Sayed Umar* dan Magdalena Maharani** *)Staf Pengajar Departemen Peternakan FP USU, **)Alumni Departemen Peternakan FP USU

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

Semen beku Bagian 1: Sapi

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

Semen beku Bagian 1: Sapi

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus yang berasal dari daerah Simme di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

Addition on Sperm Quality in Goat Semen Diluted with Various Solutions)

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

L.N. Varasofiari, E.T. Setiatin, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRACT ABSTRAK

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

Korelasi Motilitas Progresif dan Keutuhan Membran Sperma dalam Semen Beku Sapi Ongole. Terhadap Keberhasilan Inseminasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL. Simmental Semen s Quality

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

BAB III MATERI DAN METODE

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW

PENGARUH MEDIA PENGENCER TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA BEKU SAPI PO

SKRIPSI. Oleh : SYAHRUDI

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DENGAN PERSENTASE YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI. Oleh DIAN DWI ASTUTI

A. D. Tuhu, Y. S. Ondho dan D. Samsudewa Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro,Semarang ABSTRACT

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

PENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(4): , November 2016

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

Transkripsi:

Pengaruh Berbagai Waktu Ekuilibrasi Terhadap Daya Tahan Sperma Sapi Limousin dan Uji Kebuntingan (The Effect of Various Duration of Equilibration for The Sperm Survival of Limousine Cattle and Pregnancy Test) Sayed Umar* dan Magdalena Maharani** *)Staf Pengajar Departemen Peternakan FP USU, **)Alumni Departemen Peternakan FP USU Abstract: The Livistock development by using AI (Artificial Insemination) has been proved the higher successful, mainly in quality aspect. One of the ways to get a proven animal is by using the best quality of frozen semen. The objective of this research is to evaluate the duration of equilibration of glycerol in freezing process of Limousine semen to sperm survival and pregnancy test. This research was conducted in two steps. First step was conducted in Balai Inseminasi Ternak, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, and second step was conducted in Livestock smallholder in Tandem Hilir Village, Deli Serdang District on March, 2004 to July, 2004. The results was described that duration of equilibration give effect to sperm survival which was covered individual movement, motility, and live sperm percentage, but it was not give significant to pregnancy test. Key words: Equilibration, sperm survival, limousine cattle breed, pregnancy test. Abstrak: Pengembangan ternak menggunakan teknik inseminasi buatan membuktikan keberhasilan yang tinggi, terutama dalam kualitasnya. Salah satu upaya untuk mendapatkan ternak yang unggul adalah menggunakan semen beku dengan kualitas yang baik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji lama ekuilibrasi pengencer bergliserol pada proses pembekuan semen sapi limousin terhadap daya tahan sperma dan uji kebuntingan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama diadakan di Balai Inseminasi Ternak, Dinas Peternakan Tkt. I Propinsi Sumatera Utara. Tahap kedua dilaksanakan pada ternak masyarakat di desa Tandem Hilir Kabupaten Deli Serdang pada Maret 2004-Juli 2004. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu ekuilibrasi memberikan pengaruh pada daya tahan sperma, meliputi gerakan individu, motility, dan persentase sperma hidup, tetapi tidak berpengaruh pada uji kebuntingan. Kata kunci: Ekulibrasi, daya tahan sperma, sapi limousin, tes kebuntingan. Pendahuluan Bangsa sapi Limousin berasal dari sebuah propinsi di Perancis yang banyak berbukit batu. Warnanya mulai dari kuning sampai merah keemasan. Tanduk berwarna cerah. Bobot lahirnya tergolong kecil sampai medium yang berkembang menjadi golongan besar pada saat dewasa. Betina dewasa dapat mencapai 575 kg, sedangkan pejantan dewasa mencapai berat 1100 kg. Fertilitasnya cukup tinggi, mudah melahirkan, mampu menyusui dan mengasuh anak dengan baik, serta pertumbuhannya cepat (Blakely dan Bade, 1998). Dengan adanya kemajuan teknologi, kini manusia dapat mengembangkan pemuliabiakan ternak dengan semen beku menggunakan Teknik Inseminasi Buatan. Semen beku yang digunakan untuk inseminasi buatan dipengaruhi oleh pengawetan semen dalam bentuk pembekuan. Prinsip pembekuan semen sangat dipengaruhi dua faktor: Cold shock dan pembentukan kristal-kristal es (Toelihere, 1979). Sebagian masalah cold shock dan pembentukan kristal-kristal es ini dapat diatasi dengan penggunaan pengencer bergliserol sebagai bahan pelindung. Keefisienan gliserol pada masa pembekuan sangat ditentukan oleh proses ekuilibrasi yaitu periode yang diperlukan spermatozoa sebelum pembekuan untuk menyesuaikan diri dengan pengencer supaya sewaktu pembekuan kematian sperma yang berlebih-lebihan dan kerusakan pada alat gerak sperma akibat cold shock dapat dicegah. Proses ini dilakukan sebelum semen dibekukan yaitu pada suhu 5 0 C selama selang waktu tertentu. Pada waktu ekuilibrasi tertentu akan dihasilkan semen dangan kondisi yang baik, dan 17

