BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diutamakan mengenai perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia (Suharto, 2006: 3). Salah satu asas terpenting dalam Hukum Acara Pidana ialah Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence). Asas tersebut diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penerapan Asas Praduga Tak Bersalah ini tidak lain adalah bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka atau terdakwa dari kesewenang-wenangan kekuasaan para aparat penegak hukum. Bersumberkan pada asas tersebut maka wajar apabila tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana wajib mendapat hak-haknya sebagai seorang yang belum dinyatakan bersalah, maka ia mendapatkan hak-haknya seperti hak segera mendapatkan pemeriksaan oleh pengadilan dan mendapat putusan seadil-adilnya. Sebagaimana diketahui penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptkan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum (Suharto, 2006: 3). Proses penegakan hukum pidana meliputi tahap-tahap penyelidikan, penuntutan, serta pemeriksaan di depan persidangan. Khususnya tindakan penuntutan adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya 1

2 darisuatu perkara pidana yang didakwakan dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan. Mengenai apa yang diatur di dalam bidang penuntutan adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam menegakkan ketertiban umum dalam masyarakat, sekaligus bertujuan melindungi hak-hak asasi tiap individu baik yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum (Suharto, 2006: 4). Berdasarkan penegakan hukum pidana tersebut, hal yang paling penting salah satunya peranan Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan bagi terdakwa yang menjadi salah satu faktor penting dalam proses persidangan. Oleh karena itu surat dakwaan merupakan salah satu syarat yuridis yang harus diperhatikan oleh hakim dalam menyusun, membuat, dan memberikan putusan kepada terdakwa, sehingga surat dakwaan dapat memberikan gambaran yang jelas bagi hakim untuk menjatuhkan pidana yang tepat bagi terdakwa. Dimana pembuatan surat dakwaan merupakan proses dari penuntutan. Sebagaimana diketahui bahwa tindakan penuntutan ini dilakukan oleh Penuntut Umum setelah menerima pelimpahan berkas perkara dari penyidik setelah melalui penyelidikan. Dengan demikian, maka dasar penyusunan Surat Dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum adalah Berita Acara Pemeriksaan oleh Penyidik. Berdasarkan hal ini maka Berita Acara Pemeriksaan dari penyidik yang dilimpahkan kepada Penuntut Umum disyaratkan harus tersusun secara lengkap dan jelas. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berlaku ketentuan apabila Berita Acara Pemeriksaan belum lengkap maka Penuntut Umum berhak untuk mengembalikan Berita Acara Pemeriksaan kepada Penyidik untuk disempurkan. Hal yang demikian adalah merupakan hal yang wajar, mengingat di depan persidangan Penuntut Umum lah yang akan mempertanggung jawabakan kebenaran apa yang didakwakan di depan persidangan. Sebagaimana diketahui dalam menyusun Surat Dakwaan Penuntut Umum harus menguraikan dengan cermat, jelas, serta lengkap mengenai seluruh rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa. Sebuah surat

3 dakwaan harus cermat, artinya ketelitian Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat dibuktikan. Surat dakwaan juga harus jelas, yaitu Penuntut Umum harus mempu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian permuatan materiil (fakta) yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan, selain itu harus lengkap, yaitu uraian dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditemukan undang-undang secara lengkap. Rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sesudah disusun secara jelas dan lengkap selanjutnya harus di tegaskan pada fakta hukum yang telah dituangkan di dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum. Penuntut Umum dalam menyusun Surat Dakwaan memerlukan ketepatan untuk memilih dakwaan apa yang akan disusun, mengingat dari fakta konkret atau perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa apabila ditinjau dari ketentuan Hukum Pidana dapat dimasukan ke dalam berbagai jenis tindak pidana. Hal yang demikian ini adalah wajar mengingat bahwa suatu tindak pidana kadang-kadang memiliki unsur-unsur yang hampir sama dengan tindak pidana yang lainnya, karena suatu tindak pidana yang dirumuskan dalam undang-undang, khususnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ada satu jenis tindak pidana yang memiliki unsur yang sama, misalnya dalam tindak pidana terhadap harta benda: antara lain pencurian dengan kekerasan dengan pemerasan; atau penggelapan dengan penipuan. Di samping itu ada beberapa tindak pidana yang memiliki unsur pokok yang ditambah dengan unsur lainnya, misal pembunuhan berencana, dan lain sebagainya. Penuntut Umum apabila melakukan kesalahan dalam menyusun surat dakwaan atau menentukan bentuk dakwaannya, maka akan bisa berakibat surat dakwaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Sehingga perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa tidak terbukti, hal ini akan mengakibatkan terdakwa akan diputus bebas oleh Hakim. Hal tersebut terjadi karena surat dakwaan merupakan dasar dalam pemeriksaan di sidang

