BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada dan berlaku saat ini, desa mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. melumpuhkan hampir semua sendi-sendi perekonomian dan bisnis Indonesia. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan kesejahteraan telah mengurung masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN (RKPK) ACEH SELATAN TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan menjadi poin krusial yang menguras perhatian pemerintah, khususnya di negara-negara berkembang. Masalah ketimpangan masih menjadi isu besar pembangunan di negara-negara berkembang. Tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Gant (1971) dalam Sirojuzilam (2005) bahwa ada dua tahap tujuan pembangunan. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat mutlak menjadi semangat dari adanya pembangunan di suatu negara. Geliat pembangunan harus berlandaskan manfaat-manfaat baik yang dapat dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Untuk tujuan tersebut, pembangunan menjadi hal yang kompleks. Pembangunan tidak mencakup aspek ekonomi saja, namun meliput aspek multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat. Masyarakat umum menjadi sasaran tunggal dari pembangunan. Untuk itu dibutuhkan perencanaan, strategi hingga evaluasi pembangunan yang tepat. Perencanaan yang tepat berarti pembangunan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan. Strategi yang tepat berarti pelaksanaan pembangunan harus tepat 1

sasaran yaitu masyarakat. Evaluasi yang tepat berarti pembangunan harus terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam melaksanakan pembangunan. Sebagai negara yang terdiri atas pulau-pulau yang tersebar menyebabkan pembangunan Indonesia belum merata. Indonesia, sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, memiliki banyak pulau dengan bentang alam yang tidak rata. Selain itu Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat dalam masyarakatnya. Hal ini menyebabkan kebutuhan masyarakat di suatu wilayah akan berbeda dengan kebutuhan masyarakat di wilayah lain. Kebutuhan masyarakat Indonesia bagian barat tentu tidak sama dengan kebutuhan masyarakat Indonesia bagian timur. Perbedaan kebutuhan masyarakat ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pembangunan Indonesia yang diharapkan mampu tepat perencanaan, tepat sasaran hingga tepat evaluasinya. Pada tahapan evaluasi, pemerintah mungkin saja berhasil mempertanggungjawabkan apa yang telah dikerjakan. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah yang telah dikerjakan tersebut berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum (merata)? Seringkali didapati bahwa pembangunan Indonesia belum merata secara nasional. Mayoritas alokasi dana APBN diperuntukkan untuk pembiayaan pembangunan di pulau Jawa dan Sumatera. Hal ini tentu saja memperlebar ketimpangan pembangunan di Indonesia, padahal daerah-daerah di luar Jawa dan Sumatera juga membutuhkan sentuhan pembangunan yang masif. Hal ini dapat kita lihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengukur capaian 2

pembangunan manusia dengan pendekatan tiga dimensi dasar yaitu hidup yang sehat dan umur panjang, pengetahuan dan standar kehidupan yang layak. Dari IPM dapat kita lihat, bahwa daerah di luar Jawa dan Sumatera masih tergolong rendah citra pembangunannya. Tabel 1.1 Perbandingan IPM Regional Provinsi di Indonesia. Regional IPM 2010 2011 2012 2013 Sumatera 73,37 73,88 74,34 74,77 Jawa 73,38 73,85 74,31 74,83 Bali dan Nusa Tenggara 68,25 68,94 68,89 70,20 Kalimantan 72,32 72,85 73,79 74,08 Sulawesi 71,46 71,96 72,48 73,02 Maluku dan Papua 68,62 69,09 69,62 70,05 Rata-rata Indonesia 72,27 72,77 73,29 73,81 Sumber: Data IPM Provinsi Indonesia Badan Pusat Statistik (diolah), Tahun 2010-2013. Dari Tabel 1.1 dapat kita lihat bagaimana hasil pembangunan yang ditunjukkan IPM masih dipimpin Jawa dan Sumatera. Bahkan, khusus wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi serta Maluku dan Papua sejak 2010-2013, IPMnya selalu dibawah rata-rata nasional. Masalah lain yang menyebabkan ketimpangan pembangunan adalah, seringkali kebijakan pembangunan disamakan untuk setiap daerah. Hal ini tidak sinkron untuk menjawab tantangan majemuknya kebutuhan masyarakat Indonesia. Belum tentu kebijakan yang berhasil dilaksanakan di Pulau Jawa, berhasil dilaksanakan di Pulau Sulawesi. Tentu saja, penerapan kebijakan harus memperhatikan unsur-unsur regional (lokal) setiap daerah agar dapat menyusun perencanaan dan strategi pembangunan yang tepat. Pembangunan harus dapat dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan terciptanya kesejahteraan. Negara harus hadir sebagai aktor yang menjamin masyarakat sejahtera lewat pembangunan. Dengan kemajemukan Indonesia, maka 3

