ACTIVITY OF DAILY LIVING PENDERITA KUSTA BERDASARKAN TINGKAT CACAT DENGAN INDEKS BARTHEL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat

PENERAPAN FUNGSI AFEKTIF KELUARGA PADA LANSIA DALAM PEMENUHAN ACTIVITY DAILY LIVING

TINGKAT KECACATAN DAN KECEMASAN PADA PASIEN KUSTA BERDASARKAN JENIS KELAMIN THE LEVEL OF DEFECT AND ANXIETY TO PATIENT WITH LEPROSY DEPEND ON GENDER

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

FUNGSI RANGE OF MOTION (ROM) PADA PENDERITA STROKE PASCA PERAWATAN RUMAH SAKIT

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari

PELAKSANAAN TUGAS KESEHATAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI DEPRESI PENDERITA PENYAKIT KUSTA DI DESA SUMBERGLAGAH KECAMATAN PACET MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ADL (Activity Daily Living )adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin. sehari hari. ADL merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Sekitar 70-85% dari seluruh

KEMANDIRIAN FUNGSIONAL LANSIA DIABETES MELITUS DI KELURAHAN BANGSAL KOTA KEDIRI

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

KARYA TULIS ILMIAH KEMAMPUAN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING S) PADA PASIEN PASCA STROKE

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

PENGETAHUAN PENYAKIT KUSTA MENINGKATKAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya

peningkatan dukungan anggota keluarga penderita kusta.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang. Berdasarkan laporan regional World Health Organzation (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. mortalitas dan morbiditas penduduk dengan prevalensi yang cukup tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berumur 60 tahun ke atas. Sesuai dengan undang-undang Nomor 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. atau oleh tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT KHUSUS KUSTA KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam otak yang mengakibatkan kematian sel otak. dan ada riwayat keluarga yang menderita stroke (Lewis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

SEMAKIN TINGGI PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT KUSTA SEMAKIN BAIK PERILAKU PERSONAL HYGIENE PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS

BAB I PENDAHULUAN. kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG

IKRIMA RAHMASARI J

GAMBARAN KEPUASAN PASIEN BPJS TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PATIENT SATISFACTION BPJS OVERVIEW OF HEALTH SERVICES

PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN KEPATUHAN KONTROL PADA PASIEN TUBERCULOSIS PARU DI INSTALASI RAWAT JALAN RS BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati ( Hadisaputro &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

DEPENDENT CARE PADA PASIEN STROKE DI BANDA ACEH DEPENDENT CARE FOR STROKE PATIENTS IN BANDA ACEH

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

5. Sulfas Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang mengalami anemia berat.

DUKUNGAN KELUARGA DAN KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING DALAM PENURUNAN DEPRESI PASCA STROKE

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab utama kematian di. Indonesia (Sagita, 2013). Adapun stroke adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

STUDI DESKRIPTIF DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN STROKE DALAM MENJALANI REHABILITASI STROKE DI RSUD BENDAN PEKALONGAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. degeneratif dan salah satu penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Poliklin ik Saraf RSUD Dr. Moewardi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan. Gangguan asupan darah

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UPAYA PENDERITA KUSTA DALAM MENCEGAH PENINGKATAN DERAJAT KECACATAN (Leprosy Patients Efforts to Prevent the Increasing Degrees of Disability)

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

BAB 1 PENDAHULUAN. panjang dengan rata-rata 44 juta kecacatan, dengan memberi dampak emosional

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT KUSTA. (Personal Hygiene of Skin with Practice to Leprosy Prevention)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU No.13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan pre and post test control design. Pengambilan data

Transkripsi:

