (2007), terlihat bahwa kekuatan ekstrak ampas teh hijau berada di tengah-tengah antara teh segar atau teh hijau dan teh hitam dalam membunuh bakteri S. aureus. Teh segar dan teh hijau lebih kuat dalam membunuh S. aureus karena pada dosis 400 μg telah mampu membunuh. Selanjutnya, berturut-turut diikuti oleh ampas teh hijau lalu teh hitam dengan dosis 3000 dan 4000 μg. Lebih besarnya dosis ampas teh hijau yang digunakan daripada teh hijau dalam membunuh bakteri S. aureus, menunjukkan bahwa aktivitas ampas teh hijau lebih rendah. Hal ini diduga karena ampas teh hijau telah mengalami penurunan kualitas akibat proses produksi minuman teh sehingga kandungan 25

senyawa-senyawa yang terdapat dalam ampas teh hijau juga menurun. Sedangkan lebih kuatnya ampas teh hijau dibandingkan teh hitam dalam menghasilkan efek antibakteri mungkin disebabkan oleh adanya kandungan senyawa tertentu dalam ampas teh hijau. Epigallocatechin gallate (EGCG) merupakan salah satu senyawa yang terkandung lebih banyak dalam teh hijau dibandingkan dalam teh hitam. Menurut Agustianingrum (2009), ampas teh hijau masih memiliki EGCG sehingga dapat diduga bahwa senyawa inilah yang menyebabkan lebih kuatnya ampas teh hijau daripada teh hitam dalam menunjukkan aktivitas antibakterinya. 4.2. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Bioautografi Hasil pengujian aktivitas antibakteri metode bioautografi dari fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau pada fase diam silika gel 60 F 254 dengan fase gerak kloroform : metanol : akuades (6,5 : 3,5 : 1 v/v/v) dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. (b) (c) Profil Kromatogram Bioautografi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Kromatogram Bioautografi Terhadap B. subtilis (b) Kromatogram Bioautografi Terhadap S. aureus (c) Kromatogram Bioautografi Terhadap E. coli Dari Gambar 14 dapat dilihat adanya spot terang pada profil kromatogram. Spot terang inilah yang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap ketiga bakteri uji. Pada bakteri B. subtilis diperoleh nilai Rf 0,65; pada bakteri S. aureus yaitu 0,63 dan nilai Rf 0,78 pada bakteri E. coli. Menurut Amarowicz dkk. (2005), profil 26

kromatogram dengan nilai Rf 0,62 dengan fase diam silika gel dan fase gerak kloroform : metanol : akuades (65 : 35 : 10 v/v/v) merupakan profil untuk senyawa EGCG. Bila hasil Rf penelitian Amarowicz dkk. (2005) dibandingkan dengan hasil bioautografi menunjukkan adanya kedekatan nilai Rf. Namun dalam uji bioautografi ini digunakan fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau yang belum murni sehingga nilai Rf yang dihasilkan dimungkinkan sedikit bergeser dari nilai Rf untuk senyawa EGCG murni. Besarnya aktivitas penghambatan dari fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau terhadap ketiga bakteri uji baik dengan metode difusi agar maupun bioautografi menunjukkan bahwa ampas teh hijau masih berpotensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan antibakteri. 4.3. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Hasil uji skrining fitokimia fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau menurut metode Ciulei dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau No Golongan Kandungan Kimia Hasil 1 Alkaloid (+) 2 Kumarin (+) 3 Flavonoid (+) 4 Tanin (+) 5 Minyak atsiri (-) 6 Saponin (+) 7 Sterol dan triterpen (+) Keterangan : * (+) = mengandung golongan kimia yang diuji * (-) = tidak mengandung golongan kimia yang diuji Tabel 3 menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau masih mengandung beberapa golongan senyawa kimia, seperti alkaloid, kumarin, flavonoid, tanin, saponin, sterol dan triterpen, kecuali minyak atsiri yang mungkin telah hilang selama proses produksi minuman teh. Alkaloid sebagai golongan kimia yang banyak digunakan dalam dunia medis, terdeteksi dengan reagen uji baik dengan reagen Mayer maupun Dragendorff. 27

