BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Sistem Pengaman Arus Lebih pada Penyulang Abang Akibat Beroperasinya PLTS pada Saluran Distribusi Tegangan Listrik 20 Kv di Karangasem

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3)

BAB II LANDASAN TEORI

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Analisa Relai Arus Lebih Dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang LM5 Di Gardu Induk Lamhotma

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

ANALISIS ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG 20 KV DENGAN OVER CURRENT RELAY (OCR) DAN GROUND FAULT RELAY (GFR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

STUDI ANALISIS SETTING BACKUP PROTEKSI PADA SUTT 150 KV GI KAPAL GI PEMECUTAN KELOD AKIBAT UPRATING DAN PENAMBAHAN SALURAN

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain:

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Lampung dan PT. PLN (Persero) Cabang Tanjung Karang pada. bulan Maret 2013 sampai dengan selesai.

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini menggunakan data plant 8 PT Indocement Tunggal

BAB II LANDASAN TEORI

Setting Relai Gangguan Tanah (Gfr) Outgoing Gh Tanjung Pati Feeder Taram Pt. Pln (Persero) Rayon Lima Puluh Kota

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI

Studi Analisis Koordinasi Over Current Relay (OCR) dan Ground Fault Relay (GFR) pada Recloser di Saluran Penyulang Penebel

BAB II LANDASAN TEORI

Kata kunci hubung singkat, recloser, rele arus lebih

Analisa Perhitungan dan Pengaturan Relai Arus Lebih dan Relai Gangguan Tanah pada Kubikel Cakra 20 KV Di PT XYZ

BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA. Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu

ABSTRAK Kata Kunci :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS SETTING RELE OGS SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TRANSFORMATOR 3 UNTUK MENJAGA KONTINYUITAS ALIRAN DAYA DI GARDU INDUK PESANGGARAN

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

BAB II LANDASAN TEORI

Suatu sistem pengaman terdiri dari alat alat utama yaitu : Pemutus tenaga (CB)

Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia Abstrak

2.2.6 Daerah Proteksi (Protective Zone) Bagian-bagian Sistem Pengaman Rele a. Jenis-jenis Rele b.

Analisis Koordinasi Rele Arus Lebih Pda Incoming dan Penyulang 20 kv Gardu Induk Sengkaling Menggunakan Pola Non Kaskade

STUDI PERENCANAAN KOORDINASI RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI GARDU INDUK GAMBIR LAMA - PULOMAS SKRIPSI

Analisa Penggunaan Recloser Untuk Pengaman Arus Lebih Pada Jaringan Distribusi 20 kv Gardu Induk Garuda Sakti

BAB II PERHITUNGAN ARUS HUBUNGAN SINGKAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

14 Teknologi Elektro, Vol. 16, No. 02, Mei - Agustus Z 2eq = Impedansi eqivalen urutan negatif

DAFTAR ISI BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGARUH SETTING RELE PENGAMAN UNTUK MEMINIMALKAN GANGGUAN SYMPATHETIC TRIP PADA PENYULANG BUNISARI - SUWUNG

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN

BAB IV. PERHITUNGAN GANGGUAN SIMPATETIK PADA PENYULANG 20 kv GARDU INDUK DUKUH ATAS

BAB 4 ANALISA KONSEP ADAPTIF RELE JARAK PADA JARINGAN SALURAN TRANSMISI GANDA MUARA TAWAR - CIBATU

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

KAJIAN PROTEKSI MOTOR 200 KW,6000 V, 50 HZ DENGAN SEPAM SERI M41

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB III PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap)

BAB II DASAR TEORI. Sistem proteksi adalah sistem yang memisahkan bagian sistem yang. b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DI GARDU INDUK BUKIT SIGUNTANG DENGAN SIMULASI (ETAP 6.00)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOORDINASI SISTEM PROTEKSI OCR DAN GFR TRAFO 60 MVA GI 150 KV JAJAR TUGAS AKHIR

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Koordinasi Rele Pengaman Pada Sistem Kelistrikan Di PT. Wilmar Gresik Akibat Penambahan Daya

ANALISIS PENYETELAN PROTEKSI ARUS LEBIH PENYULANG CIMALAKA DI GARDU INDUK 70 kv SUMEDANG

BAB II LANDASAN TEORI

Kata kunci : Gangguan, Sistem Proteksi, Relai.

BAB II LANDASAN TEORI

KOORDINASI SETTING RELAI ARUS LEBIH PADA INCOMING 2 KUDUS TERHADAP OUTGOING KUDUS 5 DAN 6 YANG MENGGUNAKAN JARINGAN DOUBLE CIRCUIT DI GI 150 KV KUDUS

PEMASANGAN DGR ( DIRECTIONAL GROUND RELE

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan energi listrik dengan gangguan pemadaman yang minimal.