ACTIVITY OF DAILY LIVING PENDERITA KUSTA BERDASARKAN TINGKAT CACAT DENGAN INDEKS BARTHEL ACTIVITY OF DAILY LIVING BASED ON LEVEL OF LEPROSY PATIENTS WITH DISABILITIES BARTHEL INDEX STIKES RS. Baptis Kediri Jl. Mayjend. Panjaitan No. 3B Kediri Telp. (0354) 683470 idrisdede@ymail.com ABSTRAK Penyakit Kusta Merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks, tidak hanya dari segi medis (misal kecacatan fisik), tetapi juga meluas sampai masalah sosial dan ekonomi. Penyakit ini disebabkan karena Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat, sehingga bila tidak ditangani dengan cermat dapat menyebabkan kecacatan. Tujuan penelitian adalah mempelajari Activity of Daily Living penderita kusta berdasarkan tingkat cacat dengan Indeks Barthel di RS Kusta Kota Kediri. Desain penelitian yaitu deskriptif. Populasi dari penelitian adalah pasien kusta yang menjalani rawat jalan. Sampel dari penelitian diambil dengan menggunakan Purposive Sampling sebanyak 80 responden. Variabel penelitian ini activity of daily living penderita kusta. Proses pengumpulan data menggunakan kuesioner, analisa data dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan activity of daily living pada penderita kusta dengan cacat tingkat 2 sebagian besar memiliki Ketergantungan berat yaitu 20 penderita (83,3%), untuk penderita kusta dengan cacat tingkat 1 lebih dari 50% memiliki activity of daily living pada kategori mandiri yaitu 23 penderita (62,2), sedangkan pada penderita kusta dengan cacat tingkat 0 lebih dari 50% memiliki interprestasi hasil mandiri yaitu 12 penderita (63,2%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada penderita kusta semakin parah tingkat kecacatan yang dialami maka kemampuan dalam melakukan activity of daily living mengalami nilai mandiri yang kurang. Kata Kunci: Activity of Daily Living (ADL), Indeks Barthel, Kusta, Tingkat Cacat ABSTRACT Leprosy is one of communicable diseases that pose a very complex issue, not only in terms of medical (eg, physical disability), but also extends to social and economic problems. The disease is caused by Mycobacterium leprae. The disease attacks the peripheral nerves, skin and other body tissues except the central nervous system, so that if not handled carefully can lead to disability. The purpose of research is to study the Activity of Daily Living leprosy patients by level of disability with the Barthel Index in RS Leprosy Kediri. The study design was descriptive. The population of the research is leprosy patients were outpatients. Samples of the study were taken by using purposive sampling as many as 80 respondents. The variables of this research activity of daily 34

Activity Of Daily Living Penderita Kusta Berdasarkan Tingkat Cacat dengan Jurnal Indeks STIKES Barthel Desi Natalia Trijayanti Idris, Estherine Nawangsari Vol. 9, No.1, Purboningtyas Juli 2016 living lepers. Process of collecting data using questionnaires, data analysis and frequency distribution. The results indicate activity of daily living in patients with leprosy with disabilities level two most have a heavy dependence of 20 patients (83.3%), for leprosy patients with disabilities level 1 of more than 50% had an activity of daily living in an independent category which 23 patients (62.2), while the leprosy patients with a disability level 0 more than 50% have an independent interpretation of the results that 12 patients (63.2%). It can be concluded that the leprosy patients more severe level of disability experienced the ability to do activity of daily living experience the value of selfless. Keywords: Activity of Daily Living (ADL), Barthel Index, Leprosy, Disability Rate Pendahuluan Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang mutlak diharapkan setiap manusia. Kemampuan tersebut meliputi berdiri, berjalan, bekerja, makan, minum, dan lain sebagainya. Aktivitas kehidupan harian dalam istilah bahasa inggris disingkat ADL (activity of daily living) adalah merupakan aktivitas pokok perawatan diri. Komponen ADL meliputi ke toilet, makan, mandi, berpakaian (berdandan), kontinensia, dan berpindah tempat (Tamher, 2011). Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, sistem pernafasan dan sirkulasi berfungsi dengan baik, dan metabolisme tubuh dapat optimal (Mubarak dan Nurul, 2005). Salah satu penyakit dimana seseorang tidak mampu melakukan aktivitas pokok perawatan diri (ADL) adalah penyakit kusta. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat (Djuanda, 2010). Penyakit kusta bila tidak ditangani dengan cermat dapat menyebabkan cacat (Rahariyani, 2012). Tiap pasien baru yang ditemukan harus dicatat tingkat kecacatannya. Tiap organ (mata, tangan dan kaki) diberi tingkat kecacatan sendiri. Angka kecacatan tertinggi merupakan tingkat kecacatan untuk pasien tersebut (tingkat kecacatan umum). Penyakit kusta masih menimbulkan stigma dari masyarakat, sehingga penderita kusta menderita tidak hanya karena penyakitnya saja, tetapi juga dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat. Stigma masyarakat timbul karena resiko kecacatan yang ditimbulkan oleh kusta. Kecacatan, proses penyembuhan dan dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikian besarnya, sehingga menimbulkan masalah kesehatan yang sangat mendalam. (Soewono, 2009). Individu yang tidak mampu menghadapi rentang aktivitas yang dibutuhkan cenderung berisiko, dan memerlukan pelayanan kesehatan. Disamping itu, kemampuan bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh seseorang. Kejadian penyakit kusta umumnya terdapat di negara berkembang yang belum memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan (Depkes RI, 2007). Menurut World Health Organization (WHO) pada awal tahun 2010 prevalensi kusta di seluruh dunia sebanyak 211.903 kasus, (WHO, 2009). Mayoritas penderita kusta berasal dari negara India, Brasil dan Indonesia. Penderita Kusta yang tercatatat di Indonesia sebanyak 17.260 kasus (WHO, 2010). Berdasarkan laporan WHO tercatat antara 2 sampai 3 juta orang di dunia mengalami kecacatan yang permanen yang disebabkan oleh penyakit kusta. Penderita kusta di Indonesia tahun 2012 terdaftar sebanyak 23.169 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 2.025 orang atau 10.11%. Sekitar 50% penderita dari 23.169 berada di pulau Jawa seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogjakarta, 35

