BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

SIKAP ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB C/C1 SHANTI YOGA KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Disabilitas adalah suatu bentuk akibat dari keterbatasan seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lansia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. masa keserasian bersekolah. Umur anak sekolah dasar adalah antara 6-12 tahun.

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI DESA CELEP KECAMATAN KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata. yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010).

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalender atau 40 minggu atau 280 hari (Megasari, 2015). Kehamilan secara umum

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. penduduk muda yaitu umur tahun. Menurut Badan Pusat Statistik DIY

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data statistik yang dikeluarkan World Health Organization. (WHO) sebagai badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan, perawatan, dan kontrol dari orang lain (Kartono, 2009). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. World Health Organization (WHO), di tahun 2012 ada 14,1 juta kasus baru kanker

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur keseimbangan asambasa

BAB I PENDAHULUAN jiwa dan Asia Tenggara sebanyak jiwa. AKI di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam suatu sistem sosial (Friedman, 2010). Setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. reaksi fisik maupun psikologis yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Priyoto,

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat menyerang berbagai organ

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan yang memasuki usia premenopause akan melonjak dari 107 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sudah tercantum dalam Firman Allah SWT Al-Qur an, QS. Al- penyusuan dan apabila keduanya ingin menyapih (sebelum 2 tahun)

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tork, et al (dalam Ramawati, 2011) setiap orangtua. menginginkan anak yang sehat dan mandiri. Namun, pada kenyataannya

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir setiap pasangan yang menikah menganggap keluarga yang akan dibentuk belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal diharapkan akan membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi seluruh keluarga. Namun tidak sedikit dari mereka yang kebahagiaannya berubah menjadi kekecewaan saat mengetahui bahwa anak yang dilahirkan memiliki kelainan fisik (yang tampak secara langsung) ataupun psikis (yang tidak tampak secara langsung). Salah satu kelainan psikis (mental) yang sampai saat ini masih membutuhkan banyak perhatian adalah retardasi mental. Menurut World Health Organization (1990), retardasi mental atau yang sering disebut sebagai tunagrahita adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Sedangkan Trainer (2001) menyatakan bahwa retardasi mental bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan suatu keadaan individu yang menunjukkan gangguan fungsi intelektual yang dimulai pada masa perkembangan dan termanifestasi pada gangguan belajar dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Diperkirakan prevalensi retardasi mental di negara-negara berkembang yaitu antara 1-3% dari total populasi (WHO, 2002). Berdasarkan hasil sensus di Suwon, Korea Selatan tahun 2002 menunjukkan bahwa 12,5 per 1000 populasi menderita retardasi mental (Yim, et al., 2002). Pada tahun 1994/1995 prevalensi retardasi mental menurut hasil survei Kesehatan Nasional di Amerika Serikat adalah 14,8 per 1

2 1000 populasi (Larson, et al., 2001). Kemudian di Indonesia jumlah retardasi mental cukup tinggi, mencapai 6,6 juta orang atau 3% dari jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa (ANTARA News, 2007). Di Yogyakarta, jumlah penyandang retardasi mental terus bertambah setiap tahun. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Provinsi DIY tahun 2006, jumlah anak retardasi mental di Yogyakarta sebanyak 1256 anak (32,56%), dengan kasus terbanyak di Kabupaten Gunung Kidul (30,01%), kemudian diikuti oleh Kabupaten Sleman (22,85%), Kabupaten Bantul (21,1%), Kabupaten Kulon Progo (17,2%), dan Kota Yogyakarta (8,84%). Sedangkan pada tahun 2009 pelajar retardasi mental atau tunagrahita di seluruh SLB C di Yogyakarta berjumlah ±3000 orang (Sumaryanti, 2009). Jumlah penyandang tunagrahita sesungguhnya diperkirakan jauh lebih besar mengingat penyandang yang tidak disekolahkan sulit terdeteksi. Anak dengan retardasi mental memiliki keterbatasan dalam fungsi mental dan keterampilan komunikasi, menjaga diri sendiri, dan keterampilan sosial. Keterbatasan ini akan menyebabkan anak belajar dan berkembang lebih lambat daripada anak lain. Mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan menjaga kebutuhan personalnya, seperti memakai baju dan makan. Mereka juga punya masalah belajar di sekolah. Sebenarnya mereka bisa belajar tetapi itu akan memakan waktu lebih lama dan ada beberapa hal juga yang mereka tidak bisa pelajari. Kondisi ini mengakibatkan anak retardasi mental membutuhkan upaya keras dari kedua orangtuanya dalam membesarkan dan mengasuhnya. Peranan ini adalah pekerjaan yang berat dan berlangsung selamanya bagi kedua orangtua sehingga bisa