Endapan kuning terbentuk ketika fraksi etil asetat ampas teh hijau ditambah dengan reagen Mayer, sedangkan endapan jingga terbentuk ketika fraksi etil asetat ditambah reagen Dragendorff. Adanya logam pada masing-masing reagen (merkuri pada reagen Mayer dan bismut pada reagen Dragendorff) menyebabkan senyawa logamlogam tersebut berinteraksi dengan alkaloid sehingga terbentuk endapan berwarna (Mehta dkk., 2011). Kumarin dalam fraksi etil asetat ampas teh hijau dideteksi dari adanya pijaran berwarna kuning kehijauan pada paparan sinar ultra violet (UV) 254 nm dan biru gelap pada UV 365 nm setelah penambahan amonia. Kumarin diperkirakan diproduksi oleh tanaman sebagai mekanisme perlindungan terhadap dosis tinggi cahaya matahari, sehingga golongan kumarin dapat dibuat menjadi senyawa aktif sediaan tabir surya dan kosmetik (Heinrich dkk., 2009). Maidawati dkk. (2010) telah mencoba untuk mengaplikasikan limbah teh dalam salah satu produk kosmetik, yaitu tabir surya. Flavonoid sebagai salah satu sumber antioksidan, masih terkandung dalam fraksi etil asetat ampas teh hijau. Hal ini dibuktikan dari terbentuknya larutan berwarna jingga setelah ditambah logam Mg dan HCl. Golongan tanin dalam fraksi etil asetat ampas teh hijau terdeteksi dari terbentuknya larutan yang berwarna. Dua lapisan larutan berwarna terbentuk setelah fraksi etil asetat ditambah dengan larutan FeCl 3. Lapisan atas berwarna hijau-hitam sedangkan lapisan bawah berwarna biru-hitam. Menurut Ciulei dalam Siregar (2001), warna hijau-hitam menunjukkan adanya tanin terkondensasi, sedangkan warna biruhitam merupakan tanda adanya tanin terhidrolisis. Uji saponin terhadap fraksi etil asetat ampas teh hijau memberikan hasil positif. Hal ini dibuktikan oleh terbentuknya busa yang stabil (± 15 menit) setelah fraksi etil asetat ditambah akuades dan dikocok. Sedangkan uji kandungan kelompok sterol dan triterpen membentuk lapisan coklat-merah setelah penambahan asam asetat anhidrid, kloroform dan asam sulfat. Adanya lapisan coklat-merah ini mengindikasikan adanya golongan sterol dan triterpen pada fraksi etil asetat ampas teh hijau. Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia dapat diperkirakan bahwa aktivitas antibakteri dari fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau tidak ditimbulkan oleh salah satu senyawa saja, namun merupakan efek gabungan dari beberapa jenis golongan 28

yang terkandung. Selama ini, katekin dan turunannya, yang termasuk flavonoid golongan flavanol, merupakan fokus utama saat membahas efek farmakologis dari teh hijau, termasuk efek antibakteri. Senyawa katekin yang diperkirakan berpotensi memiliki efek antibakteri berturut-turut yaitu Epigallocatechin gallate (EGCG) dan Epicatechin gallate (ECG). Aktivitas dari dua senyawa ini dimungkinkan karena adanya gugus galoil. EGCG dapat berikatan dengan peptidoglikan pada dinding sel bakteri melalui gugus galoil dan menyebabkan pengendapan protein, sehingga proses biosintesis peptidoglikan selanjutnya akan terhambat (Shimamura dkk., 2007). Pembentukan peptidoglikan selanjutnya terhambat akibat dicegahnya ikatan silang di antara rantai-rantai polimer peptidoglikan yang membentuk dinding sel (Neal, 2002). Peptidoglikan terhubung satu sama lain oleh ikatan peptida antara asam amino D- alanin pada satu sisi dengan asam meso diamino pimelat pada sisi lain (Timotius, 1982). EGCG dimungkinkan berikatan dengan asam amino D-alanin atau asam meso diamino pimelat pada peptidoglikan. 29