Gambaran Hematologi Anemia Defisiensi Besi pada Anak

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL ASLI QSFWBMFOTJ!EBO!HBNCBSBO!IFNBUPMPHJ!BOFNJB!QBEB!QFOEFSJUB! JOGFLTJ!SFTQJSBUPSJL!BLVU!CBHJBO!CBXBI

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

Penyebab utama anemia pada bayi adalah. Profil Parameter Hematologik dan Anemia Defisiensi Zat Besi Bayi Berumur 0-6 Bulan di RSUD Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah merah atau kadar hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. metode case control dilakukan terlebih dahulu kemudian pengambilan data

Besi adalah bahan esensial yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. besinya lebih besar daripada orang dewasa normal di dunia, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

Fania Dwi Ariesy Putri 1, Bambang Edi Susyanto 2 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang

Kata kunci: Prevalensi,Anemia, Anemia defisiensi besi, bayi berat lahir rendah, Hb.

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini adalah kasus dan kontrol, 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB 4. METODE PENELITIAN

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. defisiensi besi sebanyak 25 sebagai kasus dan 37 anak dengan Hb normal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi mikro. Defisiensi besi sering ditemukan bersamaan dengan obesitas.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III. Oleh: YURI SHABRINA SUSANI

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

ABSTRAK. Kata Kunci: prevalensi, anemia, kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah. vii Universitas Kristen Maranatha

PERBEDAAN INDEX ERITROSIT PADA PASIEN ANEMIA GAGAL GINJAL KRONIK DAN THALASSEMIA MAYOR

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem golongan darah ABO ditemukan oleh ilmuwan. Austria bernama Karl Landsteiner, menemukan tiga tipe

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan

Transkripsi:

Artikel Asli Gambaran Hematologi Anemia Defisiensi Besi pada Anak Widiaskara IM,* Pramitha PT,* Bikin S,*Ugrasena IDG** *Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Wangaya, Denpasar. **Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universtas Airlangga/RS Dr Sutomo, Surabaya Latar belakang. Anemia defisiensi besi (ADB) menjadi masalah kesehatan di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang seperti di Indonesia. Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Dampak negatif yang diakibatkan oleh anemia defisiensi besi pada anak balita sangat serius. Tujuan. Mengetahui gambaran hematologis anemia defisiensi besi pada anak yang dirawat di RSUD Wangaya Denpasar. Metode. Penelitian deskritif potong lintang, pada anak yang dirawat di RSUD Wangaya Denpasar pada periode Januari Juni 2009, umur 6-59 bulan. Diagnosis anemia defisiensi besi berdasarkan kriteria WHO, diberikan pengobatan bagi yang menderita ADB dengan sulfas ferosus (SF) selama 1 bulan. Hasil. Didapatkan 75 anak usia 6 59 bulan yang dirawat di RSUD Wangaya dengan anemia. Sebagian besar (52%) laki-laki, terbanyak usia 12 35 bulan (46,7%) dan 65,3 % menderita dengan rerata kadar Hb, MCHC, SI, TIBC, saturasi transferin berturut-turut adalah 9,9 g/dl, 31,8 g/dl, 37,9 Ug/dl, 361 Ug/dl dan 12,3 %, HCT 30,7% dan feritin serum 75,6 ug/l. Pengobatan dengan SF selama 1 bulan menunjukkan peningkatan Hb 1 gr/dl dan HCT 2,8%. Kesimpulan. Anak yang dirawat dengan anemia 65,3% anemia defisiensi besi dan. sebagian besar (57,1%) mempunyai status besi yang kurang. Selama 1 bulan pengobatan dengan sulfas ferosus terjadi peningkatan Hb 1 gr % dan HCT 2,8%. Sari Pediatri 2012;13(5):362-6. Kata kunci: anemia defisiensi besi, balita Pada bayi, kejadian ADB diperkirakan antara 20% - 25 %. Di Indonesia, survei kesehatan rumah tangga tahun 1995 melaporkan 40,5% balita menderita ADB Alamat korespondensi: Dr. I Made Widiaskara, Sp.A, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Wangaya Denpasar. Jalan Kartini Nomor 133 Denpasar Bali. Telp. (0361) 222487, Fax. (0361) 224114. E-mail: widiaskara@yahoo.com dan 47,2% anak usia sekolah. 1,2 Pada penelitian yang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI terdapat 75% (dari 47 anak) dengan Hb normal menderita ADB. 3 Bhaskaram dkk, 4 pada tahun 2003 melakukan penelitian pada 43 anak-anak usia 3 4 tahun mendapatkan 83% anak dengan pneumonia mempunyai Hb <11 g %. Ringo Ringo 5 mendapatkan 38,5 % bayi umur <6 bulan di Banjarbaru menderita ADB. 362

