BAB I PENDAHULUAN Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia, edisi Bahasa Indonesia, hal. 24, PT Bhuana Ilmu Populer,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu jiwa (Sensus 2010) 1. Orang

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

@UKDW BAB I. Latar Belakang Masalah. Tradisi sebagai Pembimbing Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dimanapun masyarakat Cina berada, termasuk masyarakat Tionghoa di

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku,

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. kertas oleh Cailun yaitu pada zaman Dinasti Han Timur (tahun M ).

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perayaan-perayaan hari raya tradisi di masyarakat Tionghoa mulai

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. Kontak antara Cina dengan Nusantara sudah terjadi sejak berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V PENUTUP. Wonosobo sebagai kota di dirikannya kelenteng Hok Hoo Bio ( 福和庙 )

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai

BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Suku Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Saat ini

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi gelombang imigrasi semakin pesat pada masa kolonial. Terbentuklah

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

1 Universitas Kristen Maranatha. 1 (

Laba Festival 新年快乐! Chinese Red Envelopes Angpao. Chinese New Year Delicacies. Chinese New Year Preparation & Celebration

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

BAB IV ANALISIS TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TITD. sekitar klenteng dalam menanggapi pelaksanaan tradisi sedekah bumi.

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan dipandang sebagai sarana bagi manusia dalam beradaptasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB III. Pengertian Thian Kong (Tian Gong) 天公

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang kaya akan kebudayaan dimana

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok

BAB IV BENTUK KERUKUNAN UMAT BERGAMA ISLAM DAN KRISTEN DI DESAMIAGAN. A. Bentuk Kerukunan Beragama Islam Dan Kristen Pada Hari Besar

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Cina merupakan salah satu negara yang kaya akan kebudayaan dan ilmu

, 2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA ETNIS TIONGHOA DALAM ANTOLOGI CERPEN SULAIMAN PERGI KE TANJUNG CINA KARYA HANNA FRANSISCA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah I. A. Sejarah Singkat Keberadaan Masyarakat Tionghoa di Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki budaya yang beraneka ragam. Tidak hanya budaya lokal yang terdapat di berbagai daerah di seluruh Nusantara 1, budaya-budaya dari luar Nusantara juga telah masuk ke Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Budayabudaya dari luar Nusantara masuk melalui jalur perdagangan, melalui penjajahan ataupun melalui pekabaran Injil. Salah satu budaya dari luar Nusantara tersebut adalah budaya Tionghoa. Diperkirakan orang Tionghoa yang datang dari Tiongkok hadir sebelum abad I Masehi. 2 Masyarakat Tionghoa masuk ke Nusantara karena alasan berdagang maupun pengungsian akibat pemberontakan yang terjadi di Tiongkok. 3 Kedatangan para perantau Tionghoa ini kemudian mendorong terjadinya perkawinan campur antara perantau Tionghoa dengan masyarakat asli Nusantara. Perkawinan campur ini memunculkan ras yang sering disebut golongan masyarakat keturunan Tionghoa 4. Perjalanan waktu yang cukup lama di Indonesia menyebabkan pola hidup masyarakat Tionghoa keturunan menjadi salah satu warna dalam ragam budaya Indonesia. Secara garis besar, masyarakat Tionghoa di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua) yaitu masyarakat Tionghoa Totok dan masyarakat Tionghoa Keturunan atau Peranakan. 5 Masyarakat Tionghoa Totok adalah masyarakat yang datang dari Tiongkok untuk beremigrasi. Masyarakat Tionghoa Keturunan adalah masyarakat yang terlahir dari pekawinan campur antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat asli Nusantara. Pada permulaan keberadaan masyarakat Tionghoa di Nusantara, tradisi yang dilakukan masih merupakan tradisi murni dari Tiongkok. Dengan semakin banyaknya masyarakat Tionghoa 1 Menurut ahli sejarah, sebelum bernama Indonesia, nama kepulauan Indonesia disebut oleh para masyarakat pribumi dan bangsa-bangsa lain dengan nama Nusantara 2 http://www.arkeologi.net/index1.php?id=view_news&ct_news=535, edisi 7 Januari 2004. Download : 23 Februari 2006 3 Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia, edisi Bahasa Indonesia, hal. 24, PT Bhuana Ilmu Populer, Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Tionghoa oleh penerbit Universitas Peking, Maret, 1999. 4 Masyarakat Tionghoa lebih sering disebut dengan istilah orang Cina. Istilah tersebut berasal dari sebutan yang diberikan oleh masyarakat Eropa yang pada saat itu mengenal Tiongkok yang sedang diperintah oleh Dinasti Qin. Pada saat itu masyarakat Eropa menganggap bahwa Qin juga merupakan nama bangsa tersebut. Maka mulailah masyarakat menyebut Tiongkok sebagai Qina atau China atau Cina. Dalam bahasa aslinya Tiongkok adalah Cungkuo. Hingga saat ini, dunia tetap mengenal dan menyebut Tiongkok dengan nama China atau Cina 5 Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selajang Pandang, hal 51, PT. Keng Po, Jakarta, 1961 1