Jawa Barat dan Jakarta (Nafsiah, 2013) Berdasarkan data Rekam Medik RS Kusta Kota Kediri angka cacat kusta pada 3 bulan terakhir sebesar 453 orang dengan 78,10% yang mengalami kecacatan. Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang sistem saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya (Rahariyani, 2008). Masa inkubasi kusta pada manusia bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun. Ketika kuman kusta masuk kedalam tubuh seseorang maka akan bereaksi dengan sistem imun yang ada, yang nantinya akan menimbulkan terjadinya reaksi kusta. Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan yang sangat kronis. Jika reaksi mengenai saraf tepi dapat menyebabkan gangguan sistem saraf yang akhirnya dapat menyebabkan cacat pada tangan, kaki dan mata. Sehingga pasien yang cacat mengalami gangguan dalam melakukan perawatan diri secara mandiri atau yang sesuai pemenuhan kebutuhan ADL. Padahal kebutuhan ADL dibutuhkan untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Upaya yang dapat dilakukan supaya penderita kusta yang mengalami kecacatan mampu melakukan activity of daily living (ADL) yaitu penderita yang mengalami kesulitan saat berjalan dapat menggunakan batuan tongkat, untuk makan berpakaian penderita dapat menggunakan tangan yang lain yang tidak mengalami kecacatan. Penderita juga diajarkan melakukan perawatan diri setiap harinya yang dapat dimulai dengan memeriksa keadaan ada tidaknya memar, luka, atau ulkus. Tangan atau kaki yang kering dan pecah direndam, disikat, kemudian diminyaki. Penderita saat melakukan aktivitas sehari-hari dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan dan alas kaki agar kecacatan yang terjadi tidak bertambah berat karena luka yang tidak dirasakan ketika melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan fenomena tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mempelajari Activity of Daily Living penderita kusta berdasarkan tingkat cacat dengan Indeks Barthel di RS Kusta Kota Kediri. Metodologi Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Deskriptif adalah mendeskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa penting (Nursalam, 2013). Pada penelitian ini hanya ada 1 variabel independen yaitu ADL pada tingkat cacat penderita kusta di Rumah Sakit Khusus Kusta Kediri. Populasi pada penelitian ini adalah penderita kusta yang menjalani rawat jalan di RS Khusus Kusta Kediri rata-rata perbulannya sebanyak 108 orang. Pada penelitian ini sampelnya adalah semua pasien kusta di poliklinik kusta Rumah Sakit Khusus Kusta Kediri yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusif dalam penelitian adalah Penderita kusta yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Khusus Kusta yang bersedia diteliti yaitu Lama sakit 1 tahun dan Usia 20-60 tahun. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus dan didapatkan hasil sampel 80 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling atau judgement sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner. Pertanyaan dibagi menjadi dua bagian yaitu data demografi dan data khusus. Data demografi berjumlah 5 pertanyaan mengenai jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan lama sakit. Data khusus diperoleh melalui kuesioner yang berisi 10 pertanyaan yaitu makan, mandi, Perawatan diri (Grooming), berpakaian, buang air besar, buang air kecil, penggunaan toilet, Transfer (Berpindah), Mobilisasi (bergerak), dan naik turun tangga berdasarkan dari Indeks Barthel. Peneliti mengadakan pendekatan kepada pasien kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden penelitian. Proses pengambilan data dilakukan dengan 36

