ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BAHBOLON KABUPATEN SIMALUNGUN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BELAWAN KABUPATEN DELI SERDANG

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular di Kawasan Sumber Rejo. Kawasan Sumber Rejo terletak kecamatan yakni Kecamatan Pagar Merbau,

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

*Corresponding author : ABSTRACT

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN DEBIT LIMPASAN DITINJAU DARI ASPEK TATA GUNA LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA RUNOFF PADA SUB DAS LEMATANG HULU

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN. Dwi Kartikasari*)

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF

BAB III ANALISIS HIDROLOGI

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

HIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN

MK. Hidrologi JFK BAB IV CURAH HUJAN

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

BAB II DASAR TEORI II - 1. LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Teknis Embung Overtopping di Sungai Bringin, Ngaliyan Semarang Jawa Tengah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS METODE INTENSITAS HUJAN PADA STASIUN HUJAN PASAR KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

EVALUASI KAPASITAS SALURAN DRAINASE PERKOTAAN

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

Demikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya.

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI)

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

ANALISA KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Surface Runoff Flow Kuliah -3

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PEMILIHAN DISTRIBUSI PROBABILITAS PADA ANALISA HUJAN DENGAN METODE GOODNESS OF FIT TEST

EVALUASI KAPASITAS SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN MEDAN JOHOR ALFRENDI C B HST

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN REHABILITASI SITU SIDOMUKTI

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

aintis Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

ANALISIS INTENSITY DURATION FREKUENSI (IDF) YANG PALING SESUAI DENGAN BANTUAN MICROSOFT EXCEL

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Digunakan untuk menetapkan besaran hujan atau debit dengan kala ulang tertentu.

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... PENGANTAR...

Transkripsi:

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh: MACHAIRIYAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT

PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh: MACHAIRIYAH 030308008/TEKNIK PERTANIAN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Diketahui Oleh: Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Ketua Ir. Edi Susanto, M.Si Anggota DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 Judul Skripsi : Analisis curah hujan untuk pendugaan debit puncak dengan metode rasional pada DAS Percut Kabupaten Deli Serdang

Nama : Machairiyah NIM : 030308008 Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknik Pertanian Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Ir. Sumono, MS) Ketua (Ir. Edi Susanto, M.Si) Anggota Mengetahui : (Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si) Ketua Departemen Tanggal Lulus :

ABSTRACT Rainfall is the most important input component in the hydrologic process. Rainfall characteristics, such as intensity (I), duration (t), depth (d) and frequency. Intensity that is related to duration and frequency can be expressed by Intensity-Duration-Frequency (IDF) curve. Data used in this research comprised of rainfall and land use data. The data of rainfall used were daily rainfall recorded in Saentis station. In the research, daily rainfall depth was calculated by frequency analysis, which was started by determining the daily maximum mean rainfall with partial series method, followed by calculating the statistical parameter to choose the best distribution. Intensity could be calculated by Mononobe method and to calculate flood discharge using the rational method. The result of this study indicated that the Log Pearson Type III distribution fit to most of data in the Percut DAS and flood discharge with return period can be calculated. Keywords : rainfall, intensity, the flood discharge, rational method ABSTRAK Hujan adalah komponen masukan penting dalam proses hidrologi. Karakteristik hujan diantaranya intensitas, durasi, kedalaman dan frekuensi. Intensitas yang berhubungan dengan durasi dan frekuensi dapat diekspresikan dengan kurva Intensity -Duration- Frequency (IDF). Data yang diperlukan berupa data curah hujan dan data tata guna lahan. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian yang tercatat pada stasiun Saentis. Dalam penelitian ini, curah hujan harian dihitung dengan analisis frekuensi yang dimulai dengan menentukan curah hujan harian maksimum rata-rata dengan metode parsial, kemudian menghitung parameter statistik untuk memilih distribusi yang paling cocok. Intensitas dihitung dengan mempergunakan metode mononobe dan untuk menghitung debit puncak dengan metode rasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi Log Pearson Type III sangat cocok dengan sebaran data di wilayah studi DAS Percut dan debit puncak dengan kala ulang tertentu dapat dihitung. Kata kunci : curah hujan, intensitas, debit puncak, metode rasional

RINGKASAN PENELITIAN ii MACHAIRIYAH, Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS Percut Kabupaten Deli Serdang di bawah bimbingan Sumono, selaku ketua komisi pembimbing dan Edi Susanto selaku anggota komisi pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi yang tepat dan menghitung debit puncak dengan metode rasional pada DAS Percut Kabupaten Deli Serdang. Dari penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : Kondisi DAS Percut Secara geografis DAS Percut terletak pada 03 o 18-03 o 40 LU dan 98 o 30 99 o 00 BT, sungai utama yang dilaluinya adalah sungai Percut. Luas total daerah pengaliran sungai Percut (A) sebesar 276,8 km 2, Lebar Maksimum sungai 45 m, panjang sungai Percut 70 km dan kelerengan/kemiringan (S) sungai Percut sebesar 0,02500 m. Ada tiga stasiun penakar curah hujan pada DAS Percut yaitu Saentis, Batang Kuis dan Medan Amplas. Dari ketiga stasiun penakar hujan yang ada hanya Saentís dan Batang Kuis yang berfungsi dengan baik. Curah hujan di daerah pengaliran sungai Percut dapat diwakili oleh stasiun (pos) hujan Saentis. Kondisi tata guna lahan pada DAS Percut didominasi daerah pertanian dan permukiman.

