KELAYAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI PERTANIAN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
KELAYAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI PERTANIAN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

Pendapatan Regional/ Regional Income

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

IV METODOLOGI PENELITIAN

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

SAMBUTAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PADA ACARA GROUNDBREAKING PROYEK MP3EI DI KORIDOR EKONOMI SULAWESI

Pendapatan Regional/ Regional Income

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pendapatan Regional/ Regional Income

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

Dari hasil perhitungan PDRB Kota Bandung selama periode dapat disimpulkan sebagai berikut :

BADAN PUSAT STATISTIK

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

PERBANDINGAN BIAYA MANFAAT PEMBANGUNAN GEDUNG PERTEMUAN UMUM KUALA KAPUAS KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi Desa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

KELAYAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI PERTANIAN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT Agita Risty Serena Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit 94, Bandung Tlp. 022-2033691; Fax. 022-2033692 agitaserena@gmail.com Abstract Transportation is one of the main points in fulfilling daily necessities of goods and services by using existing infrastructures for a particular purpose. Regency road is road that connected regencies or cities with the center of activities in an area. Development of regency road expected to gives contribution for development and equity of construction in that area. This study aims to analyze the feasibility of regency road network to support agricultural sector and to determine Net Present Value (NPV) and Benefit Cost Ratio (BCR) value of the eastern and southern ring roads of West Sumbawa Regency. Data used in this study is road length, population, and Gross Domestic Product of each production sector from 2008 until 2011. The methods used in this study are the Producer Surplus Method, NPV, and BCR. The analysis shows that eastern and southern ring roads that support agricultural sector in West Sumbawa Regency have a positive NPV value and BCR value is greater than 1, meaning that the road development is feasible. Keywords: regency road, Gross Domestic Product, producer surplus, agricultural sector Abstrak Transportasi merupakan tulang punggung dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa sehari-hari dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada untuk tujuan tertentu. Jalan kabupaten merupakan ruas yang menghubungkan kabupaten/kota dengan pusat-pusat kegiatan di suatu wilayah. Pengembangan jaringan jalan kabupaten diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan dan pemerataan pembangunan di wilayah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan jaringan jalan kabupaten untuk mendukung sektor pertanian serta menentukan nilai Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR) di jalan lintas timur dan jalan lintas selatan Kabupaten Sumbawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah panjang jalan, jumlah penduduk, dan Produk Domestik Regional Bruto setiap sektor produksi dari tahun 2008 sampai tahun 2011. Metode yang digunakan adalah metode produsen surplus, NPV, dan BCR. Hasil analisis menunjukkan bahwa jalan lintas timur dan jalan lintas selatan yang mendukung sektor pertanian di Kabupaten Sumbawa Barat mempunyai nilai NPV positif dan BCR lebih besar dari 1 sehingga jalan tersebut layak untuk dilaksanakan. Kata-kata kunci: jalan kabupaten, Produk Domestik Regional Bruto, produsen surplus, sektor pertanian PENDAHULUAN Transportasi merupakan tulang punggung dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa sehari-hari dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada untuk tujuan tertentu. Sarana dan prasarana transportasi yang berkualitas mampu meningkatkan kegiatan Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 3 Desember 2014: 193-202 193

