Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus HOLMGREN) PADA TANAMAN KARET

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup perkembangan rayap adalah melalui metamorfosa. pertumbuhan) telur, nimfa, dewasa. Walau stadium dewasa pada serangga

Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium

DENGAN MENGGUNAKAN DAUN SIRSAK

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

Bentar UJI TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) DI LABORATORIUM

UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI. Oleh :

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) :

SKRIPSI OLEH: NENY YANTI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI - HPT

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS (Chilo sacchariphagus Bojer.)

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

DAN PEMBERIAN ARANG BATOK KELAPA SEBAGAI PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LANAS

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus Holmgren)

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

Pengaruh Lama Penyimpanan dan Diameter Stum Mata Tidur terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

EFEKTIVITAS Sarcocystis singaporensis TERHADAP MORTALITAS TIKUS SAWAH Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss (Rodentia : Muridae) DI LABORATORIUM

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

Unnes Journal of Public Health

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama

KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA

PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017

III. METODE PENELITIAN A.

SKRIPSI OLEH : ADE CHRISTIAN MANIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

PERKECAMBAHAN BENIH TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN PERIODE YANG BERBEDA

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH :

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

Pengaruh BAP ( 6-Benzylaminopurine ) dan Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian bertempat di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas

ABSTRACT. APLIKASI BEBERAPA JENIS COMPOST TEA TERHADAP PERUBAHAN JUMLAH MIKROORGANISME TANAH INCEPTISOL, PRODUKSI DAN KUALITAS SAWI (Brassica juncea)

Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)

BIOAKTIVITAS ASAP CAIR KULIT BUAH DURIAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET PAPAN PARTIKEL

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017.

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

Transkripsi:

Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan The Study of Chitosan Suspension to Control Termites (Coptotermes curvignathus Holmgren) on the Rubber Plants in the Field Mangaraja Lumban Gaol., Syahrial Oemry *, Yuswani Pangestiningsih Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 *Corresponding author: syahrialoemry@usu.ac.id ABSTRACT The aim of the research was to get effective concentration of chitosan suspension to control termites (Coptotermes curvignathus) on the rubber plants in the field. This research was conducted in experiment field at Sungei Putih Research Centre since March until June 2014. This research used Randomized Block Design Non Factorial with 6 treatments, 0, 6, 12, 18, 24 and 30 g which applicated with bait and three replications. The result showed that the highest percentage (100%) of termites mortality was 18 g treatment and the lowest (18.67%) at control treatment five day after application. The symptoms infection of chitosan was characterized by discoloration of the abdomen which beginning white to blackish brown. Keywords : termites, chitosan, bait ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi suspensi kitosan yang paling efektif untuk mengendalikan rayap (Coptotermes curvignathus) pada tanaman karet di lapangan. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Karet Sungei Putih dari Maret sampai Juni 2014. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 6 perlakuan yaitu suspensi kitosan 0, 6, 12, 18, 24 dan 30 g yang diberikan dengan cara mengumpan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan persentase mortalitas rayap tertinggi (100%) terdapat pada perlakuan 18 g kitosan dan terendah (18,67%) pada kontrol 5 hari setelah aplikasi. Gejala infeksi kitosan ditandai dengan perubahan warna abdomen yang semula berwarna putih menjadi coklat kehitaman. Kata kunci : rayap, kitosan, umpan PENDAHULUAN Perkebunan karet Indonesia terluas di dunia. Pada tahun 2012, luasnya mencapai 3,4 juta ha dengan luasan terbesar di Sumatera Utara kemudian diikuti oleh Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan Barat. Indonesia dengan produksi sebesar 3,04 juta ton merupakan negara produsen karet alam terbesar ke-2 dunia. Perkebunan karet Indonesia masih mengalami berbagai tantangan antara lain: perlunya peremajaan, luas lahan, petani terbatas, teknologi konvensional (penggunaan pupuk anorganik dan pestidida) tidak ramah lingkungan (Ditjenbun, 2014). Hama yang dominan dijumpai pada perkebunan karet adalah rayap. Rayap dapat menimbulkan kerusakan fisik secara langsung dan menyebabkan terjadinya penurunan hasil. Apabila serangannya berat dapat menyebabkan kematian pada tanaman, sehingga menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar. Golongan rayap tanah 674

