BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal, saat ini Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan. merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar negara republik

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

I. PENDAHULUAN. dengan negara-negara lain (open economy),konsekuensinya adalah lemahnya posisi negara

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB V PENUTUP. mengelola daerahnya, sehingga kebutuhan kebutuhan daerah dapat dipenuhi.

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bandung merupakan ibu kota Jawa Barat, tentunya Kota Bandung merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat maka sudah selayaknya pembangunan infrastruktur harus diutamakan. Alokasi untuk pembangunan infrastruktur dianggarkan dalam belanja modal daerah. Belanja modal daerah merupakan salah satu jenis belanja langsung dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun. Belanja modal merupakan bentuk investasi untuk melaksanakan sektor infrastruktur. Selayaknya transfer dana dari Pemerintah Pusat (Dana Alokasi Umum) dan pendapatan yang berasal dari daerah (Pendapatan Asli Daerah) digunakan Pemkot Bandung untuk melakukan pembangunan infrastruktur daerah dengan porsi yang lebih besar, sehingga perekonomian masyarakat mengalami peningkatan. Peningkatan perekonomian masyarakat pada akhirnya akan menambah jumlah Pendapatan Asli Daerah melalui penarikan pajak, retribusi, dan lain-lain. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah baik dari PAD maupun DAU, daerah akan mampu memenuhi dan membiayai semua keperluan yang dibutukan masyarakat. Dengan penerapan otonomi daerah di Indonesia hingga saat ini merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otonomi daerah ini selaras dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

2 Pemerintah Daerah. Otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa ada campur tangan pemerintah pusat. Sumber dana utama pemerintah daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dipakai untuk membiayai belanja daerah dan pembangunan. Pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Otonomi yang diberikan kepada Pemerintahan Kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya emosional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah (Soleh & Rochmansjah, 2010). Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda.maka dalam kenyataanya, pemerintah pusat tidak dapat lepas tangan begitu saja terhadap

3 kebijakan otonominya. Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah (Simanjuntak, 2005). Pada akhirnya pemerintah akan melakukan transfer dana. Transfer dana ini berupa dana perimbangan. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dalam pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah, pemerintah pusat mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Selain dari dana perimbangan tersebut, pemerintah daerah juga mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pinjaman daerah, maupun lain-lain penerimaan daerah yang sah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, peran transfer tidak dapat dihindarkan mengingat otonomi daerah yang dilimpahkan menuntut daerah untuk dapat menyelesaikan berbagai urusan pemerintah daerah yang menjadi wewenang daerah. Hal ini tentu saja mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan daerah dalam mengemban urusan pemerintahan daerah lebih banyak dibandingkan sebelum otonomi. Pemerintah daerah seringkali dihadapkan dengan masalah tingginya kebutuhan fiskal daerah (fiscal need) sementara kapasitas fiskal daerah tidak mencukupi. Pelaksanaan PAD dalam perannya terhadap keseluruhan APBD masih relatif kecil. Potensi PAD masing-masing daerah sangat jauh berbeda, sehingga menimbulkan terjadinya fiscal gap.

4 Transfer antar pemerintah sebagai bentuk dari kebijakan pelaksanaan otonomi dalam mengatasi fiscal gap merupakan salah satu sumber penerimaan penting pemerintah daerah. Pemberian transfer diharapkan dapat menunjang keberhasilan pembangunan daerah yaitu terjadinya peningkatan pengeluaran daerah sejalan dengan meningkatnya dana transfer dari pemerintah. Pelaksanaan transfer mempunyai tujuan utama adalah untuk menginternalisasikan eksternalitas fiskal yang muncul dalam pembangunan antar daerah. Permasalahan yang terjadi saat ini, pemerintah daerah terlalu menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja daerah dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada periode berikutnya dana DAU yang diperoleh tetap. Menurut Ndadari dan Adi (2008) proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD. Kuncoro (2004) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling besar 20%.