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 sebaiknya dilakukan uji kebuntingan untuk melihat keakuratan hasil laboratorium pengaruh ekuilibrasi terhadap daya tahan sperma yang meliputi gerak individu, motility, dan persentase sperma hidup. Kebanyakan peneliti menentukan kualitas semen berdasarkan motilitas spermatozoa dengan nilai 0 sampai 5 sebagai berikut: (0) spermatozoa immotil atau tidak bergerak; (1) gerakan berputar di tempat; (2) gerakan berayun dan melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif; (3) antara 50%-80% bergerak progresif; (4) pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% sperma motil; (5) gerakan sangat progresif, menunjukkan 100% yang motil aktif (Toelihere, 1979). Motilitas atau daya gerak spermatozoa yang dinilai segera sesudah penampungan semen, digunakan sebagai ukuran kesanggupan membuahi suatu semen. Sewaktu penampungan harus diperhatikan agar ejakulasi tidak mengalami cold shock atau tekanan akibat penurunan suhu secara mendadak yang sangat mempengaruhi motilitas sperma. Panas yang berlebihan dan zat kimia lainnya dapat menurunkan fertilitas sel kelamin jantan. Motilitas spermatozoa di dalam suatu contoh ditentukan secara keseluruhan atau sebagai rata-rata dari populasi sperma (Hafez, 1987). Bearden and Jhon (1984) mengemukakan gerak memutar dan berayun mengindukasikan adanya pengaruh cold shock yang mengakibatkan persentase sperma abnormal meningkat sehingga dapat menurunkan persentase motility. Untuk melihat persentase sperma hidup maka digunakan eosin. Eosin adalah cairan yang digunakan untuk membedakan sperma yang hidup dengan sperma yang mati. Eosin tidak dapat menembus sel yang hidup, tetapi dapat menembus sel yang mati. Persentase sperma hidup dalam sampel semen dapat digunakan untuk mengetahui kriteria motility. Peneliti harus memahami bahwa bagaimanapun keadaannya, persentase sperma hidup akan selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan persentase motility (Bearden and Jhon, 1984). Dilaporkan vilar et al. 1985, bahwa waktu optimum untuk ekuilibrasi semen sapi adalah 4 jam dan untuk membuktikannya maka sebaiknya dilaksanakan uji kebuntingan pada semen sapi. Pengawinan ternak yang telah birahi tetapi masih muda, akan menurunkan keturunan yang kurang baik, lemah, dan tidak tahan penyakit, sehingga umur yang tepat untuk mulai mengawinkan ternak sapi pejantan 2-2 ½ tahun, sedangkan sapi betina 2-2 ½ tahun dengan masa berbiak 3-6 tahun, selama 10-12 tahun umur diternakkan. Adapun lamanya birahi pada sapi adalah 24-28 jam dan bila tidak terjadi kebuntingan maka gejala birahi akan terlihat kembali 2-3 minggu. Apabila terjadi kebuntingan dan setelah beranak setahun maka akan terlihat gejala birahi 3-6 minggu. Sebaiknya ternak betina diberi kesempatan menyusui anaknya selama 2 ½-3 bulan kalau tidak ada pertimbangan lain. Lama ternak bunting adalah 40 minggu, dan saat untuk melahirkan pada minggu ke 40 (Reksohadiprodjo, 1985). Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasikan pada saatsaat: permulaan birahi: 44%, pertengahan birahi: 82%, akhir birahi: 75%4, 6 jam sesudah birahi: 62.5%, 12 jam sesudah birahi: 32.5%, 18 jam sesudah birahi: 28%, 24 jam sesudah birahi: 12%, 36 jam sesudah birahi: 8%, 48 jam sesudah birahi: 0% (Departemen Pertanian, 1993). Metode Penelitian Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu di laboratorium untuk menguji daya tahan sperma sapi Limousin berupa gerakan individu, motility, dan persentase sperma hidup, dan di lapangan menggunakan ternak masyarakat untuk uji kebuntingan. Untuk tahap pertama uji di laboratorium menggunakan bahan semen segar dari sapi limousin. Metode Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) nonfaktorial dengan 6 taraf waktu ekuilibrasi dan 4 ulangan. Waktu ekuilirasi P 0 (ekuilibrasi 1 jam), P 1 (ekuilibrasi 2 jam), P 2 (ekulibrasi 3 jam), P 3 (ekuilibrasi 4 jam), P 4 (ekuilibrasi 5 jam), dan P 5 (ekuilibrasi 6 jam). Untuk tahap kedua mengunakan ternak sapi masyarakat di Desa tandem hilir Kabupaten Deli Serdang. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) nonfaktorial dengan 3 taraf waktu ekuilibrasi dan 9 ulangan dalam 3 kelompok. Waktu ekuilibrasi P 3 (ekuilibrasi 4 jam), P 4 (ekuilibrasi 5 jam), dan P 5 (ekuilibrasi 6 jam). Bahan lain yang digunakan AndroMed, nitrogen cair, air, Vaseline, NaCl. Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop elektric, termometer, tabung reaksi, deck glass, beaker glass, vagina buatan, filling dan sealing machine, penjepit, canister, lemari pendingin, batang pengaduk, kotak nitrogen, inseminasi gun. Parameter yang diuji adalah gerakan individu, motility, persentase sperma hidup, dan uji kebuntingan. 18

Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Penelitian Perlakuan Gerakan Individu Motility Persentase sperma Hidup Uji Kebuntingan P 0 (1 jam) 1.50**A 19.42**A 66.61**A P 1 (2 jam) 1.75**AB 29.50**B 73.04**AB P 2 (3 jam) 2.00**ABC 36.25**B 80.92**BC C P 3 (4 jam) 2.50**C 47.25**D 81.54**CD 55.5 tn EF P 4 (5 jam) 2.50**C 46.84**D 83.43**CDEF 44.4 tn P 5 (6 jam) 2.50**C 47.17**D E 82.17**CDE 66.7 tn Keterangan: ** sangat nyata, tn tidak nyata Gerakan Individu Dapat dilihat bahwa pada waktu ekuilibrasi P 3 (ekuilibrasi 4 jam), P 4 (ekuilibrasi 5jam), P 5 (ekuilibrasi 6 jam) diperoleh gerakan individu yang terbaik bila dibandingkan dengan P 0 (ekuilibrasi 1 jam), P 1 (ekuilibrasi 2 jam), P 2 ( ekuilibrasi 3 jam). Toelihere (1979) mengemukakan pada waktu ekuilibrasi yang singkat menyebabkan adanya penurunan suhu yang mendadak saat pembekuan yang dapat menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian sperma seperti pada ekor sehingga gerakan individual semakin berkurang. Dari analisa sidik ragam terlihat bahwa ekuilibrasi berpengaruh sangat nyata terhadap gerakan individu sperma. Setelah dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur P 0 dan P 1 berbeda sangat nyata dengan P 3, P 4, P 5. Namun P 0 dan P 1 tidak berbeda nyata dengan P 2, dan P 2 terlihat tidak berbeda nyata dengan P 3, P 4, dan P 5. Gerakan individu yang terbaik mulai terjadi pada P 3 (ekuilibrasi 4 jam), menurut Salisbury and Van Demark (1985) hal ini terjadi karena dalam jangka waktu 4 jam memberikan kesempatan bahan pengencer yang mengandung gliserol akan berdifusi melalui selaput plasma sperma di mana gliserol akan membantu mengurangi kerusakan pada selaput plasma sperma akibat perbedaan tekanan osmotik yang mengakibatkan perubahan intraseluler sperma pada semen yang menyebabkan keabnormalan bentuk sperma. Persamaan polynomial pada grafik gerakan individu memperlihatkan bahwa dengan peningkatan lama ekuilibrasi sampai 6 jam sebelum pembekuan akan meningkatkan gerakan Individu. Persamaan polynomial yang dibentuk adalah: Y= - 0.042 X 2 + 0.5027X + 0.975 di mana dengan peningkatan lama waktu 1 jam maka gerakan individu akan meningkat 1.43. Motility Motility merupakan gerakan massa ke depan untuk mengetahui konsentrasi sperma. Pada waktu ekuilibrasi yang singkat terlihat bahwa motility lebih rendah bila dibandingkan dengan motility pada waktu ekuilibrasi yang lebih panjang. Pengamatan motility terbaik terdapat pada P 3 (ekuilibrasi 4 jam) dengan rataan 47.25, dan motility terendah terdapat pada P 0 (ekuilibrasi 1 jam) sebesar 19.42. Motility terlihat semakin meningkat dengan adanya peningkatan waktu ekuilibrasi, menurut pendapat Bearden and Jhon (1984) bahwa ekuilibrasi adalah waktu yang dibutuhkan spermatozoa untuk menyesuaikan diri dengan gliserol pada suhu 5 0 C. Gliserol membantu spermatozoa bertahan terhadap penurunan suhu sehingga akan mengurangi kerusakan sperma akibat cold shock. Adapun cold shock sangat mempengaruhi motility sperma (Hafez, 1987). Tetapi setelah P 4 (ekuilibrasi 5 jam), terjadi penurunan motility sebesar 46.84, lalu peningkatan terjadi lagi pada P 5 (ekuilibrasi 6 jam) sebesar 47.17, hal ini didukung oleh Aquirre et al dikutip Tuli (1981) yang menyatakan bahwa sperma akan bertahan lebih baik setelah 4 jam ekuilibrasi bila dibandingkan setelah 2 atau 6 jam. Dari uji beda nyata jujur dapat dilihat bahwa P 0 berbeda sangat nyata dengan P 1, P 2, P 3, P 4, dan P 5. P 1 berbeda sangat nyata dengan P 0, P 2, P 3, P 4, P 5. P 2 berbeda sangat nyata dengan P 0, P 1, P 3, P 4, P 5. P 3 berbeda sangat nyata dengan P 0, P 1 dan P 2, tetapi tidak berbeda dengan P 4 dan P 5. P 4 berbeda sangat nyata dengan P 0, P 1, P 2 tetapi tidak beda dengan P 3 dan P 5. P 5 berbeda sangat nyata dengan P 0, P 1, dan P 2 tetapi tidak berbeda dengan P 3 dan P 4. Menurut Bearden dan Jhon (1984) gerak memutar dan berayun mengindikasikan adanya pengaruh cold shock yang mengakibatkan persentase sperma abnormal meningkat, maka persentase motility akan menurun, hal ini dapat kita lihat pada kondisi P 0, P 1, P 2 sedangkan pada P 3, P 4, dan P 5 ternyata motility sudah lebih baik. Pane (1993) menyatakan daya gerak spermatozoa sangat penting karena diperlukan untuk bergerak maju dalam saluran alat kelamin betina yang selanjutnya membuahi ovum dan motility menurut Hafez (1984) digunakan sebagai ukuran kesangggupan membuahi suatu semen. Persamaan polynomial pada grafik motility memperlihatkan dengan peningkatan lama ekuilibrasi sampai 6 jam sebelum pembekuan akan meningkatkan motility. Persamaan polynomial yang dibentuk adalah: 19