dibutuhkan perencanaan yang tepat. Perencanaan itu dikaji sesuai kebutuhan dan kearifan lokal daerah. Dengan perencanaan yang tepat maka dapat disusun strategi pembangunan yang juga tepat menjawab kebutuhan masyarakat yang berbedabeda. Jika demikian, maka diharapkan pembangunan dapat bermanfaat dirasakan masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Sebagai solusi untuk mengakomodir setiap kebutuhan daerah yang berbedabeda, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan otonomi daerah. Otonomi daerah berarti keleluasaan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya masing-masing. Otonomi menuntut peran aktif pemerintah daerah agar bisa luwes dan kreatif mengeksplorasi segala potensi yang dimiliki daerahnya untuk selanjutnya dimanfaatkan dan menghasilkan nilai tambah bagi daerah. Otonomi daerah menuntut kemandirian daerah untuk berkarya secara bebas bertanggungjawab demi tujuan kesejahteraan setiap masyarakat. Otonomi daerah tercantum dalam UUD 1945 Bab VI Mengenai Pemerintahan Daerah Pasal 18 ayat 1-7. Penekanan mengenai peran daerah yang semakin kuat ini sangat jelas pada ayat dua, bunyinya Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 18 ini membuka peluang bagi pemerintah untuk semakin bisa berkreasi dan berinovasi terhadap kearifan lokal daerahnya untuk memajukan daerahnya menjadi daerah yang unggul dan memiliki daya saing. Pola otonomi daerah menjadi pola pembangunan yang sesuai dengan kondisi kemajemukan Indonesia. Setiap daerah mempunyai budaya, kekayaan dan 4

kearifan lokal masing-masing yang dapat digali menjadi potensi. Dengan otonomi daerah, pembangunan sangat ditentukan oleh kebijakan daerah itu sendiri dalam menentukan sektor-sektor mana yang diprioritaskan untuk dibangun. Peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam mempercepat kesejahteraan juga dimungkinkan dengan adanya otonomi daerah. Daerah dituntut mandiri dalam pelaksanaan pembangunan dan mandri dalam menggerakkan roda perekonomian masing-masing. Selain itu, otonomi daerah juga mendorong adanya kerjasama antar suatu daerah dengan daerah lainnya, karena otonomi memungkinkan daerah yang lebih maju untuk membantu daerah di sekitarnya yang lebih lemah. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan baik, maka pemerintah daerah harus dekat dengan rakyatnya. Hal ini bertujuan agar pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Pemerintah daerah harus memiliki pemahaman yang baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Dengan demikian, diharapkan pemerintah dapat cepat tanggap dalam menjawab kebutuhan masyarakatnya. Bahkan, pemerintah juga harus mampu mendeteksi dini kebutuhan masyarakat, sehingga semangat otonomi benar-benar ada dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tak lepas dari peran serta masyarakat, masyarakat ditutut berperan aktif dalam mendukung dan mendorong pemerintah dalam pembangunan daerah. Amanat UUD 1945 Pasal 18 memandatkan pemerintahan daerah untuk dapat mandiri. Bahkan daerah yang dimaksud bukan lagi terbatas pada daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (kabupaten/kota) saja. Terbaru, tahun 5