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai Analisis Hubung Singkat Pada Penyulang Bangli Dengan Beroperasinya PLTS Kayubihi. Referensi yang dipilih dan digunakan sebagai acuan dari penelitian ini merupakan penelitian yang membahas tentang analisis hubung singkat pada penyulang Abang serta pengaturan waktu kerja rele arus lebih untuk memproteksi jaringan distribusi. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian serupa dan penelitian terkait. Adapun beberapa tinjuan mutakhir dari referensi tersebut yakni : penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Endy Triatmaja dengan judul Analisis Hubung Singkat Pada Penyulang Bangli Dengan Beroperasinya PLTS Kayubihi. Penelitian ini menggunakan metode yang digunakan yaitu dengan simulasi sistem menggunakan software ETAP (Electrical Transient Analyzer Programme). Didapatkan hasil Dengan melakukan simulasi, didapatkan selisih hubung singkat dan waktu kerja rele tanpa PLTS dan dengan PLTS. Penelitian lain yang dilakukan oleh ZamZami dengan judul Studi Hubung Singkat Satu Fasa Ke Tanah Akibat Masuknya Distributed Generation Pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik 20KV. Menggunakan metode yang digunakan yaitu dengan simulasi sistem menggunakan software EDSA (Electrical Distribution and Transmission System Analysis). Didapat hasil besar arus hubung singkat satu fasa ke tanah yang dihasilkan dari sebelum dan sesudah masuknya distributed generation berbeda yang dimana nilai dari besar arus hubung singkat setelah masuknya distributed generation lebih besar dari sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Irfan Affandi dengan judul Analisa Setting Relai Arus Lebih dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang Sadewa di GI Cawang. Mengunakan metode Dilakukan perhitungan arus gangguan hubung singkat 3 fasa, 2 fasa, dan 1 fasa ke tanah. Dari hasil perhitungan dilihat bahwa 5

6 besar arus gangguan hubung singkat dipengaruhi oleh jarak titik gangguan, semakin jauh jarak titik gangguan maka semakin kecil arus hubung singkat, begitu pula sebaliknya. Didapatkan selisih waktu kerja relai di penyulang dengan waktu kerja relai di incoming. Dapat disimpulkan bahwa setting OCR-GFR yang ada dilapangan dalam kondisi baik. Didapat hasil Besar arus hubung singkat satu fasa ke tanah yang dihasilkan dari sebelum dan sesudah masuknya distributed generation berbeda yang dimana nilai dari besar arus hubung singkat setelah masuknya distributed generation lebih besar dari sebelumnya. Pada tugas akhir ini dilakukan analisa gangguan hubung singkat pada penyulang Abang dengan beroperasinya PLTS Karangasem. Jenis gangguan hubung singkat yang akan digunakan adalah gangguan hubung singkat 3 fasa karena memiliki nilai arus gangguan yang tertinggi. Di desa Kubu, Karangasem terdapat PLTS berkapasitas 1 MW yang terhubung pada jaringan distribusi PLN. Tersambungnya energi listrik dari PLTS menuju jaringan distribusi mengakibatkan peningkatan nilai arus hubung singkat, sehingga diperlukan pengaturan ulang sistem proteksi untuk mengamankan jaringan tersebut. Rele arus lebih digunakan untuk memproteksi jaringan dari arus hubung singkat yang melebihi nilai setting arusnya. 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Distributed Generation (DG) merupakan suatu pembangkit listrik dimana peralatan - peralatan yang digunakan dalam pembangkit tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pembangkit pada umumnya yang sudah beroperasi yang dihubungkan langsung dengan jaringan distribusi. Pembangkit ini berkapasitas antara 50 kw sampai dengan 100MW serta tergolong pembangkit yang ramah lingkungan. Penempatan dari DG berbeda dengan pembangkit konvensional yang letaknya terpusat di suatu tempat sedangkan penempatan DG dapat berada di beberapa titik sesuai dengan kebutuhan.

