BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. DAS sebagai suatu sistem hidrologi

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

II. TINJAUAN PUSTAKA Daur Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

SKRIPSI ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU MENGGUNAKAN MW-SWAT. Oleh : MOHAMAD HAMDAN F

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Ward, 1967)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

Surface Runoff Flow Kuliah -3

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemandirian menurut Barnadib (dalam Anastasia, 2009:5) meliputi perilaku

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

Universitas Gadjah Mada

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

DAERAH ALIRAN SUNGAI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian mengenai sebaran bahaya erosi serta respon aliran ini adalah :

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehilangan air pada suatu sistem hidrologi. panjang, untuk suatu DAS atau badan air seperti waduk atau danau.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II 1

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Siklus hidrologi

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

BAB 1 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Perubahan Siklus Air Yang Memicu Kelangkaan Air Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

dilakukan pemeriksaan (validasi) data profil sungai yang tersedia. Untuk mengetahui

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

I. PENDAHULUAN. Sudah lebih dari dua dekade terakhir banyak publikasi penelitian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Air adalah sebuah sumber yang secara alami mengikuti siklus hidrologi, yang pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan dengan tanpa awal dan akhir yang dapat digambarkan sebagai sebuah sistem. International Glossary of Hidrology,1974 dalam Asdak (2004) hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk hidup. Sirkulasi hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dan di dalamnya terjadi berbagai proses secara kontinyu (Chow et.al.,1988). Air berevaporasi dari lautan, danau, sungai, dan permukaan tanah ke atmosfer. Di atmosfer uap air dipindahkan dan diangkat sampai terkondensasi dan jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan. Dalam perjalanannya menuju bumi sebagian hujan kembali dievaporasikan ke atmosfer. Air yang sampai di bumi sebagian diintersepsi oleh vegetasi, masuk ke dalam tanah melalui permukaan (infiltration), mengalir sebagai aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran permukaan (surface runoff) menjadi debit. Sebagian besar air yang diintersepsi dan mengalir di permukaan kembali ke atmosfer melalui evaporasi. Air yang diinfiltrasi dapat terperkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam dan mengisi air bawah tanah, kemudian muncul sebagai mata air di sungai, akhirnya kembali ke laut atau menguap ke atmosfer. Energi panas matahari akan menyebabkan air laut, sungai, saluran dan danau atau waduk berubah bentuk menjadi uap air. Proses perubahan ini disebut evaporasi (evaporation). Evaporasi mempunyai arti penting dalam perpindahan tenaga antara permukaan dan udara di atas. Tenaga yang digunakan untuk evaporasi air ini disebut tenaga pendam (latent energy). Tenaga pendam terperangkap dalam molekul air ketika air berubah dari cair menjadi gas. Air yang masuk ke atmosfer 88% berasal

dari lautan yang terletak diantara 60º lintang utara dan 60º lintang selatan. Sebagian besar air yang terevaporasi dari lautan akan kembali ke lautan secara langsung. Sebagian lagi akan terangkut di atas permukaan tanah sebelum menjadi hujan. Uap air mungkin akan terkondensasi berubah kembali menjadi air, dan selanjutnya melepaskan panas pendam (latent heat) yang berubah menjadi panas sensibel (sensible heat) yang menghangatkan udara di sekelilingnya. Udara panas ini akan terangkat ke atas dan mengalami proses pendinginan. Proses ini disebut kondensasi (condensation) yang menghasilkan tetesan air. Tetesan air saling berpegangan menjadi tetesan yang lebih besar sampai mencapai ukuran yang cukup besar untuk jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan (precipitation). Ketika hujan mencapai permukaan, sebagian akan tertahan oleh tumbuhtumbuhan dan sebagian lagi akan jatuh langsung ke permukaan tanah. Air hujan yang terkumpul di daun atau batang tumbuh-tumbuhan disebut intersepsi (interception). Jumlah air yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan tergantung pada jenis tumbuhtumbuhan. Air tertahan di permukaan daun sampai hal ini menetes ke bawah sebagai jatuh tidak kedap (through fall) atau mengalir ke bawah melalui batang daun yang akhirnya mencapai permukaan tanah sebagai aliran batang (stem flow). Sebagian air yang tertahan akan menguap kembali ke atmosfer, dan disebut kehilangan intersepsi (interception loss). Setelah mencapai tanah, sebagian air akan menyusup ke dalam tanah ke dalam zona air tanah. Proses ini disebut infiltrasi (infiltration). Sebagian lagi mungkin akan mengalir di atas permukaan sebagai air limpasan (runoff). Proses infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tekstur tanah kasar akan terisi lebih cepat dibandingkan dengan tekstur tanah halus karena ruang pori yang lebih kecil dalam satu unit volume tanah. Oleh karena itu air limpasan akan terjadi lebih cepat pada tekstur tanah halus. Tumbuh-tumbuhan juga mempengaruhi besarnya infiltrasi Contoh, infiltrasi pada tanah dengan tumbuh-tumbuhan hutan lebih tinggi dari pada tanah telanjang (bare soils). Akar tanaman melonggarkan dan menciptakan pembuluh dimana air dapat masuk ke dalam tanah dengan lebih mudah. Daun dan sampah di atas permukaan mengurangi dampak hujan yang jatuh, sehingga efek erosi permukaan tanah bisa dihilangkan atau dikurangkan. Faktor lain yang mempengaruhi