ekonomi masyarakat serta pembangunan fisik di wilayah tersebut. Sarana transportasi meliputi mobil, kapal laut, kereta api, pesawat udara, dan lain-lain. Prasarana transportasi meliputi jalan, pelabuhan, stasiun, bandar udara, dan lain-lain. Transportasi juga memegang peranan penting dalam menjangkau antara pulau satu ke pulau lain maupun antara wilayah-wilayah di dalam pulau tersebut. Sarana dan prasarana transportasi adalah penunjang peningkatan ekonomi di suatu wilayah. Saat ini pemerintah Republik Indonesia sedang mencanangkan suatu stategi untuk mengembangkan kegiatan ekonomi melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam, demografi, letak geografis, dan transportasi yang ada pada suatu wilayah. Strategi tersebut terdapat pada suatu dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Perpres No. 32 tahun 2011. MP3EI merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan termasuk dalam sepuluh negara besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Salah satu wilayah yang termasuk dalam dokumen MP3EI adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam dokumen MP3EI, Nusa Tenggara Barat memiliki tema pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional yang memprioritaskan bidang pariwisata, perikanan, dan peternakan. Dalam MP3EI, Nusa Tenggara Barat memiliki dua kawasan perhatian investasi, yang salah satunya adalah Kabupaten Sumbawa Barat. Kabupaten Sumbawa Barat merupakan wilayah yang terletak di daerah strategis karena merupakan pintu gerbang dari Pulau Lombok menuju Pulau Sumbawa. Di Kabupaten Sumbawa Barat terdapat delapan kecamatan, yaitu Poto Tano, Seteluk, Taliwang, Brang Ene, Brang Rea, Jereweh, Maluk, dan Sekongkang. Dalam sektor perekonomian Kabupaten Sumbawa Barat memiliki sejumlah sentra produksi komoditas berupa pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pariwisata, dan pertambangan yang sedang berkembang. Namun sektor transportasi masih kurang mendukung sektor-sektor lainnya. Untuk mendukung penyebaran sentra produksi komoditas secara merata baik, di dalam maupun di luar Kabupaten Sumbawa Barat, dibutuhkan sarana dan prasarana transportasi yang aman, nyaman, dan cepat. Menurut UU No. 38 tahun 2004 jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan seringkali dipandang sebagai syarat utama untuk mengembangkan perekonomian di daerah perdesaan dengan menghubungkan jalan tersebut menuju kawasan perkotaan. Jalan lintas timur menghubungkan Kecamatan Seteluk dan Kecamatan Brang Rea dan jalan lintas selatan menghubungkan Kecamatan Brang Ene dan Kecamatan Brang Rea. Jalan lintas timur dan jalan lintas selatan belum mendukung distribusi hasil pertanian. Pada tahun 2011 jalan kabupaten di Kabupaten Sumbawa Barat masih berada pada kondisi rusak 194 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 3 Desember 2014: 193-202

dan rusak berat. Hal ini juga menjadikan aksesibilitas di jalan lintas timur dan lintas selatan rendah, sehingga pengiriman barang bisa mengalami keterlambatan dan bisa menyebabkan kerugian yang besar. Dengan mengembangkan jalan lintas timur dan jalan lintas selatan diharapkan dapat dihasilkan keuntungan di sektor pertanian serta memberikan kontribusi bagi pengembangan wilayah dan pemerataan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat. Parameter yang diukur dalam studi ini adalah panjang jalan lintas timur dan jalan lintas selatan, PDRB perkapita di sektor pertanian, serta jumlah penduduk yang tinggal di wilayah studi. Dengan latar belakang tersebut, maka studi ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Sumbawa Barat dalam rangka mendukung pengembangan industri pertanian. Evaluasi kelayakan dikaitkan dengan rencana pengembangan jaringan jalan untuk mendukung tercapainya MP3EI di kawasan timur Indonesia. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 tahun, mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2025, dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dalam melengkapi dokumen perencanaan. Posisi MP3EI dalam rencana pembangunan Indonesia dijelaskan dalam Gambar 1. Sistem perencanaan dan penganggaran UU No 25/2004-UU No. 17/2003 Dinamika Perubahan - Lingkungan global (krisis 2008, BRICS, dan lain-lain) - Komitmen internasional (G20, APEC, FTA, ASEAN, Climate change) - Perkembangan sosial-ekonomi domestik RPJPN 2005-2025 Tuntutan untuk mempercepat transformasi ekonomi nasional RPJMN 2010-2014 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia RAN-GRK >>> REDD RTRWN RKP/RAPBN Rencana aksi/proyek Investasi swasta dan PPP Gambar 1 Posisi MP3EI Dalam Rencana Pembangunan Pemerintah (Kementerian Perekonomian Republik Indonesia, 2011) MP3EI memiliki pola pikir dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dalam semangat Not Business as Ussual. Semangat Not Business as Ussual mendorong pola pikir untuk lebih maju dalam penyediaan infrastruktur melalui kerjasama pemerintah Kelayakan Pengembangan Jaringan Jalan untuk Mendukung Industri Pertanian (Agita Risty Serena) 195

dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP). Pihak swasta akan berfungsi untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi dan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator. Untuk mempercepat implementasi MP3EI, maka diperlukan pengembangan metode pembangunan infrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan kegiatan produksi. Terdapat enam koridor pengembangan ekonomi yang terkait dengan MP3EI. Koridor Sumatera akan memfokuskan pada sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional, Koridor Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional, Koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional, Koridor Bali-Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata nasional dan pendukung pangan nasional, Koridor Sulawesi-Maluku Utara sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional, serta Koridor Papua- Maluku sebagai pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia (SDM) yang sejahtera. Berdasarkan skenario koridor pengembangan ekonomi tersebut, terutama untuk koridor V Bali-Nusa Tenggara, diperlukan penyediaan ruang untuk sarana dan prasarana pendukung. Aksesibilitas merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam pengembangan koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara. Terkait dengan wilayah studi, diperlukan tatanan sistem transportasi yang terintegrasi dalam wilayah studi maupun dengan wilayah sekitarnya yang masih termasuk dalam pengembangan ekonomi Bali-Nusa Tenggara. Koridor Bali-Nusa Tenggara diposisikan sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional. Selain itu Koridor Bali-Nusa Tenggara memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Diperlukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang akan difokuskan pada 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu pariwisata, perikanan, dan peternakan. METODE Kriteria Investasi Proyek Menurut Gray (1992), tujuan analisis proyek adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, menghindari pemborosan sumber daya, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada, sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, serta menentukan prioritas investasi. Untuk mengetahui tingkat keuntungan suatu calon proyek, perlu dihitung benefit dan biaya yang diperlukan sepanjang umur proyek. Dalam upaya mencari ukuran penerimaan, penolakan dan pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang disebut kriteria investasi. Pada penelitian ini kriteria investasi yang digunakan adalah 196 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 3 Desember 2014: 193-202

Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR). Semua kriteria ini menggunakan perhitungan nilai sekarang (present value) dari arus benefit dan biaya selama umur proyek. Nilai Sekarang Bersih Nilai Sekarang Bersih atau Net Present Value (NPV) merupakan nilai saat ini yang diperoleh dari seluruh komponen manfaat yang ada selama umur rencana (PV manfaat) dikurangi dengan komponen biaya proyek yang telah dikeluarkan (PV biaya). Dalam hal ini menggunakan besaran netto (setelah diskon) dan secara matematis nilai NPV dapat ditulis sebagai berikut: NPV = (1) dengan: NPV = Nilai Sekarang Bersih Bt = Komponen manfaat pada tahun n Ct = Komponen biaya pada tahun n i = Tingkat suku bunga n = Umur ekonomi proyek NPV yang bernilai positif menunjukkan bahwa proyek menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan, sedangkan NPV yang bernilai negatif menunjukkan bahwa proyek tidak menguntungkandan tidak layak untuk dilaksanakan. Rasio Manfaat Biaya Rasio manfaat biaya atau Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai PV manfaat dengan nilai PV biaya. Proyek dinyatakan layak apabila memperoleh nilai BCR lebih besar dari satu, sedangkan proyek dinyatakan tidak layak apabila memperoleh nilai BCR lebih kecil dari satu. BCR = (2) dengan: Bt = Komponen manfaat pada tahun n Ct = Komponen biaya pada tahun n i = Tingkat suku bunga n = Umur ekonomi proyek Konsep Konsumen Surplus dan Produsen Surplus Penghematan yang dinikmati konsumen berdasarkan penurunan harga disebut konsumen surplus (Gray, 1992). Penghematan tersebut harus dipertimbangkan dalam perhitungan benefit proyek. Pengaruh harga yang lebih rendah tak hanya dirasakan oleh Kelayakan Pengembangan Jaringan Jalan untuk Mendukung Industri Pertanian (Agita Risty Serena) 197