7 Gambar 2.1 Contoh penggunaan DG berupa pembangkit listrik tenaga surya (Sumber : PLTS 1MW, Kubu, Karangasem Pada umumnya DG cenderung mengarah kepada teknologi energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga angin, tenaga panas bumi, sel surya dan pembangkit dari energi terbarukan lainnya. Di sisi lain teknologi ini cenderung digunakan sebagai sistem back-up (cadangan) dari jaringan listrik normal. Teknologi ini juga dapat digunakan sebagai sumber energi utama di pulau yang terisolasi. DG mempunyai kelebihan dan juga kekurangan. Adapun kelebihan menggunakan sistem DG: 1. Terhindar dari kerugian pada jaringan transmisi dan distribusi. 2. Sumber energi yang digunakan menggunakan energi terbarukan 3. Memungkinkan untuk penggunaan 1 fasa dan 3 fasa. 4. Memperbaiki kualitas daya pada sistem distribusi Adapun kerugian menggunakan sistem DG adalah sebagai berikut (Mohmoud, 2010): 1. Sistem distribusi konvensional membutuhkan perlindungan yang memadai untuk mengakomodasi pertukaran daya. 2. Sinyal untuk pengiriman sumber daya menjadi sangat rumit 3. Biaya investasi yang dikeluarkan terlalu mahal. 4. Meningkatkan nilai arus hubung singkat pada sistem Terdapat berbagai versi tentang penjelasan DG diantaranya Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE), mendefinisikan Distributed Generation sebagai pembangkitan energi listrik yang dilakukan oleh peralatan

8 yang lebih kecil dari pembangkit listrik pusat sehingga memungkinkan terjadi interkoneksi di hampir semua titik pada sistem tenaga listrik. Sedangkan International Energy Agency (IEA), mendefinisikan Distributed Generation sebagai unit pembangkit daya listrik pada sisi konsumen dan menyuplai daya listrik langsung ke jaringan distribusi lokal. Perkembangan teknologi DG terus berkembang dengan memfaatkan pembangkit listrik skala kecil (mikrohidro) yang dikelola oleh pihak PLN atau swasta (Independent Power Producer). Sejak tahun 2002, teknologi DG di Indonesia dikenal sebagai Pembangkit Listrik Skala Kecil Tersebar seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2002. 2.3 Gambaran Umum Saluran Tegangan Menengah (STM) Berdasarkan UU ketenagalistrikan No 30 tahun 2009 dikatakan bahwa Saluran Tegangan Menengah (STM) merupakan jaringan utama sebagai upaya untuk menghindarkan rugi-rugi penyaluran (losses) dimana persyaratan tegangan sesuai dengan UU harus dipenuhi oleh PT PLN Persero selaku pemegang Kuasa Usaha Utama tersebut. Dalam pembangunan dari Saluran Tegangan Menengah, terdapat beberapa hal yang wajib dipenuhi untuk keamanan ketenagalistrikan, termasuk di dalamnya adalah jarak aman minimal antara fasa dengan lingkungan, dan antara fasa dengan tanah. Jaringan tegangan menengah biasanya menggunakan penghantar saluran udara tanpa isolasi, kabel udara pilin (twisted) tegangan menengah, atau kabel bawah tanah tegangan menengah (Sulasno, 1993). 2.3.1 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) merupakan salah satu konstruksi saluran udara yang memiliki fungsi untuk penyaluran energi listrik. Konstruksi ini merupakan yang paling banyak digunakan dimana memiliki ciriciri penggunaan kawat penghantar telanjang yang ditopang dengan isolator pada tiang besi atau beton. Penggunaan penghantar telanjang, dengan sendirinya harus memperhatikan faktor yang terkait dengan keselamatan ketenagalistrikan, seperti

9 jarak aman minimum yang harus dipenuhi penghantar bertegangan 20 KV tersebut antar fasa, dengan bangunan, dengan tanaman, dengan jangkauan manusia ( Bawan, 2012 ). Pada umumnya kawat penghantar yang digunakan adalah penghantar berisolasi setengah AAAC-S (half insulated single core). Penggunaan penghantar ini tidak menjamin keamanan terhadap tegangan sentuh yang dipersyaratkan akan tetapi untuk mengurangi resiko gangguan sementara khususnya akibat sentuhan tanaman ( Sulasno, 1993 ). 2.4 Gangguan Pada Jaringan Distribusi Gangguan adalah suatu ketidaknormalan (interferes) dalam sistem tenaga listrik yang mengakibatkan mengalirnya arus yang tidak seimbang dalam sistem tiga fasa. Gangguan dapat juga didefinisikan sebagai semua kecacatan yang mengganggu aliran normal arus ke beban (Mardensyah, 2008). Berikut merupakan definisi gangguan hubung singkat dan gangguan hubung singkat 3 fasa. 2.4.1 Gangguan Hubung Singkat Dalam proteksi sistem tenaga listrik, sangat penting untuk mengetahui distribusi arus dan tegangan di berbagai tempat sebagai akibat timbulnya gangguan. Karakteristik kerja rele proteksi dipengaruhi oleh besaran energi yang dimonitor oleh rele sewperti arus dan tegangan. Dengan mengetahui distribusi arus dan tegangan di berbagai tempat maka seseorang insinyur proteksi dapat menentukan setelan (setting) untuk rele proteksi dan rating dari pemutus tenaga /circuit breaker (CB) yang akan digunakan (Mardensyah, 2008). Secara umum gangguan hubung singkat dapat dikatakan suatu gangguan yang terjadi akibat adanya kesalahan antara bagian-bagian yang bertegangan. Gangguan hubung singkat dapat terjadi akibat adanya isolasi yang tembus atau rusak karena tidak tahan terhadap tegangan lebih, baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar (akibat sambaran petir). Berdasarkan pemaparan tersebut gangguan hubung singkat dapat diartikan sebagai suatu keadaan pada