infiltrasi adalah intensitas hujan, kemiringan lahan dan kadar kelembaban tanah. Semakin besar intensitas hujan, semakin besar pula infiltrasi yang mungkin terjadi. Ketika terjadi hujan yang cukup besar, tanah mungkin menjadi jenuh (saturated), dan penambahan hujan akan menyebabkan air tidak dapat masuk secara efektif ke dalam tanah lagi. Air limpasan permukaan akan mengalir secara cepat ke saluran atau sungai, sehingga meningkatkan debit aliran. Sebagian air yang menyusup ke dalam tanah akan mengalir secara mendatar sebagai aliran antara (interflow). Air ini mengalir perlahan-lahan menerusi akuifer ke dalam sungai atau kadangkala langsung menuju ke laut. Air yang menyusup juga menghidupkan tumbuhan, sehingga proses transpirasi (transpiration) daun-daun atau batang atau ranting tumbuhan terjadi. Aliran limpasan permukaan dan aliran antara dikenal sebagai air limpasan langsung (direct runoff), dan bergerak dari kawasan tadahan ke saluran keluar. Secara umum, air limpasan langsung merupakan penyebab utama terjadinya aliran puncak, dan air limpasan langsung terjadi dari air hujan berlebih. Selisih antara hujan sebenarnya dengan hujan berlebih terdiri dari intersepsi (interception), tampungan lekukan (depression storage) dan kelembaban tanah yang terevaporasi atau mengalir ke dalam sistem air bawah tanah. Sebagian air di atas permukaan tanah menguap kembali dalam bentuk uap, sebagian besar mengalir masuk ke dalam saluran dan mengalir sebagai air limpasan permukaan. Permukaan air sungai dan danau juga menguap, oleh karena itu kehilangan air masih banyak lagi terjadi di sini. Akhirnya, air yang tidak terinfiltrasi atau teruapkan, akan mengalir kembali ke laut mengikuti saluran sungai. Gambar 1 menunjukkan skema siklus hidrologi Keseimbangan hidrologi adalah keseimbangan antara total masukan (input) dengan total output. Dalam sistem DAS keseimbangan hidrologi digambarkan sebagai hubungan antara hujan sebagai input dengan debit sebagai output dan karakteristik serta proses sebagai struktur sistemnya. Output dari sistem DAS tidak hanya terbatas pada debit, tetapi juga berupa zat kimia dan sedimen yang ikut terbawa aliran. Dasar keseimbangan tersebut adalah siklus hidrologi.

Gambar 1. Siklus Hidrologi B. Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Paimin et. al. (2006), Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang terpisah dari wilayah lain di sekitarnya karena adanya pemisah alam berupa topografi yaitu punggung bukit atau gunung, yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama menuju laut atau danau. Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat terdiri dari beberapa Sub DAS atau Sub-sub DAS sehingga luas DAS dapat bervariasi tergantung dari penempatan titik pengukuran. Sub DAS merupakan bagian wilayah dari suatu DAS yang berupa bentuk satuan daerah tangkapan air. Setiap DAS memiliki karakter masing-masing yang merupakan hasil dari interaksi seluruh faktor yang ada dalam ekosistem DAS, baik yang memiliki sifat kerentanan atau degradasi dan potensi. Faktor tersebut dapat berupa interaksi alam dari vegetasi, tanah, air hujan, dan intervensi manusia dalam penggunaan lahan. Karakteristik DAS dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan DAS (Paimin et. al., 2006).