yang menetap dan menikah dengan masyarakat asli Nusantara, tidak sedikit tradisi Tionghoa yang mengalami banyak peleburan dengan budaya setempat. Hingga kini, cukup banyak budaya lokal Indonesia yang menyerupai budaya Tionghoa ataupun merupakan hasil perpaduan silang budaya Tionghoa-Indonesia. Tradisi merupakan warisan leluhur yang sudah turun-temurun mereka jalani. Sebagai wujud bakti kepada leluhur, pelaksanaan tradisi menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat Tionghoa perantauan. Hal ini sekaligus sebagai tanda bahwa mereka tidak pernah melupakan asal usul mereka. I. B. Tradisi Masyarakat Tionghoa Yang Ada di Indonesia Masyarakat Tionghoa dikenal sebagai masyarakat yang memandang penting tradisi mereka. Tradisi Tionghoa adalah sebuah kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan perayaanperayaan rakyat atau kepercayaan yang dianut dalam kebudayaan tersebut. Tradisi merupakan warisan nenek moyang yang sudah terbentuk di dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa dan menjadi identitas mereka. Pada umumnya, masyarakat Tionghoa masa kini tidak terlalu mempermasalahkan keotentikan asal mula tradisi mereka. Perkembangan etnis dan banyaknya unsur di luar tradisi Tionghoa itu sendiri, menjadi penyebab semakin kaburnya versi asal mula tradisi-tradisi Tionghoa. 6 Masyarakat Tionghoa di Indonesia sendiri juga tidak benar-benar memahami bagaimana asal mula tradisi mereka. Banyak versi mengenai asal usul tradisi Tionghoa sehingga mereka memilih untuk lebih mengutamakan makna yang terdapat dalam suatu ritual yang mereka jalankan. Dalam kebudayaan Tionghoa, terdapat bermacam-macam tradisi. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, hanya beberapa tradisi saja yang kini masih dilakukan. Setelah pemerintah Indonesia melarang diadakannya perayaan-perayaan yang berhubungan dengan kepercayaan tradisional Tionghoa, semakin banyak tradisi yang terlupakan. Beberapa tradisi yang masih bertahan di kalangan masyarakat Tionghoa adalah tradisi yang berhubungan dengan sembahyang kepada leluhur. Sebelum tahun 1967, tradisi masyarakat Tionghoa masih dapat dengan bebas dilakukan. Setelah munculnya larangan dari pemerintah, tradisitradisi tersebut dilakukan hanya di dalam lingkup rumah tangga dan di rumah ibadah seperti klenteng dan lithang saja. Pelaksanaan tradisi masyarakat Tionghoa itupun dilaksanakan dengan hanya melaksanakan ritual tanpa adanya perayaan sebagaimana sebuah tradisi digelar. 6 Goh Pei Ki, Origins Of Chinese Festivals (Asal Mula Festival Cina), hal. xi, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 1997 2