10 sistem dimana penghantar yang berarus terhubung dengan penghantar lain atau dengan tanah sehingga menimbulkan arus hubung singkat( Zamzami, 2010 ). Gangguan yang mengakibatkan hubung singkat dapat menimbulkan arus yang jauh lebih besar dari pada arus normal. Bila gangguan hubung singkat dibiarkan berlangsung dalam kurun waktu panjang maka banyak pengaruhpengaruh yang tidak diinginkan yang dapat terjadi misalnya (Stevenson, 1982) : a. Berkurangnya batas-batas kestabilan untuk sistem daya. b. Rusaknya perlengkapan yang berada dekat dengan gangguan yang disebabkan oleh arus tak seimbang, atau tegangan rendah yang ditimbulkan oleh hubung singkat. c. Ledakan-ledakan yang mungkin terjadi pada peralatan yang mengandung minyak isolasi sewaktu terjadinya suatu hubung singkat d. Timbulnya kebakaran membahayakan orang yang menanganinya dan merusak peralatan peralatan yang lain. e. Terpecah-pecahnya keseluruhan daerah pelayanan sistem daya itu oleh suatu rentetan tindakan pengamanan yang diambil oleh sitem sistem pengamanan yang berbeda beda, kejadian ini di kenal sebagai cascading. Perhitungan hubung singkat adalah suatu analisa kelakuan suatu sistem tenaga listrik pada keadaan gangguan hubung singkat, dimana dengan cara ini diperoleh nilai besaran-besaran listrik yang dihasilkan sebagai akibat gangguan hubung singkat tersebut. Analisa gangguan hubung singkat diperlukan untuk mempelajari sistem tenaga listrik baik waktu perencanaan maupun setelah beroperasi kelak. Analisa hubung singkat digunakan untuk menentukan pengaturan rele proteksi yang digunakan untuk melindungi sistem tersebut dari kemungkinan adanya gangguan tersebut. Tujuan dari perhitungan gangguan hubung singkat adalah untuk menghitung arus maksimum dan minimum gangguan, dan tegangan pada lokasi yang berbeda dari sistem tenaga untuk jenis gangguan yang berbeda sehingga

11 rancangan pengaman, rele dan pemutus yang tepat bisa dipilih untuk melindungi sistem dari kondisi yang tidak normal dalam waktu yang singkat ( Cekdin, 2012 ). Kegunaan dari analisis gangguan hubung singkat antara lain adalah (Weedy, 1998 ): a. Menentukan arus maksimum dan minimum hubung singkat tiga-fasa. b. Untuk menentukan arus gangguan. c. Penyelidikan operasi rele-rele proteksi. d. Menentukan kapasitas pemutus daya. e. Untuk menentukan distribusi arus gangguan dan tingkat tegangan busbar selama gangguan. 2.4.2 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa Gangguan tiga fasa disebabkan oleh putusnya salah satu kawat fasa yang letaknya paling atas pada transmisi atau distribusi dengan konfigurasi kawat antar fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi berayun sewaktu tertiup angin kencang sehingga menyentuh ketiga kawat fasa transmisi atau distribusi. Arus gangguan hubung singkat harus diamankan dengan cepat setelah gangguan terjadi, untuk itu dibutuhkan alat pengaman yaitu PMT yang kapasitasnya ditentukan berdasarkan ata gangguan hubung singkat tiga fasa pada lokasi gangguan (Masykur,2005). Gambar 2.2 menunjukkan rangkaian ekivalen hubung singkat tiga fasa. Z Z n Z Z Gambar 2.2 Rangkaian gangguan tiga fasa ( Sumber : Sulasno, 1993 ) Dari gambar 2.2, dapat dilihat bahwa arus maupun tegangan dalam keadaan gangguan tidak mengandung unsur urutan nol atau impedansi netral.