Menurut Suripin (2004), karakteristik DAS akan berpengaruh besar terhadap besarnya aliran permukaan. Karakteristik tersebut adalah (a) luas dan bentuk DAS, (b) topografi, dan (c) tata guna lahan. Semakin besar luas DAS, semakin besar pula volume aliran permukaan. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit akan menghasilkan aliran permukaan yang kecil dibanding dengan DAS yang memiliki bentuk melebar atau melingkar. Hal ini karena pada DAS yang memanjang, aliran permukaan akan membutuhkan waktu lama untuk terkonsentrasi pada suatu titik. Topografi akan berpengaruh terhadap kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit atau saluran. Volume aliran permukaan akan lebih besar pada DAS yang memiliki kemiringan curam dan saluran yang rapat dibanding dengan DAS yang landai, terdapat cekungan-cekungan, dan jarak antar parit atau saluran jarang. Pengaruh tata guna lahan dinyatakan dengan koefisien aliran permukaan (C), yaitu perbandingan antara besar aliran permukaan dengan besar curah hujan. Dengan kisaran 0-1, semakin rusak suatu DAS, harga C mendekati satu yang berarti hampir semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan dan sedikit sekali yang berinfiltrasi ke dalam tanah. DAS berfungsi sebagai penampung air hujan, penyimpanan, dan pendistribusian menuju sungai dan saluran lainnya. Gangguan fungsi DAS yang marak terjadi pada saat ini akan berdampak pula terhadap sistem hidrologi (Suripin, 2004) Batas alami dari DAS ditentukan berdasarkan pembatas drainase yang biasanya berupa punggungan gunung atau perbukitan yang membatasi sebuah sungai utama beserta anak-anak sungainya. Batas alami DAS merupakan hasil dari proses geomorfologi dan hidrologi. Daerah hulu dari suatu DAS berperan sebagai lingkungan pengendali (conditioning environment). Sedangkan daerah hilir merupakan daerah penerima (acceptor) bahan dan energi, atau lingkungan konsumsi atau lingkungan yang dikendalikan (commanded environment). Menurut Sinukaban (2007), perubahan yang terjadi pada suatu DAS dari segi hidrologi dapat mempengaruhi bagian lain dalam DAS tersebut. Penanganan suatu DAS harus meliputi penanganan sebagai suatu

kesatuan sistem dengan bagian DAS lainnya sehingga perbaikan DAS dapat berjalan efektif. Terganggunya salah satu komponen pada sistem alam sumberdaya alam akan berpengaruh terhadap komponen lainnya dalam sistem. Identifikasi berbagai komponen biofisik hidrologis dan sosial ekonomi kelembagaan DAS merupakan kunci dalam program monitoring dan evaluasi (monev) kinerja DAS, yaitu dalam upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan DAS. Kriteria dan indikator untuk mengukur kinerja DAS dapat terlihat pada Lampiran 1. C. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi berbasis komputer, yang digunakan untuk memproses data spasial yang ber-georeferensi (berupa detail, fakta, kondisi, dan sebagainya) yang disimpan dalam suatu basis data dan berhubungan dengan persoalan serta keadaan dunia nyata (real world). Manfaat SIG secara umum memberikan informasi yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis. Secara fundamental SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis yaitu model data vektor dan model data raster. Data vektor merupakan informasi posisi point, garis dan polygon disimpan dalam bentuk x,y koordinat. Suatu lokasi point dideskripsikan melalui sepasang koordinat x,y. Bentuk garis, seperti jalan dan sungai dideskripsikan sebagai kumpulan dari koordinat-koordinat point. Bentuk poligon, seperti zona project disimpan sebagai pengulangan koordinat yang tertutup. Sedangkan data vektor merupakan sekumpulan grid atau sel seperti peta hasil scanning maupun gambar atau image. Masing-masing grid atau sel atau pixel memiliki nilai tertentu yang bergantung pada bagaimana image tersebut digambarkan. Untuk menggambarkan objek atau features permukaan bumi di atas layar komputer, kita memerlukan suatu sistem penggambaran yang merepresentasikan

keadaan bumi sebenarnya yang kita sebut sebagai proyeksi. Proyeksi kita gambarkan dalam sistem koordinat cartesian, yang umumnya kita kenal dalam unit X dan Y. Sistem proyeksi yang sering digunakan dalam SIG yaitu proyeksi longitud latitud (Longlat) dan Universal Tansverse Mercator (UTM). Proyeksi longitud latitud (Geographic Coordinat Systems) digunakan untuk menggambarkan keadaan global. Satuan units yang digunakan adalah degree ( o ). Satuan derajat ini dilambangkan dengan satuan decimal degree, DMS (degree minute second) dan DM (degree minute decimals). Proyeksi longlat didasari dari bentuk bumi spheroid, yang dibagi atas garis tegak yang mengiris bumi dari belahan bumi utara hingga ke kutub selatan yang dinamakan garis meridian dan garis-garis melintang yang membagi bumi dari timur hingga ke barat yang dinamakan garis paralel. Perubahan nilai garis meridian terjadi secara vertikal sepanjang garis horizontal yang kita sebut sebagai longitud atau titik X. Sedangkan garis paralel berubah secara horizontal sepanjang garis vertikal dan kita sebut sebagai latitud atau titik Y. Umumnya Indonesia menyebut Bujur Timur untuk menamakan eastern dan bujur barat untuk western, sedangkan belahan bumi utara atau northern disebut sebagai lintang utara dan sebaliknya belahan bumi selatan atau southern disebut sebagai lintang selatan. Penerapan proyeksi longlat untuk negara-negara di seluruh dunia seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Proyeksi Longlat Untuk Negara-Negara Di Seluruh Dunia