2014, pemerintah mengeluarkan UU RI No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. UU ini menjadi pintu bagi paradigma baru pembangunan Indonesia. Dengan UU Desa, maka pembangunan akan diawali dari desa dan pemerintah desa dapat mandiri mengurus kebutuhan desanya sendiri. Karena itu, seluruh pemerintahan yang ada di Indonesia, mulai dari pusat hingga desa harus kreatif, inovatif dan cepat tanggap menggali potensi bangsa mulai dari daerah yang terkecil, yaitu desa sampai negara. Inilah wujud betapa Indonesia sangat beragam dan butuh solusi yang benar-benar konkrit menjawab permasalahan ketimpangan. Semangat otonomi adalah semangat yang bertujuan memperkecil jurang ketimpangan di Indonesia. Pelaksanaannya harus sesuai amanat undang-undang. Agar sesuai amanat undang-undang, pemerintah daerah harus mampu secara tepat mengetahui potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Ketepatan dalam analisis potensi menjadi urgensi tersendiri bagi pembangunan daerah karena dengan analisis potensi yang tepat, maka dapat disusun perencanaan dan strategi pembangunan daerah yang tepat pula, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Potensi harus digali dari segala sektor. Akan ada sektor yang menjadi basis dan juga sektor yang bukan basis bagi pembangunan daerah. Sektor basis harus diprioritaskan untuk dikembangkan, dan sektor bukan basis tetap dibangun, namun menjadi prioritas berikutnya. Ketepatan analisis potensi daerah ini juga sangat dibutuhkan oleh Kabupaten Dairi. Sudah 68 tahun Kabupaten Tanoh Pakpak ini menjadi kabupaten. Dairi dimekarkan tahun 1947 dari Kabupaten Tapanuli Utara. Tahun 2003 Kabupaten Dairi dimekarkan lagi menjadi dua, yaitu Kabupaten Dairi dan 6

Kabupaten Pakpak Bharat. Selama 68 tahun Kabupaten Dairi, dirasa tidak begitu ada perubahan yang signifikan dari kabupaten ini. Berdasarkan produktivitasnya, Kabupaten Dairi tergolong kabupaten ekonomi menengah jika dibandingkan dengan 32 kabupaten/kota lainnya di Sumatera Utara (data PDRB terdapat di Lampiran 1). Jika dibandingkan ke nasional, Kabupaten Dairi tidak termasuk kedalam kabupaten tertinggal Indonesia tahun 2015-2019 seperti yang baru dirilis pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2015 Tentang Penerapan Daerah Tertinggal 2015-2019. Setiap tahun Produk Domestik Regional (PDRB) Kabupaten Dairi mengalami peningkatan, namun masih cukup rendah kontribusinya bagi peningkatan PDRB Provinsi Sumatera Utara, hanya berkisar 1 sampai 1,5 % per tahunnya. Berikut perbandingan dan persentase kontribusi PDRB Kabupaten Dairi terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2014. Tabel 1.2 Perbandingan dan Persentase PDRB Kabupaten Dairi terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011-2014. Tahun PDRB (milyar Rupiah) Kontribusi Dairi Sumatera Utara PDRB Dairi (%) 2011 4.226,28 314.372,44 1,34 2012 5.133,02 417.120,44 1,23 2013 5.686,79 470.221,98 1,20 2014 6.216,59 523.771,57 1,17 Sumber: Sumatera Utara dalam Angka (diolah), Tahun 2014-2015. Tabel 1.2 menjelaskan bahwa selama kurun waktu 2011-2014, PDRB Kabupaten Dairi hanya mampu memberikan kontribusi rata-rata sebesar 1,24% bagi PDRB Sumatera Utara. Hal ini semakin dipertegas lagi oleh persentase pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi selama kurun 7

waktu 2011-2014 selalu dibawah pertumbuhan ekonomi Provinsi. Tabel berikut menunjukkan posisi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi dan Provinsi Sumatera Utara. Tabel 1.3 Persentase Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2014. Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Dairi Sumatera Utara 2011 5,28 6,83 2012 5,03 6,45 2013 5,05 6,08 2014 5,03 5,23 Sumber: Sumatera Utara dalam Angka (diolah), Tahun 2014-2015. Baik Kabupaten Dairi maupun Sumatera Utara sama-sama selalu mengalami pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif. Terlihat bahwa selama 2011 sampai 2014 persentase pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi selalu dibawah persentase Provinsi Sumatera Utara. Hal ini semakin mempertegas bahwa memang kontribusi PDRB Kabupaten Dairi terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara masih rendah. Di Sumatera Utara sendiri, banyak kabupaten maupun kota yang persentase pertumbuhan ekonominya mampu melampaui persentase provinsi. Dairi juga sebenarnya bisa jika potensi wilayah yang dimiliki Dairi benar-benar digali secara optimal. Banyak potensi daerah Kabupaten Dairi, namun memang hampir semua tidak tergali secara optimal sehingga tidak mampu mendongkrak lebih tinggi PDRB Kabupaten Dairi. Khususnya dari sektor pertanian, Kabupaten Dairi terkenal sebagai penghasil kopi dan nilam yang baik. Sektor lain yang potensial dikembangkan yaitu sektor perdagangan dan sektor konstruksi. 8

Diperlukan analisis secara mendalam terhadap potensi wilayah Kabupaten Dairi. Analisis ini yang masih kurang dalam dilakukan oleh Pemerintah Dairi, sehingga potensi daerah tidak tergali secara optimal. Fakta ini yang diutarakan oleh Bupati Dairi, KRA. Jhonny Sitohang Adinegoro, S. Sos dalam pembukaan Musrembang RPJMD Kabupaten Dairi 2015-2019 di Balai Budaya Sidikalang pada Kamis 12 Juni 2015. Ia mengatakan bahwa semua pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hanya mampu menghabiskan anggaran yang tertulis dalam APBD, tanpa mampu menghasilkan ide brilian bagaimana cara menggali potensi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini tentu memiliki dasar, seperti yang dimuat dalam Publikasi BPS tajuk Dairi Dalam Angka 2015 bagian Keuangan dan Harga-Harga. Disana disebutkan bahwa target PAD Kabupaten Dairi tahun 2014 adalah sebesar Rp 59.623.358.250,00 sementara realisasinya hanya sebesar Rp 53.525.854.131,23 atau hanya 89,77%. Analisis terhadap potensi wilayah untuk menyusun perencanaan yang lebih baik memang menjadi kebutuhan Kabupaten Dairi. Bupati Dairi pada Sidang Paripurna Istimewa HUT Kabupaten Dairi yang ke 68 tanggal 1 Oktober 2015 kembali menegaskan pentingnya hal ini. Dalam pidatonya, Beliau mengatakan melalui peringatan HUT Kabupaten Dairi dapat dijadikan oleh semua pihak sebagai momentum yang sangat penting untuk melakukan intropeksi dan evaluasi untuk melakukan perencanaan ke depan yang lebih baik. Ia juga menambahkan agar setiap elemen pemerintah turun langsung menjumpai rakyat, dan merencanakan program bersama rakyat. 9

Pentingnya perencanaan juga tertuang dalam Faktor-Faktor Kunci Keberhasilan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Dairi 2005-2025. Disana disebutkan bahwa potensi sumber daya alam dikelola secara efisien, ekonomis, efektif dan produktif dengan berwawasan lingkungan. Untuk mewujudkan faktor kunci tersebut diperlukan perencanaan dengan analisis yang akurat. Akurasi inilah yang akan diteliti untuk mengetahui sektor basis selain sektor pertanian di Kabupaten Dairi. Kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Dairi melebihi 40% tiap tahunnya. Fenomena kontribusi masing-masing sektor ini yang akan diteliti untuk mengetahui sektor lain yang potensinya juga cukup besar untuk digali dan dimanfaatkan meningkatkan perekonomian Kabupaten Dairi, mencipta Dairi yang sejahtera. Pembangunan Kabupaten Dairi dilaksanakan di semua kecamatan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan. Setiap tahunnya disusun target penerimaan yang diharapkan mampu didapat dari masingmasing kecamatan. Penyusunan target ini selain berdasarkan potensi, juga disusun berdasarkan kemampuan tiap kecamatan di Kabupaten Dairi. Tahun 2014 dari 15 kecamatan di Kabupaten Dairi ada yang realisasi penerimaannya sangat tinggi melebihi 100% bahkan sampai 300%, namun disaat yang sama ada juga yang sangat rendah hanya kisaran 50%. Ini menunjukkan adanya potensi yang belum tergali secara optimal, lalu ada potensi yang sudah dimanfaatkan dan juga ada yang belum termanfaatkan di tiap kecamatan. Keterangannya seperti pada Tabel 1.4. 10

Tabel 1.4 Target dan Realisasi Penerimaan Daerah Menurut Kecamatan Tahun 2014 No Kecamatan Target Realisasi Persentase 1 Sidikalang 70.650.000.000 64.528.400.000 91,34 2 Berampu 7.650.000.000 8.230.500.000 107,59 3 Sitinjo 32.000.000.000 48.091.750.000 150,29 4 Parbuluan 16.500.000.000 27.698.516.000 167,87 5 Sumbul 32.500.000.000 23.414.370.000 72,04 6 Silahisabungan 14.000.000.000 51.309.600.000 366,50 7 Silima Pungga-pungga 16.700.000.000 9.731.300.000 58,27 8 Lae Parira 12.300.000.000 13.217.400.000 107,46 9 Siempat Nempu 9.900.000.000 14.027.000.000 141,69 10 Siempat Nempu Hulu 10.750.000.000 11.561.050.000 107,54 11 Siempat Nempu Hilir 9.200.000.000 16.677.900.000 181,28 12 Tigalingga 26.800.000.000 18.182.900.000 67,85 13 Gunung Sitember 14.500.000.000 14.469.300.000 99,79 14 Pegagan Hilir 17.200.000.000 19.874.300.000 115,55 15 Tanah Pinem 15.000.000.000 19.298.000.000 128,65 Total 305.650.000.000 360.312.286.000 117,99 Sumber: Dairi dalam Angka (diolah), Tahun 2015. Dari Tabel 1.4 kita dapat melihat bahwa masing-masing kecamatan ditargetkan penerimaan yang berbeda. Hal ini berdasar kemampuan dan potensi yang dapat digali daerah. Hasilnya menjelaskan, ternyata beberapa kecamatan yang ditargetkan lebih sedikit, namun realisasinya tinggi, melebihi target. Dan ada juga yang ditargetkan tinggi, namun realisasinya ternyata rendah. Hal ini yang akan dianalisis bagaimana sebenarnya potensi di tiap kecamatan. Pembangunan Kabupaten Dairi telah berlangsung 68 tahun. Kemajuan di beberapa bidang tentu ada, namun belum ada kemajuan yang signifikan, terutama dalam mengangkat derajat hidup masyarakat. Hal itu tergambar dari IPM Kabupaten Dairi yang selalu masih dibawah IPM Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dijelaskan Tabel 1.5. 11

Tabel 1.5 Perbandingan IPM Kabupaten Dairi dengan IPM Provinsi Sumatera Utara 2011-2014. Tahun IPM Dairi Sumatera Utara 2011 66,62 67,34 2012 66,95 67,74 2013 67,15 68,36 2014 67,91 68,87 Sumber: Dairi Dalam Angka Tahun 2015. Setiap perencanaan yang telah dilakukan pasti untuk tujuan positif agar membawa dampak kebaikan dan peningkatan pembangunan di Kabupaten Dairi. Untuk itu, perlu dilakukan penajaman kembali terhadap perencanaan itu. Oleh karena itu, untuk semakin mendukung dan menajamkan kembali perencanaan pembangunan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Potensi Wilayah dan Strategi Pembangunan Kabupaten Dairi 1.2 Perumusan Masalah Sasaran pembangunan jangka panjang (2005-2025) Kabupaten Dairi seperti yang tertuang dalam RPJP Kabupaten Dairi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dairi. Hal ini dicapai dengan mewujudkan tata pemerintahan daerah yang baik untuk dapat melaksanakan pembangunan dan pengembangan wilayah. Selain itu juga dilakukan pembangunan ekonomi kerakyatan untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Dan sasaran yang terakhir yaitu mewujudkan pengelolaan potensi daerah bidang industri pertanian rakyat, kepariwisataan dan sumber daya alam. 12

Kabupaten Dairi memiliki potensi yang besar untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan mampu menjadi daerah yang berdaya saing. Namun belum semua potensi daerah yang dimiliki tergali secara optimal, karena itu halhal yang perlu dianalisis adalah: 1. Apa saja yang menjadi sektor basis untuk menjadi prioritas pengembangan pembangunan di Kabupaten Dairi? 2. Manakah kecamatan yang dapat dijadikan pusat pertumbuhan di Kabupaten Dairi? 3. Bagaimana kekuatan daya tarik tiap kecamatan di Kabupaten Dairi? 4. Bagaimana strategi pembangunan di Kabupaten Dairi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka disusunlah tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kondisi Kabupaten Dairi dilihat dari basis ekonomi yang dapat dijadikan prioritas pembangunan. 2. Untuk mengetahui kecamatan mana di Kabupaten Dairi yang cocok dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. 3. Untuk mengetahui kekuatan daya tarik antar kecamatan di Kabupaten Dairi. 4. Untuk menyusun strategi pembangunan daerah dengan menganalisis secara internal maupun eksternal apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pengembangan potensi wilayah Kabupaten Dairi. 13

1.4 Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti. Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan peneliti dalam hal perencanaan pembangunan wilayah. 2. Bagi pemerintah (khususnya Pemerintah Kabupaten Dairi). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan pengembangan wilayah yang tepat sasaran. 3. Bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dan kajian yang berkaitan di masa yang akan datang. 4. Bagi masyarakat. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran umum Kabupaten Dairi bagi masyarakat, sehingga masyarakat khususnya masyarakat Dairi mau terlibat aktif dalam usaha pengembangan wilayah Kabupaten Dairi. 14