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 Y= - 1.382 X 2 + 15.439 X + 4.663 di mana dengan peningkatan lama waktu 1 jam maka gerakan individu akan meningkat 18.72 Persentase Sperma Hidup Persentase sperma hidup dapat dihitung dari banyaknya sperma yang hidup dibandingkan dengan jumlah sperma yang dihitung pada satu layang pandang dikali 100%. Untuk membedakan sperma hidup dengan sperma yang mati dapat dilakukan dengan penggunaan cairan eosin. Bearden and Jhon (1984) menyebutkan bahwa eosin akan menembus selaput sperma mati dan tidak akan menembus selaput perma yang mati. Hasil pengamatan ternyata pada waktu ekuilibrasi singkat jumlah sperma yang hidup ternyata lebih sedikit bila dibandingkan dengan persentase hidup sperma pada waktu ekuilibrasi yang lebih panjang. Toelihere (1979) menyebutkan bahwa ekuilibrasi adalah periode yang diperlukan spermatozoa sebelum pembekuan untuk menyesuaikan diri dengan pengencer supaya sewaktu pembekuan kematian sperma yang berlebih-lebihan dapat dicegah. Ternyata persentase sperma hidup pada waktu ekuilibrasi singkat lebih sedikit bila dibandingkan dengan persentase sperma hidup pada waktu ekuilibrasi yang lebih panjang, hal ini disebabkan karena spermatozoa banyak mengalami kematian akibat tekanan penurunan suhu secara cepat tanpa adanya waktu tepat untuk penyesuaian diri terhadap keadaan tersebut. Pada P 3 (ekuilibrasi 4 jam), P 4 (ekuilibrasi 5 jam) terjadi peningkatan sperma hidup, dan P 5 (ekuilibrasi 6 jam) terjadi penurunan kembali hal ini menurut Salisbury dan VanDemark (1985) semakin lama waktu ekuilibrasi, semakin maksimal gliserol berdifusi dan beradaptasi dengan sperma, namun sperma sapi yang terlalu lama berada pada suhu ekuilibrasi cenderung kehabisan energi dan terjadi penumpukan asam laktat yang akan berdampak pada penurunan viabilitas sperma seperti terlihat pada P 3, P 4, dan P 5. Dari data di atas ternyata persentase sperma hidup lebih tinggi daripada motilitas sperma, hal ini sesuai dengan literatur Bearden and Jhon (1984) yang menyatakan bahwa persentase sperma hidup akan selalu lebih tinggi daripada motility sperma. Dari uji beda nyata jujur ternyata ekuilibrasi P 0 berbeda sangat nyata dengan P 1, P 2, P 3, P 4, dan P 5. Waktu ekuilibrasi P 1 berbeda sangat nyata dengan P 0, P 2, P 3, P 4, dan P 5. Waktu ekuilibrasi P 2 berbeda sangat nyata dengan P 0 dan P 1 tetapi tidak beda dengan P 3, P 4, P 5. Waktu ekuilibrasi P 3 berbeda sangat nyata dengan P 0 dan P 1 tetapi tidak beda dengan P 2, P 4, dan P 5. Waktu ekuilibrasi P 4 berbeda sangat nyata dengan P 0 dan P 1 tetapi tidak beda dengan P 2, P 3, dan P 5. Waktu ekuilibrasi P 5 berbeda sangat nyata dengan P 0 dan P 1 tetapi tidak beda dengan P 2, P 3, dan P 4. Hal ini disebabkan karena kematian sperma yang berlebih-lebihan akibat pengaruh cold shock. Persamaan polynomial