28 Oktober 1928, yaitu sumpah pemuda. Waktu itu, sejarah mencatat betapa masingmasing

dokumen-dokumen yang mirip
dikirim untuk JAWA POS PERILAKU POLITISI BY ACCIDENT. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.

Wacana Kepemimpinan Muhammadiyah. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

IMPLEMENTASI KAJIAN KEAGAMAAN BAGI PEMBINAAN UMAT 1. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd 2

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Bahasa. dan. Nasionalisme

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengertian Identitas Nasional

MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PELAKSANA HARIAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA SOSIALIASASI 4 PILAR KEBANGSAAN BAGI HAMONG PROJO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demokrasi menjadi bagian bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu

Identitas Nasional Dan Pembangunan Stabilitas Nasional

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA. Siti Chadijah ABSTRAK

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan masyarakatnya

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Kegiatan Belajar 1: Integrasi Nasional dalam Kerangka NKRI Pengertian Integrasi Nasional Memasuki era global, permasalahan utama yang harus

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

KEWARGANEGARAAN INTEGRASI NASIONAL : PLURALITAS MASYARAKAT. Modul ke: 14Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

2) Sanggupkah Pancasila menjawab berbagai tantangan di era globalisasi tersebut?

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

CIVIC EDUCATION. Identitas Nasional. Oleh : Idzan Mustafidah ( ) Dosen Pengampu : H. M. Sudiyono, M. Pd

IDENTITAS NASIONAL. Mengetahui identitas nasional dan pluralitas bangsa Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH. Modul ke: Fakultas FAKULTAS.

IDENTITAS NASIONAL. Februl Defila Yola Sri Wahyuni Wahyu Rahma Dahlia Novita Wahyuli Windy Violita

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

Didik Anak Menerima Realita. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd. Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), anak menjadi unsur yang teramat penting.

Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin. Topik Makalah/Tulisan RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

Tehnik Mengajar yang Efektif 1. Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd 2

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KISI KISI UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTER TAHUN NO. KOMPETENSI DASAR KLS NO SOAL Memahami corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

BAB 1 PENDAHULUAN. Manfaat Penelitian, (5) Penegasan Istilah. kuatlah yang membawa bangsa ini mewujudkan cita-citanya. Peran serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang

WAWASAN KEBANGSAAN a) Pengertian Wawasan Kebangsaan

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Bulan Oktober ini adalah bulan

BAB I PENDAHULUAN. mendarah daging menjadi sebuah budaya di Indonesia. Transparency

BAB 1 PENDAHULUAN. dari segala dimensi. Sebagai sebuah bangsa dengan warisan budaya yang

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

BAB I PENDAHULUAN. Membangun Nasionalisme kebangsaan tidak bisa dilepas pisaahkan dari konteks

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sikap masyarakat yang terbentuk dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian,

RESPONS - DESEMBER 2009

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial. Sebuah. pernyataan yang sekaligus menunjukkan identitas manusia,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah

KAPITA SELEKTA KOMUNIKASI : OPINI PUBLIK. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang diposting salah satu situs berita di Indonesia

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENTAS SENI DAN BUDAYA, FESTIVAL DAN LOMBA CIPTA LAGU CAMPUR SARI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. pertanyaan-pertanyaan penelitian, yang menjadi fokus penelitian. Selanjutnya,

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal

PIDATO HARI KEBANGKITAN NASIONAL

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012. Hilangnya Rasa Nasionalisme Remaja Berimbas Kehancuran Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan

BAB I PENDAHULUAN. insan yang memiliki berbagai dimensi yaitu sebagai bagian dari civitas akademika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. Terbentuknya negara Indonesia dilatar belakangi oleh perjuangan seluruh bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

Transkripsi:

==============dikirim untuk Harian Kedaulatan Rakyat============== Semangat Sumpah Pemuda, Masihkah Diperlukan? Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd HARI ini bangsa dan rakyat Indonesia memperingati peristiwa yang terjadi pada 28 Oktober 1928, yaitu sumpah pemuda. Waktu itu, sejarah mencatat betapa masingmasing kelompok pemuda menginginkan adanya persatuan dan kesatuan di antara seluruh bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut menjadi begitu monumental, sehingga dijadikan sebagai salah satu tonggak kebangkitan rasa nasionalisme kebangsaan. Peristiwa 28 Oktober 1928 lebih mentengarai betapa masyarakat-bangsa Indonesia yang memiliki kurang lebih 358 suku bangsa, dan 200 sub-suku bangsa pada awal-awal kehadiran negara ini menginginkan format berbangsa yang satu, berbahasa satu dalam lingkup tanah air yang satu, Indonesia. Artinya, masa itu para elit pemegang kebijakan pada masing-masing bangsa, menyadari perlunya persatuan di antara perbedaan bangsa yang mereka miliki. Berputarnya roda sejarah, serta menguatnya pelbagai fenomena yang mengarah pada disintegrasi pada beberapa etnis belakangan ini, maka masihkah perlu didengungkan sumpah pemuda ini? Atau biarlah sejarah terus berlanjut, dan kita menunggu apa yang akan terjadi, qua sera sera. Identitas Etnis, Suatu Kesadaran Psikologis Menyadari bahwa saat ini tidak ada lagi sekat antar bangsa-bangsa di dunia, dan setiap bangsa di dunia akan dengan mudah melihat dapur dan rumah tangga bangsa lainnya. Pada ujung-ujung globalisasi ini adalah rentannya pengaruh antar bangsa 1

terhadap bangsa lainnya di dunia. Terkait dengan kuatnya pengaruh antar bangsa ini hampir-hampir tidak lagi dijumpai bangsa yang asli sebagaimana dahulu. Saat ini, kita dengan mudah menemukan kebudayaan asing pada setiap bangsa yang ada di dunia, dan parahnya pengaruh terkuat muncul dari negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang. Pada posisi tersebut akan sangat penting untuk memunculkan identitas diri untuk tiap-tiap etnis di dunia, agar tidak terjadi lost identity. Rotheram & Karen (1994) mengungkap bahwa proses-proses pembentukan identitas sangat diwarnai oleh etnisitas, yaitu identifikasi seseorang individu dengan kelompok sosial yang lebih besar pada basis nenek moyang/keturunan yang sama, ras, agama, bahasa atau kebangsaan asli. Paparan Rotheram & Karen ini secara tidak langsung ingin mengungkap bahwa pembentukan identitas seseorang akan banyak bergantung dari mana asal yang bersangkutan, dan dengan begitu identitas antara seseorang dengan orang lainnya akan secara signifikan berbeda. Merujuk pada paparan di atas, maka akan dengan mudah dinyatakan bahwa sudah menjadi sifat dasar (sunatullah) bahwa identitas seseorang akan berbeda dengan orang lain. Bahkan adanya perbedaan itulah yang menjadikan identitas antara seseorang dengan orang lainnya. Beda, dapat berarti lain, dan hendaknya arti tersebutlah yang mengemuka, sehingga beda antara etnis satu dengan etnis lain, sebagai hukum alam. Belakangan ini yang muncul adalah makna tidak sama dan berkonotasi negatif- untuk memaknai beda. Beda selalu identik tidak sama, dan ukuran tidak sama adalah saya yang mempresentasi identitas diri seseorang, etnis, golongan, ras, agama, dan lain-lain-. Mengingat ukurannya adalah saya sebagai diri yang subjektif, dan bukan kita sebagai diri yang objektif, maka yang terjadi adalah, beda berarti tidak sama 2

dengan saya, dan karena tidak sama dengan saya, maka itu tidak baik, jelek. Nuansa pemaknaan seperti di atas, cenderung syarat politis. Secara psikologis, kesadaran akan identitas diri (entah etnis, ras, agama, atau apapun namanya) merupakan kesadaran yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kesadaran ini penting untuk membedakan individu satu dari individu lainnya, terlebih saat ini betapa globalisasi telah menjadikan seluruh wajah bangsa di muka dunia menjadi mirip satu sama lainnya. Dalam kajian psikologis sebenarnya identitas etnik, merupakan hal biasa dalam fenomena berbangsa, dan bukan hal yang istimewa. Setiap kita harus memiliki kesadaran dari mana kita berasal, baik secara etnis ataupun secara geografis, lebih dari itu adalah pada masing-masing individu hendaknya selalu ada keinginan untuk tetap menjunjung budaya etnis tersebut. Persoalannya akan menjadi lain, tatkala kesadaran tersebut diblow-up secara politis, yang pada ujung-ujungnya menumbuhkan keinginan untuk menjadikan etnis sebagai bangsa tersendiri, yang terpisah dari desain besar bangsa Indonesia. Dan tatkala muncul konflik antar etnis, -dan tampaknya hal itu sulit sekali dihindari sebagaimana disitir oleh Donald L Horowitz (1985) bahwa konflik berbasis etnis merupakan fenomena yang muncul pada banyak negara- maka secara arif dipecahkan tidak dengan membackup etnis tertentu, tetapi dengan mendudukkan seluruh konflik yang terlibat konflik dalam meja besar secara bersama dan tetap dalam bingkai persatuan. Dari panggung dunia kita dapat saksikan, betapa dukungan pada etnis tertentu secara sengaja ataupun tidak oleh pihak penguasa- justru akan memperpanjang konflik itu sendiri. Simak saja peristiwa di negara India, Irak, yang kerap terlibat dengan persoalan etnis. 3

Merujuk pada tulisan Liddle (1970) bahwa salah satu kendala integrasi di Indonesia adalah persoalan suku, ras, agama dan geografi yang disebutnya sebagai dimensi horizontal, sedangkan dimensi vertikalnya menurut Liddle adalah adanya perbedaan antara elite dan massa. Tulisan ini diperkuat oleh Toffler (1990) yang memprediksikan bahwa masalah suku bangsa ini akan terus berlanjut hingga akhir abad XXI. Ditambah lagi dengan banyaknya suku bangsa di Indonesia, maka apa yang diungkap Liddle ini menjadi semacam ancaman bagi kelangsungan persatuan bangsa Indonesia. Tulisan Liddle ataupun Toffler dapat dijadikan sebagai bahan renungan masyarakat bangsa ini secara bersama. Dan jika disimak secara arif, apa yang diindikan oleh Liddle sebenarnya lebih banyak bergantung pada sisi vertikal, dibanding sisi horizontal. Jika persoalan suku, ras, agama ataupun geografis, maka sejarah telah membuktikan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut dapat dieleminir dengan menumbuhkan pelbagai persamaan-persamaan yang dimiliki. Peristiwa 28 Oktober 1928 merupakan salah satu bukti, betapa keinginan untuk mewujudkan negara yang satu, melebihi rasa beda yang dimunculkan suku, ras, agama ataupun geografis yang ada. Sementara itu, sisi vertikal inilah yang terkadang sulit untuk diprediksikan. Kerap terjadi ide awal menjadikan bangsa satu etnis, bukan berasal dari kalangan massa, melainkan dimunculkan para elite pemegang kebijakan di etnis yang bersangkutan. Jika sudah demikian, maka massa dimobilisasi satu model praktek politik orde baru- untuk bersuara sama seperti yang dirasakan para pemimpinnya. Dengan dalih suara dari bawah grass root- maka para elite pemimpin etnis mengajukan tuntutan menyempal. 4

Meski kesadaran etnis harus tetap dipertahankan untuk tiap-tiap individu, namun perlu disepakati bahwa hal itu hendaknya tetap dalam nuansa psikologis, dan bukan dalam bingkai politis. Artinya, setiap individu harus memiliki identitas etnis, sebagai cara untuk menunjukkan jati dirinya, dan bukannya memposisikan dirinya berbeda dengan orang lain secara politis. Jika memang pada setiap orang telah memiliki kesadaran yang sama, bahwa identitas diri itu perlu, maka rasanya tidak lagi bermasalah yang bersangkutan dari etnis apa, suku mana, dan agama apa. Berbeda merupakan anugrah besar Tuhan terhadap umatnya, dan Nabi pun berucap, perbedaan di antara umatku dan hendaknya tidak dimaknai hanya sekadar pendapat- merupakan rahmat. Jika ada yang berpendapat, bahwa wacana negara bagian perlu dikembangkan dalam rangka membingkai perbedaan itu. Maka hendaklah disadari, bahwa tidak semua model pemerintahan yang ada di dunia, akan dapat begitu saja diterapkan pada bangsa dan masyarakat Indonesia secara serta merta. Banyak tahapan yang harus dilakukan untuk melempar wacana itu ke masyarakat, sebab tradisi bangsa ini secara khas berbeda dengan tradisi bangsa lain di manapun. Akhirnya, momentum 28 Oktober 2001 sebagai pengulangan 28 Oktober 1928 diharapkan dapat menjadi bahan renungan bagi seluruh masyarakat bangsa ini, terutama bagi mereka-mereka pemegang kebijakan di tiap-tiap etnis yang ada. Apapun pendapat pemimpin, akan menjadi acuan masyarakat untuk bertindak, sehingga para elite diharap untuk tidak sembarang berucap. Muhammad Idrus, dosen FIAI UII Yogyakarta, Kandidat Doktor Psikologi UGM Alamat: Kampus FIAI UII Yogyakarta Jalan Demangan Baru No. 24 Yogyakarta. Telp. 515490, 519004 5

Kepada Yth. Redaktur Opini Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Jl. P. Mangkubumi Yogyakarta Pengirim: Muhammad Idrus FIAI UII YOGYAKARTA Jl. Demangan Baru 24 Yk. 6