Activity Of Daily Living Penderita Kusta Berdasarkan Tingkat Cacat dengan Jurnal Indeks STIKES Barthel Desi Natalia Trijayanti Idris, Estherine Nawangsari Vol. 9, No.1, Purboningtyas Juli 2016 observasi menggunakan lembar observasi dan kuesioner kepada pasien kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri. Peneliti mengobservasi menggunakan lembar untuk mengetahui tingkat kecacatan pasien kusta, sedangkan untuk mengetahui ADL pada penderita cacat kusta peneliti memberikan kuesioner dengan melakukan wawancara terstruktur yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti dan untuk dijawab oleh responden. Hasil dari lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden kemudian dimasukkan ke dalam tabel data dan diolah dengan software komputer. Hasil Penelitian Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Activity of Daily Living (ADL) pada Penderita Kusta Sesuai Tingkat Cacat (n=80) Penilaian ADL Tingkat Cacat 2 1 0 Mandiri (20) Σ 0 23 12 % 0 62,2 63,2 Ketergantungan Ringan (12-19) Σ 4 13 7 % 16,7 35,1 36,8 Ketergantungan Sedang (9-11) Σ 0 0 0 % 0 0 0 Ketergantungan Berat (5-8) Σ 20 1 0 % 83,3 2,7 0 Ketergantungan Total (0-4) Σ 0 0 0 % 0 0 0 Berdasarkan tabel 1 Hasil penelitian ini menunjukkan activity of daily living pada penderita kusta dengan cacat tingkat 2 sebagian besar memiliki Ketergantungan berat yaitu 20 penderita (83,3%), untuk penderita kusta dengan cacat tingkat 1 lebih dari 50% memiliki ketergantungan ringan yaitu 23 penderita (62,2), sedangkan pada penderita kusta dengan cacat tingkat 0 lebih dari 50% memiliki interprestasi hasil mandiri yaitu 12 penderita (63,2%). Pembahasan Activity of Daily Living pada Penderita Kusta Tingkat Cacat 2 Berdasarkan hasil penelitian tentang Activity of Daily Living penderita kusta berdasarkan tingkat cacat dengan Indeks Barthel didapatkan bahwa 20 dari 24 responden yang mengalami tingkat cacat 2 activity of daily living sebagian besar memiliki Ketergantungan berat yaitu 20 penderita (83,3%). Kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks, tidak hanya dari segi medis (misal penyakit atau kecacatan fisik), tetapi juga meluas sampai masalah sosial dan ekonomi (Rahariyani, 2008). Cacat kusta adalah kerusakan fungsi saraf perifer baik mata, tangan atau kaki yang diakibatkan karena kuman Mycobacterium leprae, sehingga bila tidak ditangani dengan cermat dapat menyebabkan cacat dan keadaan menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam menjalani kehidupannya (Kunoli, 2013). Kecacatan akibat kerusakan saraf tepi dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu tahap 1: terjadi lesi pada saraf berbentuk penebalan saraf, nyeri, tanpa ada gangguan fungsi gerak, terjadi gangguan sensorik, tahap 2: terjadi kerusakan pada saraf, timbul paralisis tidak lengkap atau paralisis awal termasuk pada otot kelopak mata, otot jari tangan, dan otot kaki pada stadium ini masih dapat terjadi pemulihan kekuatan otot, tahap 3: terjadi 37