I. B. 1. Tradisi-tradisi Yang Dirayakan Oleh Masyarakat Tionghoa Di Indonesia a. Hari Raya Tahun Baru atau Imlek Setiap budaya memiliki sistem penanggalan masing-masing yang pada umumnya didasarkan pada perhitungan tertentu yang dilihat dari astrologi atau tanda-tanda alam lainnya. Budaya kuno Tionghoa memiliki sistem penanggalan yang berdasarkan pada peredaran bulan atau sistem lunar. 7 Salah satu fungsi dari penanggalan adalah menentukan pergantian tahun atau yang umum disebut Tahun Baru. Jika budaya Jawa memiliki 1 Suro sebagai Tahun Baru, maka budaya Tionghoa memiliki Imlek sebagai Tahun Baru. Pergantian tahun dalam kebudayaan Tionghoa ditandai pada saat hari pertama pergantian dari musim dingin ke musim semi. Imlek atau tahun baru Tionghoa disebut juga dengan Perayaan Musim Semi. 8 Bagi masyarakat Tionghoa yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, musim semi adalah saat di mana mereka kembali bercocok tanam, tanah dapat ditanami kembali dan menghasilkan panen setelah musim dingin. Musim semi adalah kehidupan baru dan perlu untuk dirayakan sebagai ungkapan kebahagiaan. Pengharapan akan masa depan yang baik tercakup dalam perayaan musim semi yang juga sebagai tanda pergantian tahun ini. Tahun baru dimaknai sebagai suatu awal di mana masyarakat dalam suatu budaya mengawali atau memasuki tahap baru dengan harapan baru. Memasuki tahap baru ini pada umumnya dilaksanakan atau dirayakan dengan ritual-ritual yang dianggap dapat mewakili harapan mereka. Ritual-ritual untuk memanjatkan doa dan pengharapan berbentuk upacara sembahyang atau pemberian benda kepada sosok yang dipuja 9 sebagai simbol doa atau harapan. Pengharapan yang dipanjatkan pada saat Imlek adalah rejeki, kebahagiaan atau kesuksesan di tahun yang baru. Beberapa ritual yang dirayakan pada saat Imlek antara lain adalah sembahyang kepada leluhur, memberi ucapan selamat kepada orang yang lebih tua, membagikan angpao, menghias rumah dengan kain atau lampion berwarna merah dan menyaksikan atau mengadakan kesenian barongsai. Ritual-ritual ini diyakini dapat mengundang kebahagiaan dan kesejahteraan bagi tuan rumah. 7 Nio Joe Lan, hal. 139 8 Goh Pei Ki, hal. ii 9 Sosok yang dipuja misalnya adalah Tuhan atau dewa-dewi yang dianggap menguasai alam semesta di mana manusia tinggal di dalamnya 3