12 Oleh sebab itu, pada hubung singkat tiga fasa sistem pentanahan netral tidak berpengaruh terhadap besarnya arus hubung singkat. Dengan demikian: Ia = Ib = Ic = 0...(2.1) Va Vb =0 ; Va Vc = 0 dan Vb Vc = 0 Dengan kata lain, Va = Vb = Vc...(2.2) Persamaan urutan tegangan pada gangguan hubung singkat tiga fasa dapat ditentukan dengan persamaan: Va0 = (Va + Vb + Vc) = Va...(2.3) Va1 = (Va + αvb + α 2 Vc)...(2.4) Va2 = (Va + α 2 Vb + αvc)...(2.5) Persamaan arus yang tidak seimbang memiliki bentuk yang sama dengan persamaan tegangan. Arus pada setiap fasa dapat dipresentasikan sebagai: Ia = Ia1 + Ia2 + Ia0...(2.6) Ib = Ib1 + Ib2 + Ib0...(2.7) Ic = Ic1 + Ic2 + Ic0...(2.8) Substitusi hubungan antar fasa dengan komponen positf, negatif, dan nol menghasilkan Ia = Ia1 + Ia2 + Ia0...(2.9) Ib = a 2 Ia1 + aia2 + Ia0...(2.10) Ic = aia1 + a 2 Ia2 + Ia0...(2.11) Sehingga komponen simetris dapat dipresentasikan sebagai fungsi dari setiap arus masing-masing fasa, yaitu: Ia0 = (Ia + Ib + Ic)...(2.12) Ia1 = (Ia + aib + a 2 Ic)...(2.13) Ia2 = (Ia + a 2 Ib + aic)...(2.14) Dimana : Ia,Ib,Ic = arus yang mengalir pada fasa a,b,c Va,Vb,Vc = tegangan pada fasa a,b,c

13 Ia1, Ia2,Ia0 = komponen urutan positif, negatif dan nol dari Ia Va1,Va2,Va0 = komponen urutan positif, negatif dan nol dari Va a = bilangan kompleks yang besarnya 1 dan sudutnya 120 o 2.4.3 Prinsip dasar Perhitungan Arus hubung Singkat 20 KV Gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi di dalam jaringan (system kelistrikan) ada 3, yaitu: 1. Gangguan hubung singkat 3 fasa 2. Gangguan hubung singkat 2 fasa, dan 3. Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah Dari ketiga macam gangguan hubung singkat, hanya dibahas gangguan hubung singkat 3 fasa. Arus gangguannya dihitung dengan rumus : 1. Gangguan Hubung Singkat 3 fasa a. Gangguan hubung singkat 150 KV...(2.15) b. Gangguan hubung singkat 20 KV...(2.16) Keterangan : I3Ø(150) I3Ø(20) Vp Vs Zhs Ztr : Arus hubung singkat tiga fasa di sisi 150 kv : Arus hubung singkat tiga fasa di sisi 20 kv : Tegangan pada sisi primer : Tegangan pada sisi sekunder : Impedansi sumber : Impedansi trafo 2.5 Impedansi (Z) Dalam menghitung impdansi dikenal tiga macam urutan yaitu : a. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan positif.

14 b. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus negatif. c. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan nol. Sebelum melakukan perhitungan arus hubung singkat, maka kita harus memulai perhitungan pada rel daya tegangan primer di gardu induk untuk berbagai jenis gangguan, kemudian menghitung pada titik titik lainnya yang letaknya semakin jauh dari gardu induk tersebut. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai dasar impedansi urutan rel daya tegangan tinggi atau bisa juga disebut sebagai impedansi sumber, impedansi transformator, dan impedansi penyulang. Namun pada tugas akhir ini yang di bahas hanya impedansi penyulang karena berdasarkan ruang lingkup pembahasan diatas yang dibahas hanya pada penyulangnya saja. 2.5.1 Menghitung Impedansi Penyulang Untuk perhitungan impedansi penyulang, perhitungannya tergantung dari besarnya impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung, dimana besar nilainya tergantung pada jenis penghantarnya, yaitu dari bahan apa penghantar tersebut dibuat dan juga tergantung dari besar kecilnya penampang dan panjang penghantarnya (Budi Utomo, 2004). Besar nilai impedansi Penyulang bergantung pada besar nilai impedansi per meter Penyulang. Nilai impedansi didapat berdasarkan konfigurasi tiang pada jaringan SUTM atau dari jenis kabel tanah untuk jaringan SKTM. Nilai impedansi Penyulang dapat diperoleh dengan persamaan 2.15: Z = (R + jx)... (2.17) Dimana : Z = Impedansi R = reaktansi / hambatan ( Ω ) Nilai impedansi Penyulang akan berpengaruh terhadap besar nilai arus hubung singkat yang terjadi pada sistem tersebut.

