HUBUNGAN ANTARA KADAR DEBU LINGKUNGAN KERJA DAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN PARU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PENAMBANG EMAS DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT TATELU. Moriva J. E. Moningka*, Paul A.T. Kawatu*, Budi T. Ratag*. *Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Penambang emas adalah salah satu pekerja yang masuk di dalam sektor pekerja informal sehingga para pekerja tambang rentan terkena penyakit karena belum mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Salah satu lokasi pertambangan rakyat yang ada di Sulawesi Utara adalah Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Tatelu Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. Di WPR ini belum pernah diadakan penelitian terhadap kadar debu dan status kesehatan pada penambang khususnya kapasitas vital paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar debu lingkungan kerja dan tingkat pengetahuan dengan kapasitas vital paru penambang emas di WPR Tatelu. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2014. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja di WPR Tatelu dan sampel diambil secara purposive sampling sebanyak 41 responden. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan pengukuran menggunakan High Volume Sampler pada debu dan Spirometry pada KVP (Kapasitas Vital Paru). Analisis bivariat menggunakan uji Fisher s Exact Test pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05. Terdapat 12% penambang memiliki KVP normal dan 88% tidak normal. Terdapat 67% lokasi yang memiliki kadar debu < NAB (Nilai Ambang Batas) dan 33% memiliki kadar debu NAB. Sebagian besar penambang memiliki tingkat pengetahuan kurang (63%), dan tingkat pengetahuan baik (37%). Terdapat hubungan antara kadar debu dengan KVP (p = 0,048). Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan KVP (p = 0,636). Kata Kunci : Kadar debu, Pengetahuan, Kapasitas Vital Paru ABSTRACT Miner is one of the jobs that are categorized as an informal sector worker so that there miners are vulnerable to catching diseases because they have not received special attention by the goverment. One of these Artisanal Mining Regions (AMR) in North Sulawesi is in Tatelu, Dimembe, North Minahasa Regency. Their research regarding the level of dust and the health of workers especially for the lungs has never been conducted in this AMR. The goal of this research is to show the relationship between level of dust and level of knowledge with vital capacity of the lungs in Tatelu AMR. This research is analytic survey by using crosssectional study design. This research was conducted from July-October 2014. Research population is all the miners in Tatelu AMR and the sample is taken purposively for 41 workers/respondents. Data is collected by using Questionnaires and The measurement is conducted by using High Volume Sampler for the dust and Spirometry for the LVK (Lungs Vital Capacity). Bivariate analysis uses Fisher s exact test for the level of trust 95% and a=0.05. There are 12% of miners having normal LKV and the other 88% is not normal. There are 67% locations have level of dust < TV (Threshold Value) and the other have level of dust TV. Most of the miners have less knowledge regarding this matter (63%) and the other miners (37%) have good knowledge. There is a relationship between Level of Dust and LVK (P=0.048). There is no relationship between knowledge and LVK (P=0.036). Keywords: Level of Dust, Knowledge, Lungs Vital capacity
PENDAHULUAN Penambang emas adalah salah satu pekerja yang masuk di dalam sektor pekerja informal sehingga para pekerja tambang rentan untuk terkena penyakit karena belum mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Pertambangan merupakan suatu tempat yang bergerak dalam bidang penggalian isi perut bumi. Pada penggalian tersebut dapat beresiko tinggi terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, longsoran serta masalah pencemaran lingkungan sekitar. Penambang emas merupakan pekerjaan yang dekat dengan paparan bahan kimia baik paparan debu, asap, maupun gas-gas yang beracun. ILO (2013) mengatakan bahwa berdasarkan informasi, penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia dapat melalui berbagai media yaitu udara, air, paparan pekerjaan dan kontak langsung. Salah satu lokasi pertambangan rakyat yang ada di Sulawesi Utara adalah Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang bertempat di Tatelu Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. Lokasi pertambangan Tatelu ini telah memiliki izin sesuai Surat Keputusan dari Bupati Minahasa Utara nomor: 02/DISTAMBEN/2010 pada tanggal 