3 menimbulkan tekanan dan stres yang berkepanjangan. Menurut Maramis (1994), orang tua merasakan tekanan karena tidak mengetahui bagaimana cara penanganan atau pengasuhan anak yang mengalami retardasi mental secara efektif. Sikap umum masyarakat terhadap retardasi mental juga bisa menambah stres orangtua. Masyarakat saat ini dengan teknologi tinggi mengutamakan pendidikan dan kemampuan intelektual, sehingga mereka tidak begitu toleran terhadap penderita retardasi mental. Hal inilah yang membuat masih banyak orangtua menganggap bahwa mempunyai anak retardasi mental merupakan suatu aib sehingga mereka takut dikucilkan masyarakat jika aib tersebut diketahui. Kondisinya akan berbeda saat mereka mempunyai anak yang normal. Ketika membesarkan anak yang normal, mereka tidak mengalami kesulitan yang cukup berarti karena anak normal tidak membutuhkan penanganan, perlakuan dan perawatan khusus yang perlu dilakukan oleh orangtua sepanjang hidup anak. Banyaknya beban inilah yang membuat stres menjadi lebih kuat. Stres yang kuat diibaratkan bagai angin kencang yang mematahkan layar dan membalikkan perahu layar. Seseorang mengalami stres umumnya mengalami gangguan pada fisik, emosi, pikiran dan perilakunya. Mereka juga sering merasa tegang, tidak mampu berpikir secara rasional, mudah marah, sedih, cemas bahkan depresi. Akibatnya tugas seharihari tidak dapat dikerjakan dengan baik sehingga dalam jangka panjang bisa menghambat berfungsinya individu dalam kehidupan (Kumolohadi, 2002). Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Hughes dan Liberman (1993) menyebutkan orang tua yang memiliki anak berkelainan 33% mengalami

4 depresi dan kecemasan dan 31% mengalami stres mengindikasikan keluarga tersebut mengalami fungsi yang kurang baik karena dapat memicu masalah antar anggota keluarga misalnya masalah dengan saudara kandung, cemburu dan hubungan yang tidak baik, penarikan diri dari lingkungan, dan harga diri rendah. Karena banyaknya dampak buruk akibat meningkatnya stres yang dialami oleh orangtua, maka dibutuhkan suatu cara untuk membuat keadaan menjadi lebih nyaman melalui pengurangan keadaan stres. Salah satunya adalah dengan adanya dukungan sosial yang bisa didapatkan dengan berbagai cara, misalnya dengan membentuk kelompok swabantu (self help group). Kelompok swabantu (self help group) atau yang sering disebut juga sebagai kelompok yang saling menolong, saling membantu, atau kelompok dukungan adalah suatu kelompok yang menyediakan dukungan bagi setiap anggota kelompok (Ahmadi, 2007). Kelompok yang terdiri dari orang-orang yang memilki masalah yang sama ini dapat memungkinkan setiap anggotanya untuk dapat mengungkapkan perasaannya, ketakutan-ketakutannya, dan menceritakan semua masalahnya sehingga anggota lainnya bisa mencarikan solusi atau cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Jadi, diharapkan dengan dibentuknya kelompok swabantu yang beranggotakan beberapa orangtua dengan anak retardasi mental, maka orangtua yang memiliki anak retardasi mental ini bisa mengeksplorasi perasaannya dengan bebas tanpa ada keraguan dan akhirnya mampu mempengaruhi tingkat stres mereka. Hal ini tidak hanya bisa diungkapkapkan saja tapi harus melalui suatu pembuktian secara empirik

