BAB IV PEMBAHASAN. 4.2 Ekstraksi Senyawa Fenol Penentuan Waktu Kesetimbangan pada Ekstraksi Senyawa Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB II. KESEIMBANGAN

Kesetimbangan Fasa Bab 17

Diagram Segitiga dan Kesetimbangan Cair-Cair

PENGUKURAN KESETIMBANGAN UAP-CAIR SISTEM BINER ETANOL+ETIL ASETAT DAN ETANOL+ ISOAMIL ALKOHOL PADA TEKANAN 101,33 kpa, 79,99 kpa dan 26,67 kpa

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

FISIKA 2. Pertemuan ke-4

PEMODELAN KESETIMBANGAN CAIR-CAIR DALAM PEMUNGUTAN SENYAWA FENOL DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL DENGAN PROSES EKSTRAKSI

Larutan dan Konsentrasi

Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan X A + X B + Xc =

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE)

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR SIMBOL DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRACT Latar Belakang Keaslian Penelitian 5

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

Kimia Fisika Bab 6. Kesetimbangan Fasa OLEH: RIDHAWATI, ST, MT

PENGAMBILAN ASAM PHOSPHAT DALAM LIMBAH SINTETIS SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR DENGAN SOLVENT CAMPURAN IPA DAN n-heksan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

2. Fase komponen dan derajat kebebasan. Pak imam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN. STANDART KOMPETENSI Mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode pengukuran serta terapannya.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT

DATA KESETIMBANGAN UAP-AIR DAN ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB IV. PERHITUNGAN STAGE CARA PENYEDERHANAAN (Simplified Calculation Methods)

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

ENERGI KESETIMBANGAN FASA

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

KESETIMBANGAN UAP-CAIR (VLE) ETHANOL-AIR DARI HASIL FERMENTASI RUMPUT GAJAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

PMD D3 Sperisa Distantina

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM BIOPROSES (IBK 551) Disusun Oleh Ariyo Prabowo Hidayanto, M.Si.

PEMILIHAN PELARUT EKSTRAKSI ETANOL DARI PELARUT BERBASIS ALKOHOL PADA PROSES FERMENTASI-EKSTRAKTIF. Disusun oleh:

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

3 METODOLOGI PENELITIAN

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT

39 Universitas Indonesia

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OTK 3 S1 Sperisa Distantina

1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Pemisahan dan Pemurnian Zat Cair. Distilasi dan Titik Didih. Nama : Agustine Christela Melviana NIM :

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II. Kesetimbangan Fasa. 22 April 2014

Referensi: 1) Smith Van Ness Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler Chemical, Biochemical adn

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sulistyani M.Si

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

HUKUM RAOULT. campuran

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

Diagram Fasa Zat Murni. Pertemuan ke-1

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

PERCOBAAN I PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS

Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

DAFTAR ISI ABSTRAK...

PENGUKURAN KESETIMBANGAN UAP-CAIR SISTEM BINER 2-BUTANOL + GLISEROL, SISTEM TERNER METANOL + 2-BUTANOL +GLISEROL DAN ETANOL + 2-PROPANOL + GLISEROL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

PERCOBAAN 01 PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: DISTILASI, TITIK DIDIH (KI- 2051)

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

Materi kuliah OTK 3 Sperisa Distantina EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI. Indah Desi Permana Sari

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

Absorbansi 28 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Kandungan Total Fenol pada Limbah Cair Industri Tekstil Hasil analisis kandungan total fenol pada limbah cair industri tekstil dengan menggunakan uji Folin-Ciocalteu (FC) yang dilakukan di Lab. Kimia Analitik Jurusan FMIPA Undip, didapatkan hasil bahwa limbah cair industri tekstil mengandung total fenol sebesar 1 ppm. Pemungutan senyawa fenol dilakukan dengan proses Ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut anatara lain larutan aseton dan larutan metanol. 4.2 Ekstraksi Senyawa Fenol 4.2.1 Penentuan Waktu Kesetimbangan pada Ekstraksi Senyawa Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil. 6 4 2.8.6.4.2 Fenol-Acetone 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Waktu (menit) Gambar 4.1 Hubungan Absorbansi & Waktu Kesetimbangan di Fase Ekstrak pada Ekstraksi Senyawa Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil

Rendemen (%) Absorbansi 29.9.8.7.6.5.4.3.2.1 1 2 3 W4aktu5(men6it) fenol-kerosen 7 8 9 1 Gambar 4.2 Hubungan Absorbansi & Waktu Kesetimbangan di Fase Rafinat pada Ekstraksi Senyawa Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil Dari data percobaan diatas dapat dilihat, bahwa konsetrasi fenol konstan tanpa adanya perubahan terjadi pada waktu 7 menit, hal ini menunjukkan bahwa waktu kesetimbangan terjadi pada waktu 7 menit karena konsentrasi fenol yg terekstrak sudah tidak mengalami perubahan terhadap waktu. Dengan data kesetimbangan tersebut didapat waktu kesetimbangan ekstraksi cair-cair senyawa fenol dari limbah cair industri tekstil yaitu selama 7 menit, waktu kesetimbangan ini nantinya digunakan sebagai dasar untuk percobaaan semua variabel. 4.2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Rendemen pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil. 1 8 6 4 2 2 4 6 Suhu ( C) 1 rpm 2 rpm 3 rpm 1 rpm 2 rpm 3 rpm Gambar 4.3 Hubungan Rendemen & Suhu Terhadap Kecepatan Pengadukan pada Ekstraksi Fenol dengan Pelarut Aseton (Hitam) dan Pelarut Metanol (Putih)

3 Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh variasi suhu (28 o C, 4 o C, 5 o C) yang digunakan terhadap rendemen pada ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton konsentrasi 7 % dan pelarut metanol konsentrasi 7%. Nilai rendemen ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton yang paling besar yaitu pada kondisi suhu 4 o C dengan nilai rendemen sebesar 91,87%. Sedangkan nilai rendemen yang paling kecil yaitu pada kondisi tanpa pemanasan (28 o C) sebesar 4,375%. Sedangkan nilai rendemen fenol pada ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol paling besar yaitu pada suhu 5 o C dengan nilai rendemen sebesar 8.43%. Sedangkan nilai rendemen yang paling kecil terjadi pada kondisi tanpa pemanasan (28 o C) sebesar 28,63%. Kenaikan suhu operasi menunjukkan peningkatan rendemen fenol, akan tetapi pada suhu 5 o C nilai rendemen mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pada suhu 5 o C sudah mendekati titik didih dari pelarut aseton sehingga ada beberapa molekul dari pelarut yang berubah menjadi fase uap yang dapat menurunkan kemampuan pelarut untuk mengikat solut, selain itu senyawa fenol yang terekstrak sudah mendekati jenuh sehingga penambahan suhu sudah tidak effisien lagi (Tiara Febriyanti,24). Hal ini menunjukkan bahwa suhu paling optimum yang digunakan pada ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton konsentrasi 7% yaitu pada suhu 4 o C. Pada ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol rendemen mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan suhu tidak sama seperti ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton, karena titik didih metanol lebih tinggi jika dibandingkan dengan aseton jadi pelarut metanol masih bisa mengikat solut, namun kenaikan rendemen tidak terlalu signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa suhu paling optimum yang digunakan pada ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut metanol konsentrasi 7% yaitu pada suhu 5 o C.