penghancuran saraf (Putra, 2011). Tingkat cacat 2 pada penderita 2 dibagi menjadi 3 yaitu tingkat cacat 0-2. Tingkat Cacat 2 pada mata: ada kelainan yang terlihat (misal lagoftalmus, iritis, kekeruhan kornea) dan atau visus sangat terganggu, cacat pada tangan dan kaki: terdapat kerusakan atau deformitas yang terlihat (misal: ulkus, kaki semer, jari keriting). Kelumpuhan akan menetap pada stadium ini dapat terjadi infeksi yang progresif dengan kerusakan tulang dan kehilangan penglihatan. Kecacatan fisik pada kusta terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena, baik sensoris, motoris, otonom maupun kombinasi keduanya. Selain itu juga kecacatan fisik pada kusta juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pendidikan, pengobatan, pekerjaan, lama sakit dan perawatan diri (Susanto, 2006). Activity of Daily Living (ADL) dipengaruhi oleh ROM sendi, kekuatan otot, tonus otot, propioseptif, persepsi visual, kognitif, koordinasi, keseimbangan. Menurut Hadiwynoto (2005) faktor yang mempengaruhi penurunan activity of daily living adalah: kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan telinga, kapasitas mental, status mental seperti kesedihan dan depresi, penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh, dukungan anggota keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan activity of daily living pada penderita kusta dengan tingkat cacat 2 didapatkan sebagian besar responden dalam melakukan aktivitas seperti mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan makan memerlukan bantuan. Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan activity of daily living yaitu kondisi fisik dimana pada tingkat cacat 2 telah terjadi perubahan fisik yang disebabkan karena kerusakan pada saraf perifer. Kecacatan yang terjadi akan mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis pada tubuh penderita kusta seperti drop foot, drop hand, ulserasi, deformitas yang dapat mengakibatkan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan activity of daily living pada penderita tingkat cacat 2 walaupun mengalami ketergantungan dalam menjalankan aktivitasnya mereka tidak memerlukan bantuan sepenuhnya tetapi mereka masih mampu melakukan sendiri walaupun dengan bantuan. Seperti saat mandi mereka masih mampu melakukan sendiri walaupun untuk masuk ke kamar mandi mereka memerlukan bantuan, berpakaian mereka masih dapat menggunakan pakaian sendiri akan tetapi untuk mengikat tali sepatu atau mengancingkan baju mereka memerlukan bantuan, berpindah mereka masih mampu melakukan sendiri walaupun harus di tuntun orang lain, untuk makan mereka mampu menyuapkan makanan ke mulut sendiri tetapi untuk menyiapkan makanan mereka memerlukan bantuan, hal ini dikarenakan kecacatan yang terjadi pada penderita kusta mayoritas pada tangan dan kaki. Penderita kusta dengan tingkat kecacatan 2 dengan lama sakit yang lebih dari 3 tahun menyebabkan pasien mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas dan karena kuman Mycobacterium leprae sudah merusak jaringan saraf tepi dan bagian lainnya. Kebanyakan dari mereka ditemukan sudah mengalami kerusakan fungsi tubuh baik tangan maupun kaki, hal dapat dimungkinkan karena lama sakit penderita kusta yang belum diketahui sehingga terlambat dalam penanganan dan pencegahan kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit kusta, sehingga kebanyakan dari mereka datang kerumah sakit sudah mengalami kerusakan jaringan perifer baik pada tangan, kaki, dan mata. Kerusakan yang sudah terjadi baik jari tangan dan jari kaki yang sudah mengalami kerusakan yang permanen sangat sulit dicegah untuk dikembalikan ke fungsi awal. Penderita kusta pada kondisi ini mulai mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada saraf motoriknya yang dapat menyebabkan terjadinya kontraktur sehingga penderita mengalami kesulitan dalam berjalan dan menggenggam hal ini berpengaruh pada aktivitas yang dilakukan oleh penderita kusta dengan tingkat cacat 2, dimana 38