konsumen, tetapi juga oleh produsen yang telah menghasilkan produk yang sama sebelum adanya proyek. Jumlah kelebihan harga atas biaya marjinal disebut produsen surplus. Pada Gambar 2 diperlihatkan hubungan antara konsumen surplus dan produsen surplus. Harga ekuilibrum sebelum adanya proyek, yaitu titik P, konsumen surplus ditentukan pada daerah ZAP, sedangkan produsen surplus ditentukan pada daerah PAO. Tiap tingkat penawaran sampai dengan titik A terdapat konsumen yang bersedia membayar harga yang lebih tinggi dari P. Batas harga, yaitu titik Z, merupakan kesediaan konsumen untuk membayar harga yang sangat tinggi apabila jumlah barang yang tersedia hanya satu unit. Dalam keadaan yang berlaku pada penawaran barang sejumlah q, konsumen dapat memperoleh barang pada harga sebesar P. Dengan demikian, daerah ZAP merupakan manfaat atau penghematan yang dinikmati konsumen berdasarkan kondisi penawar barang tersebut. Z Konsumen Surplus Kurva Penawaran Pengaruh Proyek P A P B C Tambahan surplus ekonomi akibat proyek Produsen Surplus Kurva Permintaan O q Output Gambar 2 Konsumen dan Produsen Surplus (Gray, 1992) Produsen bersedia menawarkan harga sangat rendah jika permintaan akan barang sangat terbatas. Pada kondisi permintaan yang berlaku, produsen dapat naik sepanjang kurva penawaran sehingga harga jualnya menjadi sebesar titik P. Dengan kata lain, adanya harga seragam memungkinkan produsen untuk menjual bagian produksinya yang dihasilkan pada harga P dengan biaya yang lebih rendah dari titik P. Hal tersebut menguntungkan bagi produsen yang ditunjukkan pada daerah PAO. Kurva penawaran yang bergeser ke kanan mengakibatkan konsumen surplus naik, sedangkan produsen surplus menjadi turun. Jumlah dari konsumen surplus dan produsen surplus disebut surplus ekonomi yang berlaku pada tingkat produksi atau konsumsi sebesar titik q. Pergeseran kurva penawaran sejauh BC mengakibatkan harga barang turun ke titik P sehingga konsumen surplus naik ke ZCP, sedangkan produsen surplus turun ke P BO. Dalam jumlah yang diukur oleh segitiga ABC, kenaikan konsumen surplus sebesar PACP 198 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 3 Desember 2014: 193-202

melebihi penurunan produsen surplus sebesar PABP sehingga perubahan surplus ekonomi, yaitu PACP - PABP = ABC yang selalu positif dalam kondisi normal. DATA DAN ANALISIS Data Panjang Jalan Dari delapan kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat, namun hanya tiga yang dibahas dalam studi ini, yaitu kecamatan Seteluk, kecamatan Brang Rea, dan kecamatan Brang Ene. Kecamatan Seteluk dan kecamatan Brang Rea dihubungkan oleh Jalan Desaberu-Jalan Rempe-Jalan Seteluk. Kecamatan Brang Rea dan kecamatan Brang Ene dihubungkan oleh Jalan Desaberu-Jalan Mura. Jalan Desaberu-Jalan Rempe-Jalan Seteluk memiliki panjang jalan yaitu 28,4 km dan Jalan Desaberu-Jalan Mura memiliki panjang jalan yaitu 13,4 km. Gambar 3 menunjukkan rute Jalan Desaberu-Jalan Rempe- Jalan Seteluk dan rute Jalan Desaberu-Jalan Mura. Gambar 3 Rute Jalan Desaberu-Rempe-Seteluk dan Rute Jalan Desaberu-Mura (GoogleMaps, 2013) PDRB Perkapita Kabupaten Sumbawa Barat PDRB perkapita merupakan hasil bagi PDRB dibagi dengan jumlah penduduk tiap tahun. PDRB perkapita dapat menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat di suatu daerah. Sektor yang ditinjau dalam analisis ini adalah sektor pertanian. Data PDRB yang digunakan terhitung dari tahun 2008 sampai pada tahun 2011. Pada analisis ini tidak memperhitungkan PDRB sektor pertambangan dan penggalian (non migas) karena letak tinjauan analisis jauh dari lokasi sektor pertambangan dan penggalian yang dikelola oleh PT Newmont Nusa Tenggara. Pada Tabel 1 disajikan data PDRB Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2008 sampai tahun 2011. Dari data PDRB tersebut dapat ditentukan kontribusi PDRB di sektor petanian terhadap PDRB total adalah sebesar 30,44 %. Peningkatan PDRB tidak terlepas dari peningkatan penduduk di Kabupaten Sumbawa Barat. Jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa Barat dari tahun 2008 sampai tahun 2011 ditunjukkan pada Tabel 2 untuk jalan Kelayakan Pengembangan Jaringan Jalan untuk Mendukung Industri Pertanian (Agita Risty Serena) 199