Rendemen (%) 31 4.2.3 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Randemen pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil. 1 8 6 4 2 1 2 3 4 Kecepatan Pengadukan (rpm) 27 4 5 27 4 5 Gambar 4.4 Hubungan Rendemen & Kecepatan Pengadukan Terhadap Suhu pada Ekstraksi Fenol dengan Pelarut Aseton (Hitam) dan Pelarut Metanol (Putih) Gambar 4.4 menunjukkan pengaruh kecepatan pengadukan (1 rpm, 2 rpm, 3 rpm) yang digunakan terhadap rendemen pada ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton konsentrasi 7% dan pelarut metanol konsentrasi 7%. Nilai rendemen pada ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton yang paling besar yaitu pada kondisi kecepatan pengadukan sebesar 3 rpm. Nilai rendemen mengalami peningkatan seiring dengan semakin besar kecepatan pengadukan yang digunakan, Sedangkan untuk ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol sama seperti ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton nilai rendemen ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut metanol yang paling besar yaitu pada kondisi kecepatan pengadukan sebesar 3 rpm. Untuk ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton dan metanol nilai rendemen mengalami peningkatan seiring dengan semakin besar kecepatan pengadukan yang digunakan, karena semakin besar kecepatan pengadukan akan memperbesar gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi sehingga pelarutan solut dari diluen dapat berlangsung maksimal. Selain itu semakin besar kecepatan pengadukan maka akan memperbesar bidang kontak antara kedua cairan.

Koefisien DIstribusi (Ki) 32 4.2.4 Pengaruh Pelarut Terhadap Randemen pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton konsentrasi 7%, didapatkan nilai rendemen ekstraksi fenol dari limbah cair industri tekstil yang paling optimum sebesar 91,87%, dengan kondisi operasi kecepatan pengadukan 3 rpm dan suhu 4 o C, sedangkan pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut metanol konsentrasi 7%, didaptkan nilai rendemen fenol dari limbah cair industri tekstil yang paling optimum sebesar 8.43 %, dengan kecepatan pengadukan 3 rpm dan suhu 5 o C. Dari penjelasan diatas dapat dsimpulkan bahwa pelarut yang paling optimum yang dapat digunakan untuk ekstraksi senyawa fenol dari limbah cair industri tekstil yaitu aseton. 4.2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Koefisien Distribusi pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil. 24 22 2 16 14 12 1 8 6 2 2 4 6 Suhu ( o C) 1 rpm 2 rpm 3 rpm 1 rpm 2 rpm 3 rpm Gambar 4.5 Hubungan Koefisien Distribusi & Suhu Terhadap Kecepatan Pengadukan pada Ekstraksi Fenol dengan Pelarut Aseton (Hitam) dan Pelarut Metanol (Putih) Gambar 4.5 menunjukkan pengaruh suhu yang digunakan terhadap koefisien distribusi (Ki) ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton konsentrasi 7% dan pelarut metanol konsentrasi 7%. Nilai Ki ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton paling besar terjadi pada kondisi operasi suhu 4 o C

33 dengan nilai Ki sebesar 189,529. Sedangkan nilai Ki yang paling rendah terjadi pada kondisi operasi tanpa pemanasan (28 o C) sebesar,122.. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi operasi paling optimum yaitu pada suhu 4 o C. Sedangkan Nilai Ki ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol paling besar terjadi pada kondisi operasi dengan suhu 5 o C dengan nilai Ki sebesar 216,334. Sedangkan nilai Ki yang paling rendah terjadi pada kondisi operasi tanpa pemanasan (28 o C) sebesar,6845. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi paling optimum yaitu suhu 5 o C. Pada ekstraksi menggunakan pelarut aseton kenaikan suhu operasi menunjukkan peningkatan nilai koefisien distribusi (Ki), akan tetapi pada suhu 5 o C nilai koefisien distribusi (Ki) mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pada suhu 5 o C sudah mendekati titik didih dari pelarut aseton sehingga ada beberapa molekul dari pelarut yang berubah menjadi fase uap yang dapat menurunkan kemampuan pelarut untuk mengikat solut, selain itu senyawa fenol yang terekstrak sudah mendekati jenuh sehingga penambahan suhu sudah tidak effisien lagi, sedangkan ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol nilai koefisien distribusi (Ki) mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan suhu, tidak sama seperti ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton, karena titik didih metanol lebih tinggi jika dibandingkan dengan aseton jadi pelarut metanol masih bisa mengikat solut. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka fenol yang berpindah ke fase ekstrak semakin meningkat.

