BAB 2. Tinjauan Pustaka. Kesehatan Jiwa mahasiswa menjadi fenomena yang menarik untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta merupakan kota berkembang yang masih menghadapi masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan penerimaan teknologi

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Sejalan dengan definisi kesehatan menurut UU Kesehatan. RI Nomor 23 tahun 1992, menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa yang signifikan tidak terlepas dari Pembangunan

Bab 1 PENDAHULUAN. Bertetangga merupakan bagian kehidupan manusia yang hampir tidak

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KELURAHAN SINDULANG I KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

STUDI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEPENTINGAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK (RTP) YANG AKSESSIBEL BAGI MASYARAKAT DIFABEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas-tugas perkembangannya dengan baik agar dapat tumbuh menjadi individu

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2007 sebesar 18,96 juta dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengantar Psikologi Abnormal

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Namun tidak semua orang beruntung memiliki jiwa yang. sehat, adapula sebagian orang yang jiwanya terganggu atau dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke. baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Stanley, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA PUBLIK KELURAHAN BITUNG KARANG RIA DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

KAJIAN KECENDERUNGAN RUANG PUBLIK SIMPANG LIMA KOTA SEMARANG BERKEMBANG SEBAGAI KAWASAN REKREASI BELANJA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS YANG TINGGAL DI PONDOKAN DENGAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 yang mulai dicanangkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas di seluruh dunia (Prince et al, 2007). Meskipun penemuan terapi. mengakibatkan penderitaan yang besar pada individu,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sebuah perusahaan diantaranya bergantung pada faktor kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

Transkripsi:

9 BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesehatan Jiwa Kesehatan Jiwa mahasiswa menjadi fenomena yang menarik untuk peneliti, karena telah menjadi bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru (Anna, 2011). Kesehatan jiwa merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati, 2009). Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan masyarakat sekitarnya, Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan

10 kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari (Prianto,2007). Faktor yang juga mempengaruhi kesehatan jiwa yaitu rasa cemas dan kesepian. keunikan di antara segala pengalaman, yaitu bahwa pengalamanpengalaman ini sungguh-sungguh tidak diinginkan dan diharapkan. Karena rasa cemas begitu menyakitkan, manusia memiliki kecendrungan secara alamiah untuk menghindarinya, secara inheren menyukai kondisi euforia,atau penghilangan tegang secara total (Sullivan,1954). Ciri-ciri orang yang sehat jiwa nya adalah sikap positif terhadap diri sendiri, tumbuh kembang dan aktualisasi diri, integrasi (keseimbangan keutuhan), otonomi, persepsi realitas, dan penguasaan lingkungan (Stuart & Laraia, 2005). Federasi Dunia untuk Kesehatan Jiwa tahun 2011 mencanangkan seruan untuk mendorong investasi di bidang kesehatan jiwa. Di Indonesia, masalah gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi pada orang dewasa secara nasional mencapai 11,6 persen. Investasi di bidang kesehatan jiwa diperlukan untuk menekan prevalensi. Populasi orang dewasa mencapai sekitar 150 juta. Dengan demikian ada 1.740.000 orang di Indonesia yang mengalami gangguan mental emosional, kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Supriyantoro, Rabu (28/9), pada seminar dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta. (Anna, 2011) Menurut Supriyantoro, berinvestasi sumber daya manusia di antaranya dimaknai dengan kegiatan prevensi dan promosi kesehatan jiwa bagi kelompok