4 pengadilan. Hal itu membawa konsekuensi pemeriksaan tuntutan pidana, dan Putusan Hakim harus berdasar kepada yang termaktub atau tercantum di dalam surat dakwaan. Berdasarkan kesalahan Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan, maka hal ini akan berakibat terdakwa dapat dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum. Berkenaan terhadap kekhilafan Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan ini sering terjadi pada kasus pencurian dengan kekerasan, sebagaimana seperti pada Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg., tentang pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh dua orang, dimana kedua terdakwa tersebut bertempat tinggal di Semarang dan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana oleh Penuntut Umum di dalam surat dakwaannya. Kedua terdakwa diancam telah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 365 ayat (4) KUHP. Terhadap perbuatan terdakwa setelah menerima Berita Acara Pemeriksaan dari Penyidik, selanjutnya Penuntut Umum menuntut dengan Dakwaan Tunggal berdasarkan Pasal 365 ayat (4) mengenai pencurian dengan kekerasan, yang mana selanjutnya Hakim memutus bebas para terdakwa. Hal tersebut berarti dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum tidak terbukti. Maka mengenai hal ini perlu diteliti kembali apakah dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum sudah sasuai dengan peraturan yang berlaku atau belum, yang dalam hal ini berdasarkan pada ketentuan KUHAP dalam melakukan penyusunan dakwaan. Berdasarkan uaraian diatas tersebut, maka penulis menetapkan bentuk penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM MENYUSUN DAKWAAN TUNGGAL DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENGAKIBATKAN KEMATIAN BERIMPLIKASI PUTUSAN BEBAS BAGI PARA TERDAKWA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg).

5 B. Rumusan Masalah Perumusan masalah ditujukan untuk mengetahui permasalahan yang dikaji secara jelas dan sistematik. Oleh kerana itu penulis memberikan batasan pembahasan yang akan diteliti dalam rumusan sebagi berikut: 1. Apakah argumentasi hukum Penuntut Umum menyusun dakwaan tunggal dalam perkara pencurian dengan kekerasan mengakibatkan kematian sesuai dengan KUHAP? 2. Apakah pertimbangan hukum Hakim membebaskan para terdakwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor : 817/Pid.B/2013/PN.Smg telah sesuai Pasal 183 jo. Pasal 191 ayat (1) KUHAP? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh penulis, yang mana tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif: a. Untuk membuktikan kesesuaian argumentasi hukum yang digunakan Penuntut Umum dalam menyusun dakwaan tunggal perkara pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian berdasarkan KUHAP. b. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum Hakim membebaskan para terdakwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg menurut Pasal 183 jo. Pasal 191 ayat (1) KUHAP. 2. Tujuan Subyektif: a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang hukum dan meningkatkan pemahaman teori dan praktik hukum yang diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata, khususnya dalam proses peradilan pada perkara tindak pidana pencurian. b. Memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6 c. Memberi wujud nyata dari hasil perkuliahan dan ilmu serta teori-teori hukum yang didapatkan penulis selama perkuliahan agar dapat bermanfaat bagi penulis dan masyarakat. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, karena besar kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan manfaat dan kontribusi pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengajar dan saran untuk pemahaman, pengkajian, pengembangan, tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penelitian hukum selanjutnya yang berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan. c. Digunakan sebagai bahan pendalaman dan menambah referensi bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya dalam hal argumentasi penuntut umum dalam menyusun dakwaan tunggal terhadap perkara pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berimplikasi putusan bebas bagi para terdakwanya. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini untuk memberikan jawaban atas permasalahanpermasalahan yang diteliti oleh penulis yaitu mengetahui kesesuaian argumentasi hukum penuntut umum menyusun dakwaan tunggal dalam perkara pencurian dengan kekerasan mengakibatkan kematian berimplikasi putusan bebas bagi para terdakwa pada putusan pengadilan Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg.

