BAB III. Model Regresi Linear 2-Level. Sebuah model regresi dikatakan linear jika parameter-parameternya bersifat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai data populasi yang berstruktur hirarki. Struktur data tersebut biasanya

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

1 Sindy Febri Antika, 2 Ir. Arie Kismanto, M.Sc 1 Mahasiswa S1 Statistika ITS Surabaya, 2 Dosen Jurusan Statistika ITS Surabaya

PROSEDUR PENAKSIRAN PARAMETER MODEL MULTILEVEL MENGGUNAKAN TWO STAGE LEAST SQUARE DAN ITERATIVE GENERALIZED LEAST SQUARE

BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL. Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data

BAB II LANDASAN TEORI. : Ukuran sampel telah memenuhi syarat. : Ukuran sampel belum memenuhi syarat

PENDEKATAN MODEL MULTILEVEL UNTUK DATA REPEATED MEASURES

BAB III METODE THEIL. menganalisis hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang dinyatakan

Pemodelan Regresi 2-Level Dengan Metode Iterative Generalized Least Square (IGLS) (Studi Kasus: Tingkat Pendidikan Anak di Kabupaten Semarang)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor Industri alat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicatat, atau diobservasi sepanjang waktu secara berurutan. Periode waktu dapat

PEMODELAN REGRESI 2-LEVEL DENGAN METODE ITERATIVE GENERALIZED LEAST SQUARE (IGLS) (Studi Kasus: Tingkat pendidikan Anak di Kabupaten Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penelitian ada tiga jenis, yaitu data deret waktu (time series), data silang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB III MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

BAB I PENDAHULUAN. Peramalan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam

Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel prediktor terhadap variabel respons. Hubungan fungsional

Pelanggaran Asumsi Normalitas Model Multilevel Pada Galat Level yang Lebih Tinggi. Bertho Tantular 1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III REGRESI PADA DATA SIRKULAR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA = (2.2) =

OLEH: SINDY FEBRI A DOSEN PEMBINGBING: Ir. ARIE KISMANTO, M.Si. Monday, July 18, 2011 Seminar Tugas Akhir Jurusan Statistika ITS 1

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Usman dan Warsono (2000) bentuk model linear umum adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. digunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton. Dia

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat mempengaruhi hasil analisis yang diperlukan. Data yang dapat

PEMODELAN REGRESI PANEL TERHADAP BELANJA DAERAH DI KABUPATEN/KOTA JAWA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh investasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi.

PEMODELAN REGRESI 3-LEVEL DENGAN METODE ITERATIVE GENERALIZED LEAST SQUARE (IGLS) (Studi Kasus: Lamanya pendidikan Anak di Kabupaten Semarang)

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III KALMAN FILTER DISKRIT. Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma)

PENGUJIAN KESAMAAN BEBERAPA MODEL REGRESI NON LINIER GEOMETRI (Studi Kasus : Data Emisi CO 2 dan Gross Nation Product di Malaysia, Bhutan, dan Nepal)

Pertemuan 4-5 ANALISIS REGRESI SEDERHANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dibahas tentang matriks, metode pengganda Lagrange, regresi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

PEMODELAN REGRESI 3-LEVEL DENGAN METODE ITERATIVE GENERALIZED LEAST SQUARE (IGLS) (Studi Kasus: Lamanya pendidikan Anak di Kabupaten Semarang)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE WEIGHTED LEAST SQUARE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB VI ANALISIS REGRESI LINEAR GANDA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III MIXED GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR)

BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses pengumpulan data, peneliti sering menemukan nilai pengamatan

PENERAPAN HIERARCHICAL LINEAR MODELING UNTUK MENGANALISIS DATA MULTILEVEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan

Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

BAB I Pendahuluan. 1. Mengetahui pengertian penelitian metode regresi. 2. Mengetahui contoh pengolahan data menggunakan metode regresi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pemodelan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Kasus Pencilan dan Autokorelasi Error

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

3. METODE. Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan

Analisis Model Regresi Data Panel Tidak Lengkap Komponen Galat Dua Arah dengan Penduga Feasible Generalized Least Square (FGLS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data

BAB III REGRESI SPLINE = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

BAB I PENDAHULUAN. atau tidak semua T1 T2 TN. sehingga banyaknya. keseluruhan observasi data panel adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. dan penguasaan keterampilan kognitif baik secara sendiri-sendiri atau bersama -

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih.. Dalam

METODE PARTIAL LEAST SQUARES UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS PADA MODEL REGRESI LINEAR BERGANDA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODI PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Bali pada tahun

