BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebar ke seluruh pelosok negeri dan telah merambah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah. satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan yang baik adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung di Indonesia

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. theory yaitu stewardship theory (Donaldson dan Davis, 1991), yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk diperbincangkan, banyaknya kasus-kasus buruknya kualitas laporan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aksesibilitas laporan keuangan SKPD, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas, mengakibatkan semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

SKRIPSI ANALISA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA PADANG WINDA PUSPITA SARI FAKULTAS EKONOMI

BAB. I PENDAHULUAN. bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi ternyata memberikan dampak yang luas terhadap

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

melaksanakan amanat rakyat (Aliyah dan Nahar, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. Koreksi atas posisi Laporan Operasional pada Pemerintah Kota

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dapat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

ANALISIS PENILAIAN ASET TETAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BLITAR PERIODE 2014 DAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. otonomi, masyarakat diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang menyelenggarakanpemerintahan yang baik (good. governance) dan pemerintahan yang bersih (clean goverment), dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pula. Reformasi di bidang keuangan negara menjadi sarana peningkatan performa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. satunya yang terpenting adalah keuangan (Kusuma, 2008). Dewasa ini tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

Jurnal Ekonomi Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Nasution (2007) menyatakan beberapa kelemahan yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. anggaran Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17. berbunyi sebagai berikut : Ketentuan mengenai pengakuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyusunan anggaran merupakan suatu proses yang berbeda antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Rp ,00 yang merupakan hasil dari biaya-biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dimaksud barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya reformasi dibidang keuangan, maka perlu

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. landasan untuk menjawab masalah penelitian, yang difokuskan kepada literaturliteratur

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. dan berganti menjadi era Reformasi. Pada era ini, desentralisasi dimulai ketika

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dalam organisasi/instansi. Hal ini ditandai dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. peraturan baru di bidang pengelolaan keuangan Negara dan searah, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi yang telah berjalan kurang lebih dari tiga belas tahun di Indonesia telah menyebar ke seluruh pelosok negeri dan telah merambah hampir ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu yang paling dominan dari aspek reformasi ini adalah aspek pemerintahan. Aspek pemerintahan yang dimaksud adalah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada aspek pemerintahan ini, isu yang mencuat adalah adanya tuntutan pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah secara proposional. Kebijakan pemberlakuan otonomi daerah membuat setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Namun demikian, dengan kewenangan yang luas tersebut, tidak berarti bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimiliki sesuai dengan kehendaknya tanpa arah dan tujuan yang jelas. Hak dan kewenangan yang luas yang diberikan kepada daerah, pada hakekatnya merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan, baik kepada masyarakat di daerah

2 maupun kepada pemerintah pusat yang telah membagikan dana perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia (Bastari, 2004). Agar akuntabilitas publik terjamin, diperlukan suatu penyajian informasi keuangan yang utuh dalam laporan keuangan. Pemerintah sebagai pengelola dana masyarakat harus dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan keuangan sektor publik merupakan representasi terstruktur posisi keuangan akibat transaksi yang dilakukan (Bastian dalam Sande, 2013). Sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor publik harus mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangannya. Penyajian informasi yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya akan mewujudkan akuntabilitas (Nordiawan dalam Sande, 2013), karena semakin baik penyajian laporan keuangan pemerintah daerah maka akan berimplikasi terhadap peningkatan terwujudnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dengan aksesibilitas laporan keuangan tersebut. Aksesibilitas laporan keuangan merupakan kemudahan bagi seseorang untuk memperoleh informasi mengenai laporan keuangan.

3 Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan keuangan yang dapat dibaca dan dipahami (Mulyana dalam Sande, 2013). Masyarakat sebagai pihak yang memberi kepercayaan kepada pemerintah untuk mengelola keuangan publik berhak untuk mendapatkan informasi keuangan pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap pemerintah (Mardiasmo dalam Sande, 2013). Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, website (internet), dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet dalam Mulyana, 2006). Permasalahannya adalah, upaya reformasi penyajian laporan keuangan daerah ini nampaknya belum dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bone Bolango. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 71 tahun 2010 yang berbasis akrual di jajaran pemerintah daerah. Penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAP berbasis akrual merupakan suatu keharusan bagi pemerintah daerah karena dianggap basis ini mampu menghasilkan informasi keuangan yang lebih relevan. Dengan kata lain, dengan menggunakan basis akrual, informasi yang diperoleh dari basis-basis yang lain akan dapat juga disediakan. Namun dalam lingkup pemerintah Kabupaten Bone Bolango penerapan basis ini

4 belum sepenuhnya diterapkan. Karena, untuk menerapkan metode pencatatan double entry berbasis akrual diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memahami logika akuntansi secara baik. Pemerintah daerah yang menangani masalah keuangan tidak cukup hanya menguasai penatausahaan anggaran melainkan juga harus memahami karakteristik transaksi yang terjadi dan pengaruhnya terhadap rekening-rekening dalam laporan keuangan pemerintah daerah sehingga akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dapat berjalan dengan baik. Kegagalan SDM pemerintah daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Dalam hal ini, umumnya pemerintah daerah memiliki keterbatasan jumlah SDM yang menguasai logika akuntansi secara baik. Dengan minimnya pengetahuan SDM dalam menguasai logika akuntansi secara baik maka berdampak pada pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Bone Bolango, dalam hal ini terkait dengan penyajian aset. Menurut BPK RI terkait dengan penyajian aset tetap per 31 Desember 2012 dan 2011, terdapat aset tetap yang belum dapat diketahui kewajarannya sebesar Rp. 96.677.501.720,30 yang terdiri dari: Aset Tetap Peralatan dan Mesin yang tidak dapat diketahui keberadaannya sebesar Rp16.002.569.966,30; biaya perencanaan, pengawasan dan rehabilitasi yang belum dikapitalisasi ke aset terkait pada Aset Tetap Gedung dan Bangunan sebesar Rp11.252.037.626,00 dan pada Aset

5 Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan sebesar Rp64.151.950.964,00; biaya ganti rugi tanaman dan bangunan sebesar Rp1.952.893.699,00 belum dikapitalisasi ke Aset Tanah terkait; dan Aset tetap lainnya berupa hewan ternak dan buku-buku sebesar Rp3.318.049.465,00 tidak dapat diketahui keberadaannya serta tidak dapat dirinci item jenis asetnya. Dan juga, catatan dan data yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk memperoleh keyakinan atas nilai aset tetap periode bersangkutan (www.bpk.go.id). Masalah lain adalah publikasi laporan keuangan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bone Bolango nampaknya belum menjadi hal yang umum. Peran laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya, penyajian laporan keuangan yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat menurunkan kualitas dari akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aliyah dan Nahar (2012) dengan judul Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Jepara. Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara positif dan signifikan antara penyajian laporan keuangan

6 daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah dengan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Selain penelitian yang dilakukan oleh Aliyah dan Nahar, penelitian ini juga merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sande (2013) dengan judul Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Penelitian tersebut menyatakan bahwa penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh signifikan positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, dan aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh signifikan positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi dengan judul Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. 1.2 Identifikasi Masalah Agar masalah yang dihadapi tidak terlalu luas, maka perlu dilakukan identifikasi masalah yaitu sebagai berikut: 1. Penyajian laporan keuangan daerah yang belum sesuai dengan SAP nomor 71 tahun 2010 yang berbasis akrual yang disebabkan masih minimnya pengetahuan SDM dalam menguasai logika akuntansi secara baik.

7 2. Belum maksimalnya pengelolaan keuangan pemerintah daerah, dalam hal ini terkait dengan pengelolaan aset. 3. Publikasi laporan keuangan oleh pemerintah daerah melalui media masa ataupun media online nampaknya belum menjadi hal yang umum. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah penyajian laporan keuangan daerah memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah? 2. Apakah aksesibilitas laporan keuangan daerah memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah? 3. Apakah penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Seberapa besar pengaruh penyajian laporan keuangan daerah terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

8 2. Seberapa besar pengaruh aksesibilitas laporan keuangan daerah terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. 3. Seberapa besar pengaruh penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan dibidang akuntansi khususnya terkait dengan pengaruh penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi untuk diperbandingkan dengan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah khususnya di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bone Bolango dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan daerah.