b. Cap Go Meh Cap Go Meh dirayakan pada hari ke-15 (lima belas) setelah hari raya Imlek. Cap Go Meh adalah malam bulan purnama pertama setelah Imlek. Cap Go Meh pada umumnya dirayakan dengan mengadakan seni barongsai dan liong sebagai simbol penolak bala. Cap Go Meh juga menandakan berakhirnya rangkaian perayaan Imlek. Pada perayaan Cap Go Meh, masyarakat kembali melaksanakan ritual untuk memohon kesejahteraan dan keselamatan dalam menjalani tahun yang baru. c. Ceng Beng Ceng Beng adalah tradisi yang dilaksanakan dengan ritual sembahyang ke makam orang tua. Ceng Beng jatuh pada bulan ketiga setelah tahun baru Imlek. Pada saat Ceng Beng, masyarakat Tionghoa bersembahyang di depan altar sembahyang atau di depan makam orang tua dengan membawa hio, makanan dan minuman kesukaan orang tua atau leluhur yang telah wafat. Hal ini dilakukan untuk menghormati leluhur mereka di nirwana 10 supaya merasa senang dan merestui anak cucu mereka dengan rejeki yang berlimpah. d. Peh Cun Peh Cun atau hari raya merengkuh dayung biasanya dirayakan setiap tanggal kelima bulan kelima setelah tahun baru Imlek. Pada saat itu menurut penanggalan Tionghoa, adalah saat matahari memancarkan sinarnya paling terang. Hal ini dipandang mempengaruhi kondisi alam dan bagi masyarakat Tionghoa, segala sesuatu yang berhubungan dengan alam perlu dimaknai. Peh Cun adalah tradisi yang berkiblat di laut. Peh Cun dilaksanakan untuk mengenang seorang pahlawan dalam sejarah kuno Tiongkok yaitu Kut Gwan yang dipandang sebagai seorang patriot yang tidak mau menyerah pada kekuasaan lawan dan memilih bunuh diri dengan terjun ke laut. 11 Tradisi ini juga untuk menghormati dewa laut. Pada dasarnya Peh Cun adalah perayaan untuk mengenang patriotisme dan nasionalisme masyarakat Tionghoa. Peh Cun dirayakan dengan mengadakan festival perahu naga. 12 Festival ini memperlombakan perahu-perahu berhias ukiran naga dan dilaksanakan di laut. Di Indonesia, karena rata-rata pantai atau lautnya berombak cukup besar seperti di Pantai Parangtritis, Peh Cun dirayakan agak berbeda. Pada tanggal perayaan Peh Cun, biasanya diadakan seni 10 Masyarakat Tionghoa tidak meyakini surga dan neraka dalam kepercayaan mereka. Mereka mempercayai bahwa di langit terdapat tempat para dewa yang disebut dengan Nirwana atau Nibbana. Para leluhur diyakini pula tinggal di Nirwana ini setelah meninggal dunia 11 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0206/17/pehc19.htm, edisi 17 Juni 2002. Download : 11 Maret 2006 12 Festival perahu naga adalah perayaan dengan mengadakan lomba perahu yang dihiasi dengan patung naga yang dipasang di bagian depan atau belakang perahu 4

barongsai dan liong di Parangtritis atau pantai lainnya sebagai pengganti perayaan perahu naga. 13 I. B. 2. Makna Sosial Tradisi Tionghoa Secara Umum Bagi Masyarakat Tionghoa Di Indonesia Dalam kebudayaan Tionghoa, tradisi tidak hanya terbatas dalam ruang lingkup keluarga saja. Beberapa tradisi dilakukan secara bersama-sama atau melibatkan orang lain. Misalnya Imlek dan Peh Cun yang merupakan perayaan rakyat. Salah satu semboyan masyarakat Tionghoa mengatakan : Sementara berjuang untuk hidup, sempatkan diri untuk memiliki suatu hidup, terutama kegembiraan berinteraksi dengan orang lain. 14 Dalam semboyan tersebut, masyarakat Tionghoa diingatkan untuk tidak melupakan pentingnya memiliki relasi dengan orang lain. Salah satu bentuk kebahagiaan hidup adalah hubungan baik dengan orang lain. Dalam sebuah kebudayaan, seseorang hidup bersama dengan orang lain. Dan tradisi mempertemukan mereka. Pada saat itulah manusia dituntut untuk membangun relasi yang baik dengan orang-orang lain. Dengan memiliki relasi yang baik dengan orang lain, masyarakat Tionghoa membangun sistem kepercayaan. Tanggung jawab dalam sistem kepercayaan lebih berat secara moral dibandingkan relasi yang terbangun atas dasar hubungan kerja atau persahabatan sekalipun. Kepercayaan merupakan modal utama dalam membangun relasi. Dengan terciptanya interaksi yang baik antarindividu dalam suatu budaya, akan tercipta pula keharmonisan. Masyarakat Tionghoa menjunjung harmonisasi dalam setiap sisi kehidupan mereka. Harmonisasi tidak hanya perlu dalam kehidupan secara individu atau dalam lingkup keluarga saja. Harmonisasi diyakini dapat menghasilkan kebaikan dalam kehidupan seseorang. 15 Masyarakat Tionghoa menjaga hubungan baik dengan orang lain sebagai upaya menjaga harmonisasi relasi dalam satu lingkup ruang hidup yang sama. Hidup bersama dalam alam semesta memerlukan keseimbangan agar hidup dapat berjalan dengan baik. 13 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0206/17/jateng/pehc19.htm, edisi Senin, 17 Juni 2002. Download : 11 Maret 2006 14 Ong Hean-Tatt, Secrets Of Ancient Chinese Art Of Motivation, hal. 9, Lembaga Pembentukan Berlanjut Arnold Janssen, STT St. Paulus Ledalero, Maumere, Flores, 2001 15 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0202/13/jateng/imle21.htm, edisi Rabu, 13 Februari 2002. Download : 4 Oktober 2005 5