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Bandung. Periode penelitian dipilih dari tahun 2011 sampai 2015 dan meliputi 5

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman dan Kota

BAB III METODE PENELITIAN

REGRESI LINEAR SEDERHANA

REGRESI LINIER BERGANDA

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB III Model Regresi Linear 2-Level Sebuah model regresi dikatakan linear jika parameter-parameternya bersifat linear. Untuk data berstruktur hirarki 2 tingkat, analisis regresi yang dapat digunakan adalah analisis regresi linear 2-level. Dalam model regresi 2-level, variabel tak bebas diukur pada level-1 dan beberapa variabel bebas diukur pada setiap level nya. 3.1 Model Umum Regresi Linear 2-Level Secara umum model regresi linear 2-level mendefinisikan variabel bebas pada level individu (level-1) dan pada level kelompok (level-2). Pengukuran untuk variabel tak bebas hanya dilakukan pada unit-unit di level individu. Model regresi linear 2-level, dimana diasumsikan bahwa terdapat populasi memiliki struktur hirarki 2-level. Misalkan terdapat data mengenai nilai Ujian Nasional (UN) yang diperoleh dari sekolah, dimana adalah banyak siswa dalam sekolah ke-. Siswa merupakan identifikasi untuk level-1 dan sekolah merupakan identifikasi untuk level ke-2. Misalkan pada level siswa (level-1) terdapat variabel tak bebas nilai UN () dan variabel bebas nilai matematika () sedangkan pada level sekolah (level-2) misalkan terdapat variabel bebas status sekolah (). 19

20 Untuk contoh tersebut dibentuk suatu model umum 2-level sebagai berikut : = + +...(3.1) Dimana menyatakan siswa sekolah ke-, =1,2, menyatakan sekolah =1,2, Asumsi yang mendasari model (3.1) sama dengan regresi linear klasik yaitu ~ (0, ). Pada regresi klasik intersep dan slope untuk setiap sekolah adalah sama nilainya. Sedangkan pada model ini koefisien intersep dan slope untuk setiap sekolah berbeda. Untuk memprediksi keragaman nilai UN antar sekolah, koefisien intersep dan slope dapat diperoleh dengan menganggap dan sebagai respon dari persamaan-persamaan berikut : = + +...(3.2) = + + Pada kedua persamaan tersebut merupakan variabel bebas level-2, sedangkan dan merupakan efek acak atau error pada level-2 dengan asumsiasumsi yang mendasari sebagai berikut: = =, =, =0 =, =, (, )= Secara keseluruhan persamaan (3.1) dan persamaan (3.2) disebut sebagai model multilevel. Sedangkan secara terpisah persamaan (3.1) disebut sebagai model level-1 dan persamaan (3.2) disebut sebagai model level-2.

21 Dengan mensubstitusikan persamaan (3.2) ke persamaan (3.3), diperoleh model regresi linear 2-level secara umum sebagai berikut : = + + + + + +... (3.3) Komponen tetap komponen acak Pada persamaan (3.3) variabel tak bebas merupakan penjumlahan komponen tetap dan komponen acak. Terlihat bahwa variabel tak bebas secara umum dapat diprediksi oleh. Juga dapat diketahui hubungan fungsional antara dengan bergantung pada nilai. Parameter-parameter dalam persamaan (3.3) yang akan ditaksir sebagai parameter tetap (fixed parameter) adalah merupakan koefisien intersep, merupakan efek prediktor level-2, merupakan efek prediktor level-1 dan merupakan efek interaksi antara level-1 dan level-2 (disebut juga cross-level interaction). Sedangkan sebagai parameter acak (random parameter) yang ditaksir adalah,, dan. Persamaan (3.3) dapat dituliskan dalam bentuk matrik dengan menotasikan variabel bebas pada komponen tetap sebagai X, dan variabel bebas pada komponen acak sebagai Z, sehingga diperoleh: Dimana = + + =1,2,,... (3.4)

22 ( ) =, ( ) 1 1 =, 1 ( ) 1 1 = 1 ( ) =, = ( ), ( ) = Dengan: ~(0,Ω) dimana Ω = ~(0, ) Persamaan (3.1)-(3.3) merupakan model-model dengan 1 variabel bebas level ke-1 dan 1 variabel bebas level ke-2. Model-model tersebut dapat diperluas, apabila terdapat variabel bebas level-1 dan variabel bebas level ke-2, sehingga: Model level-1 dengan variabel bebas, maka persamaan (3.1) menjadi: = + + =1,2, dan =1,2,... (3.5) Model level-2 dengan variabel bebas sehingga persamaan (3.2) menjadi: = + + = + +... (3.6) Substitusikan persamaan (3.6) kedalam persamaan (3.5), sehingga diperoleh model umum regresi 2-level sebagai berikut:

23 = + + + + + + Komponen tetap komponen acak... (3.7) Dengan menggabungkan seluruh = pengamatan, maka persamaan (3.14) dapat ditulis dalam notasi matrik: =++... (3.8) Dimana: =,=,=,=,= : vektor variabel tak bebas ( 1). : matriks variabel bebas untuk komponen tetap ( (+++1)) : vektor koefisien regresi untuk komponen tetap ((+++1) 1) : matriks variabel bebas pada untuk komponen acak ( (+1)) : vektor koefisien regresi untuk komponen acak ((+1) 1) : vektor error ( 1) Dengan: ~(, ) Ω ~(,Ω), Ω = Ω Ω

24 Persamaan (3.8) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut : =+... (3.9) Dimana = +, dengan matriks varians kovarians yaitu +Ω 3.2 Sub Model untuk Model Regresi Linear 2-Level Model umum 2-level dapat dibentuk menjadi beberapa sub model. Dalam tugas akhir ini sub model yang dibahas yaitu: 3.2.1 Model Dekomposisi Variansi Model ini merupakan model paling sederhana dari model 2-level karena tidak ada variabel bebas yang dimuat dalam level-1 maupun level-2. (Rohayati, 2005:12) Model dekomposisi variansi dapat berguna sebagai langkah awal dalam analisis multilevel dan dapat memberikan keberagaman outcome pada masing-masing level dalam data hirarki. Model dekomposisi variansi direpresentasikan sebagai berikut : Model level-1: = +... (3.10) Model level-2: = +... (3.11) dengan mensubstitusikan (3.11) kedalam persamaan (3.10) diperoleh model persamaan tunggal nya: = + +...(3.12)

25 Dalam model (3.12) tidak menjelaskan variansi apapun, hanya menguraikan variansi Y kedalam dua komponen yaitu variansi error level-1 ( ), dan variansi error level-2 ( ),. Dalam model ini intraclass correlation (ICC) dapat diperoleh, yaitu: = ( ) 0 1... (3.13) dimana menyatakan Intraclass Corelation (ICC). Intraclass correlation merupakan korelasi antara dua unit level-1 dalam unit level-2 yang sama. Dalam data yang mempunyai struktur hirarki, dua unit level-1 pada unit level-2 yang sama cenderung mempunyai karakteristik yang hampir sama dibandingkan dua unit level-1 dari unit level-2 yang berbeda. Semakin tinggi nilai korelasi ini menunjukkan semakin mirip nya dua unit level-1 dari unit level-2 yang sama, dibandingkan dengan dua unit level-1 yang diambil dari dua unit level-2 yang berbeda. Hal tersebut mengidentifikasikan semakin besarnya pengaruh dari unit level- 2 pada unit observasi level-1, sehingga penting dilakukan analisis yang memperhatikan struktur hirarki dari data (analisis multilevel). Warnita, Ifra dan Ekaria (2009:12) menjelaskan bahwa nilai ICC yang tidak sama dengan nol menunjukkan adanya pelanggaran asumsi pada OLS yaitu independensi antar unit observasi.

26 3.2.2 Model Intersep Acak Pada model ini diasumsikan hanya koefisien intersep yang bersifat acak. Apabila terdapat variabel bebas level-1 dan variabel bebas level ke-2, maka model dapat direpresentasikan sebagai berikut : Model level-1, terdapat P variabel bebas level-1: Dengan = + +... (3.14) : variabel tak bebas (respon) untuk unit ke- pada level-1 dalam unit ke- pada level-2. : random intercept untuk unit ke- pada level-2. : efek tetap (fixed effects) untuk variabel bebas ke-. : variabel penjelas ke- di level-1untuk unit ke- pada level-1 dalam unit ke- pada level-2. : error untuk unit ke- pada level-1 dalam unit ke- pada level-2 (error Model level-2 : level-1), diasumsikan ~ N(0, ). = + + =...(3.15) Dengan : intersep tetap (fixed intercept)

