BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala (asimtomatik) terutama pada wanita, sehingga. mempersulit pemberantasan dan pengendalian penyakit ini 1

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

PEDOMAN WAWANCARA PERILAKU TRANSGENDER (WARIA) DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2016

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan melalui hubungan kelamin. Dahulu kelompok penyakit ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN PENGOBATAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN KABUPATEN BANYUMAS.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN PERIODE JANUARI JUNI TAHUN 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS

PROFIL KEJADIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PADA REMAJA DI RSUD DR WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA MOJOKERTO TAHUN 2014 TUTUT LAILATUL HIJAS

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga veneral (dari kata venus yang

PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mahal harganya.

PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN HIV & AIDS DI KABUPATEN GROBOGAN. OLEH : PENGENDALIAN PENYAKIT (PROGRAM HIV &AIDS) DINAS KESEHATAN Kab.

Nurjannah, SKM Sub Direktorat AIDS&PMS Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Papiloma Virus (HPV) terutama HPV 16 dan 18 (Aziz et al, 2006 ).

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kelamin ( veneral disease) sudah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat popular di Indonesia yaitu sifilis dan gonorhea. Semakin majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014). Peningkatan insiden Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling tidak insidennya relatif tetap. Namun demikian di sebagian besar negara insiden IMS relatif masih tinggi dan setiap tahun beberapa juta kasus baru beserta komplikasi medisnya antara lain kemandulan, kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini akan meningkatkan biaya kesehatan. Selain itu pola infeksi juga mengalami perubahan, misalnya infeksi Klamidia, Herpes genital, dan Kondiloma akuminata di beberapa negara cenderung meningkat dibandingkan dengan uretritis gonore dan sifilis. Beberapa penyakit sudah resisten terhadap

antibiotika misalnya munculnya galur multiresisten Neisseria gonorrhoeae, Hemophylus ducreyl, dan Trichomonas vaginalis yang resisten terhadap metronidazole (Fahmi dkk, 2014). Data dari profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2012 didapatkan total kasus IMS yang ditangani pada tahun 2012 sebanyak 140.803 kasus dari 430 layanan IMS. Jumlah kasus IMS terbanyak berupa cairan vagina abnormal (klinis) 20.962 dan servicitis (lab) 33.025. IMS merupakan salah satu pintu masuk atau tanda-tanda adanya HIV (Kemenkes, 2013). Data dari profil Jawa Tengah tahun 2012 didapatkan jumlah kasus IMS sebanyak 8.671 kasus. Lebih sedikit jika dibandingkan dengan kejadian IMS pada tahun 2011 yaitu 10.752. Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum terdeteksi. Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular seksual mempunyai target bahwa seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar (Profil Kesehatan Jateng, 2012). Data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Surakarta menunjukkan tahun 2012 tercatat jumlah penderita PMS sebanyak 1.316 kasus. Dari data Dinas Kesehatan tersebut, angka kejadian PMS tertinggi tahun 2012 berada di UPTD Puskesmas Sangkrah yaitu 1.002 (76%) kasus dengan 69 (6,8%) lakilaki dan 933 (93,2%) perempuan (Dinkes Surakarta, 2012). 2

Pada tahun 2013 kunjungan IMS sebanyak 780 kunjungan. Dengan IMS yang ditemukan sebanyak 669 orang dan IMS yang diobati sebanyak 868 kasus. Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan tahun 2012. Akan tetapi tetap memiliki angka yang tinggi. IMS sebagian besar terjadi pada orang yang tidak berisiko tinggi. Temuan pasien dengan IMS Tahun 2013 diketahui sebanyak 669 dengan 49 (7,32%) WPS, 3 (0,44%) LSL, 7 (1,04%) pasangan berisiko tinggi, 10 (1,49%) waria, lain-lain 600 orang termasuk ibu rumah tangga (89,68%) (Puskesmas Sangkrah, 2013). Pada Bulan Januari-Agustus 2014 kunjungan IMS sebanyak 538 orang. Dengan IMS ditemukan sebanyak 435 orang dan yang diobati sebanyak 477 kasus. Angka IMS yang diobati lebih tinggi dari yang ditemukan hal ini terjadi sebab pada 1 orang bisa menderita lebih dari 1 kasus IMS (Puskesmas Sangkrah, 2014). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kejadian IMS masih menjadi permasalahan sehingga perlu ada pencegahan guna menekan angka kejadian IMS dan menurunkan angka morbiditas. Dari beberapa tindakan pencegahan yang ada, pemakaian kondom saat berhubungan seksual merupakan alternatif yang harus dipertimbangkan karena terbukti efektif mencegah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Adanya kasus IMS yang tinggi, pelayanan kesehatan tidak hanya dibidang kuratif saja akan tetapi juga dilakukan pencegahan penularan IMS yakni dengan memberikan kondom untuk mencegah penularan IMS. Tahun 3

2013 jumlah kondom yang didistribusikan di wilayah UPTD Puskesmas Sangkrah sebanyak 2.008 kondom. Bulan Januari-Agustus tahun 2014 jumlah kondom yang didistribusikan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sangkrah sebanyak 2.142 kondom. Meski jumlah kondom yang didistribusikan sudah cukup tinggi serta sudah disediakan kondom cuma-cuma di pelayanan kesehatan (puskesmas) akan tetapi kejadian IMS tetap tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Fauza dkk (2014) di lokalisasi Bawen Kabupaten Semarang menyimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom pada WPS untuk mencegah IMS yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan ketersediaan kondom. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan pemakaian kondom yakni tingkat pendidikan. Pada Penelitian Sianturi (2012) di Kabupaten Serdang Bedagai menunj ukkan bahwa variabel pengetahuan tidak berhubungan dengan penggunaan kondom, variabel yang memiliki hubungan dengan penggunaan kondom pada WPS yaitu variabel sikap, ketersediaan kondom, dukungan mucikari dan dukungan petugas kesehatan. Penelitian yang dilakukan Widodo (2009) di Lokalisasi Koplak, Kabupaten Grobogan menghasilkan kesimpulan persepsi faktor pencetus tindakan pencegahan terhadap penyakit IMS sebagian besar 81,4% memiliki persepsi yang masih rendah tentang pencegahan IMS yakni pemakaian kondom saat berhubungan seksual dan, sedangkan sisanya 18,6% dalam memiliki persepsi yang tinggi tentang pencegahan IMS. 4

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas peneliti melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Faktor Predisposisi (Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Tentang Pencegahan IMS, Sikap Tentang Pencegahan IMS, dan Persepsi Tentang Kondom) dengan Perilaku Memakai Kondom untuk Mencegah IMS di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sangkrah. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara faktor predisposisi dengan perilaku memakai kondom untuk mencegah IMS di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sangkrah? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi dengan perilaku memakai kondom untuk mencegah IMS di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sangkrah. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pendidikan responden di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sangkrah kota Surakarta. b. Mengetahui pengetahuan responden tentang pencegahan infeksi menular seksual. c. Mengetahui sikap responden terhadap pencegahan infeksi menular seksual utamanya pemakaian kondom saat berhubungan seksual. 5

d. Mengetahui persepsi responden tentang kondom untuk mencegah Infeksi menular seksual. e. Mengetahui perilaku pemakaian kondom untuk mencegah infeksi menular seksual. f. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemakaian kondom untuk mencegah infeksi menular seksual. g. Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang pencegahan infeksi menular seksual dengan pemakaian kondom untuk mencegah infeksi menular seksual. h. Mengetahui hubungan antara sikap terhadap kondom dengan pemakaian kondom untuk mencegah infeksi menular seksual. i. Mengetahui hubungan antara persepsi tentang kondom dengan pemakaian kondom untuk mencegah infeksi menular seksual. j. Mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan tentang IMS, sikap terhadap kondom dan persepsi tentang kondom terhadap penggunaan kondom untuk mencegah infeksi menular seksual. D. Manfaat 1. Bagi instansi kesehatan Sebagai tambahan informasi bagi instansi kesehatan yang terkait dalam pengambilan keputusan dan perencanaan program dalam meningkatkan pencegahan penyakit menular seksual. 6

2. Bagi masyarakat Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat mengenai pengetahuan IMS dan pencegahannya serta pentingnya melakukan pencegahan IMS. 3. Bagi peneliti lain Sebagai tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya tentang faktor presdiposisi dalam pemakaian kondom untuk mencegah IMS. 7