lintas timur dan Tabel 3 untuk jalan lintas selatan. Dari total PDRB dan jumlah penduduk tiap tahun, maka dapat ditentukan PDRB perkapita adalah Rp 6,63 juta untuk tahun 2008, Rp 7,51 juta untuk tahun 2009, Rp 7,52 juta untuk tahun 2010, dan Rp 8,47 juta untuk tahun 2011. Untuk jalan lintas timur yang menghubungkan 2 kecamatan, yaitu kecamatan Seteluk dan kecamatan Brang Rea didapat jumlah penduduk adalah 25.411 orang di tahun 2008, 25.944 orang di tahun 2009, 27.922 orang di tahun 2010, 28.134 orang di tahun 2011, sedangkan untuk jalan lintas selatan yang menghubungkan kecamatan Brang Rea dan kecamatan Brang Ene didapat jumlah penduduk adalah 15.851 orang di tahun 2008, 16.180 orang di tahun 2009, 17.586 orang di tahun 2010, 17.762 orang di tahun 2011. Tabel 1 PDRB Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2008-2011 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa Barat, 2012) No Lapangan Usaha PDRB (juta Rupiah) 2008 2009 2010 2011 1 Pertanian 216.480 231.776 257.381 288.273 2 Industri Pengolahan 16.987 19.076 20.067 21.712 3 Listrik, Gas & Air Minum 2.605 3.075 3.507 3.923 4 Bangunan & Konstruksi 109.662 145.084 176.253 202.631 5 Perdagangan, Hotel & Restoran 144.946 170.181 194.278 226.421 6 Angkutan & Komunikasi 85.028 90.896 99.121 110.746 7 Keuangan, Persewaan & Jasa 18.537 21.234 23.754 26.528 8 Jasa-jasa 63.151 77.671 89.727 103.798 Total PDRB 657.397 758.993 864.088 984.031 Dari data PDRB dan data penduduk di dua kecamatan di jalan lintas timur dapat ditentukan pertumbuhan PDRB, yaitu 13,4 % di tahun 2009, 7,2 % di tahun 2010, 11,9 % di tahun 2011, sehingga rata-rata pertumbuhan PDRB adalah 10,8 %. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Seteluk dan Kecamatan Brang Rea adalah 2,05 % di tahun 2009, 7,3 % di tahun 2010, 0,77 % di tahun 2011, sehingga rata-rata pertumbuhan penduduk adalah 3,38 %. Pada jalan lintas selatan didapat juga pertumbuhan PDRB, yaitu 13,4 % di tahun 2009, 8,1 % di tahun 2010, 12,2 % di tahun 2011, sehingga didapat rata-rata pertumbuhan PDRB adalah 11,2 %. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Brang Ene adalah 2 % di tahun 2009, 6,9 % di tahun 2010, 0,99 % di tahun 2011, sehingga rata-rata pertumbuhan penduduk adalah 3,33 %. Produsen Surplus, Net Present Value, dan Benefit Cost Ratio Dari hasil proyeksi yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diperoleh surplus (keuntungan) dari melaksanakan proyek pengembangan jalan lintas timur dan lintas selatan. Nilai surplus didapat dari hasil pengurangan dengan adanya proyek pengembangan jalan dan tanpa adanya proyek pengembangan jalan. Nilai surplus terlihat pada saat awal pemeliharaan jalan setelah adanya pelebaran sebesar 2 m. 200 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 3 Desember 2014: 193-202