Activity Of Daily Living Penderita Kusta Berdasarkan Tingkat Cacat dengan Jurnal Indeks STIKES Barthel Desi Natalia Trijayanti Idris, Estherine Nawangsari Vol. 9, No.1, Purboningtyas Juli 2016 telah terjadi jari keriting pada jari tangan penderita yang mengakibatkan mengalami kesulitan dalam menggenggam sendok saat makan sehingga mengalami gangguan dan memerlukan bantuan dari orang lain, adanya kelumpuhan pada saraf motorik pada penderita kusta seperti kaki semper menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam berjalan sehingga untuk berpindah mereka harus memerlukan tuntunan orang lain untuk berpindah bahkan mereka harus menggunakan kursi roda untuk berpindah karena telah terjadi kontraktur pada saraf motorik kaki. Persepsi penderita terhadap kondisi fisik dan penerimaan terhadap fungsi tubuh yang mengalami kecacatan akan mempengaruhi seberapa besar tingkat ketergantungan yang dibutuhkan penderita, jika penderita mempunyai persepsi yang baik terhadap perubahan fisik yang dialami dan mau belajar dan berlatih untuk mandiri dalam melakukan aktivitasnya walaupun dengan segala keterbatasan fisik yang dialaminya. Activity of Daily Living pada Penderita Kusta Tingkat Cacat 1 Berdasarkan hasil penelitian tentang Activity of Daily Living penderita kusta berdasarkan tingkat cacat dengan Indeks Barthel didapatkan bahwa pasien yang mengalami tingkat cacat 1 lebih dari 50% memiliki activity of daily living pada kategori mandiri yaitu 23 penderita (62,2). Kusta merupakan penyakit pada saraf perifer, tetapi bisa juga menyerang pada kulit dan kadang-kadang jaringan lain seperti mata, mukosa saluran respirasi bagian atas, tulang dan testis. Activity of Daily Living adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang secara rutin setiap hari, yang berhubungan dengan masalah personal dan sosial. Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau besarnya bantuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Activity of Daily Living (ADL) berfungsi untuk: mengembangkan keterampilanketerampilan pokok untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi, untuk melengkapi tugas-tugas pokok secara efisien dalam kontak sosial sehingga dapat diterima lingkungan dan meningkatkan kemandirian. Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan pribadi aktif (Kushariyadi, 2010). Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycrobacterium leprae yang menyerang saraf tepi. Selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat (Daili, 2003). Penyakit kusta bila tidak ditangani dengan cermat dapat menyebabkan cacat dan keadaan menjadi penghalang dalam menjalani kehidupan. Selain itu juga kecacatan fisik pada kusta juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pendidikan, pengobatan, pekerjaan, lama sakit dan perawatan diri (Susanto, 2006). Activity of daily living pada penderita kusta dengan tingkat cacat 1 memiliki penilaian lebih dari 50% yaitu mandiri untuk semua fungsi seperti makan, mandi, perawatan diri, berpakaian, melakukan buang air kecil dan besar, menggunakan toilet, transfer, mobilisasi dan naik turun tangga. Kondisi ini dikarenakan responden yang mengalami tingkat cacat 1 ada gangguan tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat, sehingga mereka tetap mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan seperti orang normal lainnya, dengan tetap melakukan aktivitas akan membantu penderita untuk mempertahankan kekuatan otot dan memperlancar aliran darah. Pencegahan kecacatan yang ke tingkat yang lebih tinggi dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita cacat tingkat 1 dengan perawatan sehari-hari seperti selalu menggunakan alas kaki saat berpergian atau bekerja, menggunakan sarung tangan saat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan benda panas atau tajam, perawatan kulit sehari-hari seperti 39