Proyeksi Universal Transverse Mercator (projected coordinat systems) digunakan untuk menyatakan proyeksi yang lebih detail dan bersifat lokal. Satuan unit yang digunakan adalah meter, proyeksi ini didasarkan pada asumsi bahwa jarak datar di permukaan bumi akan homogen setiap lebar 6 o antar garis meridian dan 8 o antar garis paralel. Dengan demikian apabila perhitungan dimulai dari titik -180 o W hingga 180 o E terdapat 60 zona, tiap zona dinamakan zona 1, zona 2, dan seterusnya hingga zona 60. Kemudian untuk menghitung zona paralel, dimulai dari titik paling selatan yang dianggap masih memungkinkan adalah 80 o S hingga 84 o N, tiap lebar 8 o disebut sebagai satu zona dengan perlambangan huruf, jadi dihitung dari paling selatan 80 o S adalah zona A, zona B, dan seterusnya hingga zona X, kecuali penamaan untuk huruf i dan o yang tidak digunakan. Sehingga semuanya ada 22 zona. Penerapan proyeksi UTM untuk negara-negara di seluruh dunia seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3. Proyeksi UTM Untuk Negara-negara Di Seluruh Dunia

D. Soil and Assessment Tool ( SWAT) SWAT adalah model hidrologi skala DAS yang dikembangkan oleh Jeff Arnold dari USDA Agricultural Research Service (ARS) awal tahun 1990-an. SWAT dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, pestisida dan kimia hasil pertanian. Dalam WASWC (2009) SWAT merupakan gabungan beberapa model yang dikembangkan ARS, seperti Simulator for Water Resources in Rulal Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS), Groundwater Loading Effects on Agricultural Management System (GREAMS), (dan Erosian Productivity Impact Calculator (EPIC). Neitsch et. al. (2001) dalam WASMC (2009) SWAT merupakan model hidrologi berbasis proses fisika (physically based model) yang memerlukan informasi spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi, vegetasi dan praktek pengelolaan lahan yang terjadi di dalam DAS. Proses-proses fisika yang berhubungan dengan pergerakan air, sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus hara dan sebagainya secara langsung dapat dimodelkan oleh SWAT. Proses yang dimodelkan SWAT yang terjadi di dalam DAS didasarkan kepada neraca air. Persamaan neraca air yang berlaku pada model SWAT sebagai berikut : = + (1) Dimana Sw t adalah kandungan air tanah akhir (mm), Sw o adalah kandungan air tanah permulaan hari 1 (mm) t adalah waktu (hari), R day adalah jumlah curah hujan pada hari i (mm), Q surfc adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), E a adalah jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm), W seep adalah jumlah air yang masuk kedalam zona vadose pada profil tanah pada hari i (mm), dan Q gw adalah jumlah air yang merupakan air kembali. Deliniasi DAS sebagai areal penelitiaan dilakukan menggunakan Digital Elevation Model (DEM). DEM membatasi areal penelitian berdasarkan topografi alaminya. Dalam simulasi, DAS dibagi menjadi beberapa Sub DAS, Sub Das adalah

pembagian atau pengelompokan berdasarkan kesamaan penggunaan lahan dan tanah, atau sifat lain yang berpengaruh terhadap siklus hidrologi, dimana setiap Sub DAS mempunyai sungai utama, penggunaan Sub DAS dalam simulasi sangat bermanfaat jika perbedaan dalam DAS didominasi oleh penggunaan lahan dan tanah, perbedaan tersebut akan mempengaruhi sifat hidrologi, sehingga secara spesial dapat dibandingkan areal-areal yang berbeda di dalam DAS. Untuk mendapatkan Hidrology Response Unit (HRU) sebagai unit analisis dilakukan tumpang tindih (overlay) antara peta tanah dengan peta penggunaan lahan, HRU yang terbentuk selanjutnya dihubungkan dengan data iklim yang sudah di-entry menggunakan format file.pcp dan file.tmp. Simulasi dijalankan setelah periode simulasi ditentukan. Neitsch et. al. 2001 dalam WASMC (2009) hasil simulasi SWAT dapat dilihat pada tingkat Sub DAS, HRU maupun sungai. Pada tingkat Sub DAS dan HRU, informasi yang diperoleh meliputi jumlah curah hujan, evapotranspirasi potensial dan aktual, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral, dan total hasil air yang dihasilkan selama periode simulasi. Sedangkan pada tingkat sungai adalah jumlah aliran yang masuk dan keluaran sungai utama. Jumlah air yang hilang melalui penguapan dan rembesan selama periode simulasi.