Koefisien Distribusi (Ki) 34 4.2.6 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Koefisien Distribusi pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil. 25 2 28 15 4 5 1 28 4 5 5 1 2 3 4 Kecepatan Pengadukan (rpm) Gambar 4.6 Hubungan Koefisien Distribusi & Kecepatan Pengadukan Terhadap Suhu pada Ekstraksi Fenol dengan Pelarut Aseton (Hitam) dan Pelarut Metanol (Putih) Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap nilai koefisien distribusi pada ekstraksi senyawa fenol dari limbah cair industri tekstil menggunakan pelarut aseton konsentrasi 7% dan pelarut metanol konsentrasi 7%., nilai koefisien distribusi (Ki) mengalami kenaikan seiring dengan semakin besar kecepatan pengadukan yang digunakan. Hal ini menandakan bahwa semakin besar kecepatan pengadukan yang digunakan maka fenol yang berpindah ke fase ekstrak semakin meningkat. Untuk ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton dan metanol nilai koefisien distribusi (Ki) mengalami peningkatan seiring dengan semakin besar kecepatan pengadukan yang digunakan, karena semakin besar kecepatan pengadukan akan memperbesar gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi sehingga pelarutan solut dari diluen dapat berlangsung maksimal. Selain itu semakin besar kecepatan pengadukan maka akan memperbesar bidang kontak antara kedua cairan (MV Purwani, 213).

35 4.2.7 Pengaruh Pelarut Terhadap Koefisien Distribusi pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton konsentrasi 7 %, didapatkan nilai koefisien distribusi ekstraksi fenol dari limbah cair industri tekstil yang paling optimum sebesar 189,529, dengan kondisi operasi kecepatan pengadukan 3 rpm dan suhu 4 o C. sedangkan pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut metanol konsentrasi 7%, didapatkan nilai koefisien distribusi fenol dari limbah cair industri tekstil yang paling optimum sebesar 216,334, dengan kecepatan pengadukan 3 rpm dan suhu 5 o C. Dari penjelasan diatas dapat dsimpulkan bahwa pelarut yang paling optimum yang dapat digunakan untuk ekstraksi senyawa fenol dari limbah cair industri tekstil yaitu metanol, dengan nilai koefisien yang besar maka penggunaan dari pelarut lebih sedikit, jika dibandingkan dengan menggunakan pelarut yang nilai koefisien distribusinya kecil.

36 4.2.8 Pemodelan Kesetimbangan Cair-cair pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil dengan Pelarut Aseton. Pada percobaan yang telah dilakukan didapat data kesetimbangan cair-cair sistem terner pada ekstraksi cair-cair limbah industri tekstil yaitu sebagai berikut : Tabel 4.1 Data Kesetimbangan Cair-cair Ekstraksi Fenol di Fase Ekstrak No Fraksi mol fenol (Xa) Fraksi mol Air (Xc) Fraksi mol Aseton (Xb) 1 5.928E-8 62.737 2 4.898E-7 92.77 3 1.288E-6 91.78 4 6.613E-7 84.715 5 1.333E-6 91.78 6 1.38E-6 91.78 7 3.115E-7 61.738 8 7.279E-7 75.724 9 1.25E-6.36.693 Tabel 4.2 Data Kesetimbangan Cair-cair Ekstraksi Fenol di Fase Rafinat No Fraksi mol fenol (Ya) Fraksi mol Aseton (Yb) Fraksi mol Kerosen (Yd) 1 1.574E-6 34.865 2 1.687E-7 37.862 3 2.6E-7 1.789 4 1.412E-6 37.862 5 1.211E-7 34.865 6 2.439E-8 31.868 7 1.73E-6 28.871 8 4.857E-7 24.875 9 3.514E-7 27.872