merendam dan mengolesi dengan body lotion. Penderita kusta dengan cacat tingkat 1 didapatkan mengalami penilaian activity of daily living ketergantungan ringan dengan 35,1% dimana dari penelitian didapatkan penderita kusta dengan tingkat cacat 1 memerlukan bantuan untuk mandi, pergi ke toilet, berpindah dan makan. Bantuan yang diperlukan pada penderita kusta dikarenakan pada cacat tingkat 1 mayoritas penderita mengalami kecacatan pada tangan dan kaki. Kecacatan yang dialami pada penderita cacat tingkat 1 seperti anestesi dan kelemahan otot. Kelemahan otot pada saraf motorik yang dialami pada penderita cacat tingkat 1 akan mempengaruhi dalam kemandirian melakukan aktivitas terutama untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan makan sehingga dalam melakukan aktivitas tersebut mereka membutuhkan bantuan meskipun tidak sepenuhnya dibantu. Kemampuan dalam melakukan aktivitas seperti mandi, diperlukan bantuan karena mereka membutuhkan bantuan untuk menggosok atau membersihkan bagian tertentu pada bagian tubuh seperti punggung atau ekstremitas yang mengalami kelemahan karena dampak dari kuman Mycobacterium leprae. Aktivitas berpindah dan pergi ke toilet pada penderita kusta tingkat cacat 1 memerlukan bantuan sebagian dikarenakan mereka kesulitan untuk berjalan yang disebabkan ada kelemahan pada otot kaki. Gangguan dalam melakukan kemandirian aktivitas seharihari disebabkan karena pada cacat tingkat 1 sudah terjadi didapatkan mengalami kecacatan yang mayoritas terjadi pada tangan dan kaki. Pada cacat tingkat 1 ini akan sudah terjadi kerusakan pada fungsi sensorik seperti anestesi dan fungsi motorik seperti kelemahan otot pada tangan dan kaki, kekuatan otot tangan dan kaki yang mengalami kelemahan bila tidak dilatih untuk tetap mempertahankan kekuatan otot dalam melakukan aktivitas akan mengalami atrofi, jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok bila hal ini terus berlanjut maka akan sangat mengganggu bagi penderita untuk melakukan aktivitasnya. Activity of Daily Living pada Penderita Kusta Tingkat Cacat 0 Berdasarkan hasil penelitian tentang Activity of Daily Living penderita kusta berdasarkan tingkat cacat dengan Indeks Barthel didapatkan bahwa pasien yang mengalami tingkat cacat 0 lebih dari 50% memiliki interprestasi hasil mandiri yaitu 12 penderita (63,2%). Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycrobacterium leprae pertama yang menyerang saraf tepi (Daili, 2003). Penyakit kusta dapat disembuhkan tetapi bila tidak diobati akan dapat menyebabkan cacat yang permanen (Susanto, 2013). Tingkat cacat 0 pada tangan dan kaki: tidak ada gangguan dan tidak ada kerusakan atau deformitas yang terlihat, pada mata: tidak ada kelainan atau kerusakan pada mata (termasuk visus). Activity of Daily Living (ADL) merupakan kegiatan rutin yang cenderung orang lakukan sehari-hari tanpa perlu bantuan. Ada enam ADL dasar: makan, mandi, berpakaian, toileting, mentransfer (berjalan) dan kontinensia. Pengkajian Status Fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien serta menciptakan pemilihan intervensi yang tepat (Kushariyadi, 2010). Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-hari. Indeks Katz dalam aktivitas sehari-hari (ADL) (Katz et al, 1963 dalam Kushariyadi, 2010) merupakan alat yang digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia dan penyakit kronis. Indeks ini didasarkan pada hasil evaluasi 40