Dampak negatif yang diakibatkan oleh ADB pada anak balita berupa gangguan konsentrasi belajar, tumbuh kembang terganggu, penurunan aktifitas fisik maupun kreatifitas menurun, serta menurunkan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan risiko infeksi. 2,4 Atas dasar angka kejadian ADB yang tinggi dan dampak negatif yang ditimbulkannya, maka kami melakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran hematologi anemia defisiensi besi pada anak yang dirawat di RSUD Wangaya Denpasar. Metode Suatu penelitian potong lintang dengan subjek anak yang dirawat di bangsal Kaswari, Angsa dan Belibis RSU Wangaya Denpasar pada periode Januari Juni 2009. Populasi target adalah anak balita yang dirawat di bangsal tersebut selama periode penelitian. Kriteria inklusi penelitian adalah anak usia 6 59 bulan dengan gambaran laboratorium Hb <11 gr %. Kriteria eksklusi penelitian yaitu anak yang secara klinis menunjukkan penyakit gangguan darah lain seperti thalassemia, hemophilia, dan leukemia atau data rekam medik tidak lengkap. Menurut organisasi kesehatan dunia bagi anak berusia 6 bulan 6 tahun dikatakan anemia apabila kadar hemoglobin <11 gr/dl. Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan kriteria WHO, yaitu 1). Kadar Hb yang rendah sesuai usia, 2). rata rata konsentrasi Hb eritrosit (MCHC) <31%, 3). Kadar Fe serum <50 Ug/dl, dan 4). saturasi transfirin (ST) <15 %. Kriteria yang harus dipenuhi paling sedikit kriteria nomor 1, 3, dan 4. 1,6 Pemeriksaan laboratorium meliputi darah lengkap (DL), kadar besi (SI), total iron bending capacity (TIBC), dan serum feritin. Status besi dinilai berdasarkan kadar SI, saturasi transferin (ST), dan ferritin serum. Feritin serum menunjukkan cadangan besi tubuh, status besi yang sangat kurang pada keadaan terinfeksi (feritin serum <30ug/L,kurang (feritin serum < 273ug/L), dan status besi normal (feritin serum >273ug/L). 7 Kadar besi dipakai untuk menilai 3 tahapan defisiensi besi yaitu tahapan I (deplesi besi) ditandai dengan berkurangnya cadangan besi, namun besi serum masih normal (SI : >60 Ug/dl). Tahap kedua / iron deficient erythropoietin didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis (SI : 40 - <60 Ug/dl) dan tahap ketiga bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang sudah tidak cukup (SI <40 Ug/ dl). 2 Saturasi transferin (ST) dihitung dengan membagi SI dengan TIBC dikalikan 100%. Status besi yang sangat kurang (ST<7 %), kurang (ST 7 <16 %) dan status besi normal (ST > 16 %). Status gizi ditetapkan berdasarkan berat badan terhadap tinggi badan berdasarkan kurva CDC 2000 (Waterlow). Pendidikan orang tua dinilai berdasarkan pendidikan formal orang tua dibagi dalam 3 kelompok yaitu pendidikan rendah (pendidikan formal sampai sekolah dasar), pendidikan menengah (pendidikan formal setingkat SMP dan SMA), pendidikan tinggi (pendidikan formal setingkat perguruan tinggi). Pengukuran atau pemeriksaan laboratorium untuk darah lengkap, serum iron (SI), TIBC, dan serum feritin menggunakan standar pemeriksaan laboratorium RSUD Wangaya Denpasar dan laboratorium swasta yang ada di Denpasar. Data dikumpulkan menggunakan formulir penelitian. Data diolah dan disajikan secara deskritif dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil Selama periode penelitian dari bulan Januari sampai Juni 2009 terdapat 208 pasien yang dirawat di Ruang Anak RSUD Wangaya Denpasar, usia 6 59 bulan. Tujuh puluh lima anak dengan data lengkap dan Tabel 1. Karakteristik subjek Karakteristik Jumlah (%) Usia anak (bulan) 6 11 28 37,3 12 35 35 46,7 36 59 12 16 Jenis kelamin Laki laki 39 52 Perempuan 36 48 Status gizi Baik 51 68 Kurang 24 32 Anemia ADB 49 65,3 Pendidikan orang tua Rendah 25 33,3 Menengah Tinggi Diagnosis utama Gastroenteritis akut Bronkopneumonia Kejang demam +ISPA Demam Tifoid Infeksi saluran kemih 42 8 23 14 7 3 2 56 10,7 46,9 28,6 14,3 6,1 4,1 363