15 2.5.2 Menghitung Impedansi Ekivalen Jaringan Perhitungan yang dilakukan merupakan perhitungan besar nilai impedansi positif ( Z1 eq ), negatif ( Z2 eq ), dan nol ( Z0 eq ) dari titik gangguan sampai ke sumber sesuai dengan urutan. Pada sumber ke titik gangguan impedansi yang terbentuk adalah tersambung seri, maka perhitungan Z1 eq dan Z2 eq diperoleh langsung dengan menjumlahkan impedansi-impedansi tersebut. Sedangkan untuk perhitungan Z0 eq dimulai dari titik gangguan sampai ke trafo tenaga yang netralnya ditanahkan Sehingga untuk impedansi ekivalen jaringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus a. Urutan positif dan urutan negatif (Z1 eq = Z2 eq) Z1 eq = Z2 eq = Zs1 + Zt1 + Z1 Penyulang....( 2.18) Dimana : Z1eq Z2eq Zs1 Zt1 Z1 = Impedansi ekivalen jaringan urutan positif (ohm) = Impedansi ekivalen jaringan urutan negatif (ohm) = Impedansi sumber sisi 20 KV (ohm) = Impedansi trafo tenaga urutan dan negatif (ohm) = Impedansi urutan positif dan negatif (ohm) b. Urutan nol Z0eq = Zt0 + 3RN + Z0 Penyulang.. ( 2.19) Dimana : Z0eq Zt0 RN Z0 = Impedansi ekivalen jaringan nol (ohm) = Impedansi trafo tenaga urutan nol (ohm) = Tambahan tanah trafo tenaga (ohm) = Impedansi urutan nol (ohm) Setelah mendapatkan impedansi ekivalen sesuai dengan lokasi gangguan, selanjutnya arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar seperti dijelaskan sebelumnya, hanya saja impedansi ekivalen mana yang dimasukkan ke dalam rumus dasar tersebut adalah tergantung dari hubung singkat 3 fasa, 2 fasa atau 1 fasa ke tanah.

16 2.6 Sistem Proteksi Sistem proteksi merupakan suatu komponen yang dipasang pada suatu sistem tenaga listrik untuk kondisi abnormal. Kondisi abnormal dapat berupa tegangan lebih, hubung singkat, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain. Pada sistem proteksi terdapat peralatan yang disebut rele yang berguna sebagai pendeteksi serta pemberi perintah kepada circuit breaker untuk memutuskan rangkaian jika sistem mengalami suatu gangguan ( Putra, 2012 ). Sistem proteksi pada umumnya terdiri dari beberapa komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem dan bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari sistem yaitu arus, tegangan, atau sudut fasa antara keduanya. Informasi diperoleh untuk membandingkan besarannya dengan besaran ambang batas pada peralatan proteksi. Jika besaran melebihi pengaturan ambang batas peralatan proteksi maka sistem proteksi akan bekerja dan mengamankan kondisi tersebut (Nugroho,2008). Waktu pemutusan gangguan merupakan waktu total yang dibutuhkan peralatan proteksi sampai terbukanya pemutus tenaga atau disebut fault clearing time ( Mardensyah, 2008 ). Tc = Tp + Td + Ta -------------------------------------------------------------------------------2.20) Keterangan: Tc = clearing time Tp = comparison time Td = decision time Ta = action time, including circuit breaker operating time Waktu pemutus gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan peralatan proteksi lain agar hanya peralatan proteksi yang paling dekat dengan gangguan saja yang bekerja. 2.6.1 Rele Arus Lebih (Over Current Relay) Rele arus lebih merupakan salah satu sistem proteksi yang berfungsi melindungi sistem jika terjadi gangguan. Rele beroperasi berdasarkan adanya

17 perubahan kenaikan arus pada sistem yang melebihi nilai pengaman pada jangka waktu tertentu. Fungsi utama dari rele arus lebih yaitu untuk mendeteksi adanya arus lebih pada suatu sistem kemudian dari rele akan memberikan perintah kepada pemutus beban (PMT) untuk membuka sistem tersebut. Jenis rele dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Rele Primer: besaran yang dideteksi misalnya arus, dideteksi secara langsung. 2) Rele Sekunder: besaran yang dideteksi, melalui alat-alat bantu misalnya trafo arus/trafo tegangan. Rele Arus Lebih merupakan salah satu rele proteksi yang digunakan untuk mengamankan trafo daya, Neutral Grounding Resistor (NGR), dan Penyulang 20 KV. Rele ini akan bekerja bila besaran penggerak atau arus yang mengalir dalam belitannya (Ir) melebihi arus yang telah ditentukan (Ip) atau dapat dinyatakan dengan: Ir > Ip...(2.21) Keterangan: Ir : arus rele Ip: arus pick-up Pada jaringan 20 KV rele ini berfungsi untuk memproteksi SUTM terhadap gangguan antar fasa atau tiga fasa, dan pada trafo tenaga rele ini berfungsi untuk mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat antar fasa di dalam maupun di luar daerah pengaman transformator. Berikut adalah diagram blok dari rele proteksi : input Elemen Pembanding Elemen Pengindra Elemen Pengukur PMT Gambar 2.3 Diagram blok rele proteksi (Sumber : Purba,2012)