27 : efek tetap (fixed effects) untuk variabel bebas ke-. : efek acak untuk unit ke- pada level-2, diasumsikan ~(0, ) dimana dan diasumsikan saling bebas, (, )=0 Pada model di atas, notasi =1,2,..., menyatakan unit-unit level-1 yang bersarang dalam unit ke- pada level-2 dan =1,2,..., menyatakan unit-unit level-2. Total observasi level-1 dalam seluruh unit level-2 adalah : = Model (3.15) disubstitusikan kedalam model (3.14), sehingga diperoleh model persamaan tunggal sebagai berikut: = + + + +..(3.16) Komponen tetap komponen acak Pada persamaan (3.16), variabel tak bebas merupakan penjumlahan komponen tetap dan komponen acak, parameter-parameter dalam model yang akan ditaksir adalah, dan sebagai fixed parameter serta dan sebagai random parameter. dan masing-masing menyatakan variansi antar unit level-2 dan variansi antar unit level-1. Dengan menggabungkan seluruh = pengamatan, maka persamaan (3.6) dapat ditulis dalam notasi matrik: =+...(3.17)

28 Dimana =, = 1 1 1, =, ={ } : vektor variabel tak bebas (n x 1), berisikan observasi-observasi = respon untuk unit ke-i dalam unit level-2 ke- Total observasi dinyatakan oleh, dengan = : matrik variabel bebas ( (++1)), berisikan komponen tetap. vektor koefisien regresi untuk komponen tetap ((++1) 1) matriks yang berisikan penjumlahan residual level-1 dan level-2, dimana =, = +. 3.3 Penaksiran Parameter Pada data hirarki, kemiripan karakteristik unit-unit pada level-1 dalam unit level-2 yang sama menyebabkan data hirarki tidak bersifat independen dan mengakibatkan metode OLS kurang tepat untuk digunakan. Sehingga akan dibahas mengenai cara menaksir parameter-parameter dalam model regresi linear 2-level yang dapat mentolerir karakteristik data hirarki tersebut, yaitu dengan menggunakan metode Iterative Generalized Least Square (IGLS).

29 Penaksiran dengan metode IGLS dilakukan dengan menaksir parameterparameter tetap (fixed parameter) terlebih dahulu dengan diketahui suatu matriks varian-kovarians V menggunakan Generalized Least Square (GLS), selanjutnya hasil taksiran yang diperoleh digunakan untuk menaksir parameter acak dalam model menggunakan GLS. Prosedur taksiran fixed parameter dan random parameter dilakukan berulang-ulang secara bergantian sampai mendapatkan taksiran yang konvergen. Prosedur penaksiran model regresi 2-level untuk model intersep acak persamaan (3.17) : =+ Dimana parameter-parameter yang akan ditaksir pada model regresi 2-level dalam persamaan (3.17) adalah fixed parameter dan parameter acak, menyatakan variansi error level-1 dan menyatakan variansi error level-2. Langkah pertama dalam menaksir parameter dengan motode IGLS adalah menaksir fixed parameter untuk suatu matriks varians-kovarians yang diketahui, dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS) : =( )... (3.18) Sebagai initial value digunakan hasil taksiran yang diperoleh dari Ordinary Least Square (OLS), yaitu : =( )

30 Satelah taksiran dari diketahui, hitung nilai-nilai taksiran untuk, yaitu =. Sehingga dapat diperoleh nilai error yang dinyatakan dalam bentuk : = = Bentuk cross product matrik : = = Lakukan pemvektorisasian pada matriks :

31 = = 2 11 11 11 21 21 11 2... (3.19) Operator merupakan operator yang membuat matriks ukuran menjadi vektor ukuran 1 dengan menyusun entri-entri matriks pada kolom (+1) dibawah entri terakhir kolom ke-s, dengan s = 1,2,...,. Matriks varians-kovarians ukuran adalah matriks block diagonal yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =... (3.20) dengan = banyak unit level-2 yang diobservasi, dan,,, adalah matriks varians-kovarians untuk masing-masing unit level-2, yang didefinisikan sebagai berikut: = ( )+ ( ) = ( )+ ( )... (3.21) = ( )+ ( )

32 Jika diuraikan lebih lanjut, maka matriks varians-kovarians untuk unit level-2 ke-, dijabarkan sebagai berikut : = + + + berukuran, dengan () adalah matriks identitas berukuran, dan ( ) adalah matriks yang entri-entrinya berisi konstanta 1 ukuran. Dari (3.20) dan (3.21), matriks varians-kovarians untuk observasi, dimana =, dinyatakan dalam bentuk : ( )+ ( ) = ( )+ ( )... (3.22) ( )+ ( ) Lakukan pemvektorisasi pada matriks varians-kovarians, vektorisasi matriks sehingga berukuran 1 : ()= + + +... (3.23) Diketahui nilai ekspektasi dari adalah : =... (3.24)