11 remaja untuk beradaptasi terhadap tekanan dan konflik yang berlangsung seharihari. Tantangan yang harus dihadapi, antara lain, faktor ekonomi dan disfungsi komunikasi di tengah keluarga yang makin meningkatkan masalah psikososial (Kompas, 2011). 2.2 Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Ruang terbuka publik adalah ruang tidak terbangun dalam kota yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas estetika, lingkungan, dan kesejahteraan warganya. Stephen Carr dalam bukunya Public Space, menyatakan bahwa ruang terbuka publik harus responsif, demokratis dan bermakna. Responsif artinya ruang terbuka publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Demokratis berarti ruang terbuka publik seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta aksesibel bagi penyandang cacat tubuh, lanjut usia dan berbagai kondisi fisik manusia. Sedangkan bermakna berarti ruang terbuka publik harus memiliki tautan dengan manusia, dunia luas, dan konteks sosial. Perkembangan kota yang pesat, menyebabkan banyak masalah, salah satu diantaranya adalah terjadinya perubahan fungsi lahan. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh Pemerintah kota dan pihak swasta adalah merubah fungsi ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Dampak dari kesemuanya itu adalah hilangnya fasilitas umum yang bisa menjadi ajang untuk bersosialisasi antar sesama (Carr, 1992). Ruang terbuka membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat atau meningkatkan kohesi, dan tata ruang terbuka publik mampu menjadi lebih dari sekedar tempat untuk rekreasi: mengintegrasikan infrastruktur hijau ke dalam

12 infrastruktur masyarakat yang dibangun dan akan menghasilkan manfaat lingkungan yang kuantitatif (Braza, 2003). Berkurangnya ruang terbuka publik ini tidak saja merupakan persoalan pakar lingkungan, tetapi menjadi beban psikologis masyarakat kota akan kebutuhan ruang sebagai aktualisasi diri (Sukawi, 2007). Stephen Carr, dkk (1992) melihat ruang terbuka publik sebagai ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan komunitas, baik kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan berkala yang telah ditetapkan sebagai sesuatu yang terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas pribadi dan kelompok. Pengertian-pengertian mengenai ruang terbuka publik yang dikemukakan oleh para ahli perencanaan kota sangat beragam. Beberapa pengertian ruang terbuka publik tersebut, adalah: 1. Ruang terbuka publik adalah lahan tidak terbangun di dalam kota dengan penggunaan tertentu. Pertama, ruang terbuka kota didefinisikan sebagai bagian dari lahan kota yang tidak ditempati oleh bangunan dan hanya dapat dirasakan keberadaanya jika sebagian atau seluruh lahannya dikelilingi pagar. Selanjutnya ruang terbuka didefinisikan sebagai lahan dengan penggunaan spesifik yang fungsi atau kalitas terlihat dari komposisinya (Rapuano, 1964). 2. Ruang terbuka publik merupakan ruang wadah aktivitas sosial yang melayani dan juga mempengaruhi kehidupan masyarakat kota. Ruang terbuka juga merupakan wadah dari kegiatan fungsional maupun aktivitas ritual yang mempertemukan sekelompok

13 masyarakat dalam rutinitas normal kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan periodik (Carr,1992). 3. Ruang terbuka publik merupakan elemen vital dalam sebuah ruang kota karena keberadaannya di kawasan yang berintensitas kegiatan tinggi. Sebagai lahan tidak terbangun, ruang terbuka biasanya berada di lokasi strategis dan banyak dilalui orang (Nazarudin, 1994). 2.3 Kohesi Sosial Kohesivitas adalah sebuah kesatuan kelompok. Banyak teori-teori yang menjelaskan hal tersebut sebagai belongingness atau we-ness, yang merupakan esensi dari kohesivitas kelompok. Anggota-anggota dalam kelompok yang kohesif memberikan rasa kebersamaan yang tinggi kepada kelompoknya, dan mereka sadar bahwa terdapat persamaan antar anggota dalam kelompok. Individu dalam kelompok yang kohesif dimana kohesivitas diartikan sebagai perasaan kuat dari sebuah keberadaan komunitas yang terintregasi akan lebih efektif dalam kelompok, lebih bersemangat, dalam menghadapi masalahmasalah sosial maupun interpersonal. Kohesivitas merupakan sebuah ketertarikan. Beberapa teori mempertimbangkan kohesivitas sebagai sebuah ketertarikan personal (Lott & Lott, 1965). Menurut Mitchell (1994) ada 3 karakteristik kohesi sosial, yaitu: 1. komitmen individu untuk norma dan nilai umum, 2. kesalingtergantungan yang muncul karena adanya niat untuk berbagi (shared interest), dan 3. individu yang mengidentifikasi dirinya dengan grup tertentu.

14 Istilah kohesi sosial digunakan untuk menggambarkan proses yang lebih dari kondisi atau keadaan akhir, itu dipandang sebagai rasa yang melibatkan komitmen, dan keinginan atau kemampuan untuk hidup bersama dalam harmoni. (Jensen, 1998). 2.4 Kerangka Berpikir Kesehatan jiwa mahasiswa di Jakarta tidak terlepas dari faktor lingkungan yang ada, berbagai faktor yang terjadi menyebabkan seseorang bertindak di luar akal sehat manusia. Faktor sosialisasi dan komunikasi berperan penting terhadap perkembangan jiwa seseorang. Seperti yang ada dalam teori Sullivan, faktor kecemasan juga berdampak pada kesehatan jiwa. Tidak adanya kesempatan untuk berbagi ataupun bercerita membuat seseorang memiliki tingkat kecemasan dan merasa kesepian. Sehingga hanya memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalah nya tanpa berpikir panjang. Kesehatan jiwa mengacu pada kesejahteraan psikologis seseorang, termasuk kondisi mental positif seperti puas dengan kehidupan, kebahagiaan, atau bebas dari stres. Kesehatan jiwa juga mencangkup keadaan psikologis yang buruk seperti stres, merasa cemas, ketakutan, bosan atau tidak senang. Dan pada akhirnya kesehatan jiwa dapat mencangkup penyakit mental seperti depresi berat atau bahkan menjadi pecandu alkohol (O Campo et al, 2009). Faktor ketidakperdulian antar sesama, tidak memiliki rasa ikatan antarpersonal, dan kecanggihan teknologi menjadikan lingkungan bersosialisasi tidak efektif, dan menimbulkan banyak masalah di kehidupan sehari-hari.

15 Banyak hal-hal yang bisa individu lakukan untuk menjaga kesehatan jiwanya, diantaranya adalah membiasakan diri untuk berpikir positif. Dalam mensikapi perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup ini, jangan hanya melihat dari sisi negatif, lihat pula positif atau sisi baiknya. Untuk itu lakukan penyesuaian diri pada setiap perubahan yang terjadi dengan sikap positive thinking. Kemudian agar jiwa tetap sehat, individu perlu melakukan rehat diselasela pekerjaanya. Hal ini perlu untuk menghindari ketegangan sehingga pikiran dan jiwa kita tetap pada kondisi normal dan sehat (Renata, 2010). Kohesi sosial memiliki hubungan dengan pemanfaatan ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik kini jarang digunakan lagi untuk ajang berkumpul para mahasiswa. Padahal, ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antar kelompok masyarakat (Carr, 1992). Sedangkan saat ini mahasiswa lebih memilih mall dan sebagainya untuk menghabiskan waktu senggang. Dikarenakan fasilitas yang ada di arena ruang terbuka publik kebanyakan tidak senyaman seperti yang diharapkan. Sehingga, keengganan untuk mengunjungi ruang terbuka publik pun semakin menjadi.

16 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Ruang Terbuka Publik Kohesi Sosial Kesehatan Jiwa Sumber: Diolah Oleh Penulis Dalam bagan ini digambarkan bahwa, seseorang yang dapat memanfaatkan ruang terbuka publik dengan baik dan optimal kemudian bisa mengalami kohesi sosial sebagai hasil interaksi sosial pada saat memanfaatkan ruang terbuka publik tersebut maka dapat memiliki kesehatan jiwa yang baik. Karena, interaksi yang terjadi pada saat memanfaatkan ruang terbuka publik antara sesama warga kota dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat, meningkatkan kerekatan atau kohesi, dan tata ruang terbuka publik mampu menjadi lebih bermanfaat dari sekedar tempat untuk rekreasi. Sedangkan jika pada saat memanfaatkan ruang terbuka publik tidak mengalami atau tidak terjalin kohesi sosial dalam hal ini adalah interaksi sosial secara langsung dengan warga kota lainnya maka pemanfaatan ruang terbuka publik sama sekali tidak dapat menjelaskan kesehatan jiwa seseorang.