5 Tabel 1.1 Anggaran DAU, PAD, dan Belanja Infrastruktur Kota Bandung di Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2008-2014 Tahun DAU PAD DAU + PAD BELANJA INFRASTRUKTUR GAP 2008 Rp827.608.000.000 Rp322.880.537.428 Rp1.150.488.537.428 Rp345.160.822.373-233,32% 2009 Rp989.233.620.000 Rp293.887.343.498 Rp1.283.120.963.498 Rp390.988.308.073-228,17% 2010 Rp912.571.834.000 Rp432.073.172.411 Rp1.344.645.006.411 Rp405.699.482.843-231,44% 2011 Rp1.005.982.541.000 Rp635.233.978.079 Rp1.641.216.519.079 Rp612.081.890.549-168,14% 2012 Rp1.322.681.042.000 Rp933.920.994.572 Rp2.256.602.036.572 Rp1.039.746.735.667-117,03% 2013 Rp1.485.941.032.000 Rp1.407.759.106.133 Rp2.893.700.138.133 Rp1.429.167.838.243-102,47% 2014 Rp1.596.749.326.000 Rp1.752.660.087.136 Rp3.349.409.413.136 Rp1.757.876.441.039-90,54% Sumber : Bandung.go.id Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, DAU dan PAD meningkatkan Belanja Di Bidang Infrastruktur, sehingga menimbulkan GAP yang sangat besar. Upaya yang dilakukan Pemerintahan Kota untuk mengecilkan GAP tersebut adalah dengan upaya meningkatkan pembangunan di Bidang Infrastruktur. Kenyataan inilah yang menimbulkan perilaku asimetris pada pemerintah daerah. Untuk melihat apakah terjadi indikasi in efisien pada dana transfer tersebut, dapat dilihat dari respon pengeluaran pemerintah yang lebih dikenal dengan teori Flypaper Effect. Respon disini merupakan suatu tanggapan langsung dari Pemerintah daerah dalam menyingkapi transfer dana dalam bentuk dana perimbangan khususnya DAU yang diwujudkan pada anggaran belanda daerah.

6 Ketika respon belanja daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut dengan flypaper effect (Oates, 2006). Flypaper effect itu sendiri merupakan respon yang tidak simetris atau asimetris terhadap peningkatan dan penurunan penggunanan dana transfer dari pemerintah pusat, dimana Tresch (2005) menyatakan bahwa dana transfer tersebut diberikan untuk jangka waktu tertentu dengan indikasi adanya pihak yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer yang cenderung meningkat. Dengan kata lain penemuan flypaper effect pada alokasi pengeluaran, maka diharapkan pemerintah dapat seminimum mungkin memperkecil respon yang berlebihan pada belanja daerah. Karena itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh sebenarnya DAU dan PAD terhadap Belanja Infrastruktur dan apakah terjadi flypaper effect terhadap Belanja Infrastruktur di Kota Bandung di Provinsi Jawa Barat. Dengan demikian, bisa dilihat tingkat kemandirian Kota Bandung dengan mengoptimalkan pendapatannya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis terdorong untuk meneliti lebih jauh dengan judul : Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Di bidang Infrastruktur Di Kota Bandung

7 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, identifikasi rumusan masalah yang diajukan sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan Flypaper Effect Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Flypaper Effect Pendapatan Asli Daerah. 2. Bagaimana Flypaper Effect Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah Dibidang Infrastruktur di Kota Bandung. 3. Bagaimana Flypapaer Effect Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah Dibidang Infrastruktur di Kota Bandung. 4. Bagaimana Flypaper Effec tpada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Dibidang Infrastruktur di Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh flypaper effect dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah dibidang infrastruktur di Kota Bandung 2. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis hubungan Flypaper Effect Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah. 2. Untuk menganalisis pengaruh Flypaper Effect Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah dibidang Infrastruktur di Kota Bandung.

8 3. Untuk menganalisis pengaruh Flypaper Effect Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah dibidang Infrastruktur di Kota Bandung. 4. Untuk menganalisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan terhadap Belanja Daerah dibidang Infrastruktur di Kota Bandung. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis : Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai pengaruh Flypaper Effect Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja daerah terutama dibidang Infrastruktur Kota Bandung. 2. Bagi Pemkot Bandung : Dapat memberikan informasi kepada instansi pemerintah dan bisa menjadi salah satu pertimbangan instansi pemerintah dalam melakukan pengambilan keputusan terkait dengan pengaruh Flypaper Effect Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah terutama dibidang infrastruktur Kota Bandung. 3. Bagi peneliti selanjutnya : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi kepada peneliti lain khususnya mengenai pengaruh pengaruhflypaper effect Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah terutama dibidang infrastruktur Kota Bandung.

9 1.5 Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti maka penulis mengadakan penelitian dengan mengambil data pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Jl. Wastu Kencana No. 2 Bandung.

10