Analisis Curah Hujan Curah hujan maksimum tertinggi sebesar 210 mm dan curah hujan iii maksimum terendah sebesar 95 mm. Berdasarkan parameter statistika yang diperoleh dan setelah diuji dengan uji Chi-Square dan Smirnov Kolmogorov, jenis distribusi yang cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di wilayah studi adalah distribusi Log Pearson Type III. Besarnya curah hujan rancangan berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, 200 (tahun) diperoleh sebesar 86,98 mm; 110,78 mm; 136,61 mm; 157,62 mm; 164,08 mm; 170,83 mm; 177,86 mm; 184,77 mm; 199,34 mm; 215,12 mm; 244,65 mm; 277,7 mm. Intensitas Hujan Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan rumus menghitung debit puncak (banjir) dengan metode rasional adalah nilai intensitas hujan dengan durasi tertentu harus sama dengan waktu konsentrasi. Hal ini terpenuhi dimana waktu konsentrasi diperoleh sebesar 7,24 jam yang tidak melebihi durasi hujan yang umum terjadi 1-6 jam dan 12 jam paling maksimum. Intensitas hujan yang diperoleh berdasarkan waktu konsentrasi untuk kala ulang sama sebesar 8,18 mm/jam; 10,42 mm/jam; 12,84 mm/jam; 14,82 mm/jam; 15,55 mm/jam; 16,06 mm/jam; 16,69 mm/jam; 17,37 mm/jam; 18,74 mm/jam; 20,23 mm/jam; 23 mm/jam dan 26,11 mm/jam.

Debit Puncak Koefisien limpasan sangat mempengaruhi debit puncak yang terjadi. iv Pada DAS Percut, koefisien limpasan diperoleh sebesar 0,305, hal ini berarti bahwa DAS Percut dalam kondisi baik. Perubahan tata guna lahan yang terjadi harus bersamaan dengan upaya pelestarian lingkungan. Debit Puncak yang diperoleh untuk masing-masing kala ulang sebesar 192,05 m 3 /detik; 244,68 m 3 /detik; 301,57 m 3 /detik; 348,03 m 3 /detik; 365,16m 3 /detik; 377,18 m 3 /detik; 391,93 m 3 /detik; 407,91 m 3 /detik; 440,15 m 3 /detik; 475,00 m 3 /detik; 540,17 m 3 /detik; dan 613,24 m 3 /detik. v

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Desember 1985 dari ayah Abdul Khair dan ibu Mardiah. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Binjai dan pada tahun 2003 lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Satuan Operasi Dasar, Ilmu Ukur Wilayah dan Hidrologi Teknik. Penulis mengikuti kegiatan organisasi ATM dan IMATETA pada tahun 2003-2007. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Tunggal Jaya Prima Medan. vi

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS Percut Kabupaten Deli Serdang Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis selama melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta sahabat terbaikku atas segala doa dan perhatiannya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Medan, September 2007 Penulis vii

DAFTAR ISI ABSTRACT... ii RINGKASAN PENELITIAN... iii RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Kegunaan Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi... 5 Daerah Aliran Sungai (DAS)... 6 Analisis Frekuensi... 8 Distribusi Normal... 11 Distribusi Gumbel... 13 Distribusi Log Normal... 14 Distribusi Log Pearson Type III... 14 Uji Kecocokan... 16 Intensitas Curah Hujan... 18 Waktu Konsentrasi... 20 Koefisien Limpasan... 21 Metode Rasional... 24 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian... 26 Bahan dan Alat Penelitian... 26 Bahan... 26 Alat... 26 Metode Penelitian... 26 Pelaksanaan Penelitian... 27 Kerangka Pelaksanaan Penelitian... 28 Pengolahan Data... 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi DAS Percut... 32 Analisis Curah Hujan... 34 Curah Hujan Harian Maksimum... 34 Penentuan Pola Distribusi Hujan... 35 Uji Kecocokan (Goodness Of Fit)... 37 viii Hal

Curah Hujan Rencana... 38 Intensitas Hujan... 39 Analisis Debit Banjir... 42 Waktu Konsentrasi... 42 Koefisien Limpasan (Run Off Coeffisient)... 43 Debit Puncak... 44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 46 Saran... 47 DAFTAR PUSTAKA... 48 LAMPIRAN... 50 ix

DAFTAR TABEL 1 Parameter Statistik Analisis Frekuensi... 10 2 Nilai Koefisien Aliran untuk Berbagai Penggunaan Lahan... 23 3 Data Penggunaan Lahan yang Dilalui DAS Percut... 33 4 Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Periode 1985-2006 di Stasiun Saentis... 35 5 Parameter Statistik Analisis Frekuensi... 35 6 Hasil Uji Chi Square dan Smirnov-Kolmogorov... 37 7 Parameter Statistik Analisis Frekuensi Distribusi Log Pearson Type III... 38 8 Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang... 39 9 Intensitas Hujan Jam-jaman (mm/jam) untuk Berbagai Periode Ulang... 40 10 Perhitungan Koefisien Limpasan... 43 11 Debit Puncak (banjir) di DAS Percut... 45 Hal x