memenuhi kriteria inklusi, dijadikan subjek penelitian. Di antara 75 anak empatpuluh sembilan (65,3%) menderita anemia defisiensi besi. Sebagian besar 39 (52%) anak adalah laki-laki dan 35 (46,7%) berusia 12 35 bulan (Tabel 1). Gambaran hematologis tertera pada Tabel 2. Sebagian besar 28 (51,7%) pasien menunjukkan status besi yang kurang dengan kadar SI 40-<60 Ug/dl. Status besi juga dapat diketahui dari kadar feritin serum dan nilai saturasi transferin. Nilai saturasi transferin, 43 (87,8%) adalah 7-<16% (Tabel 3). Semua pasien yang menderita anemia defisiensi besi diberikan pengobatan sulfaferosus 3 mg/kg BB/hari setelah satu bulan tampak peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Gambar 1). 35 30 25 20 15 10 5 0 9,9 10,9 30,7 33,5 Hb (g/dl) HCT (%) Awal Pengobatan Pengobatan 1 bulan Gambar 1. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit pada ADB sebelum dan sesudah pengobatan dengan sulfas ferosus 1 bulan Tabel 2. Gambaran hematologi pada anemia Gambaran hematologi Anemia defisiensi besi (n=49) Bukan anemia defisiensi besi (n = 26) Rerata (SB) Rerata (SB) Hb (g/dl) 9,9 (0,91) 10,6 (0,38) MCV (Fl) 70,8 (7,32) 75,5 (7,89) MCH (Pg) 22,9 (0,43) 24,7 (2,69) MCHC (g/dl) 31,8 (1,91) 32,6 (0,93) RDW (%) 16,4 (2,01) 14,9 (1,49) SI (Ug/dl) 37,9 (8,98) 55,7 (5,68) TIBC (Ug/dl) 361 (48,32) 293,7 (49,86) Saturasi transferin (ST) (%) Ferritin serum (Ug/l) HCT (%) 12,3 (11,71) 75,6 (51,4) 30,7 (2,2) 19,0 (3,52) Keterangan: Hb: Hemoglobin, MCV: Mean Corpuscular Volume; MCH: Mean Corpuscular Hemoglobin MCHC: Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration, RDW: Red cell Distribution Width, SI: Serum Iron, TIBC: Total Iron Binding Capacity, ST: Saturasi Transferin, HCT: Hematocrit Tabel 3. Gambaran status besi anak pada anemia defisiensi besi Status besi Jumlah (%) Besi serum (ug/dl) <40 21 42,9 40 - <60 28 57,1 Saturasi transferin < 7 6 12,2 7 - <16 43 87,8 Ferritin serum ug/dl) <30 30- <273 16 33 32,7 67,3 Pembahasan Anemia defisiensi besi di negara maju seperti Amerika Serikat pada tahun 2001 tercatat 9% anak berumur lebih dari 3 tahun dan 1% wanita remaja menderita anemia defisiensi besi. 1 Di Indonesia pada survai rumah tangga pada tahun 1999 menunjukkan bahwa 40,5% anak balita dan 47,3% anak usia sekolah menderita anemia defisiensi besi. Survey pada anak sekolah dasar (1999) yang berumur 7 15 tahun menunjukkan 50% anemia adalah anemia defisiensi besi. 2,3 Pada anak usia 6 bulan 5 tahun penyebab anemia defisiensi besi adalah masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat karena infeksi berulang atau menahun, 364