I. B. 3. Makna Spiritual Tradisi Tionghoa Secara Umum Bagi Masyarakat Tionghoa Di Indonesia Dalam suatu kebudayaan, masyarakat yang berada di dalamnya menganut kepercayaan tertentu. Dalam hal ini masyarakat Tionghoa mayoritas memuja dan menyembah alam, dewa-dewi dan arwah para leluhurnya. 16 Masyarakat Tionghoa tradisional hidup bergantung pada alam sehingga banyak tradisi mereka yang berhubungan dengan alam. Melalui tradisitradisi yang dilakukan, masyarakat Tionghoa mengharapkan keseimbangan dalam hidup mereka. Keseimbangan yang dimaksud misalnya kehidupan yang aman dan tenteram dalam lingkungan yang mereka tinggali. Ketika terjadi ketidak-seimbangan melalui kejadiankejadian alam, manusia menjadi merasa perlu untuk melakukan ritual-ritual. Ritual-ritual tersebut kemudian terbentuk dalam suatu kegiatan tradisi yang terbagi sesuai pengharapan masyarakat Tionghoa. Misalnya ada tradisi yang dilakukan di sekitar lahan tani sebagai bentuk pengharapan atas keberhasilan panen. Atau tradisi yang dilakukan untuk menyembah dan memuja dewa-dewi di tempat-tempat ibadah seperti kuil untuk memohon berkah dan keselamatan. Lambat laun, keperluan untuk menyeimbangkan keadaan sekitar supaya tetap aman menjadi sebuah kebutuhan. Tradisi menjadi rangkaian perayaan rakyat yang berfungsi untuk menyampaikan pengharapan masyarakat Tionghoa atas kehidupan yang mereka jalani. Dengan terpeliharanya suatu tradisi, maka terpelihara pula ritual di dalamnya. Melalui tradisi, pemahaman peranan Tuhan dan para leluhur tetap terjaga dalam masyarakat Tionghoa. Tradisi mempengaruhi kuatnya ketergantungan masyarakat Tionghoa dengan Tuhan, dewadewi dan para leluhur mereka. Hal ini bukan saja disebabkan karena makna ritual dalam tradisi tersebut, tetapi juga karena kuatnya tradisi tersebut di dalam kebudayaan mereka. Pelaksanaan tradisi sejak nenek moyang menjadi salah satu petunjuk bahwa tradisi memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Tionghoa karena tradisi memuat ritual-ritual. Pendidikan dalam keluargapun mengajarkan untuk menghormati tradisi, karena tradisi juga merupakan bentuk bakti kepada Tuhan dan para leluhur. Sebagaimana peribadatan agama tertentu dipandang penting dan sakral, tradisi masyarakat Tionghoa berperan sebagai wadah peribadatan yang menjawab kebutuhan rohani mereka. I. B. 4. Sejarah Kehadiran Tradisi Kesenian Barongsai Di Indonesia Seni barongsai adalah salah satu bagian penting dalam perayaan Imlek. Saat ini, barongsai menjadi salah satu acara perayaan Imlek yang digemari oleh berbagai kalangan. Kesenian 16 http://www.yabina.org/renungan/97-98/r0002.htm, edisi Februari 2000. Download : 15 Mei 2006 6