Untuk biaya pekerjaan untuk pelebaran jalan selebar 2 m di jalan lintas timur adalah Rp 249.852.149.416,00, sedangkan biaya pekerjaan untuk pelebaran jalan selebar 2 m di jalan lintas selatan adalah Rp 117.887.985.992,00. Dari total biaya pekerjaan tersebut, 1 % dari biaya pelebaran jalan digunakan untuk perencanaan pengembangan jalan dan sisanya untuk pelaksanaan pengembangan jalan. Net Present Value merupakan nilai dari pendapatan di masa yang akan datang dikurangi dengan pengeluaran pada saat ini. Umur rencana dari pendapatan dan pengeluaran adalah 12 tahun. Tingkat suku bunga yang dipakai sebesar 12,75 %. Dari analisis dengan membandingkan pendapatan dan pengeluaran jalan lintas timur dan lintas selatan dengan pengaruh tingkat suku bunga, maka dapat dihasilkan NPV jalan lintas timur adalah Rp 24.883.693.223,00 dan NPV jalan lintas selatan adalah Rp 22.048.728.987,00. Tabel 2 Surplus Jalan Lintas Timur dan Jalan Lintas Selatan Tahun 2008-2025 (Rupiah) Tahun Jalan Lintas Timur Jalan Lintas Selatan 2008 - - 2009 - - 2010 - - 2011 - - 2012 - - 2013 - - 2014 - - 2015 - - 2016-9.444.857.622 2017 24.477.909.553 13.153.411.117 2018 33.102.482.208 17.809.871.985 2019 43.854.220.715 23.623.390.877 2020 57.192.917.046 30.845.948.054 2021 73.671.157.523 39.780.739.010 2022 93.952.286.124 50.792.153.797 2023 118.831.750.231 64.317.646.643 2024 149.262.453.455 80.881.846.809 2025 186.384.853.839 101.113.325.828 Benefit Cost Ratio merupakan nilai dari pendapatan di masa yang akan datang dibagi dengan pengeluaran pada saat ini. Suatu proyek pengembangan jalan dikatakan layak dan menguntungkan apabila BCR menunjukkan lebih besar dari 1. Discount rate pada analisis ini adalah 12,75 %. Dengan membandingkan jumlah manfaat pengembangan jalan dan jumlah biaya untuk pelebaran jalan di jalan lintas timur dan lintas selatan, didapat BCR di jalan lintas timur sebesar 1,13 dan BCR di jalan lintas selatan sebesar 1,25. Hal tersebut membuktikan bahwa proyek pengembangan jalan lintas timur dan jalan lintas selatan layak untuk dilaksanakan. Kelayakan Pengembangan Jaringan Jalan untuk Mendukung Industri Pertanian (Agita Risty Serena) 201

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jalan lintas timur, yang menghubungkan Jalan Desaberu-Jalan Rempe-Jalan Seteluk, dan jalan lintas selatan, yang menghubungkan Jalan Desaberu-Jalan Mura, memiliki nilai surplus yang terus meningkat. Hasil ini menunjukkan bahwa program MP3EI berpengaruh pada pengembangan wilayah lokasi jalan-jalan tersebut. Analisis kelayakan di jalan lintas timur memberikan nilai NPV sebesar Rp 24.883.693.223,00 dan nilai BCR sebesar 1,13, sedangkan jalan lintas selatan memberikan nilai NPV sebesar Rp 22.048.728.987,00 dan nilai BCR sebesar 1,25. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa jalan lintas timur dan jalan lintas selatan layak untuk dikembangkan. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, S.A. 2011. Perencanaan Pembangunan Transportasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa Barat. 2012. Sumbawa Barat dalam Angka 2012. Taliwang. Husnan, S. dan Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Kadariah, Karina, L., dan Gray, C. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta. Khisty, C.J. 1990. Transportation Engineering an Introduction. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, Inc. McCarthy, P.S. 2001. Transportation Economics. Oxford: Blackwell Publisher Ltd. Papacostas, C.S. 1987. Fundamentals of Transportation Engineering. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, Inc. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2005. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 42/PRT/M/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur. Jakarta. Susantono, B. 2013. Transportasi dan Investasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 202 Jurnal Transportasi Vol. 14 No. 3 Desember 2014: 193-202