18 Mei 2011 sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan luas areal 25 hektar (Suara Komunitas, 2013). Di WPR ini belum pernah diadakan penelitian terhadap kadar debu dan status kesehatan pada penambang khususnya kapasitas vital paru. Hasil observasi mengatakan bahwa lingkungan kerja pertambangan sangat berdebu dan dapat beresiko dan menimbulkan gangguan pernafasan pada penambang. Pertambangan ini penuh dengan resiko karena dapat berakibat buruk bagi pekerja. Seiring dengan luasnya wilayah pertambangan, pekerjaan dari petambang emas juga semakin meningkat. Meningkatnya pekerjaan tersebut dapat menurunkan kondisi fisik pekerja sehingga beresiko terjadinya kecelakaan kerja (tertimbun, dan terjatuh), maupun meningkatnya penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik dengan desain cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja tambang emas di WPR Tatelu. Sampel dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel purposive sampling yaitu pekerja yang berada di satu area tambang emas dengan status kepemilikan pribadi berjumah 41 responden. Analisis bivariat menggunakan Fisher s Exact Test (CI=95%, α=0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden meliputi umur dan tingkat pendidikan terakhir. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Distribusi Frekuansi Karakteristik Responden Karakteristik n % 15 24 27 67 Umur 25 34 8 19 35 44 3 7 45 54 3 7 SD 8 19,5 Pendidikan Terakhir SMP 18 43,9 SMA/Sederajat 15 36,6 Responden yang memiliki kelompok umur Tabel 1 juga menunjukkan terdapat 8 15-24 tahun terdapat 27 orang (67%) dan kelompok umur 25-34 terdapat 8 orang (19%). Kelompok umur 35-44 berjumlah 3 orang (7%) dan kelompok umur 45-54 terdapat 3 orang (7%). Umur 15-24 merupakan kelompok umur yang memiliki jumlah terbanyak yaitu 27 orang (67%). orang responden (19,5%) memiliki tingkat pendidikan terakhir SD. Terdapat 18 orang responden (43,9%) memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP, dan terdapat 15 orang responden (36,6%) memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA/Sederajat. Tingkat pendidikan terakhir responden yang paling banyak yaitu SMP (43%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kapasitas Vital Paru, Tingkat Pengetahuan dan Kadar Debu Lingkungan Kerja Tabel 2 di bawah ini merupakan analisis univariat yang meliputi distribusi frekuensi berdasarkan Kapasitas Vital Paru (KVP), tingkat pengetahuan tetang kesehatan paru dan kadar debu di lingkungan kerja. Tabel 2. Distribusi Frekuensi KVP, Tingkat Pengetahuan dan Kadar Debu KVP, Tingkat Pengetahuan dan Kadar Debu n % KVP Normal 5 12 Tidak Normal 36 88 Tingkat Pengetahuan Baik 15 37 Kurang 26 63 Titik Sampel < NAB (10 mg/m 3 ) 2 67 NAB (10 mg/m 3 ) 1 33 Berdasarkan penelitian terdapat 12% atau 5 orang responden memiliki kapasitas vital paru yang normal dan terdapat 88% atau 36 orang responden memiliki kapasitas vital paru yang tidak normal. KVP dikatakan normal apabila tidak terdapat gangguan
obstruksi paru dan restriksi paru. Persentasi terbanyak ada pada KVP yang tidak normal yaitu 88%. Terdapat 37% atau 15 orang responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik, dan 63% atau 26 orang responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Berdasarkan data tersebut responden paling banyak memiliki tingkat pengetahuan yang kurang yaitu 63%. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa terdapat 3 titik pengambilan sampel debu di udara lingkungan kerja. Titik pertama diambil di sekitar tempat pengolahan batu rep di samping jalan dengan kadar debu 40,3 mg/m 3, titik kedua diambil dekat lubang galian 1 yang menyatu dengan tempat tinggal penambang dengan kadar debu 2,16 mg/m 3, pada titik ketiga diambil di tempat penumbukkan batu rep dan dekat dengan lubang galian 2 dengan kadar debu 5,83mg/m 3. Berdasarkan PERMENAKERTRANS RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, NAB untuk kadar debu di lingkungan kerja yaitu 10 mg/m 3. Nilai tersebut untuk partikulat yang dapat dihirup (total), tidak megandung asbes dan kandungan silica kristalin < 1%. Berdasarkan penelitian terdapat satu titik lokasi pengambilan sampel debu di udara yang telah melebihi NAB yang di tentukan yaitu di titik A (40,3 mg/m 3 ) dengan persentase 33%, dan terdapat dua titik yang di bawah NAB yaitu titik B (2,16 Mg/m 3 ) dan titik C (5,83 Mg/m 3 ) dengan persentase 67%. Hubungan antara Kadar Debu dan Tingkat Pengetahuan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) Tabel 3. Tabel Silang Hubungan antara Kadar Debu, Tingkat Pegetahuan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) KVP Analisis Bivariat Normal Tidak Normal Total n % n % n % Kadar Debu < NAB 5 23,8 16 76,2 21 51 NAB 0 0 20 100 20 49 Tingkat Baik 1 6,7 14 93,3 15 37 Pengetahuan Kurang 4 15,4 22 84,6 26 63 p value 0,048 0,636 Berdasarkan uji statistik Fisher s Exact Test, hasil yang didapatkan yaitu p=0,048 < α=0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, terdapat hubungan antara kadar debu lingkungan kerja dengan kapasitas vital paru penambang emas di wilayah pertambangan rakyat tatelu kecamatan dimembe kabupaten minahasa utara. Ada beberapa penelitian yang mendukung hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Deviandhoko (2012) dengan 78 orang