barongsai adalah tradisi yang menampilka tarian yang dibawakan oleh beberapa orang yang membawakan dan mengenakan kostum naga dan kostum hewan yang menyerupai singa. Seni barongsai menarik perhatian masyarakat di Indonesia baik sekedar sebagai sebuah pertunjukan maupun sebagai sebuah tradisi. Dalam perayaan-perayaan Imlek di berbagai kota di Indonesia, seni barongsai banyak ditampilkan tidak hanya di klenteng atau lithang saja. Banyak pertokoan atau rumah makan yang mengadakan seni barongsai. Tidak hanya sebagai alat promosi, seni barongsai yang diadakan di tempat-tempat niaga diyakini dapat membawa rejeki. Kehadiran seni barongsai di Nusantara dibawa oleh para pendatang dari Tiongkok. Beberapa orang Tionghoa yang datang adalah saudagar-saudagar kaya. Sebagian dari para saudagar tersebut menetap dan membangun kuil atau tempat sembahyang. Pembangunan tempat ibadah masyarakat Tionghoa ini selain sebagai ungkapan syukur atas perkembangan usaha mereka juga sebagai penegasan identitas mereka di Nusantara. 17 Seni barongsai mulai masuk dan berkembang di Indonesia sekitar abad XVII M, saat terjadi migrasi besar di Tiongkok Selatan. 18 Komunitas-komunitas mayarakat Tionghoa di Indonesia menjadikan tradisi-tradisi dalam budaya Tionghoa dapat berkembang. II. Rumusan Permasalahan 1. Sebagai masyarakat yang dikenal memiliki semangat kerja keras yang tinggi, masyarakat Tionghoa menjalani kehidupannya tanpa terlepas dari ritual. Tradisi barongsai pada perayaan Imlek, memiliki makna yang penting bagi kehidupan masyarakat Tionghoa. Merupakan hal yang menarik sekaligus penting untuk dibahas mengapa dan sampai sejauh mana seni barongsai mempengaruhi aspek sosial dan spiritual seseorang. Menarik karena selama ini seni barongsai dianggap tidak lebih sebagai sebuah acara hiburan saja. Penting karena seni barongsai merupakan sebuah tradisi yang dapat membawa pengaruh cukup besar dalam perkembangan sisi sosial dan spiritual seseorang. 2. Bagi masyarakat Tionghoa, seni barongsai memiliki fungsi ritual yang memberi jawaban atas pengharapan-pengharapan mereka berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan. Seni barongsai dapat memberikan manfaat positif secara sosial dan spiritual bagi masyarakat 17 http://www.arkeologi.net/index1.php?id=view_news&ct_news=535, edisi 7 Januari 2004. Download : 23 Februari 2006 18 http://students.ukdw.ac.id/~22022878/seni3.htm, download : 23 Februari 2006 7

Tionghoa. Bagaimana Gereja Protestan khususnya GKI Sinwil Jatim menyikapi seni barongsai sebagai tradisi yang mengandung ritual dan telah mengakar di Indonesia? Dapatkah seni barongsai dimanfaatkan oleh GKI Sinwil Jatim sebagai bagian dalam kehidupan berjemaat? Jika dapat, hal-hal apakah yang harus diperhatikan, mengingat seni barongsai cukup jarang berinteraksi dengan Gereja Kristen terutama di dalam lingkungan GKI Sinwil Jatim? III. Batasan Permasalahan 1. Di dalam masyarakat Tionghoa, sebuah tradisi, di mana ritual ada di dalamnya menjadi semacam patokan dalam bertingkah laku dan dalam mengambil keputusan. Salah satu tradisi yang berpengaruh cukup besar dalam perkembangan masyarakat Tionghoa secara individu dan sosial adalah tradisi yang dilaksanakan dalam perayaan-perayaan tertentu dalam budaya Tionghoa yaitu kesenian barongsai pada perayaan Imlek. Kesenian barongsai yang akan disorot adalah kesenian barongsai yang dilaksanakan dalam perayaan Imlek. Imlek sebagai momentum pergantian tahun menjadi saat di mana masyarakat Tionghoa memanjatkan pengharapan mereka dengan berbagai cara. Dibandingkan dengan pelaksanaan kesenian barongsai dalam perayaan-perayaan masyarakat Tionghoa, pelaksanaan kesenian ini saat Imlek memiliki makna pengharapan yang lebih dalam. 2. Kesenian Barongsai yang akan disoroti adalah pada bagian barongsai yang berbentuk menyerupai singa yang dimainkan oleh 2 pemain barongsai. Pemilihan bagian kesenian barongsai dalam bentuknya yang menyerupai singa ini karena gerakannya yang dinamis dan lebih mudah dipahami maksud gerakannya. 3. Seni barongsai tradisional masih melaksanakan ritual sebelum ditampilkan pada perayaan Imlek. Hal ini menandakan seni barongsai tersebut masih mengikuti pakem-pakem religi yang muncul dan berkembang dalam masyarakat Tionghoa. Ritual yang dimaksud salah satunya adalah sembahyang untuk memohon berkat kepada dewa atau nabi Konghucu atau kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Indonesia pada masa kini, telah banyak bermunculan perkumpulan barongsai. Salah satu perkumpulan barongsai yang akan diamati dalam rangka penulisan makalah ini adalah perkumpulan barongsai Tripusaka di Lithang Kong Miao, Surakarta, Jawa Tengah. Meski dikenal sebagai perkumpulan barongsai yang banyak berprestasi di bidang olah raga dan hiburan, perkumpulan ini tetap menjalankan ritual sembahyang di lithang sebelum tampil pada perayaan Imlek. 8