33 Dengan pengaturan sedemikian rupa, bisa dibentuk model linear berdasarkan (3.24): = ( )=() Sehingga diperoleh hubungan antara vektor-vektor tersebut yang diekspresikan kedalam model linear adalah sebagai berikut: 2 11 11 11 21 = 21 11 2 + 0 + = 0 0 + 1 0 1 0 0 1 + 1 0 1 0 0 1 +... (3.25) Pada model linear yang terbentuk dalam persamaan (3.25), dijadikan sebagai variabel tak bebas (respon), dan menjadi koefisien-koefisien model, vektor-vektor berisi konstanta 0 dan 1 yang bersesuaian dengan dan menjadi variabel-variabel penjelas dan R menyatakan vektor error. Sehingga (3.25), parameter-parameter yang akan ditaksir adalah dan. Jika vektor-vektor yang bersesuaian dengan dan dalam (3.25) dinotasikan sebagai dan, kemudian dibentuk matriks =, dan

34 parameter-parameter acak yang akan ditaksir tergabung dalam vektor, dimana =, maka (3.25) dapat dimodelkan dalam persamaan : =...(3.26) Dengan membentuk model yang dinyatakan dalam persamaan (3.26), parameter-parameter acak yang ingin diketahui ( dan ) dapat ditaksir. Penaksiran parameter-parameter acak dilakukan dengan metode yang sama seperti pada penaksiran parameter-parameter tetap, yaitu dengan menggunakan metode GLS: =( ( ) ) ( )...(3.27) Dengan =, berukuran. Setelah diperoleh taksiran dari parameter-parameter acak, ulangi langkah penaksiran fixed parameter dengan nilai matriks varians-kovarians yang baru, kemudian hasil penaksiran fixed parameter digunakan untuk menaksir random parameter, selanjutnya dilakukan penaksiran berulang-ulang secara bergantian antara fixed parameter dan random parameter sampai konvergen, yaitu nilai taksiran tidak lagi berfluktuasi pada iterasi-iterasi berikutnya. Penjelasan di atas merupakan proses penaksiran parameter tetap dan parameter acak menggunakan IGLS dalam model intersep acak. Secara umum proses iterasi metode IGLS dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Taksir parameter tetap dengan menggunakan metode GLS :

35 =( ) Untuk taksiran awal gunakan hasil taksiran oleh OLS yaitu =( ) 2. Diperoleh nilai error =, hitung berukuran ( ) 3. Tentukan bahwa = dengan V merupakan matriks varianskovarians untuk model yang nilainya belum diketahui. 4. Buat vektor =( ) berukuran ( 1), sehingga ( )= dimana berisikan parameter-parameter komponen acak dan adalah matriks rancangan koefisien acak. 5. Hitung =( ( ) ) ( ) dengan = 6. Gunakan penaksir pada langkah 5 untuk mengisi elemen matriks yang bersesuaian. 7. Lakukan prosedur iterasi diatas hingga diperoleh hasil taksiran yang konvergen. 3.4 Ukuran Kecocokan Model Deviance merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan cocok tidaknya suatu model. Secara umum deviance dapat didefinisikan sebagai berikut : = 2

36 dengan adalah fungsi kemungkinan dibawah hipotesis nol pada saat mencapai konvergen dan adalah fungsi kemungkinan dibawah hipotesis alternatif pada saat mencapai konvergen. (Tantular, Bertho, 2009:12) Semakin kecil nilai deviance model tersebut dikatakan semakin cocok. Akan tetapi tidak ada ketentuan yang pasti berapa besar ukuran untuk nilai deviance ini. Sehingga untuk mengetahui suatu model cocok atau tidak harus dibandingkan dengan model lain. Misal ada dua model sebut saja M1 dan M2, dimana M1 merupakan model yang diturunkan dari M2 dengan cara menghilangkan suatu parameter. Prosedur membandingkan dua model tersebut dengan menggunakan suatu pengukuran perbedaan deviance yaitu : = mengikuti sebaran Khi-kuadrat dengan derajat kebebasan = dimana adalah banyak parameter pada model M1 dan adalah banyak parameter pada model M2. Jika nilai lebih besar dari pada nilai (), maka model yang memiliki parameter lebih banyak yang lebih cocok untuk data tersebut. Joreskog, Sorbom, dan Du toit (2001:66) juga menjelaskan bahwa untuk menentukan kecocokan dari dua model yang berbeda pada data yang sama, menggunakan selisih dari nilai -2log*likelihood yang memiliki distribusi Khikuadrat, dengan derajat kebebasannya adalah selisih dari banyaknya parameter yang ditaksiri kedua model.