yang paling banyak menimbulkan kerusakan adalah dari famili Rhinotermitidae dan Termitidae. Rayap tanah C. curvignathus (Isoptera : Rhinotermitidae) merupakan jenis rayap perusak kayu yang paling banyak menyebabkan kerugian di Indonesia (Salbiah dan Puji, 2011). Kondisi iklim dan tanah di Indonesia sangat mendukung kehidupan rayap. Oleh karena itu, lebih dari 80% daratan Indonesia merupakan habitat yang baik bagi kehidupan rayap. Tidak kurang dari 200 jenis rayap tersebar di berbagai tipe ekosistem di Indonesia termasuk pertanian dan perkebunan. Rayap dikenal sebagai serangga perusak kayu karena rayap memanfaatkan kayu sebagai sumber makanannya. Serangan rayap pada tanaman perkebunan dan kehutanan di Indonesia mulai banyak dilaporkan oleh Kalshoven pada tahun 1959 (Nandika et al., 2003). Menurut data yang diperoleh dari BPS Sumatera Utara, kecamatan Galang memiliki rerata kelembaban 85% dengan curah hujan 2.294-2.45 mm/tahun (BPS, 2013). Serangan rayap pada tanaman dapat menyebabkan terganggunya proses pengambilan hara dan suplai air bagi tanaman hingga menurunnya ketahanan inang. Serangan rayap pada tanaman tidak dapat diketahui secara dini, karena serangan serangga ini seringkali dimulai dari akar tanaman dan terus berkembang pada bagian batang (Nandika et al., 2003). Suatu penelitian uji toksisitas kitosan untuk mengendalikan rayap di laboratorium menunjukkan konsentrasi kitosan yang paling efektif untuk membunuh rayap adalah 6 g. Pada penelitian tersebut menunjukkan semakin tinggi konsentrasi kitosan, semakin tinggi pula mortalitas rayap. Sedangkan cara aplikasi kitosan yang paling efektif adalah dengan cara pengumpanan karena bersifat spesifik dan tepat sasaran (Wulandari, 2009). Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian menguji beberapa konsentrasi kitosan untuk mengendalikan rayap di lapangan dengan teknik pengumpanan. Konsentrasi kitosan yang akan diuji ditingkatkan dari konsentrasi kitosan yang paling efektif pada penelitian sebelumnya (6g). Hal ini dikarenakan penelitian akan dilaksanakan di lapangan, sehingga dapat diketahui konsentrasi kitosan yang paling efektif untuk mengendalikan rayap di lapangan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Karet Sungai Putih dengan ketinggian tempat ± 80 m dpl. Dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni 2014. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain rayap, sarang rayap, serbuk kayu tanaman karet, kulit udang, aquades, HCL 1 N, NaOH 3,5% dan 50%. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain cangkul, blender, petridish, hot plate, stirrer magnetic, Erlenmeyer, hand sprayer, pinset, ayakan 40-60 mesh, plastik dan kain muslin. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non Faktorial dengan cara pengumpanan, yang terdiri dari 6 perlakuan dan masing-masing diulang sebanyak 3 kali. K0 = Kontrol, K1 = 6 g kitosan + 300 ml aquades, K2 = 12 g kitosan + 300 ml aquades, K3 = 18 g kitosan + 300 ml aquades, K4 = 24 g kitosan + 300 ml aquades, K5 = 30 g kitosan + 300 ml aquades Tahap dalam penelitian ini meliputi pembuatan kitosan dari kulit udang dengan metode yang digunakan oleh Prasetiyo dan Yusuf (2005) yaitu : Demineralisasi, deproteinisasi dan deasetilisasi kitin menjadi kitosan. Kemudian, pembuatan pakan serbuk kayu dari kayu tanaman karet yang telah dihaluskan kemudian disterilkan Selanjutnya pembuatan sarang buatan dengan bak plastik berukuran 40x40x20 cm yang diisi dengan tanah dan sarang rayap, lalu dimasukkan 100 ekor rayap (50 kasta pekerja dan 50 kasta prajurit) di setiap sarang. Kemudian pakan serbuk kayu yang telah direndam dengan suspensi kitosan sesuai perlakuan dan dikering anginkan, diaplikasikan merata di sekeling sarang rayap 675