37 Pada data kesetimbangan cair-cair yang sudah didapat dari hasil eksperimen dengan menggunakan pelarut aseton selanjutmya di korelasikan ke dalam pemodelan Three-Suffix Margulles. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa perbandingan hasil perhitungan dan eksperimental fraksi mol dalam fase ekstrak dan fase rafinat, dari hasil korelasi data kesetimbangan cair-cair model Three- Suffix Margulles memberikan korelasi yang baik terhadap data kesetimbangan cair- cair. Hal tersebut ditunjukkan dengan grafik hasil korelasi yang dapat mem-fitting data kesetimbangan cair-cair dengan baik, maka model Three-Suffix Margulles cocok untuk memprediksi kesetimbangan cair-cair pada proses ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut aseton 7%. Tabel 4.3 Koefisien Aktifitas Hasil Perhitungan dengan Model Three-Suffix Margulles Untuk Ekstraksi Fenol Menggunakan Pelarut Aseton Suhu ᵞX A ᵞ X B ᵞ X C ᵞ Y A ᵞ Y B ᵞ Y D 27 1.143 1.292 2.132 1.158 4.711.871 4 1.181 1.15 2.464 1.222 5.718.81 5 1.197 1.91 2.546 1.225 5.861.795 Tabel 4.4 Parameter Interaksi dengan Model Three-Suffix Margulles Untuk Ekstraksi Fenol Menggunakan Pelarut Aseton Suhu A12 A21 A13 A31 A23 A32 B12 B21 B13 B31 B23 B32 27 4 5 1.76 1.12 2.67 2.55 2.21.42 1.6 1.46 1.13.2.7 1.39.85.72 4.97 5.54 7.48

Perhitungan Perhitungan Perhitungan 38 1..9.8.7.6.4.3..3.4.6.7.8.9 1 Eksperimen (A) 1..9.8.7.6.4.3. XA XB XC YA YB YD 1..9.8.7.6.4.3..3.4.6.7.8.9 1 Eksperimen (C).3.4.6.7.8.9 1 Eksperimen XA XB XC YA YB YD (B) XA XB XC YA YB YD Gambar 4.7 Hubungan antara Data Hitung dan Data Eksperimen untuk Ekstraksi Fenol Menggunakan Pelarut Aseton Pada Suhu (A) 27 o C, (B) 4 o C, (C) 5 o C dengan Model Three- Suffix Margules

39 4.2.9 Pemodelan Kesetimbangan Cair-cair pada Ekstraksi Fenol dari Limbah Cair Industri Tekstil dengan Pelarut Metanol. Tabel 4.5 Data Kesetimbangan Cair-cair Ekstraksi Fenol di Fase Ekstrak No Fraksi Mol Fenol (XA) Fraksi Mol Air (XB) Fraksi Mol Aseton (XC) 1 2.492E-7 68.831 2 4.274E-7 77.822 3 5.673E-7 1.798 4 3.981E-7 76.823 5 5.595E-7 88.811 6 7.698E-7 88.811 7 4.712E-7 67.832 8 7.712E-7 89.81 9 8.397E-7 2.797 Tabel 4.6 Data Kesetimbangan Cair-cair Ekstraksi Fenol di Fase Rafinat No Fraksi Mol Fenol Fraksi Mol Aseton Fraksi Mol Kerosen (YA) (YB) (YD) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2.34E-6 1.526E-6 7.459E-7 1.691E-6 1.168E-6 1.219E-7 1.259E-6 5.35E-7 2.438E-8.4.57.7.53.73.95.24.47.6.995.942.929.946.926.94.975.952.939