18 Masing-masing elemen/bagian mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Elemen pengindra, elemen ini berfungsi untuk merasakan besaranbesaran listrik, seperti arus, tegangan, frekuensi, dan sebagainya tergantung rele yang dipergunakan. Pada bagian ini besaran yang masuk akan dirasakan keadaannya, apakah keadaan yang diproteksi itu mendapatkan gangguan atau dalam keadaan normal, untuk selanjutnya besaran tersebut dikirim ke elemen pembanding. 2. Elemen Pembanding, elemen ini berfungsi menerima besaran setelah terlebih dahulu besaran itu diterima oleh elemen pengindera untuk membandingkan besaran listrik pada saat keadaan normal dengan besaran arus kerja rele. 3. Elemen pengukur, elemen ini berfungsi untuk mengadakan perubahan secara cepat pada besaran ukurnya dan akan segera memberikan isyarat untuk membuka PMT atau kmemberikan sinyal. Sistem pengaman pada sistem tenaga listrik umumnya dapat dibagi menjadi tiga subsistem, yaitu : (Titarenko and Dukelsky,1977). a. Rele b. Transduser (current transformer dan voltage transformer) c. Pemutus tenaga (circuit breaker) Konfigurasi suatu sistem pengaman yang sederhana ditunjukkan oleh gambar 2.4. Gambar 2.4 Sistem pengaman sederhana (Sumber : Titarenko and Dukelsky,1977)

19 2.6.2 Prinsip Kerja Rele Arus Lebih Rele arus lebih bekerja dengan membaca input berupa besaran arus kemudian membandingankan dengan nilai setting, apabila nilai arus yang terbaca oleh rele melebihi nilai setting, maka rele akan mengirim perintah trip (lepas) kepada Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) setelah waktu tunda yang diterapkan pada setting. Rele arus lebih OCR memproteksi instalasi listrik terhadap gangguan antar fasa. Sedangkan untuk memproteki terhadap gangguan fasa tanah digunakan rele arus gangguan tanah atau ground fault relay (GFR). Prinsip kerja GFR sama dengan OCR, yang membedakan hanyalah pada fungsi dan elemen sensor arus. OCR biasanya memiliki 2 atau 3 sensor arus (untuk 2 atau 3 fasa) sedangkan GFR arahnya memiliki satu sensor arus (satu fasa) (Rasidin,2005). Bedasarkan waktu dan cara kerja, rele arus lebih dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu rele arus lebih waktu tertentu (Definite Time Relay), rele arus lebih waktu terbalik (Inverse Time Relay), rele arus lebih waktu seketika (Instantaneous Relay), rele arus lebih seketika (instanstaneous over current relay) a. Rele Arus Lebih Seketika (Definite Time Relay) Pada saat rele beroprasi, Waktu kerja rele mulai pick up sampai selesai terjadi sangat singkat sekitar 20 40ms tanpa adanya penundaan waktu. Rele ini akan memberikan perintah kepada pemutus beban (PMT) pada saat terjadi gangguan bila besar arus gangguannya melampaui penyetelannya (Im) dan jangka waktu kerjanya singkat. Gambar 2.5 Rangkaian sederhana rele arus lebih seketika dan karakteristiknya (Sumber : Ramadon,2000)

20 Dimana : CB = Circuit Breaker (Pemutus = PMT) TC = Tripping Coil (kumparan pemutus) R = Rele arus lebih CT = Current Transformator (transformator arus) I = Arus beban Ir = Arus yang mengalir pada kumparan sekunder transformator arus + = Polaritas positif sumber DC - = Polaritas negatif sumber DC T = Besaran Waktu I op = Operating current (arus operasi rele mulai bekerja) b. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu (Definite time over current relay) Pada saat terjadi gangguan, arus yang mengalir pada sistem dan melampaui pengaturan dari rele maka rele akan memberikan perintah kepada pemutus beban (PMT) untuk bekerja ke kondisi pick up (kondisi rele terbuka). Waktu kerja rele dapat diatur pada waktu tertentu untuk pengaturan yang sama dan lebih besar dari nilai pick up sehingga waktu operasinya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan koordinasi. Gambar 2.6 Rangkaian sederhana rele arus lebih waktu tertentu dan karakteristiknya (Sumber : Ramadon,dkk,2000)