dan kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit. 6,7,8 Di negara berkembang, infeksi akut relatif sering terjadi pada anak khususnya yang memiliki latar belakang ekonomi rendah. Bahkan infeksi ringanpun dapat secara signifikan menurunkan kadar Hb, Fe, TIBC, dan sementara kadar FEP meningkat secara bermakna. 9,10 Ramakrishnan dkk 11 mendapatkan dengan ISPA bawah, 60% di antaranya menderita anemia defisiensi besi dan 10% oleh karena anemia penyakit kronis. Apabila ISPA bawah dibandingkan dengan kontrol disimpulkan bahwa anemia meningkatkan risiko ISPA bawah 5,75 kali. De Pee dkk 12 melaporkan prevalensi anemia pada bayi usia 4-5 bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menunjukkan bahwa 37% bayi memiliki kadar Hb di bawah 10 g/dl, dan 71% kadar Hb di bawah 11 g/dl. Ringo dkk 5 mendapatkan 38,5% bayi berumur < 6 bulan di Banjarbaru menderita anemia defisiensi besi. Pada penelitian kami dari 75 yang mendapat perawatan dengan anemia didapatkan 49 (65,3%) diantaranya menderita ADB. Defisiensi besi dapat terjadi karena (1) penurunan cadangan besi saat lahir (bayi prematur, gemeli, pendarahan perinatal, dan penjepitan umbilikus terlalu dini, (2) masukan besi kurang dan/atau ketersediaan besi dalam makanan rendah, (3) kebutuhan besi meningkat karena proses tumbuh kembang, dan (4) peningkatan kehilangan besi (akibat diare, perdarahan gastro intestinal). 7,8,13 Pemeriksaan darah lengkap pada pasien anemia defisiensi besi dijumpai penurunan kadar Hb, MCV, MCHC, MCH rendah, red cell distribution width (RDW) lebar, dan MCV rendah, merupakan uji tapis anemia defisiensi besi. Nilai RDW tinggi >14,5 % terdapat pada defisiensi besi, sedangkan RDW pada trait thalassemia pada umumnya normal (13%). Apabila ratio MCV/RBC (indek Mentzer) >13% dan RDW indek (MCV/RBC X RDW) 220, merupakan tanda anemia defisiensi besi. 10 Terapi defisiensi besi meliputi dua komponen, yaitu koreksi defisiensi besi dan terapi penyebab yang mendasari. Suplementasi besi secara oral lebih dipilih daripada parentral karena dapat diabsorpsi dan ditoleransi dengan baik oleh anak. Pemberian zat besi pada anemia defisiensi besi bukan hanya sampai pada kadar Hb normal, namun harus dilanjutkan sampai cadangan besi terpenuhi. Pemberian zat besi sebaiknya diberikan dengan dosis 3 5 mg besi elemental/kg berat badan/hari. Untuk menilai hasil pengobatan dilakukan pemeriksaan Hb dan jumlah eritrosit. 2,14 Syamsi 15 memperlihatkan bahwa suplementasi zat besi selama 30 hari pada anak dengan defisiensi besi di bawah usia 3 tahun tidak menunjukkan perkembangan fungsi kognitif yang bermakna. Desai dkk 9 melaporkan bahwa terapi pemberian suplemen besi setiap hari selama 6 minggu pada anak balita dengan anemia ringan hingga sedang di Kenya Barat, lebih baik, dibandingkan pemberian suplemen besi dua kali seminggu. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian besi 3 mg/kg BB/hari selama 4 bulan pada bayi dan anak yang menderita anemia akan terjadi peningkatan kadar Hb secara bermakna (3,8 gr/dl dari 9,5 12,3 gr/dl). 6 Sedangkan pada penelitian kami mendapatkan peningkatan Hb 1 g% dan HCT 2,8% dengan pemberian besi 3-5 mg besi elemental/kg berat badan /hari selama satu bulan. Kesimpulan Anak usia 6 59 bulan yang dirawat 65,3% anemia defisiensi. Selama pengobatan satu bulan dengan sulfas ferosus 3 mg/kg BB/hari terjadi peningkatan kadar hemoglobin 1 g% dan hematokrit 2,8%. Angka kejadian ADB di RSUD Wangaya pada masa anak cukup tinggi dan perlu dicermati dampak negatif yang ditimbulkannya. Oleh karena itu perlu upaya menurunkan kejadian ADB dengan melakukan skrining awal terhadap anak yang berisiko serta pemberian suplementasi besi. Daftar pustaka 1. WHO, Iron efficiency Anemia Assesment, Prevention and Control A guide for Programme Managers. WHO/ NHD/01.3. General English Only ; 2001 diunduh dari: http//www.google.co.id.htm. 2. Raspati H. Anemia defisiensi besi. Dalam : Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: BP IDAI; 2006.h.30-4. 3. Djajadiman Gatot. Diagnosis Anemia Besi pada anak : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IKA X, Workshop Hemato Onkologi. Sanur, IDAI Cabang Bali; 2010 4. Bhaskaram P, Nair KM, Balakhrishman, Sisikeran B. Serum transferring receptor in children with respiratory infeksion.ejcn 2003;57:75-80. 365