sampel, yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara debu las yang terhirup dengan gangguan fungsi paru. Penelitian dari Utomo (2005) dengan jumlah sampel 63 kasus dan 63 kontrol, juga berkata hal yang sama yaitu semakin besar kadar debu total yang terhirup semakin besar kemungkinan terjadi panurunan kapasitas paru. Terdapat beberapa cara untuk menghindari bahaya terpapar debu tambang, yaitu (1) pengusaha tambang harus menyediakan peralatan untuk mengurangi debu di lokasi tambang dengan pompa udara segar ke dalam lubang tambang bawah tanah, menyediakan kran percikan air, peralatan pemotong atau penggiling yang dilengkapi dengan semprotan air, (2) pengusaha tambang harus menyediakan bahan dan alat untuk melindungi para penambang dari debu tambang, (3) para penambang dapat mengurangi jumlah debu tambang yang terhirup, dan (4) menghindari debu tambang masuk ke dalam rumah/tempat istirahat penambang (Conant, 2009). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Fisher s Exact Test didapatkan p=0,636 > α=0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Jadi tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kapasitas vital paru penambang emas di wilayah pertambangan rakyat tatelu kecamatan dimembe kabupaten minahasa utara. Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Setiawan (2010) tentang beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru pengrajin pengamplasan ikan di Kenjeran Surabaya dengan jumlah sampel yaitu sebanyak 28 orang. Peneliti tersebut mengatakan bahwa pengetahuan tidak berpengaruh terhadap kapasitas fungsi paru. Menurut Notoadmodjo (2012) pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pekerja dengan tingkat pengetahuan baik belum tentu dapat melakukan hal-hal yang bertujuan untuk menjaga kesehatan paru-paru seperti penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Jadi dalam hal ini faktor sikap dan tindakan dalam menjaga kesehatan paru yang lebih diperhatikan.
KESIMPULAN DAN SARAN Dapat disimpulkan bahwa erdapat hubungan antara kadar debu di lingkungan kerja dengan kapasitas vital paru. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kapasitas vital paru. Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah diharapkan bagi para penambang agar lebih membiasakan diri untuk hidup sehat dengan selalu menggunakan alat pelindung pernafasan supaya kesehatan paru-paru terus terjaga. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan fungsi paru seperti usia, jenis kelamin, gaya hidup, kebiasaan olahraga, dan merokok. Diharapkan bagi pemerintah daerah Minahasa Utara khususnya di sektor kesehatan untuk melakukan penyuluhan, promosi kesehatan dan pemeriksaan kesehatan pada pekerja di lokasi pertambangan secara rutin. DAFTAR PUSTAKA Conant, J., Faden, P. 2009. Panduan Masyarakat untuk Kesehatan Lingkungan. Palangkaraya: Yayasan Tambuhak Sinta (diterjemakan oleh: Rini S, dkk) Deviandhoko., Nur Endah, W., Nurjazuli. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengelasan di Kota Pontianak. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 11 No. 2/Oktober 2012 (online) (http:/jom.unri.ac.id/index.php/jo MFSIP/article/viewFile/3040/294) diakses pada 15 Oktober 2014 International Labour Organization. 2013. Safety and Health In the Use of Chemicals at Work. Geneva: ILO. Notoadmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja Setiawan A, 2010. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Fungsi Paru (FEV1%) Pengrajin Pengasapan Ikan di Kenjeran Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga. KKC KK FKM 91/10 Set b. (online) (http://lib.unair.ac.id.%2ffiles%2f disk%2f325%2fgdlhub-gdl-s1-2011-setiawanad-16244-kkckkfk.pdf) diakses pada 10 Oktober 2014 Suara Komunitas, 4 Maret,. 2013. Warga Kecam Berita Sebut Tambang Tatelu PETI. (online) (http://suarakomunitas.net/baca/434 79/warga-kecam-berita-sebuttambang-tatelu-peti/) diakses pada 26 Maret 2014 Utomo, B. 2005. Faktor-faktor Risiko Penurunan Kapasitas Paru Pekerja Tambang Batu Kapur. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro