Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 (2014)

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BADUNG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENELITIAN DAN PEMERIKSAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

ERIKA JENRI HALASAN PANJAITAN

A. Alasan Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG MEMUNGUT BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

EFEKTIVITAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA KEDIRI

5/3/2011 DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) OBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS PENGERTIAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Ulung Probohandoko 1, Prija Djatmika 2, Titik Soeryati Soekesi 3

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

BAB III IMPLIKASI TIDAK DITERBITKANNYA SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM MASA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia hidup dan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 57

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM PROSES AKUISISI LAHAN BERIKUT PENGENAAN BPHTB DI BEBERAPA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

KEDUDUKAN RISALAH LELANG SEBAGAI UPAYA HUKUM PENEGAKAN HAK-HAK KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 126 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

Sehubungan dengan Luapan Lumpur Sidoarjo. yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :... Alamat :... Kecamatan :... Provinsi :... Nomor Telepon :...

Kini PBB Menjadi Pajak Daerah!

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

(ANALYSIS OF THE EFFECTIVENESS OF TAX ON ACQUISITION OF LAND AND BUILDING COLLECTION PROCEDURE AT REGIONAL REVENUE SERVICE OF BITUNG CITY)

Mengajukan permohonan pengurangan BPHTB sebesar 100% (seratus persen) dari BPHTB yang terutang ***) : berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP);

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 8 TAHUN 2017

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

Kepastian Nilai Dasar Penghitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BUPATI BANDUNG BARAT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum

Walikota Tasikmalaya

Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi

PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB

SAAT TERUTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Analisis Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Proses Jual Beli Tanah Dan Bangunan Di Kabupaten Kebumen

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 12

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

JURNAL SKRIPSI. Disusun oleh: CLAUDIA TIARA YULINDA. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Menetapkan Pilihan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangungan sebagai Dasar Penghitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan )

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

LAMPIRAN I : PROSEDUR PENDAFTARAN OP BARU FUNGSI PENDATAAN DAN PENGUKURAN FUNGSI PERHITUNGAN, VERIFIKASI DAN PENETAPAN

PETUNJUK PENGISIAN SSPD

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

Disusun Oleh : Amalia Majid ( ) Dwi Fatehatul Ula ( ) Aulia Amrina Rosada ( ) Silvia Kusumawati ( ) Kelas B

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 05/PJ/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009.

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan BPHTB terutang di Kota Tanjung Balai.

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ( BPHTB )

EVALUASI TAHAPAN PERSIAPAN PENGALIHAN BPHTB MENJADI PAJAK DAERAH MENURUT PMK NOMOR 186/PMK.07/2010 DAN PERMENDAGRI NOMOR 53 TAHUN 2010

PROVINSI JAWA TENGAH

BUKU REGISTER PENELITIAN SSB KPPBB/KPP Pratama... No. Laporan Penelitian Lapangan SSB (jika ada) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

KARYA ILMIAH WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB PPAT ATAS PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 257.a TAHUN 2010

SISTEM PENGAWASAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA TEGAL

alam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak

TENTANG` BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VALIDASI PAJAK TERKAIT DENGAN AKTA YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS MENURUT PP NO.34 TAHUN 2016

Transkripsi:

Problematika Validasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Atas Temuan Hasil Verifikasi Lapangan Nilai Bangunan Tidak Sesuai Dengan Nilai Jual Objek Pajak Dan Nilai Perolehan Objek Pajak Bonus Aprianto Hernanda Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Surabaya. aprianno_h@yahoo.co.id Abstrak : Pajak merupakan pendapatan terbesar bagi Negara Indonesia. Salah satu sumber pajak yang diterima oleh negara adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) yang sekarang ini diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk dikelola guna kepentingan daerah tersebut. Dasar hukum pemungutan BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang merupakan pengganti dari Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Pemungutan BPHTB di Kota Surabaya sejak tahun 2011 diambil alih oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Surabaya (Dispenda Kota Surabaya), namun dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB yang dilakukan oleh Dispenda Kota Surabaya terdapat permasalahan, salah satunya yang menyangkut validasi BPHTB atas temuan verifikasi lapangan nilai bangunan tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tercantum di dalam SPPT PBB dan Nilai Perolehan Objek Pajak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pemungutan BPHTB yang dilakukan oleh Dispenda Kota Surabaya apakah telah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 Tentang BPHTB. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan historis. Sedangkan bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier untuk menganalisa masalah-masalah yang ada dalam penerapan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 Tentang BPHTB. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tindakan Dispenda Kota Surabaya terkait pemungutan BPHTB ditinjau dari penerapan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 Tentang BPHTB belum tepat karena Dispenda Kota Surabaya belum mempersiapkan diri dalam mengambil alih atas pungutan BPHTB sehingga pelayanan menjadi kacau, kurangnya pengetahuan petugas Dispenda Kota Surabaya tentang perpajakan khususnya BPHTB dan luasnya wilayah Kota Surabaya mengakibatkan kurangnya jumlah petugas Dispenda Kota Surabaya dalam melayani proses verifikasi dan validasi sehingga berkas menjadi 1

menumpuk. Hal ini mengakibatkan proses pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah menjadi terhambat sehingga PPAT tidak bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kata Kunci : BPHTB, Verifikasi Lapangan dan Validasi. Abstract : Tax is the largest revenue for the State of Indonesia. One source of taxes received by the state is Bea Acquisition of Land and Building (BPHTB) which is now submitted to the government to be managed for the benefits of the area. The legal basis is the collection BPHTB Law Number 28 Year 2009 on Regional Taxes and Levies as a substitute for the Act No. 20 of 2000 on the Amendment of the Act No. 21 of 1997. Harvesting BPHTB in Surabaya since 2011 was taken over by the Revenue Office in Surabaya (Revenue s Surabaya), but in the implementation collection BPHTB by Revenue s Surabaya there are problems, one of which concerns the validation of the findings BPHTB field verification does not match the value of the building with the Tax Object Sale Value (SVTO/NJOP) listed in the acquisition SPPT and Object Acquisition Value Tax. This study aims to determine the application of collection BPHTB by Revenue s Surabaya whether in accordance with the Regional Regulation of Surabaya No. 11 Year 2010 concerns BPHTB. This research is a law with legislative approach, the conceptual approach and the historical approach. While the legal materials used are primary legal materials, secondary and tertiary to analyze the existing problems in the implementation of the Regional Regulation of Surabaya No. 11 Year 2010 concerns BPHTB. From the results of this study concluded that the act of Revenue s Surabaya related to collection BPHTB terms of the application of the Regional Regulation of Surabaya No. 11 Year 2010 concerns BPHTB not appropriate because the Revenue s Surabaya has not been prepared to take over about collection BPHTB so that the service charges BPHTB becomes chaotic, lack of knowledge Revenue officers in Surabaya about taxation, particularly BPHTB and extent of the region resulted in insufficient numbers of Revenue officers in Surabaya in serving the verification and validation process so that the file be piling up. This resulted in the registration of land rights or registration of transfer of land rights to be obstructed so PPAT cannot carry out their duties in accordance with the legislation in force. Keyword : BPHTB, Field Verification and Validation. A. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (selanjutnya disingkat UU No. 2

12/2008) Tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan mengenai prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan Undang-undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberikan pelayanan, peningkatan, peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disingkat BPHTB) merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah. 1 BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. 2 Perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan. 3 Sedangkan hak atas tanah dan bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan beserta bangunan di atasnya. 4 Dasar hukum BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disingkat UU No. 20/2000). Undang-undang ini menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU No. 20/2000 Tentang BPHTB, bila Nilai Perolehan Obyek Pajak (selanjutnya disingkat NPOP) tidak diketahui 1 Lanny Kusumawati, Hukum Pajak Sebagai Suatu Pengantar, Laros, Sidoarjo, 2005, hlm. 101. 2 Ibid, hlm. 102. 3 Ibid. 4 Ibid. 3

atau NPOP lebih rendah dari Nilai Jual Obyek Pajak (selanjutnya disingkat NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya disingkat PBB) maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri. Faktanya didalam praktik, apabila NJOP PBB belum ditetapkan, maka Wajib Pajak (selanjutnya disingkat WP) mengajukan permohonan kepada Dinas Pendapatan Daerah (selanjutnya disingkat Dispenda) setempat untuk ditetapkan sesuai dengan lokasi tanah tersebut berada. Sedangkan NJOP untuk bangunan disesuaikan dengan kondisi bangunan. Selanjutnya didalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 20/2000 Tentang BPHTB, Ketentuan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (selanjutnya disingkat NPOPTKP) sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 (selanjutnya disingkat PP No. 113/2000) tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 (selanjutnya disingkat PP No. 111/2000) Tentang Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah Peraturan 4

Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 (selanjutnya disingkat PP No. 112/2000) Tentang Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan serta Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 (selanjutnya disingkat PP No. 113/2000) Tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB. Dengan diterapkannya Undang-undang ini maka dapat mengkonpensasikan penurunan penerimaan daerah karena diberlakukannya Undang-undang mengenai pajak dan retribusi daerah karena 99% penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah. Pemerintah Kota Surabaya dengan adanya Peraturan Daerah (selanjutnya disingkat Perda) Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 Tentang BPHTB, pengurusan BPHTB menjadi rumit dan berbelit-belit setelah diambil alih oleh Dispenda Kota Surabaya dari Kantor Pelayanan Pajak (selanjutnya disingkat KPP) Pratama setempat, padahal tujuan pemungutan pajak harus sederhana, efisien, efektif dan tepat waktu. Akan tetapi faktanya Dispenda Kota Surabaya belum siap melayani WP. Hal ini terbukti pelayanan di Dispenda Kota Surabaya kacau balau. Petugas yang melayani tidak menguasai hukum perpajakan yang mengakibatkan WP menjadi terlantar, berkas Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat PPAT) menumpuk. Nampak sekali petugas yang melayani belum pernah dibriefing untuk melayani WP, petugas hanya bisa menolak tetapi tidak bisa memberi penjelasan alasan penolakan sehingga WP banyak yang protes terhadap pelayanan tersebut. Ditemukan juga petugas pelayanan adalah bukan pegawai tetap Dispenda Kota Surabaya melainkan pegawai outsourcing yang jumlahnya terbatas, tidak seimbang dengan berkas yang masuk. Lagi pula setiap pembayaran BPHTB wajib diverifikasi lapangan terlebih dahulu apakah luas bangunan telah 5

sesuai dengan yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya disingkat SPPT PBB) atau tidak. Karena adanya kecurigaan Dispenda Kota Surabaya bahwa BPHTB yang dibayarkan tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, luas bangunan lebih besar dari yang tertera di SPPT PBB atau kondisi bangunan ternyata sudah tidak sesuai dengan NJOP di SPPT PBB dikarenakan bangunan sudah baru atau hasil renovasi, sehingga SPPT PBB perlu direvisi untuk disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Sedangkan akta peralihan hak yang dibuat di hadapan PPAT sudah terlanjur dibuat dan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja harus sudah masuk pendaftaran di Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disingkat BPN) Kota Surabaya. Keadaan ini sangat menghambat kinerja PPAT dan merugikan WP, dikarenakan mekanisme kerja di Dispenda Kota Surabaya sangat rumit dan berbelit-belit. Verifikasi lapangan memerlukan waktu lama bahkan sampai berbulan-bulan. Petugas lapangan cenderung mencari celah untuk mengenyangkan diri sendiri dengan cara kalau ada temuan luas bangunan yang tidak sesuai dengan SPPT PBB atau kondisi (kualitas) bangunan tidak sesuai dengan NJOP yang tertera dalam SPPT PBB, maka tidak segan-segan petugas lapangan berkolusi dengan WP untuk menerima sejumlah uang tertentu guna lolos verifikasi sehingga validasi BPHTB menjadi mulus. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Penulis tertarik untuk meneliti dengan judul : Problematika Validasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Atas Temuan Hasil Verifikasi Lapangan Nilai Bangunan Tidak Sesuai Dengan Nilai Jual Objek Pajak Dan Nilai Perolehan Objek Pajak. 6

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka terdapat beberapa rumusan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah sudah tepat tindakan Dinas Pendapatan Daerah (selanjutnya disingkat Dispenda) Kota Surabaya yang mengambil alih atas pungutan BPHTB ditinjau dari Penerapan Perda Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010? 2. Akibat hukum terhadap pemungutan BPHTB yang berdasarkan hasil verifikasi lapangan oleh Dispenda yang menetapkan BPHTB kurang bayar? C. PENDEKATAN MASALAH Penelitian ini adalah penelitian hukum dan pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) yakni meneliti permasalahan yang ada dengan perundang-undangan atau dengan hukum positif yang berlaku saat ini, 5 Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) dilakukan untuk membangun suatu konsep yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini, dengan memahami prinsip-prinsip hukum yang ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum, 6 Pendekatan Historis (Historical Approach) dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini sangat membantu peneliti untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu. 7 5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hlm. 96. 6 Ibid, hlm. 199. 7 Ibid, hlm. 126. 7

D. PEMBAHASAN Pada prinsipnya pengenaan BPHTB berdasarkan sistem self assessment, dimana WP diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (selanjutnya disingkat SSPD) BPHTB, dan melaporkannya tanpa berdasarkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak. Sistem Self Assessment ini umumnya diterapkan pada jenis pajak dimana WPnya diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. 8 Pemungutan BPHTB menganut 5 (lima) prinsip pemungutan, yaitu : 9 a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem Self Assessment, yaitu WP menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya; b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (selanjutnya disingkat NPOPKP); c. Agar Pelaksanaan UU BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada WP maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku; d. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk 20 Marihot, Op.cit., hlm. 43-44. 21 Mardiasmo, Op.Cit, hlm. 339. 8

meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dalam rangka memanfaatkan otonomi daerah. e. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (12) Perda Kota Surabaya No. 11/2010 Tentang BPHTB menyatakan bahwa Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (selanjutnya disingkat SKPDKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Penerbitan SKPDKB dilakukan kepada WP yang nyatanyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan maupun keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal atau kewajiban material. Hal ini dikarenakan SKPDKB merupakan surat ketetapan pajak yang ditetapkan secara jabatan, jadi ada kemungkinan SKPDKB ini diajukan keberatan oleh WP. Pajak yang terutang dalam SKPDKB harus dibayar oleh WP paling lambat satu bulan sejak SKPDKB tersebut diterima oleh WP. Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) Perda Kota Surabaya No. 11/2010 Tentang BPHTB dinyatakan bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan SKPDKB jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar. Ini berarti dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah melalui Dispenda dapat melakukan pemeriksaan atas kebenaran data-data obyek pajak yang tertuang dalam BPHTB. 9

Apabila berdasarkan pemeriksaan tersebut atau adanya keterangan lain yang membuktikan bahwa pajak yang terutang kurang bayar, Kepala Daerah menerbitkan SKPDKB kepada WP yang memiliki obyek pajak tersebut. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administratif berupa bunga 2 % (dua persen) setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak. Masalah lain yang banyak dikeluhkan Pemerintah Daerah dalam pengalihan pemungutan BPHTB adalah minimnya ketersediaan Sumber Daya Manusia (selanjutnya disingkat SDM) baik dari aspek kualitas maupun kuantitas, serta minimnya ketersediaan data, Standart Operating Procedure (selanjutnya disingkat SOP), dan teknologi informasi. Sampai tahun 2010 pemungutan BPHTB memang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui KPP Pratama, maka sudah barang tentu KPP Pratama memiliki SDM, data, SOP, dan teknologi informasi yang jauh lebih baik dari daerah. Menyadari hal ini, sejak UU No. 28/2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan, maka Pemerintah Kota Surabaya langsung melakukan kerja sama dengan KPP Pratama Surabaya. Kerja sama tersebut bahkan termasuk memindahkan sebagian tenaga honorer di KPP Pratama menjadi tenaga honorer Dispenda. Kerja sama ini belum cukup berhasil karena kesiapan Pemerintah Kota Surabaya dalam pengalihan pemungutan BPHTB tidak didukung dengan ketersediaan SDM, data, SOP dan teknologi informasi yang sudah online ke seluruh stakeholders BPHTB seperti PPAT, BPN, dan Bank. 10

Berdasarkan ketentuan Pasal 91 dimaksud dan dalam rangka peningkatan pelayanan di bidang pertanahan, bukti pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipersyaratkan pengecekan tanda bukti setoran pembayaran BPHTB pada kantor instansi yang berwenang, sehingga Kantor BPN dapat langsung melakukan proses pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah. Dengan adanya Surat Edaran Kepala BPN RI Nomor 5/SE/IV/2013 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Terkait Dengan Pelaksanaan UU No. 28/2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka PPAT, Pejabat Lelang tidak perlu melakukan penelitian SSPD BPHTB pada kantor Dispenda. Namun untuk mengantisipasi adanya pemalsuan bukti setoran pembayaran BPHTB, Kepala BPN RI mewajibkan kepada pemohon/kuasa/ppat/notaris/pejabat Lelang untuk membuat surat pernyataan sesuai format yang disediakan oleh Kantor BPN, yang isinya memuat keterangan bahwa yang bersangkutan benar telah membayarkan setoran pembayaran BPHTB ke kantor instansi yang berwenang di daerahnya. ZNT yang digunakan Pemerintah Kota Surabaya untuk penetapan PBB dan BPHTB menimbulkan kendala berkenaan dengan PBB dan peralihan hak atas tanah. Kendala-kendala tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1. Nilai PBB yang ditetapkan berdasarkan ZNT jauh lebih besar dari pada NJOP; 2. Perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area ZNT tidak ada meskipun lokasi dan fungsionalnya berbeda; 11

3. Akta peralihan yang dibuat oleh PPAT sering ditolak oleh kantor Dispenda Kota Surabaya karena nilainya dianggap tidak wajar; 4. Validasi yang dilakukan oleh petugas Dispenda Kota Surabaya dianggap sebagai penghambat proses peralihan hak; 5. Pemberlakuan ZNT pada saat NJOP masih digunakan menjadikan ketidakpastian instrumen yang digunakan sebagai dasar penentu pajak bagi Pemerintah Kota Surabaya. Beberapa kendala di atas apabila tidak segera mendapatkan penyelesaian, maka peluang pengelolaan PBB dan BPHTB oleh Pemerintah Daerah Kota Surabaya justru akan memunculkan ketidakpastian nilai, kegelisahan masyarakat dan terhambatnya berbagai proses yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, Pemerintah Kota Surabaya harus melakukan beberapa hal, yaitu : 1. Pemetaan ZNT sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah), bukan citra satelit; 2. Metode penilaian yang digunakan harus mencerminkan nilai tanah yang sebenarnya; 3. ZNT perlu segera ditetapkan sebagai dasar dalam penentuan PBB dan BPHTB; 4. Penerapan ZNT perlu dibarengi dengan penerapan kebijakan Kepala Daerah dalam penetapan pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 12

5. Validasi nilai tanah dalam akta tanah yang dibuat PPAT oleh petugas pajak tidak perlu dilakukan, mengingat keduanya adalah pejabat yang menjalankan tugas Negara. Kelima poin di atas harus segera dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam hal pengelolaan pajak, khususnya PBB dan BPHTB dapat dilaksanakan dengan baik dan berkontribusi positif dalam peningkatan kesejahteraan. E. KESIMPULAN & SARAN KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tindakan Dispenda Kota Surabaya terkait pemungutan BPHTB ditinjau dari penerapan Perda Kota Surabaya No. 11/2010 Tentang BPHTB belum tepat karena Dispenda Kota Surabaya belum mempersiapkan diri dalam mengambil alih atas pungutan BPHTB sehingga pelayanan menjadi kacau, kurangnya pengetahuan petugas Dispenda Kota Surabaya tentang perpajakan khususnya BPHTB dan luasnya wilayah Kota Surabaya mengakibatkan kurangnya jumlah petugas Dispenda Kota Surabaya dalam melayani proses verifikasi dan validasi BPHTB sehingga berkas verifikasi dan validasi menjadi menumpuk. 2. Akibat hukum terhadap pemungutan BPHTB yang berdasarkan hasil verifikasi lapangan oleh Dispenda Kota Surabaya yang menetapkan BPHTB kurang bayar adalah proses pendaftaran hak atas tanah atau 13

pendaftaran peralihan hak atas tanah menjadi terhambat sehingga PPAT tidak bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terlambatnya pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah di BPN melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (1) PP 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah yaitu Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. Sedangkan WP akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang untuk jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak, apabila WP tidak membayar kekurangan BPHTB setelah SKPDKB dikeluarkan oleh Kepala Daerah. SARAN a. Diharapkan Dispenda Kota Surabaya melakukan pelatihan tentang perpajakan khususnya BPHTB kepada seluruh pegawai-pegawainya agar memahami mekanisme pemungutan BPHTB, memahami ketentuan perpajakan khususnya BPHTB dan lebih memberikan pelayanan yang maksimal. b. Diharapkan Walikota Surabaya membuat peraturan mengenai ZNT sebagai dasar dalam penentuan PBB dan BPHTB. Namun pemetaan ZNT sebaiknya menggunakan data persil tanah, bukan menggunakan 14

satelit karena bidang-bidang tanah dalam satu area ZNT memiliki letak dan fungsi yang berbeda-beda. F. DAFTAR BACAAN BUKU Brotodihardjo, R. Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008. Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Edisi 2008, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2008 Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Ketiga, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang, 2010. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jawa Timur I, Buku Panduan Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, 2011. Kusumawati, Lanny, Hukum Pajak Sebagai Suatu Pengantar, Laros, Sidoarjo, 2005. Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cetakan ke-6, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Siahaan, P. Marihot, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek, Edisi I, Cet. I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2003. Soemitro, Rochmat dan Dewi Kania Sugiharti, Asas Dan Dasar Perpajakan, Edisi Revisi 1, Cet. I, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004. Supramono dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005. Sutedi, Andrian, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berikut perubahan/amandemen sampai ke-4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Lembaran Negara 1960-104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043. 15

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4030. Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 Tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 214, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4031. Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 Tentang Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4032. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 Tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 150/PMK.03/2010 Tentang Klasifikasi Dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 417. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala 16

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 Tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2010 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya Nomor 9. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 35 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Berita Daerah Kota Surabaya Tahun 2012 Nomor 36. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Berita Daerah Kota Surabaya Tahun 2012 Nomor 61. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5/SE/IV/2013 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Terkait Dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 17