dalam bak plastik sesuai dengan masingmasing perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah rayap yang mati setiap hari dan melihat gejala kematian rayap. Pengamatan dilakukan dimulai dari 1 sampai 5 hari setelah aplikasi (hsa). HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase mortalitas rayap Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian umpan serbuk kayu yang direndap kitosan berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas rayap (%) (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh kitosan dalam suspensi terhadap mortalitas rayap Perlakuan Mortalitas (%) 1 hsa 2 hsa 3 hsa 4 has 5 hsa K0 0,00 d 2,67 e 6,00 d 9,67 c 13,67 c K1 9,33 b 19,00 bc 40,33 bc 63,00 b 72,33 b K2 15,33 a 22,67 b 49,67 b 78,67 ab 87,67 ab K3 18,00 a 35,33 a 80,33 a 94,33 a 100,00 a K4 6,00 c 14,67 d 28,00 c 56,67 b 70,33 b K5 8,00 bc 17,67 cd 35,00 c 62,33 b 67,33 b Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pada perlakuan pemberian umpan serbuk kayu yang telah direndam dengan suspensi kitosan dengan konsentrasi berbeda sudah memberikan pengaruh pada pengamatan 1 hsa dan berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari pemberian kitosan terhadap mortalitas rayap. Sesuai dengan Prasetiyo dan Yusuf (2005) yang menyatakan bahwa kitosan mampu mengendalikan rayap dengan semakin meningkatnya mortalitas (kematian) rayap yang mengonsumsi kayu yang telah diaplikasi dengan kitosan dibandingkan dengan kayu yang tidak diaplikasi kitosan. Persentase mortalitas C. curvinagthus tertinggi pada 5 hsa yaitu sebesar 100,00% pada perlakuan K3 (18 g kitosan) dan berturut-turut terendah pada perlakuan K2 (12 g kitosan), K1 (6 g kitosan), K4 (24 g kitosan), K5 (30 g kitosan) dan K0 (Kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan K3 (18 g kitosan) lebih efektif tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2 (12 g kitosan), karena perendaman serbuk kayu dalam suspensi kitosan pada konsentrasi tersebut tidak terlalu mengubah warna dari umpan, sehingga umpan tetap dimakan oleh rayap. Berbeda dengan yang lebih tinggi pada perlakuan K4 (24 g kitosan) dan K5 (30 g kitosan), ini disebabkan sifat kitosan yang tidak larut dalam air sehingga rayap dapat mendeteksi kitosan pada umpan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Taufan dan Zulfahmi (2008) yang menyatakan bahwa kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam, memilki viscositas cukup tinggi ketika dilarutkan, sebagian besar reaksi karakteristik kitosan merupakan reaksi karakteristik kitin. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada perlakuan K4 (24g kitosan) dan K5 (30 g kitosan), pada 1-3 hsa, persentasi mortalitas rayap tergolong rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan jumlah kitosan yang lebih banyak membuat suspensi kitosan lebih kental, sehingga rayap masih dapat mendeteksi kitosan. Namun, persentasi mortalitas mulai meningkat pada 4-5 hsa karena pada akhirnya rayap sebagai mahluk hidup tetap membutuhkan makanan, sehingga rayap tetap memakan umpan tersebut. Sesuai dengan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1, bahwa K1 (6 g kitosan), 676