Activity Of Daily Living Penderita Kusta Berdasarkan Tingkat Cacat dengan Jurnal Indeks STIKES Barthel Desi Natalia Trijayanti Idris, Estherine Nawangsari Vol. 9, No.1, Purboningtyas Juli 2016 terhadap tingkat kemandirian atau sebaliknya tingkat ketergantungan secara fungsional. Penyakit kusta di Indonesia menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian karena penyakit kusta adalah penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah yang komplek. Karena diketahui kusta menyerang pada saraf tepi yang dapat menyebabkan gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga penderita cacat harus mewaspadai agar tidak sampai mengalami peningkatan tingkat cacat, pada penelitian ini diketahui pasien kusta dengan tingkat cacat 0 mampu melakukan activity of daily living dengan mandiri. Penderita kusta dengan tingkat cacat 0 dapat melakukan 6 fungsi dalam hal mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, kontinensia dan makan yang berarti penilaian activity of daily living yang dilakukan oleh penderita cacat tingkat 0 dilakukan dengan mandiri tanpa perlu adanya bantuan. Kemandirian dalam melakukan activity of daily living penderita kusta cacat tingkat 0 dikarenakan pada cacat tingkat 0 tidak ada kelainan akibat kusta, sehingga tidak mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas. Diketahui bahwa penderita kusta tingkat cacat 0 sebagian besar mengalami atau dinyatakan sakit kusta (lama Sakit) yaitu 1-3 tahun. Penderita dengan cacat tingkat 0 belum ditemukan kelainan pada mata, tangan, dan kaki, hal ini dapat dimungkinkan karena lama sakit yang diderita dalam kurun waktu 1-3 tahun dan mereka cepat mendapatkan pengobatan yang tepat, sehingga kuman Mycobacterium lepra tidak sampai menyebabkan gangguan atau sampai pada kerusakan pada saraf perifer. Kuman penyebab kusta yaitu Mycobacterium leprae, dimana kuman ini bersifat menyerang sistem saraf perifer sehingga harus segera mendapatkan pertolongan dan pengobatan yang tepat dan cepat sehingga tidak sampai menyebabkan kecacatan yang permanen bagi penderitanya dan menjadi penghalang dalam menjalani kehidupannya. Penderita kusta dengan tingkat cacat 0 ini harus selalu atau terus melakukan pengobatan karena meskipun dinyatakan sembuh pasien kusta dapat kambuh lagi, serta selalu melakukan perawatan kulit sehari-hari untuk mencegah kecacatan ketingkat yang lebih tinggi. Simpulan Kemampuan Activity of Daily Living penderita kusta dengan tingkat cacat 2 di Rumah Sakit Kusta Kediri tidak semua penderita dengan tingkat cacat 2 memiliki interprestasi nilai ketergantungan berat, tetapi juga ada yang memiliki ketergantungan ringan. Kemampuan Activity of Daily Living penderita kusta dengan tingkat cacat 1 di Rumah Sakit Kusta Kediri tidak semua mengalami kondisi ketergantungan berat tetapi banyak yang dapat mandiri dalam melakukan Activity of Daily Living. Kemampuan Activity of Daily Living penderita kusta dengan tingkat cacat 0 di Rumah Sakit Kusta Kediri kebanyakan dapat melakukan Activity of Daily Living dengan mandiri tanpa dibantu orang lain atau bila perlu hanya minimal. Saran Penderita kusta diharapkan mampu melakukan activity of daily living secara mandiri. Activity of daily living yang dapat dilakukan penderita mampu melakukan perawatan diri secara mandiri untuk mencegah kecacatan yang lebih parah seperti selalu merendam kaki dan tangan setiap harinya, menggunakan alas kaki saat melakukan aktivitas diluar rumah, menggunakan sarung tangan saat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan benda panas ataupun tajam, mempertahankan kekuatan otot dengan cara latihan ROM. Hasil penelitian ini 41

dapat digunakan sebagai panduan aktivitas untuk penderita kusta dengan tingkat kecacatan yang dialami diharapkan rumah sakit dan petugas memberikan arahan dan memfasilitasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan secara mandiri, seperti: apabila penderita kusta tidak memiliki kekuatan untuk menggenggam maka disediakan alat khusus seperti penjepit yang dipasang di telapak tangan. Bila penderita mengalami gangguan dalam berpindah maka dapat diajarkan untuk berpindah menggunakan bantuan kursi roda ataupun tongkat ataupun menggunakan kaki palsu pada kaki yang mengalami amputasi untuk dapat membantu penderita untuk melakukan aktivitasnya. Daftar Pustaka Daili, Sjaiful Fahmi; dkk. (2003). Penyakit Menular Seksual. Edisi 2. Jakarta: Balai Pustaka FKUI Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI Djuanda, (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: EGC. Hadywinoto, Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta: Gramedia. Kunoli, F. J. (2013). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media. Kushariyadi, (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika. Mubarak dan Chayatin, 2005. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC. Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Putra, (2011). Pencegahan Kecacatan Pada Tangan Penderita Kusta, Medan, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumut RSUP H. Adam Malik. Rahariyani, (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen, Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Soewono, Handoko. (2009). Pedoman Pengobatan dan pengelolaan kusta di Rumah Sakit. Jakarta: EGC Susanto, (2006). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecacatan Penderita Kusta (Kajian di Kabupaten Sukoraharjo). http://nugrohosusantoborneo.files.wo rdpress.com/2010/02/150-nugroho susanto-04-tesis.pdf. Diakses Tangal 17 April 2015 Susanto, (2013). Perawatan Klien Kusta di Komunitas. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media Tamher, (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. WHO. (2010). Quality of Life. Geneva: WHO Mboi, Nafsiah. (2012). Enam Puluh Tujuh Juta Penduduk Indonesia Belum Nikmati Jamkes. Republikan online, diakses pada tanggal 14 April 2015 42