4. Seni barongsai sebagai salah satu tradisi Tionghoa memiliki peran dalam perkembangan moral dan spiritual masyarakat Tionghoa. Meski seni barongsai berasal dari budaya Tiongkok, tetapi kini seni barongsai dapat dinikmati oleh semua orang yang ingin menyaksikannya. Di lain pihak, seni barongsai juga dapat berguna bagi Gereja Kristen Protestan khususnya GKI Sinode Wilayah Jatim dalam mengupayakan ibadah alternatif yang diharapkan dapat lebih meningkatkan mutu iman jemaat Kristen. GKI Sinwil Jatim dibangun dari dasar Gereja Tionghoa sehingga hingga kini masih banyak jemaatnya adalah keturunan Tionghoa. Oleh karena itulah dapat dikatakan bahwa seharusnya kesenian barongsai bukanlah hal asing bagi jemaat GKI Sinwil Jatim. Dalam upaya penyesuaian kesenian barongsai terhadap lingkungan GKI Sinwil Jatim ini, akan diambil acuan dari Yak. 2:18-24 yang menunjukkan pentingnya keseimbangan antara iman dan perbuatan. Uraian Yak. 2:18-24 dapat menjadi salah satu landasan untuk mendukung seni barongsai agar dapat dipahami dari sudut pandang ajaran Kristen dalam lingkungan GKI Sinwil Jatim. IV. Hipotesis Kesenian barongsai seringkali dipandang sebagai bagian dari budaya asing yang berbau religi suku sehingga tidak dapat begitu saja dipelajari dan dimanfaatkan oleh agama tertentu. Meskipun kesenian barongsai mengandung praktek ritual dalam pelaksanaannya, tetapi pada dasarnya tidak ada paksaan untuk menjadikan ritual tersebut harus dilaksanakan sama persis dengan yang dilakukan di klenteng atau lithang. Kesenian barongsai dapat dipelajari dan dimanfaatkan oleh penganut agama-agama lain di Indonesia selain penganut ajaran Konghucu dan Tri Dharma. Penganut Kristen Protestanpun, khususnya GKI Sinwil Jatim dapat menjadikan kesenian barongsai sebagai salah satu upaya kontekstualisasi yang dapat diarahkan untuk membangun kembali iman dan semangat pelayanan jemaat. V. Tujuan Penulisan a. Mengetahui makna harapan yang terkandung dalam kesenian barongsai pada perayaan hari raya Imlek dan pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat Tionghoa. b. Mengetahui bagaimana Gereja dapat menanggapi seni barongsai sebagai salah satu tradisi Tionghoa yang dapat berguna bagi perkembangan iman jemaat Kristen di lingkungan GKI Sinwil Jatim. 9