21 c. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik (Inverse time over current relay) Rele memberikan perintah kepada PMT saat terjadi gangguan. Jika arus gangguan melebihi arus yang telah diatur maka rele akan berada pada posisi pick up. Rele arus lebih waktu terbalik memiliki waktu operasi yang lebih singkat untuk arus gangguan yang semakin besar dan waktu operasi yang semakin lama untuk arus gangguan yang semakin kecil. Gambar 2.7 Rangkaian sederhana rele arus lebih waktu terbalik dan karakteristiknya (Sumber : Ramadon,dkk,2000) 2.6.3 Setting Rele Arus Lebih Sebagai dasar dalam pengaturan arus pada rele arus lebih tersebut digunakan rumus P.S.M (Plug Setting Multiplier), sebagai berikut: FaultCurrent P. S. M...(2.22) CTRasio CurrentSetting Sedangkan untuk pengaturan Over Current Relay (OCR) dihitung di incoming trafo, artinya: Untuk Over Current Relay (OCR) yang terpasang di Penyulang dihitung berdasarkan arus beban maksimum yang mengalir di Penyulang tersebut. Untuk Over Current Relay (OCR) yang terpasang di incoming trafo dihitung berdasarkan arus nominal trafo tersebut. Faktor kemananan rele inverse biasanya diset sebesar 1,2 hingga 1,3 untuk perhitungan setelan arus (Iset). Persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah

22 bahwa pengaturan waktu minimum dari rele arus lebih (terutama di Penyulang) tidak lebih kecil atau diatas dari 0,3 detik. Pertimbangan ini diambil agar rele tidak sampai trip lagi akibat arus inrush dari trafo trafo distribusi ketika PMT Penyulang tersebut dialiri listrik (Sumanto, 1996). Rele arus lebih tidak boleh bekerja pada keadaan beban maksimum. Dalam beberapa hal, nominal transformator arus ( CT ) merupakan arus maksimumnya, sehingga penyetelan arusnya :... (2.23) Dimana : I set I nom CT = Setelan Arus = Arus nominal = rasio transformator arus Waktu kerja rele ditentukan dengan cara sebagai berikut : Untuk daya tiga fasa S = 3 V I Cosφ... (2.24) Selanjutnya untuk mencari nilai kuat arus nominal salurannya, yaitu: Inom =... (2.25) Dimana: S V I = Daya Semu (KVA) = Tegangan saluran (Volt) = Arus nominal (A) 2.6.4 Prinsip Dasar Perhitungan Setting Koordinasi Rele Pengaman Pengaturan arus (Iset) pada rele arus lebih umumnya didasarkan pada hasil arus gangguan minimumnya, dengan demikian gangguan hubung singkat di

23 beberapa seksi berikutnya, rele arus akan bekerja. Untuk mendapatkan pengamanan yang selektif, maka setting waktunya dibuat secara bertingkat. Syarat untuk setting waktu tunda (td) dari rele, harus diketahui data sebagai berikut : (PT.PLN (Persero), 2013) a. Besaran arus hubung singkat (I). b. Penyetelan / setting arusnya ( Iset). c. Kurva karakteristik rele yang dipakai. Maka waktu waktu tunda ( td ) dapat dicari dengan persamaan :...... (2.26) Keterangan : td If t = waktu tunda = arus gangguan hubung singkat = waktu kerja rele yang dikehendaki Untuk menentukan waktu tunda pada rele pengaman saluran, nilai t ditetapkan dengan nilai 1 detik. Waktu koordinasi rele pengaman baik itu pengaman utama dan backup pada busbar terhadap gangguan maksimum dapat dicari dengan persamaan :...(2.27) Keterangan : t = setting koordinasi rele pengaman If = arus gangguan hubung singkat tiga phase. td = waktu tunda. Pada waktu kerja Over Current Relay (OCR) di incoming trafo 20 KV harus lebih besar dari 0.3 detik yaitu sebesar 0,4 0,5 detik dari waktu kerja rele di Penyulang 20 KV (dari relai yang di sisi hilirnya). Selisih waktu kerja rele di incoming 20 KV (sisi hulu) lebih lama 0,4 detik dari waktu kerja rele di Penyulang (sisi hilir) di sebut grading time, yang maksudnya agar rele di incoming 20 KV memberikan kesempatan rele di penyulang bekerja lebih dahulu (Sumanto, 1996).

24 persamanaan : Waktu kerja rele terhadap gangguan maksimum dapat dihitung dengan... (2.28) dengan: If = arus gangguan Nilai TMS (Time Multiple Setting), standar waktu setting rele sebesar 0,08 detik (APD BALI). Waktu kerja dari rele arus lebih juga berdasarkan dari tipe kurva alat tersebut. Perbedaan pemilihan kurva mengakibatkan perubahan dari pengaturan waktu kerja alat tersebut. Untuk tabel kurva waktu kerja dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 koefisien invers time dial relay arus lebih Tipe Kurva Α Β IEC Standard Inverse 0,14 0,02 IEC Very Inverse 13,50 1,0 IEC Extremely Inverse 80,00 2.0 (Sumber : IEC 60255)