pada grafik persentase sperma hidup memperlihatkan dengan peningkatan lama ekuilibrasi sampai 6 jam sebelum pembekuan akan meningkatkan persentase sperma hidup. Persamaan polynomial yang dibentuk adalah Y= -1.1145 X 2 + 10.932 X + 56.591, di mana dengan peningkatan lama waktu 1 jam maka persentase sperma hidup akan meningkat 66.40. Uji Kebuntingan Dari 6 perlakuan dipilih 3 perlakuan terbaik yang digunakan untuk uji kebuntingan. Terlihat persentase kebuntingan tertinggi terjadi pada perlakuan P5 sebesar 66.7%, P3 sebesar 55.6%, dan P4 sebesar 44.4%. Menurut Hunter (1995) indeks yang paling banyak digunakan untuk menguji angka konsepsi kelahiran adalah kegagalan hewan itu kembali birahi sepanjang siklus, atau bagian setelah diinseminasikan sebagi bukti perkiraan hasil fertilisasi. Antara perlakuan ini tidak berbeda nyata karena hasil pengamatan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara ketiganya. Dari hasil uji laboratorium ketiganya berpotensi baik. Di lapangan perlakuan yang diberikan sedapat mungkin dilakukan secara homogen meskipun terdapat pengaruh luar. Persamaan polynomial pada grafik persentase kebuntingan memperlihatkan dengan peningkatan lama ekuilibrasi sampai 6 jam sebelum pembekuan akan meningkatkan persentase kebuntingan. Persamaan polynomial yang dibentuk adalah Y= 0.1675 X 2 0.6145 X + 1.003, di mana dengan peningkatan lama waktu 1 jam, persentase sperma hidup akan meningkat 0.55. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Semakin lama masa ekuilibrasi maka semakin meningkatlah gerakan inidvidu, motility, dan persentase sperma hidup sampai waktu ekulibrasi 6 jam. Keberhasilan kebuntingan ternak sapi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan adanya peningkatan masa ekuilibrasi sampai 6 jam. 20

Saran Sebaiknya semen dengan ekuilibrasi 4 jam, 5 jam, dan 6 jam didistribusikan dan digunakan untuk peningkatan pemuliabiakan ternak masyarakat. Daftar Pustaka Blakely, J. dan Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Yogyakarta: UGM Press. Bearden, H. J. and Jhon, F. 1984. Applied Animal Reproduction 2 nd editition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hafez, E. S. E. 1987. Reproduction in Farm Animal, 4 th Edition. Philadelphia: Lea and Febogger. Hunter, R. H. F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Bandung: Penerbit ITB. Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Reksohadiprodjo, S. 1985. Pengembangan Peternakan di Derah Transmigrasi. Yogyakarta: BPFE. Salisbury, G. W. dan VanDemark, N. L. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Toelihere, M. R. 1979. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Bandung: Angkasa. Villar, E. C, Arturo, S. A, Erlinda, H. B. 1985. The Impact of Artificial Insemonation on Livestock Production in Southeast Asia. Los Buenos, Laguna, Filippines. 21