5. Ringoringo HP, Windiastuti E. Profil parameter hematologi dan anemia defisiensi bayi berumur 0 6 bulan di RSUD Banjarbaru. Sari Pediatri 2006;7: 214 7. 6. Soemantri Ag. Epidemiologi of iron deficiency anemia. Dalam: Rina Triasih, penyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Bagian IKA FK UGM;2005.h. 8-28. 7. Abdulsalam M. Diagnosis, Pengobatan dan pencegahan anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Dalam : Rina Triasih, Editor. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Bagian IKA FK UGM; 2005: h.55-64. 8. Pudjiadi AH, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti. Anemia defisiensi besi. Dalam: Pedoman pelayanan medis, Jilid I Jakarta: BP IDAI; 2010.h.10-3. 9. Ramakrishnan K. Haris PS. Hematologi level of risk faktor for lower respiratory tract infection. Indian J Pediatr 2006;73:881 3. 10. Kenneth R, Howard A. Anemias and other red cell disorders. The Mc Graw Hill companies;2008.h.99-114. 11. Desai Mr, Dhar R, Rosen DH, Kariuki SK, Shi Ya Ping, Kager PA, Kunle FO. Daily iron suplementation is more efficacious than twice weekly iron supplementation for the treatment of childhood anemia in western Kenya. J Nutr 2004;134:1167-74. 12. De pee S, Bloem MW, Sari M,Kiess L,Yip R,Kojen S. The high prevalence of low hemoglobin concentration among Indonesian infants age 3-5 mounth is related to maternal anemia. J Nutr 2002;132:2215-21. 13. Lozoff B, Andraca I, Castilo M, Smith BS, Walter T, Pino P. Behavioral and development effects of preventing iron deficiency anemia in healthy fullterm infants. Pediatrics 2003;12:846-54. 14. Iwan Dwiprahasto. Terapi anemia defisiensi besi berbasis bukti. Dalam : Rina Triasih, prnyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Bagian IKA FK UGM; 2005.h.65-77. 15. Syamsi BR, Sutaryo. Hubungan defisiensi besi dengan perkembangan fungsi kognitif. Dalam: Rina Triasih, penyunting. Anemia defisiensi besi.yogyakarta: Bagian IKA FK UGM; 2005.h.41-54. 366