VI. Metode Penelitian a. Penelitian dan wawancara ke lithang (rumah ibadah penganut Konghucu) Kong Miao atau lithang Gerbang Kebajikan, Surakarta, Jawa Tengah. Pemilihan lithang Kong Miao sebagai objek penelitian karena lithang tersebut memiliki perkumpulan seni Barongsai yang selalu tampil pada perayaan Imlek. b. Studi Pustaka dengan pengumpulan data mengenai seni barongsai melalui buku-buku dan internet seputar kebudayaan Tionghoa. VII. Judul Skripsi MAKNA HARAPAN DALAM KESENIAN BARONGSAI PADA PERAYAAN IMLEK Alasan Pemilihan Judul Seni barongsai seringkali dianggap sebagai sebuah acara untuk menghibur masyarakat yang merayakan tahun baru Imlek. Hal ini antara lain juga disebabkan karena seni barongsai cukup lama dilarang tampil di depan umum selama masa orde baru. Bagi masyarakat Tionghoa sendiri, seni barongsai yang dilaksanakan saat tahun baru Imlek merupakan sebuah tradisi yang melambangkan harapan akan masa depan yang lebih baik. Dengan kata lain, bagi masyarakat Tionghoa, seni barongsai bukan sekedar hiburan semata. Dengan pemilihan judul di atas, diharapkan pembaca dapat memahami makna seni barongsai pada perayaan Imlek di Indonesia. Di Indonesia, cukup banyak masyarakat Tionghoa yang memeluk agama Kristen Protestan. Dengan adanya larangan bagi masyarakat Tionghoa yang ingin merayakan Imlek membuat berbagai tradisi Tionghoa semakin dilupakan. Di masa kini, banyak masyarakat Tionghoa Kristen yang menganggap tradisi mereka adalah hal tabu. Hal ini disebabkan ritual dalam suatu budaya seringkali dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala sehingga bertentangan dengan ajaran Gereja. Bagi masyarakat Tionghoa tradisional 19, tidak peduli apakah agama yang dianut oleh seseorang, yang terpenting adalah bagaimana menjadi 19 Masyarakat Tionghoa yang masih menganut ajaran Konghucu dan Tri Dharma 10

manusia yang memiliki moral dan spiritual yang baik. 20 Seni barongsai menjadi simbol semangat dan keyakinan mereka untuk menjalani hidup yang penuh tantangan. Sebagai simbol pengharapan, seni barongsai dapat menjadi pendorong bagi masyarakat Tionghoa untuk dapat tetap bertahan dalam menjalani kehidupan mereka. Oleh karena itulah, pemilihan judul di atas juga bertujuan untuk memperkenalkan kembali kesenian ini beserta pemahaman-pemahaman yang terdapat di dalamnya. Dengan adanya pemahamanpemahaman yang tepat, kesenian barongsai akan dapat lebih diterima oleh berbagai kalangan, khususnya di lingkungan GKI Sinwil Jatim. VIII. Sistematika Penulisan Bab I Bab ini berisi pendahuluan mengenai latar belakang kemunculan tradisi Tionghoa di Indonesia, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, alasan pemilihan judul dan sistematika penulisan. Bab II Bab ini berisi latar belakang perkembangan seni barongsai di Indonesia, uraian mengenai pelaksanaan seni barongsai dengan perlengkapan dan makna-maknanya, dan laporan hasil penelitian di Lithang Kong Miao, Surakarta. Bab III Bab ini berisi analisa dan pengolahan data mengenai seni barongsai di Indonesia. Bab IV Bab ini berisi tinjauan teologis terhadap seni barongsai dan pembahasan Yak. 2:18-24 sebagai ayat yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi seni barongsai menjadi bagian dalam lingkungan Gereja Kristen. Bab V Bab ini berisi kesimpulan dan saran dalam rangka memperkenalkan kesenian barongsai terhadap lingkungan Gereja Kristen sebagai sebuah upaya kontekstualisasi. 20 Pandangan ini juga ditekankan oleh Konghucu dalam ajarannya. Ia mengatakan bahwa manusia harus memiliki sikap moral yang baik, yang tertuang dalam perilakunya. Di sisi lain, manusia juga harus memiliki spiritualitas yang baik, yang tertuang dalam ibadah dan penghormatan kepada orang tua dan leluhurnya. Kitab Peladjaran Agama Khong Hu Tju untuk Sekolah Lanjutan, hal. 3,32, Matakin, Solo, 1975 11