DAFTAR GAMBAR Hal 1 Siklus Hidrologi... 6 2 Berbagai Macam Bentuk DAS... 8 3 Kurva Distribusi Frekuensi Normal... 11 4 Kerangka Pelaksanaan Penelitian... 28 5 Distribusi Frekuensi Hujan DAS Percut... 36 6 Kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency)... 41 xi

LAMPIRAN 1 Kerangka Pemikiran Penelitian... 50 2 Data Curah Hujan Bulanan Maksimum (mm) Pos Hujan Saentis... 51 3 Nilai Faktor Frekuensi K... 52 4 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Uji Satu Sisi)... 54 5 Nilai Kritis D o untuk uji Smirnov-Kolmogorov... 55 6 Tabel Distribusi Normal... 56 7 Peta DAS Percut... 57 8 Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Deli Serdang... 58 Hal xii

PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang begitu cepat telah menyebabkan perubahan tata guna lahan. Banyak lahan yang semula berupa lahan terbuka atau hutan berubah menjadi areal pemukiman maupun industri. Hal ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan, namun sudah merambah ke kawasan budidaya dan kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Dampak dari perubahan tata guna lahan tersebut adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus menurunnya air yang meresap ke dalam tanah. Akibat selanjutnya adalah distribusi air yang makin timpang antara musim penghujan dan musim kemarau, debit banjir meningkat dan ancaman kekeringan semakin menjadi-jadi. Sejumlah sungai dan pantai di Sumatera Utara dewasa ini dalam kondisi kritis dan mengancam kehidupan masyarakat. Di samping kualitas dan kuantitas air sungainya yang semakin menurun untuk penyediaan air baku pada musim kemarau, hal itu juga menimbulkan bahaya banjir pada musim hujan. Luas daerah pengaliran sungai yang telah kritis di kota Medan lebih kurang 592.000 hektar, tersebar di satuan wilayah sungai (SWS) Wampu-Besitang, SWS Belawan- Belumai-Ular, SWS BahBolon, SWS Barumun Kualah, dan SWS Batang Gadis- Batang Toru. Sedangkan yang rawan terhadap banjir mencapai seluas 115.903 hektar, terdiri dari perkotaan 7.996 hektar, daerah industri 4.549 hektar, dan daerah pertanian/pedesaan 103.903 hektar, serta sarana transportasi yang rawan banjir terdapat sepanjang 386,40 km. Sungai- sungai yang dalam kondisi kritis

antara lain sungai pada SWS Wampu-Besitang dan SWS Belawan-Belumai-Ular, yaitu Sungai Deli, Sungai Percut, dan Sungai Belawan (Anonimous, 2006). Menurut Sudjarwadi (1987), banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan kehilangan jiwa. Aliran atau genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat. Kejadian banjir dan kekeringan di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebenarnya memiliki fenomena yang tidak sesederhana. Suatu DAS terdiri dari berbagai unsur penyusun utama yang di satu pihak bertindak sebagai objek atau sasaran fisik alamiah, seperti sumber daya alam tanah, vegetasi dan air, dan di lain pihak adalah subjek atau pelaku pendayagunaan unsur-unsur tersebut, yaitu manusia. Diantara unsur-unsur itu terjadi proses hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi, yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu kondisi hidrologis dari wilayah DAS tersebut (Asdak, 1995). Bencana banjir selain akibat kerusakan ekosistem ataupun aspek lingkungan yang tidak terjaga tetapi juga disebabkan karena bencana alam itu sendiri seperti curah hujan yang tinggi. Curah hujan sangat berpengaruh pada besarnya debit air yang mengalir pada suatu sungai. Curah hujan yang diperlukan untuk analisis hidrologi adalah curah hujan rata-rata dari seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (stasiun). Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Analisis hidrologi memerlukan data curah hujan yang akurat, namun data curah hujan ini sulit untuk diperoleh. Ketidaklengkapan data dapat disebabkan oleh terbatasnya

jumlah alat yang dipasang dan tidak semua data tercatat secara lengkap. Dalam perencanaan bangunan pengendali banjir seperti saluran drainase, tanggul dan lain-lain, data masukan curah hujan sangat diperlukan. Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai. Menurut Sri Harto (1993), analisis frekuensi dapat dilakukan dengan seri data yang diperoleh dari rekaman data baik data hujan maupun data debit. Analisis ini sering dianggap cara analisis yang paling baik, karena dilakukan terhadap data yang terukur langsung yang tidak melewati pengalihragaman terlebih dahulu. Perhitungan debit banjir rencana dengan metode rasional untuk perancangan bangunan keairan memerlukan data intensitas hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang dapat diperoleh dari kurva IDF (Intensity Duration Frequency). Menurut Gunawan (1991), bahwa pendugaan debit puncak dengan menggunakan metode rasional merupakan penyederhanaan besaran-besaran terhadap suatu proses penentuan aliran permukaan yang rumit akan tetapi metode tersebut dianggap akurat untuk menduga aliran permukaan dalam rancang bangun yang relatif murah, sederhana dan memberikan hasil yang dapat diterima (reasonable). Selain itu metode rasional merupakan metode empiris yang lazim digunakan dibandingkan dengan rumus-rumus empiris lainnya dimana rumus ini menggunakan berbagai variabel yang berhubungan dengan debit banjir yaitu faktor daerah pengaliran, curah hujan, koefisien limpasan dan perubahan tata guna lahan yang terjadi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Sungai Percut merupakan salah satu dari beberapa sungai yang ada di kota Medan yang termasuk dalam kategori kritis. Daerah aliran sungai ini merupakan daerah rawan banjir pada saat musim penghujan datang, banyak hal yang menyebabkan daerah ini rawan banjir salah satunya adalah perubahan tata guna lahan di sekitar aliran sungai Percut. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan langkah-langkah penanggulangan yang tepat, antara lain dengan adanya suatu bangunan pengendali banjir. Pendugaan debit puncak Sungai Percut dengan metode rasional dalam kala ulang tertentu dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar perencanaan bangunan pengendali banjir. Hal inilah yang menjadi dasar penulis melakukan penelitian. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pola distribusi frekuensi yang tepat pada DAS Percut. 2. Untuk menghitung debit puncak aliran sungai pada DAS Percut dengan menggunakan metode rasional. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan S1 di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN LITERATUR Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut. Penguapan dari daratan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses menguapnya air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah proses menguapnya air dari tanaman. Uap yang dihasilkan mengalami kondensasi dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi. Sebelum tiba di permukaan bumi presipitasi tersebut sebagian langsung menguap ke udara, sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi) dan sebagian lagi mencapai permukaan tanah. presipitasi yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan sebagian akan diuapkan dan sebagian lagi mengalir melalui dahan (stem flow) atau jatuh dari daun (trough fall) dan akhirnya sampai ke permukaan tanah. Air yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian lagi mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah kemudian mengalir ketempat yang lebih rendah (runoff), masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanannya menuju laut sebagian akan mengalami penguapan. Air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan keluar lagi menuju sungai yang disebut dengan aliran intra (interflow). Sebagian lagi akan terus turun dan masuk ke dalam air

tanah yang keluar sedikit demi sedikit dan masuk ke dalam sungai sebagai aliran bawah tanah (groundwater flow), dan begitu seterusnya. Proses mengenai siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar : Gambar 1. Siklus Hidrologi Karena siklus hidrologi merupakan suatu sistem tertutup, maka air yang masuk selalu sama dengan yang keluar. Hal ini dikenal dengan istilah neraca air (Soemarto,1987). Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Pengaliran Sungai adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air meresap atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan. Sering disebut dengan DAS (daerah aliran sungai) atau DTA (daerah tangkapan air). Menurut Sri Harto (1993), daerah aliran sungai merupakan daerah yang dimana semua airnya mengalir ke dalam sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. DAS disebut juga sebagai watershed atau catchment area. DAS ada yang kecil dan ada juga yang sangat luas. DAS yang sangat luas bisa terdiri dari beberapa sub DAS dan sub DAS dapat terdiri dari beberapa sub-sub DAS,

tergantung banyaknya anak sungai dari cabang sungai yang ada, yang merupakan bagian dari suatu sistem sungai utama (Asdak, 1995). DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai macam komponen dan terjadi keseimbangan dinamik antara komponen yang merupakan masukan (input) dan komponen yang merupakan keluaran (output), dimana keadaan atau pengaruh yang berlaku pada salah satu bagian di dalamnya akan mempengaruhi wilayah secara keseluruhan (Hartono, dkk, 2005). Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), berdasarkan perbedaan debit banjir yang terjadi, bentuk DAS dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : 1. Bulu burung Suatu daerah pengaliran yang mempunyai jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama. 2. Radial Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anakanak sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran semacam ini mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai. 3. Pararel Daerah pengaliran seperti ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai.

Bulu burung Radial Paralel Gambar 2. Berbagai macam bentuk DAS. Sungai mempunyai fungsi untuk mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Daerah pengaliran sebuah sungai adalah daerah yang mengalirkan airnya ke sungai tersebut. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada peta topografi. Luas daerah pengaliran berpengaruh terhadap besarnya debit yang terjadi. Semakin besar daerah pengaliran maka debit pengaliran akan semakin besar. Analisis Frekuensi Dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh hujan (A). Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (catchment area) yang kecil sampai yang besar (Soemarto, 1987). Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi

kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak terikat (independent), terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik (peluang). Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam analisis frekuensi yaitu: 1. Data maksimum tahunan: tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisis selanjutnya. Series data ini sering disebut seri data maksimum (maximum annual series). 2. Seri parsial: dengan menetapkan besaran tertentu sebagai batas bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil kemudian dianalisis dengan cara yang lazim. Metode ini lebih realitis dibandingkan metode maximum annual series sehingga beberapa ahli menyarankan menggunakan cara partial series. (Suripin, 2004). Analisis frekuensi adalah suatu analisa data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu. Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, kala ulang (return period) diartikan sebagai waktu dimana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang tersebut (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan ataupun debit tersebut akan disamai atau dilampaui K kali dalam jangka panjang L tahun, dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Sri Harto, 1993).

Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang hidrologi adalah : 1. Distribusi Normal 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log-Pearson Type III dan 4. Distribusi Gumbel Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi : Tabel 1. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Parameter Rata-rata Simpangan baku Koefisien variasi Koefisien skewness Koefisien kurtosis Sumber: Singh, 1992. X = 1 n n i=1 X i Sampel n 1 s = ( X X ) Cv = x s Cs = Ck = n 1 n n i= 1 i 1 ( X X ) ( n 1)( n 2) s 3 n 2 i n i= 1 i 3 2 ( X X) 1/ 2 ( n 1)( n 2)( n 3) s 4 i 4

Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai berikut: 2 1 ( x µ ) P '( X ) = exp 2..... (1) σ 2π 2σ dimana: P(X) X = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal). = Variabel acak kontinu µ = Rata-rata nilai X σ = Simpangan baku dari X Analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik µ dan σ. Bentuk kurvanya simetris terhadap X = µ, dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X serta mendekati sumbu datar X dan di mulai dari X = µ + 3σ dan X = µ - 3σ, nilai mean = median = modus. Luas 68,27% Luas 96, 45 % Luas 99,73 % 3σ 2σ σ x σ 2σ 3σ Gambar 3. Kurva distribusi frekuensi normal

Dari gambar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1) Kira-kira 68,27 % terletak di daerah satu deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - σ ) dan ( µ +σ ). 2) Kira-kira 95,45 % terletak di daerah dua deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 2σ ) dan ( µ + 2σ ). 3) Kira-kira 99,73 % terletak di daerah tiga deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 3σ ) dan ( µ + 3σ ). Rumus yang umum digunakan untuk distribusi normal adalah: di mana: X T = X + K T.s.. (2) X T = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan X = Nilai rata-rata hitung sampel s = Deviasi standard nilai sampel K T = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. (Suripin, 2004). Menurut Jayadi (2000), sifat khas lain yaitu nilai asimetris (koefisien skewness) hampir sama dengan nol dan dengan kurtosis 3 selain itu kemungkinan: P ( x σ ) = 15,87% P ( x ) = 50% P ( x + σ ) = 84,14%

Distribusi Gumbel Menurut Chow (1964), rumus umum yang digunakan dalam metode Gumbel adalah sebagai berikut: X = X + s. K... (3) Dengan : X = nilai rata-rata atau mean; s = standard deviasi berikut ini: Faktor frekuensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus dimana : K Y Y Tr n =... (4) S n Y n S n = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/ data n T r Y Tr = Fungsi waktu balik (tahun) = reduced variate yang dapat dihitung dengan persamaan berikut: Y Tr = -In Tr 1 In... (5) Tr Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan 1,396 dan dengan kurtosis (Ck) = 5,4002. (Wilson, 1972).

Distribusi Log Normal Jika variabel acak Y = Log x terdistribusi secara normal, maka x dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Ini dapat dinyatakan dengan model matematik dengan persamaan : dimana: Y T = Y + K T S. (6) Y T = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan Y S = Nilai rata-rata hitung sampel = Standard deviasi nilai sampel K T = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model metematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. (Singh, 1992) Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Normal adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv) atau bertanda positif. Distribusi Log Pearson Type III Parameter penting dalam Log Pearson Type III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal (Suripin, 2004).

Langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut. 1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X. 2. Hitung harga rata-rata: Log X = 1 n n i= 1 log X i... (7) 3. Hitung harga simpangan baku: n 1 s = ( log X log X ) n 1 = i 1 i 4. Hitung koefisien kemencengan: 2 1/ 2... (8) Cs = n n i= 1 ( log X log X ) ( n 1)( n 2) s 3 i 3... (9) 5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T: Log X T = log X + K.s... (10) (Linsley, et al, 1975). Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III adalah: 1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi diatas 2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung. Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data hidrologi yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah desain khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi. Suatu

garis lurus yang mempresentasikan sebaran data-data yang diplot kemudian ditarik sedemikian rupa berupa garis linier. Metode pengeplotan data dapat dilakukan secara empiris, persamaan yang umum digunakan adalah persamaan Weibull : Tr = n + 1. (11) m dimana : m n = Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil. = Banyaknya data atau jumlah kejadian. (Soedibyo, 2003). Menurut Sri Harto (2000), menyebutkan bahwa masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over estimate maupun under estimate. Uji kecocokan Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov (Suripin, 2004).

1. Uji Chi-Square Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap varian X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik (diharapkan) dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (H 0 ). Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang 2 dianalisis. Parameter X h merupakan variabel acak. Parameter X 2 yang digunakan dapat dihitung dengan rumus: X h 2 = n i= 1 ( Oi Ei) Ei 2... (12) 2 Dimana : X h G Oi Ei = parameter Chi-Square terhitung = jumlah sub kelompok = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i (Suripin, 2004). Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah dengan menentukan df atau db (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh varibel lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak (Hartono, 2004).

2. Uji Smirnov-Kolmogorov Dalam statistika, uji smirnov-kolmogorov dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu membedakan sebaran berdasarkan data hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau sampel yang diandaikan atau diharapkan. Dengan kata lain, uji smirnov-kolmogorov menguji apakah dua sampel independen berasal dari populasi yang sama atau dari populasi-populasi yang memiliki distribusi yang sama. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk menghitung frekuensi yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan nilai-nilai statistik sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan: D n = max { F 0 (x)-sn(x)}. (13) Dimana F 0 (x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi teoritik berdasarkan H 0. Untuk setiap harga x, F 0 (x) merupakan proporsi harapan yang nilainya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada perbedaan antara nilai selisih yang terbesar (Wikipedia, 2006). Chakravart, et al (1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari variabel kontinu, sehingga merupakan test of goodness of fit. Uji smirnovkolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara signifikan. Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), Uji smirnov-kolmogorov digunakan untuk pengujian sampai dimana sebaran data tersebut berdasarkan

hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H 0 : data mengikuti distribusi yang ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan. Intensitas Curah Hujan Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu kejadiaan hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi, 1987). Kurva frekuensi intensitas-lamanya adalah kurva yang menunjukan persamaan dimana t sebagai absis dan I sebagai ordinat. Kurva ini digunakan untuk perhitungan debit puncak dengan menggunakan intensitas curah hujan yang sebanding dengan waktu pengaliran curah hujan dari titik paling atas ke titik yang ditinjau di bagian hilir daerah pengaliran itu (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan suatu frekuensi kejadiannya. Penyajian secara grafik hubungan ini adalah berupa kurva Intensity-Duration- Frequency (IDF) (Loebis, 1992).

Sri Harto (1993), menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas curah hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishgura. Menurut Loebis (1992), intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus : 2 / 3 R24 24 I = (14) 24 t dimana: R t I = Curah hujan rancangan setempat (mm) = Lamanya curah hujan (jam) = Intensitas curah hujan (mm/jam) Besar intensitas curah hujan tidak sama di segala tempat, hal ini dipengaruhi oleh topografi, durasi dan frekuensi di tempat atau lokasi yang bersangkutan. Ketiga hal ini dijadikan pertimbangan dalam membuat lengkung IDF (IDF curve = Intensity-Duration Frequency Curve). Lengkung IDF ini digunakan dalam menghitung debit puncak dengan metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang dipilih (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Waktu Konsentrasi

Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai berikut : t c = 2 0,87xL 1000 xs 0,385... (15) dimana: t c = Waktu konsentrasi dalam jam, L = Panjang sungai dalam Km, S = Kemiringan sungai dalam m/m. Durasi hujan yang biasa terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun jarang terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Jika tidak diperoleh waktu konsentrasi sama dengan intensitas hujan maka perlu digunakan metode rasional yang dimodifikasi (Suroso, 2006). Koefisien Limpasan Koefisien limpasan adalah persentase jumlah air yang dapat melimpas melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah. Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien pengalirannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah

kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Eripin, 2005). Besarnya aliran permukaan dapat menjadi kecil, terlebih bila curah hujan tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Selama hujan yang terjadi adalah kecil atau sedang, aliran permukaan hanya terjadi di daerah yang impermabel dan jenuh di dalam suatu DAS atau langsung jatuh di atas permukaan air. Apabila curah hujan yang jatuh jumlahnya lebih besar dari jumlah air yang dibutuhkan untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan cadangan depresi, maka barulah bisa terjadi aliran permukaan. Apabila hujan yang terjadi kecil, maka hampir semua curah hujan yang jatuh terintersepsi oleh vegetasi yang lebat (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002). Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menampilkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka harga C semakin mendekati satu (Kodoatie dan Syarief, 2005). Di Indonesia penelitian untuk menentukan nilai C masih memberikan peluang yang cukup besar sesuai jenis penggunaan lahan dan curah hujan. Tabel diatas merupakan contoh nilai koefisien limpasan yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Pemilihan nilai C dari suatu tabel sangat subjektif. Kurang tepat

memilih nilai C maka tidak benar pula debit puncak banjir yang dihitung dengan metode rasional. Setiap daerah memiliki nilai koefisien limpasan yang berbeda (Soewarno, 2000). Nilai koefisien limpasan disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Nilai Koefisien Aliran untuk Berbagai Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan atau Bentuk Struktur Nilai C (%) Hutan Tropis < 3 Hutan Produksi 5 Semak Belukar 7 Sawah-sawah 15 Daerah Pertanian, Perkebunan 40 Jalan aspal 95 Daerah Permukiman 50-70 Bangunan Padat 70-90 Bangunan Terpencar 30-70 Atap rumah 70-90 Jalan tanah 13-50 Lapis keras kerikil batu pecah 35-70 Lapis keras beton 70-90 Taman,halaman 5-25 Tanah lapang, tegalan 10-30 Kebun, ladang 0-20 Sumber : Majalah Geografi Indonesia No.14-15 ( Soewarno, 2000). Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan persamaan berikut : C DAS = n i= 1 n C A i= 1 i A i i... (16)

dimana : A i = luas lahan dengan jenis penutup tanah i C i = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i n = jumlah jenis penutup lahan. (Suripin, 2004). Metode Rasional Menurut Gunawan (1991), bahwa pendugaan debit puncak dengan menggunakan metode rasional merupakan penyederhanaan besaran-besaran terhadap suatu proses penentuan aliran permukaan yang rumit akan tetapi metode tersebut dianggap akurat untuk menduga aliran permukaan dalam rancang bangun yang relatif murah, sederhana dan memberikan hasil yang dapat diterima (reasonable). Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi t c. Waktu konsentrasi t c tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan konstribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat t c dinyatakan sebagai run off coefficient (C) dengan nilai 0 C 1 (Chow, 1988).

Rumus ini adalah rumus yang tertua dan yang terkenal di antara rumusrumus empiris lainnya. Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan daerah pengaliran yang luas dan juga untuk perencanaan drainase daerah pengaliran yang relatif sempit. Metode rasional dapat dipandang sebagai salah satu cara praktis dan mudah. Selain itu, penerapannya di Indonesia masih memberikan peluang untuk dikembangkan. Metode ini cocok dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis (Soewarno, 2000). Bentuk umum rumus rasional ini adalah sebagai berikut : Q = 0,278.C.I.A... (17) dimana: Q C I = Debit banjir maksimum (m 3 /dtk) = Koefisien pengaliran/limpasan = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam) A = Luas daerah pengaliran (km 2 ) Arti rumus ini dapat segera diketahui yakni, jika terjadi curah hujan selama 1 jam dengan intensitas 1 mm/jam dalam daerah seluas 1 km 2, maka debit banjir sebesar 0,2778 m 3 /dtk dan melimpas selama 1 jam (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Menurut Wanielista (1990), beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah : 1. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi. 2. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap, sama dengan waktu konsentrasi.

3. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan 4. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus 2007 di DAS Percut, Kabupaten Deli Serdang. Bahan dan Alat Bahan Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data curah hujan harian selama 22 tahun terakhir (1985 2006) yang diperoleh dari Bagian Penelitian Tebu Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, Medan. 2. Data kondisi DAS Percut yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Deli Serdang. 3. Peta tata guna lahan kabupaten Deli Serdang. 4. Peta DAS Percut. Alat

Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator, komputer. 2. Grafik Skala logaritma. 3. Planimeter. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan peta. Pelaksanaan Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut : 1. Menentukan curah hujan harian maksimum untuk tiap-tiap tahun data dengan metode partial series. 2. Menentukan parameter statistik dari data yang telah diurutkan dari kecil ke besar yaitu Mean X, Standard Deviation S, Coefisient of Variation Cv, Coefisient of Skweness Cs, Coefisient of Kurtosis Ck. 3. Menentukan jenis distribusi yang sesuai berdasarkan parameter statistik yang ada. 4. Lakukan pengujian Chi-square dan Smirnov-Kolmogorov untuk mengetahui apakah distribusi yang dipilih sudah tepat. 5. Dari jenis distribusi yang terpilih dapat dihitung besaran hujan rancangan untuk kala ulang tertentu. 6. Menentukan intensitas curah hujan harian dengan metode Mononobe dalam kala ulang tertentu. 7. Penggambaran lengkung identitas curah hujan harian dengan kala ulang tertentu pada kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency).

8. Menghitung debit puncak. Kerangka Pelaksanaan Penelitian Mulai Hujan harian maksimum Parameter statistik Ditentukan jenis distribusi Uji Chi-Square dan Smirnov Kolmogorov Kurva IDF Tidak Tepat Ya Hitung nilai C Dan Luas DAS Intensitas hujan Hujan Rencana Hitung debit puncak Selesai Gambar 4. Kerangka Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Data 1. Dilakukan penentuan parameter statistik dari data curah hujan maksimum.

Prosedur : - Dihitung nilai mean X X = 1 n n i=1 X i - Dihitung standard deviasi S n 1 s = ( X X ) n 1 = i 1 i 2 1/ 2 - Dihitung koefisien varians Cv = x s - Dihitung Coefisient of Skweness Cs, Cs = n n i= 1 ( X X ) ( n 1)( n 2) s 3 i 3 - Dihitung Coefisient of Kurtosis Ck. Ck = n 2 n i= 1 ( X X) ( n 1)( n 2)( n 3) s 4 i 4 2. Penentuan pola distribusi yang tepat diantara distribusi Gumbel, distribusi Log Normal, distribusi Log Pearson Type III dan distribusi Normal. Rumus umum yang digunakan: X T = X + K T.S Nilai K dapat dilihat pada Tabel K (Lampiran 3). 3. Dilakukan pengujian distribusi dengan uji Chi-Square dan Smirnov- Kolmogorov, dimana :

Hipotesis: Ho : Distribusi frekuensi hasil observasi sesuai (fit) dengan distribusi teoritis tertentu (diharapkan). Hi : Distribusi frekuensi hasil observasi tidak sesuai dengan distribusi teoritis tertentu (diharapkan). Kriteria Pengujian : Ho diterima apabila : χ 2 hitung χ 2 (a;db) Ho ditolak apabila : χ 2 hitung > χ 2 (a;db) db = G-1 a. Uji Chi-Square Adapun prosedur uji Chi-Square adalah : Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya). Kelompokkan data menjadi beberapa G sub-group (interval kelas). Ditentukan frekuensi pengamatan sebesar Oi dan frekuensi yang diharapkan sebesar Ei untuk tiap-tiap sub-grup. Dihitung besarnya frekuensi untuk masing masing sub grup minimal 5 dengan menggunakan Tabel kurva normal (Lampiran 6). Pada tiap sub-group hitung nilai (O i E i ) 2 dan (O E 2 i i ) E i. Jumlah seluruh G sub-grup nilai Chi-Square hitung. (O E 2 i i ) E i untuk menentukan nilai Tentukan derajat kebebasan dk = G-1. Nilai kritis untuk distribusi Chi-Square dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Uji Smirnov-Kolmogorov : Prosedur pelaksanaannya adalah : Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut X 1 = P(X 1 ). Urutkan masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusi) X 1 = P (X 1 ). Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis. D = maksimum (P(X n ) P (X n ). Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga D 0 (lihat Lampiran 5). Bila nilai D dan jumlah data yang tersedia pada tabel nilai kritis D 0 sesuai, maka distribusi yang dipilih telah tepat. 4. Penentuan intensitas curah hujan harian dalam kala ulang tertentu dengan metode mononobe: I = R 24 t 24 24 2 / 3. 5. Penentuan debit puncak (Q p ): Q p = 0,278.C.I.A.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi DAS Percut Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut merupakan salah satu kawasan di Sumatera Utara yang kondisinya kritis atau rawan banjir. Secara geografis DAS Percut terletak pada 03 o 18-03 o 40 LU dan 98 o 30 99 o 00 BT, dengan sungai utama yang melaluinya adalah Sungai Percut. Sungai Percut ini mengalir dari daerah hulu yang terletak di sebagian kecil kecamatan STM Hulu dan kecamatan Sibolangit, hingga bermuara pada daerah hilir di kecamatan Percut Sei Tuan dan kemudian terus mengalir sampai ke Selat Malaka (Pantai Timur Sumatera Utara). Daerah pengaliran (catchment area) Sungai Percut berbentuk bulu burung yang meliputi beberapa bagian dari kecamatan Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Pantai Labu, Sibolangit, Tanjung Morawa, Patumbak, Biru-biru, STM Hulu dan STM Hilir. Tidak seluruh luasan dari masing-masing kecamatan tersebut masuk ke dalam daerah pengaliran Sungai Percut, akan tetapi hanya beberapa bagian saja.

Ada tiga stasiun penakar curah hujan pada DAS Percut yaitu Saentis, Batang Kuis dan Medan Amplas. Dari ketiga stasiun penakar hujan yang ada hanya Saentís dan Batang Kuis yang berfungsi dengan baik. Kedua stasiun penakar hujan ini letaknya berdekatan sehingga data curah hujan untuk daerah pengaliran Sungai Percut diwakili oleh salah satu penakar saja. Dalam hal ini penulis menggunakan data curah hujan harian dari stasiun penakar hujan Saentis. Data kondisi DAS Percut yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut. Luas total daerah pengaliran Sungai Percut (A) = 276,8 km 2 Lebar Maksimum sungai = 45 m Panjang sungai Percut (L) = 70 km. Kelerengan/kemiringan (S) = 0,02500 m Kondisi tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut terdiri dari permukiman, perkebunan, sawah, tegalan, hutan dan tambak. Permukiman di kawasan DAS Percut dapat digolongkan pada kawasan dengan kepadatan yang sedang, sebagian besar kawasan DAS Percut berupa kawasan pertanian, hutan dan perkebunan. Berdasarkan peta tata guna lahan yang ada, DAS Percut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa penggunaan lahan yang luas masing-masing lahan adalah sebagai berikut. Tabel 3. Data Penggunaan Lahan pada DAS Percut Tata Guna Lahan Luas (km 2 ) Permukiman 86,8 Hutan 23,5 Sawah 38,6 Kebun Campuran 52,6

Tegalan 4,2 Perkebunan - Tebu 26,3 - Kelapa Sawit 34,5 - Coklat 5,4 Tambak 2,2 Lainnya 2,7 Luas Total 276,8 Sumber : Data Primer Dari data diatas dapat diketahui bahwa kondisi tata guna lahan pada DAS Percut didominasi daerah pertanian dan permukiman. Analisis Curah Hujan Curah Hujan Harian Maksimum Untuk mengetahui besarnya curah hujan rencana yang terjadi di daerah pengaliran Sungai Percut, diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir pada stasiun penakar hujan yang terdekat. Data curah hujan harian yang digunakan diperoleh dari Bagian Penelitian Tebu Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, Medan yang merupakan data curah hujan harian selama 22 tahun terakhir (1985-2006), dari stasiun penakar hujan Saentís. Data curah hujan harian yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis untuk mendapatkan data curah hujan harian maksimum. Penentuan data curah hujan maksimum ini mengunakan metode partial series yang merupakan metode terbaik dibandingkan dengan metode annual maximum series. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) mengatakan bahwa metode annual maximum series merupakan metode yang kurang realitis sebab dalam metode ini, besaran data maksimum kedua dalam satu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran data maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam

analisis. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan untuk menggunakan metode Partial Series. Setelah dilakukan analisis, diperoleh data curah hujan harian maksimum selama 22 tahun terakhir. Tabel 4. Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Periode 1985-2006 di Stasiun Saentis. No R max (mm) No R max (mm) 1 95 12 105 2 96 13 108 3 97 14 108 4 98 15 112 5 100 16 120 6 100 17 131 7 102 18 133 8 103 19 162 9 104 20 165 10 105 21 176 11 105 22 210 Sumber : Data Primer Berdasarkan pada Tabel 4 di atas diperoleh bahwa curah hujan harian maksimum tertinggi sebesar 210 mm dan curah hujan harian maksimum terendah sebesar 95 mm. Penentuan Pola Distribusi Hujan Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisis data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statistik adalah sebagai berikut.