5 bahwa pembentukan kelompok swabantu (self help group) dapat menurunkan tingkat stres orangtua dengan anak retardasi metal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan fenomena di SLB Negeri 3 Yogyakarta bahwa orangtua yang memiliki anak retardasi mental memiliki banyak beban dan masalah yang berkaitan dengan anaknya, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : apakah kelompok swabantu (self help group) dapat menurunkan tingkat stres orangtua dengan anak retardasi mental? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh kelompok swabantu (self help group) terhadap tingkat stres orangtua dengan anak retardasi mental. 2. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik orangtua baik ibu atau bapak dengan anak retardasi mental di SLB Negeri 3 Yogyakarta 2. Untuk mengetahui tingkat stres orangtua sebelum dilakukan terapi kelompok swabantu (self help group) pada kelompok eksperimen (pretest). 3. Untuk mengetahui tingkat stres orangtua kelompok kontrol pada observasi awal (pretest).

6 4. Untuk mengetahui tingkat stres orangtua sesudah dilakukan terapi kelompok swabantu (self help group) pada kelompok eksperimen (posttest). 5. Untuk mengetahui tingkat stres orangtua kelompok kontrol pada observasi akhir (posttest). D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Orangtua dengan Anak Retardasi Mental yang bersekolah di SLB Negeri 3 Yogyakarta Sebagai salah satu metode dalam menurunkan tingkat stres sehingga diharapkan pengasuhan terhadap anaknya menjadi lebih berfungsi. 2. Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi penting bagi ilmu keperawatan dalam pemberian terapi untuk mengurangi beban dan masalah yang ditanggung oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental. 3. Bagi Institusi SLB Negeri 3 Yogyakarta Sebagai masukan bagi institusi untuk menangani masalah retardasi mental tidak hanya dari pihak anak saja tetapi mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh orangtuanya juga. 4. Bagi Peneliti Lain Sebagai acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang keperawatan khususnya tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan anak retardasi mental.

7 E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, belum ada yang meneliti tentang pengaruh kelompok swabantu (self help group) terhadap tingkat stres orangtua dengan anak retardasi mental. Akan tetapi terdapat penelitian lain yang berkaitan yaitu : 1. Wahidin R. Sako (2006) dengan judul Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Orangtua Tunagrahita dengan Sikap Penerimaan Orangtua terhadap Anak di SDLB C Tunagrahita YPPLB Cendrawasi Makassar. Persamaan dari penelitian ini adalah populasi atau subyek yang diteliti. Perbedaannya terdapat pada jenis penelitian dengan pendekatan analisis cross sectional, lokasi penelitian, variabel yang diteliti, dan teknik sampling yang menggunakan teknik total sampel. 2. Aryani (2001) dengan judul Hubungan antara Penerimaan Ibu dengan Kematangan Sosial Anaknya yang menyandang Tunagrahita. Metode penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional, lokasi penelitian, dan variabel yang diteliti adalah perbedaan dari penelitian ini. Persamaannya terletak pada populasi yang diteliti. 3. Dwi Retnoningrum (2008) dengan judul Hubungan antara Pengetahuan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Autisme dengan Tingkat Stres Ibu di SLB Autisme DI Yogyakarta. Persamaannya dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti yaitu tingkat stres, sedangkan perbedaannya adalah dari subyek, metode penelitian, tehnik sampling yang digunakan dan lokasi penelitian. Subyek dari penelitian Dwi

8 Retnoningrum ini adalah ibu dengan anak autis, metode penelitiannya adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional, tehnik sampling yang digunakan yaitu quota sampling dan mengambil lokasi penelitian di SLB Autisme. 4. Hubungan antara Sikap Keluarga dengan Perkembangan Sosial Anak Retardasi Mental di SLB Negeri Pembina Yogyakarta oleh Elly Junalia (2008). Perbedaannya terdapat pada teknik sampling yang menggunakan teknik total sampling, lokasi penelitian, variabel penelitian, jenis penelitiannya yaitu penelitian non eksperimental yang bersifat kuantitatif, dan rancangan peneltian dengan cross sectional. Terdapat persamaan dari subyek yang diteliti yaitu keluarga termasuk orangtua dari anak retardasi mental.