Bab 5 Ringkasan Ide Mayumi merupakan seorang penulis Kodansha Komik Nakayoshi di Jepang. Wanita kelahiran 26 Februari 1961 mengawali karir sebagai penulis komik sejak umur tujuh belas tahun. Setelah mendapatkan penghargaan dari Asosiasi perhimpunan komik pada tahun 1978 dia membuat hasil karya yang lebih baik sehingga semakin banyak orang yang menyukai komik-komiknya. Kegiatan menulis komik semata-mata dilakukan untuk menyalurkan hobi. Namun ternyata membuahkan hasil yang memuaskan pada dirinya dan juga dalam industri komik di Jepang. Komik dalam bahasa Jepang disebut Manga ( 漫画 ). Komik merupakan salah satu tulisan corat-coret orang Jepang pada sejarah yang bersamaan. Jepang merupakan salah satu negara yang memajukan kebudayaan negara lain. Sekarang komik diterima di media. Komik-komik Ide Mayumi seperti Yasei no kimi ni kubittake, Nantoka shinakucya dan Konomi haatofuru, ketiganya menceritakan kehidupan yang penuh dengan konflik baik konflik keluarga maupun konflik dalam pertemanan di sekolah. Ide Mayumi menampilkan kehidupan remaja Jepang pada saat ini seperti gaya hidup, kenakalan remaja dan perubahan sosial. 128
Dalam menulis sebuah karya satra tidak lepas dari unsur-unsur yang berada di dalamnya seperti alur, karakter dan pesan moral. Alur (plot) merupakan kerangka cerita. Alur erat kaitannya dengan karakter yaitu sifat atau prilaku tokoh dalam cerita. Pesan moral merupakan pesan atau amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Daya tarik seseorang dalam membaca cerita rekaan bahwa cerita menimbulkan keingintahuan dan menarik pembaca untuk menelusuri mengapa hal itu terjadi baik pada permulaan, tengah maupun akhir. Alur tidak hanya menyangkut peristiwa namun juga cara pengarang mengurutkan peristiwa itu. Penokohan dan karakteristik sering juga disamakan artinya yaitu menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Di dalam alur terdapat tujuh unsur yaitu Paparan (Exposition) yang artinya memaparkan awal cerita. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik dan tokoh-tokoh. Rangsangan (Inciting Moment) merupakan peristiwa mulai adanya masalah-masalah. Pengarang berusaha menampilkan peristiwa (konflik) yang menarik perhatian pembaca. Penggawatan (Rising Action) merupakan peningkatan konflik. Masalah yang dimunculkan semakin dikembangkan kadar intensitasnya. Perumitan (Complication) merupakan konflik yang semakin sulit. Cerita semakin dibuat menegangkan. 129
Klimaks (Climax) merupakan penyelesaian konflik. Peleraian (Falling Action) merupakan bagian yang berisi bagaimana penyelesaian sebuah cerita. Penyelesaian (Denouement) merupakan penyelesaian sebuah cerita. Pesan moral ada dua macam, yaitu pesan moral yang disampaikan secara langsung dan pesan moral yang disampaikan secara tidak langsung. Pesan moral yang disampaikan secara langsung identik dengan pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian penjelasan. Bentuk penyampaian tidak langsung hanya tersirat dalam cerita berpadu secara koherensif dengan unsur cerita yang lain. Dalam hal ini pengarang berusaha menyembunyikan pesan dalam teks dan pembaca berusaha menemukannya lewat teks cerita. Dalam hal isi sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama. Keduanya berurusan dengan manusia dalam masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usaha untuk mengubah masyarakat itu. Menurut Wellek dan Warren sosiologi sastra dianggap sebagai pendekatan yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Sastra karya pengarang besar melukiskan kecemasan, harapan dan aspirasi manusia dan karena sastra juga akan selalu mencerminkan nilai-nilai dan perasaan sosial, dapat diramalkan bahwa semakin sulit mengadakan analisis terhadap sastra sebagai cermin masyarakatnya sebab masyarakat semakin rumit. 130
Masyarakat Jepang pada saat ini dihadapkan pada masalah bagaimana budaya baru yang dapat menghidupkan kembali orang-orang yang menderita karena penyakit sosial seperti ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Masyarakat Jepang disebut sebagai masyarakat yang kurang rasa sosialnya. Orang-orang telah diberi otonomi dan masing-masing telah putus hubungan dengan yang lain. Orang-orang yang demikian ini semakin bertambah khususnya pada generasi muda. Masyarakat Jepang telah kehilangan batasan-batasan masyarakat, karena kurangnya batasan masyarakat dan moralitas sosial, masyarakat cenderung berperilaku bebas dan tidak peduli terhadap yang lain. Dalam sebuah masyarakat selalu terjadi interaksi sosial, yaitu aspek kelakuan yang terdapat dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dalam tradisi masyarakat Jepang interaksi sosial didasari oleh hubungan manusia yang bersifat budaya. Yaitu hubungan sosial yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh nilai-nilai yang memperhitungkan untung rugi melainkan diikat oleh sifat Shinzoku teki atau ikatan kekerabatan semu dalam kehidupan kelompok. Banyak perbedaan yang terlihat antara pandangan hidup serta pola tingkah laku kaum muda Jepang sebelum dan sesudah perang. Pandangan hidup serta tingkah laku kaum muda Jepang setelah perang dalam beberapa hal masih merupakan 131
masalah yang rumit sehubungan dengan integrasi kaum muda dalam masyarakat. Kaum muda Jepang mengatakan bahwa tujuan hidup adalah untuk hidup sesuai dengan selera pribadi atau hidup sehari-hari yang bebas dari kegelisahan nampaknya sangat bertentangan dengan intensitas yang mengasingkan mereka satu dengan yang lain dan menyebabkan mereka berusaha mengesampingkan teman. Kecenderungan egosentris merupakan ciri khas kaum muda Jepang dewasa ini. Beberapa fakta memperlihatkan masalah yang terjadi dalam tingkah laku kaum muda Jepang disebabkan oleh perubahan keadaan masyarakat yang terjadi karena pertumbuhan pesat dalam perekonomian. Ciri yang menyolok dari kaum muda Jepang yang sangat terlihat dalam kehidupan yakni sikap tidak peduli terhadap sesama. Sikap otoriter yang menuntut kepatuhan otomatis kepada perintah orang tua yang didukung oleh moralitas sistem keluarga tradisional tidak lagi dianggap sebagai nilai yang tinggi. Permasalahan yang sering muncul di dalam perkembangan remaja di Jepang adalah larutnya nilai-nilai kehidupan tradisional mayarakat Jepang ke dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Secara psikologis dalam kehidupan remaja di Jepang, perilaku seks bebas merupakan salah satu hal yang wajar dilakukan. Mereka beranggapan bahwa kesenangan merupakan hal yang dipentingkan atau diutamakan selama tidak merugikan orang lain. 132