7 b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun dalam masyarakat nantinya. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dengan masalah yang diteliti. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisa masalah yang dihadapi dan kemudian memberi pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 60). Dalam penelitian ini metode yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Penulis dalam penulisan hukum ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Sehingga dalam penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan agumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 55-56). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif. Artinya, sebagai ilmu hukum yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, norma-norma hukum, kaidah-kaidah hukum, validitas aturan hukum dan nilai-nilai keadilan. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuanketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Sifat

8 preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 41-42). Penelitian ini memberi petunjuk pendalaman serta analisis atas suatu kasus yang didasarkan pada ketentuan resmi yaitu peraturan perundangundangan. Kemudian, terapan maksudnya adalah ilmu hukum menerapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum yang berarti ilmu hukum tersebut merupakan ilmu yang dapat diterapkan dan memang diterapkan dengan memperhatikan cara-cara penerapanya (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 22). 3. Pendekatan Penelitian Keterkaitan dengan penelitian hukum normatif, terdapat beberapa pendekatan penelitian hukum. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 133). Pendekatan dalam penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan Pengadilan sampai pada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 134). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kasus dengan mengkaji Argumentasi Penuntut Umum menyusun dakwaan tunggal dalam perkara pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian (studi putusan Pengadilan Negeri Semarang nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg). Dimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg. Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya

9 menjatuhkan putusan bebas kepada para terdakwa atas dasar para terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam keadaan memberatkan sebagaimana dalam dakwaan tunggal Jaksa Penuntut Umum. Pendekatan undang-undang(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 133). Hal tersebut kemudian dijadikan sandaran oleh peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 135-136). Dengan pendekatan undang undang ini penulis mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia yang menjadi dasar dari pembentukan argumentasi oleh penulis dalam penulisan hukum ini. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumbersumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putuasan hakim. Adapun bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum, jurnaljurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 182-183). Sumber-sumber hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah : a. Bahan Hukum Primer 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; dan

10 4) Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder terdiri atas jurnal baik internasional maupun nasional, pendapat para ahli, buku-buku, literatur, tulisantulisan, komentar atas putusan pengadilan, berita-berita koran dan hasil penelitian ilmiah yang berkaitan dengan materi penelitian yang dapat memperkaya referensi dalam penyampaian penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh bahan hukum yang sesuai guna menjawab permasalahan yang sedang diteliti. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan bahan hukum melalui membaca, mengkaji dan, mempelajari literatur, hasil penelitian terdahulu, dan dokumen-dokumen yang mendukung, serta memanfaatkan indeks-indeks hukum baik cetak maupun elektronik termasuk internet yang berhubungan dengan penelitian yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum merupakan tahap paling penting di dalam suatu penelitian. Karena dalam penelitian ini, bahan yang diperoleh akan diproses dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai didapat suatu kesimpulan yang nantinya akan menjadi hasil akhir dari penelitian. Metode penalaran yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah metode deduktif / deduksi silogisme. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deduksi silogisme adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89). Hal-hal yang dirumuskan secara umum diterapkan pada keadaan yang khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkritisi teori-teori ilmu hukum

11 yang bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan kasus factual yang dianalisis. Penelitian ini, sebagai premis mayor penulis menggunakan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan sebagai premis minor adalah fakta hukum konkrit yaitu kasus pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian di Semarang pada Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg yang di dalam penuntutannya menggunakan dakwaan tunggal. F. Sistematika penulisan hukum Penulisan hukum ini akan dibagi kedalam empat bab, dimana pada tiaptiap bab didalamnya dibagi kedalam sub-sub bab yang bertujuan untuk memudahkan dalam memahami keseluruhan isi dari penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini akan berisi mengenai uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan berisi mengenai kerangka teori yang memberikan penjelasan secara teori, yang didapat dari sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini yang berkaitan mengenai permasalahan yang sedang diteliti penulis. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan tentang argumentasi, tinjauan tentang pembuktian, tinjauan tentang Penuntut Umum, tinjauan tentang dakwaan, tinjuan tentang pencurian dengan kekerasan, dan tijauan tentang putusan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan berisi mengenai uraian dan sajian pembahasan dari hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yaitu, apakah

12 argumentasi hukum Penuntut Umum menyusun dakwaan tunggal dalam perkara pencurian dengan kekerasan mengakibatkan kematian sesuai dengan KUHAP. Apakah pertimbangan hukum Hakim membebaskan para Terdakwa dalam putusan nomor : 817/Pid.B/2013/PN.Smg telah sesuai Pasal 183 Jo Pasal 191 (1) KUHAP. BAB IV : PENUTUP Bab ini akan berisi mengenai simpula dan saran berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN