BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

Informasi penyakit ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran


BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

KARAKTERISTIK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA YANG BEROBAT KE BADAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (BPKRSUD)

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. merupakan padanan istilah Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan unsur masing-masing adalah sebagai berikut : a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Saluran pernafasan adalah organ pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA mencakup saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah termasuk jaringan paru dan organ adneksanya saluran pernafasan. c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA ada yang berlangsung lebih dari 14 hari. 9 Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang di sebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Salah satu penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian

dari padanya. Adapun aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada 2, yakni : droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang diudara) dan dust (campuran antara bibit penyakit yang melayang diudara). 10 2. Gambaran klinik Gambaran klinik ISPA adalah pilek, nyeri tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kering, mata merah dan suhu badan meningkat antara 4-7 hari lamanya. 11 3. Klasifikasi ISPA Penentuan klasifikasi penyakit ISPA dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : 9 a. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun 1. Pneumonia berat Adanya batuk pilek dan kesukaran pernafasan disertai sesak nafas atau penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam (chest indrawing). 2. Pneumonia Adanya batuk dan kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Adanya nafas cepat (fast breating) ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih. Pada anak usia kurang dari 2 bulan 50 kali per menit atau lebih, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. 2. Bukan pneumonia

Adanya batuk pilek biasa (common cold) yang tidak menunjukan gejala adanya penarikan dinding dada ke dalam. b. Kelompok umur kurang dari 2 bulan 1. Pneumonia berat Nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat dinding sebelah dada ke dalam (severe chest indrawing). 2. Bukan pneumonia Adanya batuk pilek biasa (common cold) yang tidak menunjukkan gejala adanya penarikan dinding dada ke dalam. 9 4. Sumber dan penyebab terjadinya Penyakit ISPA 1. Mikoplasma : mycoplasma pneumonia. Mekanisme mukosilier pagositas oleh makrofag-makrofag alveolar merupakan pertahanan saluran pernafasan terhadap infeksi-infeksi bakteri dan virus. Bila terjadi penurunan mekanisme pertahanan tersebut memudahkan terjadinya infeksi bakteri dan virus. 2. Golongan penyebab ISPA yang lain : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordelella, Korinebakterium. 3. Golongan virus penyebab ISPA yang lain :

Golongan Miksovirus (virus influinza, tifusparainfluenza dan virus campak). Adnovirus, Koronavirus, Pikornovirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lainlain. 9 4. Daya tahan tubuh Daya tahan tubuh adalah kemampuan tubuh untuk mencegah masuk dan berkembangbiaknya kuman penyakit di dalam tubuh. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh : a. Status gizi Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita yang mempunyai status gizi baik lebih tahan terjangkit infeksi penyakit dibandingkan dengan bayi dan anak balita yang mempunyai status gizi jelek. 3 b. Kekebalan tubuh Bayi yang baru lahir biasanya mempunyi kekebalan alami terhadap difteri dan campak hingga usia 4 sampai 9 bulan. Kekebalan alami diperoleh dari ibunya ketika dalam kandungan. Pada bayi kekebalan dapat ditimbulkan dengan memberi imunisasi yaitu untuk merangsang tubuh untuk membuat zat anti bila ada rangsangan zat yang masuk kedalam tubuh. c. Umur Umur mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh seseorang. Bayi dan anak balita mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang relatif lemah dibanding dengan orang dewasa, sehingga bayi dan anak balita lebih mudah terkena infeksi. 3

5. Kondisi lingkungan rumah Kondisi lingkungan rumah sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit termasuk ISPA. Kondisi lingkungan rumah yang kotor merupakan media yang baik bagi perkembangan vektor dan kuman penyakit. Rumah yang kondisi ventilasi kurang akan mengakibatkan kurangnya pertukaran udara di dalam rumah. 4 Upaya penurunan angka kesakitan ISPA dapat dilakukan dengan di antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi polusi udara dapur dan mengurangi polusi udara lain termasuk asap rokok. Anak yang tinggal di 2 rumah yang padat (< 10 m per orang) akan mendapatkan resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibanding dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. 5. Masa inkubasi Masa inkubasi dari penyakit ISPA adalah sekitar 1 sampai 14 hari. 10 6. Faktor resiko ISPA a. Faktor resiko yang meningkatkan angka morbiditas ISPA Faktor resiko yang meningkatkan angka morbiditas penyakit ISPA yaitu bayi usia kurang dari 2 bulan, kurang gizi, berat bayi lahir rendah, bayi yang tidak mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A. b. Faktor resiko yang meningkatkan Faktor resiko yang meningkatkan angka mortalitas ISPA yaitu bayi usia kurang dari 2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat bayi lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkuan pelayanan 10