4 Pada data kesetimbangan sistem terner yang sudah didapat dari hasil eksperimen dengan menggunakan pelarut metanol selanjutmya di korelasikan kedalam pemodelan Three-Suffix Margulles. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa perbandingan hasil perhitungan dan eksperimental fraksi mol dalam fase ekstrak dan fase rafinat. Pada korelasi sistem terner, sistem terner dapat diprediksi berdasarkan parameter interaksi biner yang didapatkan dari hasil korelasi model terhadap data kesetimbangan cair-cair, dari hasil korelasi data kesetimbangan caircair model Three-Suffix Margulles memberikan korelasi yang baik terhadap data kesetimbangan cair-cair system pelarut metanol. Hal tersebut ditunjukkan dengan Gambar 4.8 grafik hasil korelasi yang dapat mem-fitting data kesetimbangan caircair dengan baik, maka model Three-Suffix Margulles cocok untuk memprediksi kesetimbangan cair-cair pada proses ekstraksi fenol dengan menggunakan pelarut metanol 7 %. Tabel 4.7 Koefisien Aktifitas Hasil Perhitungan dengan Model Three-Suffix Margulles Untuk Ekstraksi Fenol Menggunakan Pelarut Metanol Suhu ᵞX A ᵞX B ᵞX C ᵞY A ᵞY B ᵞY D 27 1.53.924 4.978 1.623 48.84.931 4 1.519.933 4.769 1.472 21.55.924 5 1.511.932 4.812 1.55 23.93.931 Tabel 4.8 Parameter Interaksi dengan Model Three-Suffix Margulles Untuk Ekstraksi Fenol Menggunakan Pelarut Metanol Suhu A12 A21 A13 A31 A23 A32 B12 B21 B13 B31 B23 B32 27 4 5 7.32 1 1.1 2.999 1 6.55 6.12 4.7.1 1.37 1.6 2.35 1.17 1 5 1.1 8 5.85 5 5.7 2.64 2.8 5.28 7.7 4.81

Perhitungan Perhitungan Perhitungan 41 1 1.9.9.8.8.7.7.6.6.4.3 XA XB XC YA YD YB.3.4.6.7.8.9 1.4.3 XA XB XC YA YD YB.3.4.6.7.8.9 1 Eksperimen Eksperimen (A) (B) 1.9.8.7.6.4.3 XA XB XC YA YD YB.3.4.6.7.8.9 1 Eksperimen (C) Gambar 4.8 Hubungan antara Data Hitung dan Data Eksperimen untuk Ekstraksi Fenol Menggunakan Pelarut Metanol Pada Suhu (A) 27 o C, (B) 4 o C, (C) 5 o C dengan Model Three- Suffix Margules

42 Tabel 4.3 dan Tabel 4.7 menunjukkan nilai koefisien aktivitas proses ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol dan pelarut aseton yang diperoleh dari perhitungan dengan model Three-Suffix Margules, dari nilai koefisien aktifitas pada masing-masing komponen menunjukan komponen fenol, aseton dan metanol pada fase ekstrak bernilai satu, hal ini menunjukkan komponen fenol, aseton dan metanol berada dalam keadaan ideal dalam sistem ini, tetapi nilai koefisien aktifitas komponen air pada fase ekstrak bernilai lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa komponen air berada dalam keadaan tidak ideal dalam sistem ini. Sedangkan nilai koefisien aktifitas pada masing-masing komponen menunjukan komponen fenol dan kerosen pada fase rafinat bernilai satu, hal ini menunjukkan komponen fenol dan kerosen berada dalam keadaan ideal dalam sistem ini, tetapi nilai koefisien aktifitas komponen aseton dan metanol pada fase rafinat bernilai lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa komponen air berada dalam keadaan tidak ideal dalam sistem. Tabel 4.4 dan Tabel 4.8 menunjukkan optimasi parameter Three-Suffix Margules untuk ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton dan ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol, parameter interaksi model Three-Suffix Margules tidak menunjukkan perubahan yang cukup signifikan dengan adanya perubahan suhu pada proses ekstraksi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa parameter Three- Suffix Margules untuk Ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton dan ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu. Gambar 4.7 dan gambar 4.8 menunjukkan bahwa antara data eksperimen dan data hasil perhitungan untuk ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton dan pelarut metanol dengan model Three- Suffix Margulles telah mem-fitting data kesetimbangan dengan baik. Data kesetimbangan hasil eksperimen ekstraksi fenol menggunakan pelarut metanol dengan model Three-Suffix Margulles dapat memfitting data kesetimbangan lebih baik jika dibandingkan dengan data kesetimbangan hasil eksperimen ekstraksi fenol menggunakan pelarut aseton. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model Three-Suffix Margulles cocok untuk memprediksi data kesetimbangan cair-cair pada ekstraksi fenol dari limbah cair industri tekstil.

43