K2 (12 g kitosan), K4 (24 g kitosan) dan K5 (30 g kitosan) pada 5 hsa tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukan pemberian kitosan yang diumpankan bersifat toksik terhadap rayap. Mekanisme kerja kitosan dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan adanya interaksi antara muatan positif pada molekul kitosan dengan muatan negatif pada membran sel mikroba menyebabkan lepasnya unsurunsur protein dan unsur-unsur lain penyusun intraseluler mikroba. Hal ini sesuai dengan Sedjati (2006) yang menyatakan bahwa kitosan mempunyai gugus amino yang bermuatan positif yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Ini berbeda dengan polisakarida lain yang bermuatan netral. Sifat kimia tersebut menyebabkan kitosan dapat berfungsi sebagai anti mikrobial, pelapis (coating), pengikat protein dan lemak. Pelapis dari polisakarida merupakan penghalang (barrier) yang baik, sebab pelapis jenis ini bisa membentuk matrik yang kuat dan kompak yang bersifat permiabel terhadap CO2 dan O2. Sebagai pelapis kitosan mampu menjadi penghalang masuknya protozoa. Mortalitas rayap terendah terdapat pada kontrol (K0) yaitu sebesar 13,67% pada 5 hsa. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengaruh lingkungan yang menyebabkan kematian rayap akibat dipindahkan dari lokasi sarang awal ke blok penelitian karena kondisi iklimnya sudah berbeda. Hal ini sesuai dengan Nandika et al., (2003) yang menyatakan bahwa di dalam sarang terdapat suatu sistem pengendalian iklim mikro sehingga kondisi optimum bagi kehidupan rayap dapat dipertahankan. Keadaan di dalam sistem sarang inilah yang menyebabkan serangga ini berhasil hidup di daerah tropika. Laju mortalitas rayap mengalami peningkatan setiap hari pengamatan. Hal ini dikarenakan sifat kitosan yang lambat dalam membunuh rayap, sehingga diperlukan waktu sampai dengan 5 hari untuk mendapatkan mortalitas rayap 100%. Hal ini sesuai dengan Prasetiyo dan Yusuf (2005) yang menyatakan bahwa kitosan tidak langsung membunuh rayap (slow action). Namun kitosan akan mengganggu kinerja protozoa dalam sistem pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber makanan yang dihasilkan protozoa. Akibatnya secara perlahan kitosan akan membunuh rayap. Pada pengamatan yang dilakukan di lapangan, rayap pekerja cenderung lebih cepat mati bila dibandingkan dengan rayap prajurit. Hal ini dapat disebabkan oleh perilaku rayap, dimana kasta pekerja yang bertugas memberi makan dalam suatu koloni (Nandika et al., 2003) dengan sifatnya yang thropalaxis sehingga umpan yang mengandung kitosan pertama dimakan oleh rayap pekerja dan kemudian disebarkan ke kasta prajurit di dalam koloninya. Hal ini sesuai dengan Tarumingkeng (2001) yang menyatakan bahwa sifat thropalaxis merupakan ciri khas diantara individu dalam koloni rayap. Individu yang sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Gejala kematian Dari hasil pengamatan yang dilakukan setiap hari selama 5 hari di lapangan, rayap yang telah terkena infeksi kitosan terlihat kurang aktif bergerak dan cenderung menghindari cahaya. Rayap yang terinfeksi lebih banyak menghabiskan waktu di dalam sarang buatan dan akan segera mati, berbeda dengan rayap yang belum terinfeksi yang selalu lalu-lalang disekitar sarang. A Gambar 1. Gejala kematian rayap. (A) abdomen kasta pekerja dan (B) abdomen kasta prajurit. Pada pengamatan yang dilakukan, pemberian perlakuan kitosan pada umpan rayap C. curvignathus ditemukan rayap yang mati yang mengalami perubahan warna pada abdomennya. Hal ini menunjukkan B 677

terganggunya sistem kerja sel dan sistem pencernaan pada tubuh rayap yang merupakan efek dari bahan anti mikrobial yang terdapat pada kitosan. Hal ini sesuai dengan Sedjati (2006) yang menyatakan cara kerja bahan anti mikrobial adalah sebagai berikut : merusak dinding sel, merusak permeabilitas sel. menghambat sintesis protein dan asam nukleat, merubah molekul protein dan asam nukleat,dan menghambat kerja enzim. SIMPULAN Suspensi kitosan yang paling efektif untuk mengendalikan rayap di lapangan adalah 18 g dan 12 g. Gejala infeksi kitosan ditandai dengan rayap yang kurang aktif bergerak dan lebih banyak diam di dalam sarang buatan. Rayap yang mati akibat kitosan mengalami perubahan warna pada abdomen yang semula berwarna putih beras menjadi coklat kehitaman. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2013. Kecamatan Galang dalam Angka. Bada Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan. Ditjenbun. 2014. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Karet Tahun 2014. Dirjenbun Kementa, Jakarta. Nandika D; Y Rismayadi & F. Diba. 2003. Rayap, Biologi dan Pengendalian. Muhammadiyah University Press, Surakarta Prasetiyo KW & S Yusuf. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia Pustaka, Jakarta. Salbiah D & H Puji. 2011. Uji Konsentrasi Nematoda Steinernematidae Lokal sebagai Pengendali Hama Coptotermes curvignathus Holmgren. Prosiding. Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia, 16-17 Februari 2011, Universitas Padjadjaran. hlm 59-62. Sedjati S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus heterolobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Taufan MRS & Zulfahmi. 2008. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang sebagai Bahan Anti Rayap (Bio-termisida) pada Bangunan Berbahan Kayu. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro, Semarang. Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Indonesia. Lap. L.P.H. No. 138. 28 p. Wulandari GE. 2009. Uji Toksisitas Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera:Rhinotermitidae) di Laboratoriun. Fakultas Pertanian USU, Medan. 678