kesehatan rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai dan balita yang mendapatkan penyakit kronis. 12 Faktor lain yang berperan dalam penanggulangan ISPA adalah masih buruknya manajemen program penanggulangan ISPA seperti masih lemahnya deteksi dini kasus ISPA terutama pneumonia, lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan, serta pengetahuan yang kurang dari masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam kategori berat. Tujuan program P2-ISPA adalah menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia dan menurunkan angka kesakitan akibat pneumonia. Penurunan angka kematian pneumonia balita dilakukan dengan upaya tatalaksana penderita ISPA yang dilaksanakan melalui : a. Penderita pneumonia berat dirujuk kesarana kesehatan rujukan. b. Penderita pneumonia dirawat di rumah dan diberi terapi antibiotik dengan tindakan penunjang. c. Penderita dengan klasifikasi bukan pneumonia (batuk pilek biasa atau ISPA lainnya) diberi tindakan penunjang atau terapi yang sesuai dengan diagnosisnya. 10 7. Bahaya ISPA pada balita Penyebab utama kematian bayi di Indonesia ada 3, yaitu diare, penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan tetanus. Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat yang lebih berat yaitu pneumonia atau pneumonia berat. Sering kali penyakit dimulai dengan batuk

pilek biasa, tetapi karena daya tahan tubuh anak lemah maka penyakit dengan cepat menjalar ke paru-paru dan anak tidak mendapatkan pengobatan yang cepat. Sering kali ISPA tidak mengakibatkan kematian, tetapi menimbulkan cacat tertentu, yaitu : a. ISPA bukan pneumonia yang ditandai dengan gejala batuk dan pilek jika dibiarkan dapat menjalar ke rongga telinga tengah dan terbentuk cairan atau nanah. Nanah ini dapat mendesak selaput gendang pendengaran hingga pecah dan mungkin menjadi tuli. b. ISPA yang terjadi berulang-ulang, khususnya pada paru-paru dapat mengakibatkan gangguan fungsi pernafasan. Akibatnya pada masa dewesa anak tersebut akan menderita batuk dan sesak nafas yang menahun (kronis). 9 8. Pencegahan dan penanggulangan ISPA. a. Pencegahan penyakit menular ISPA Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yaitu : pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diognosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. 9 Upaya pencegahan penyakit ISPA meliputi imunisasi (campak dan pertusis), perbaikan gizi anak termasuk promosi penggunaan ASI, peningkatan kesehatan untuk ibu hamil untuk mencegah berat bayi lahir rendah, mengurangi populasi di dalam rumah atau diluar rumah, mengurangi

kepadatan penduduk, memperbaiki ventilasi rumah, meningkatkan hygiene kesehatan. 13 b. Penanggulangan penyakit menular ISPA Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular adalah upaya untuk menekan penyakit menular di masyarakat serendah mungkin sehingga tidak menjadi gangguan kesehatan bagi masyarakat tersebut, yang meliputi tiga kelompok sasaran yaitu : 9 1). Kelompok sasaran langsung pada sumber penularan pejamu karena sumber penularan ISPA adalah manusia maka cara yang paling pendekatan akan berbeda mengingat bahwa dalam dalam keadaan ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber, tetapi dapat dilakukan dengan memberikan pengobatan yang sesuai. 2). Sasaran ditujukan pada cara penularan Penularan penyakit ISPA dapat berlangsung melalui perantara udara maupun dengan kontak langsung. Upaya pencegahan terhadap kontak langsung biasanya dititik beratkan pada penyuluhan kesehatan. Sedangkan pencegahan penularan melalui udara dapat dilakukan dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam ruangan. 3). Sasaran ditujukan pada pejamu potensial Peningkatan kekebalan khusus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dasar sebagai bagian dari program pembangunan kesehatan yang ternyata cukup berhasil dalam usaha dalam meningkatkan derajat kesehatan serta menurunkan angka kematian bayi dan balita.

Tidak semua penderita ISPA dapat dicegah dengan imunisasi. Cara vaksinasi yang efektif dan memuaskan belum ditemukan. Tetapi pada saat ini telah dikembangkan vaksinasi terhadap virus influensa dengan menggunakan virus yang telah dilemahkan atau dimatikan. Sasaran vaksinasi adalah masyarakat yang mudah terjangkit penyakit bila terjadi wabah influensa (lanjut usia, bayi, balita). Indikasi penting diberikan pada wanita hamil dan penderita dengan defisiensi sistem imun. Vaksinasi influensa ini belum dikembangkan di Indonesia. Pada saat ini vaksinasi yang dapat mencegah tejadinya ISPA pada balita dan telah diterapkan di Indonesia baru Difteri dan Campak saja. 3 Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan utama program P2-ISPA. Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan pneumonia. 14 B. Rumah Sehat 1. Pengertian Rumah Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. 15 2. Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kreteria sebagai berikut : a. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

b. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antara anggota keluarga dan penghuni rumah. c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antara penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup. d. Memenuhi persyaratan terjadinya kecelakaan baik yang ditimbulkan karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sepadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir. 15 Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko sumber penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. 16 Rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kreteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari 3 komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteri sehat pada masing-masing parameter adalah sebagai berikut 1. Komponen rumah meliputi : a. Langit-langit b. Dinding c. Jendela kamar tidur d. Jendela ruang keluarga dan ruang tamu

e. Ventilasi f. Sarana pembuangan asap dapur h. Pencahayaan 2. Sarana sanitasi meliputi : a. Sarana air bersih b. Sarana pembuangan kotoran c. Sarana pembuangan limbah d. Sarana pembuangan sampah 3. Kelompok perilaku meliputi : a. Membuka jendela kamar tidur b. Membuka jendela ruang keluarga c. Membersihkan rumah dan halaman d. Membuang tinja bayi dan balita ke jamban e. Membuang sampah pada tempat sampah. 17 C. Kondisi Fisik Rumah 1. Kelembaban Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen. Faktor-faktor kelembaban udara meliputi : a. Keadaan bangunan 1). Dinding Air hujan masuk meresap melalui pori-pori dinding sehingga akan mengakibatkan kelembaban udara dalam ruangan.

2). Iklim dan cuaca Kelembaban udara secara menyeluruh dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Syarat-syarat kelembaban yang memenuhi standar kesehatan adalah sebagai berikut : a. Lantai dan dinding harus tetap kering b. Kelembaban udara berkisar antara 40 % sampai 70 %. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban ruangan adalah higrometer. Cara mengukur kelembaban adalah higrometer digantung pada papan yang terbuat dari kayu kemudian dapat dilihat berapa angka kelembaban yang tertera pada alat tersebut kemudian hasilnya dicatat. 18 Keterkaitan antara kelembaban dan penyakit ISPA merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA. Kelembaban ini sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan etiologi ISPA yang berupa virus, bakteri, dan jamur. Faktor etiologi tersebut dapat tumbuh dengan baik jika kondisi optimum. 24 Penghuni ruangan biasanya akan mudah menderita sakit. Penderita rhematik atau encok dan penderita radang pernafasan dapat mudah kambuh karena situasi tersebut. 14 2. Pencahayaan Pencahayaan adalah sinar matahari yang langsung masuk keruangan atau kamar tidur dengan cukup dan dapat digunakan untuk membaca. Pencahayaan dikategorikan dalam 3 hal : a. Pencahayaan secara langsung.

b. Pencahayaan secara tidak langsung. c. Pencahayan campuran. Pencahayaan ditinjau dari sumbernya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Cahaya alami : Matahari, bulan dan bintang. b. Cahaya buatan : Teplok, petromak dan listrik. 19 Pencahayaan di dalam rumah yang kurang, bisa menyebabkan : 17 a. Kelelahan mata bahkan sampai pada gangguan penglihatan. b. Kecelakaan. c. Menurunkan produktivitas kerja. Cahaya alami adalah Matahari. Cara ini sangat penting karena dapat membunuh baktari-bakteri dalam rumah dalam waktu 5-10 menit dengan menggunakan cahaya langsung dengan intensitas cahaya minimal 60 Lux. Jalan masuk cahaya sekurang kurangnya 15 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruang rumah. Jalan masuk juga diusahakan dengan genteng kaca. 25 Pencahayaan alam dan buatan, baik langsung maupun tak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux, dan sebaliknya tidak terlalu menyilaukan. Adapun alat untuk mengukur pencahayaan adalah luxmeter. Cara penggunaannya adalah alat langsung diletakkan pada ruangan yang akan diperiksa, lihat dan dicatat hasilnya. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum (DPU) telah menetapkan bahwa untuk kesehatan ruangan, sinar matahari pagi harus masuk ke dalam ruangan minimal 1 jam sehari atau bila penerangan matahari tidak langsung minimal 8 jam sehari. 19

3. Kepadatan hunian dalam rumah Kepadatan hunian adalah banyaknya penghuni yang tinggal di dalam rumah dibandingkan dengan luas ruangan tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang, tidur dalam satu ruangan, kecuali anak di bawah 5 tahun. Kepadatan hunian rumah perlu diperhatikan karena: a. Semua orang memerlukan tempat untuk melakukan aktifitasnya didalam rumah. b. Keadaan rumah yang penuh sesak oleh penghuni akan mengurangi kenyamanan dalam melakukan aktifitas. c. Rumah yang padat penghuni akan lebih memungkinkan cepat terjadinya penularan oleh virus dan kontak perorangan. d. Rumah padat penghuni akan mempengaruhi psikologis penghuninya sehingga produktifitas kerja akan menurun. 20 Kepadatan penghuni rumah (over crowding) menimbulkan efek-efek yang negative terhadap kesehatan fisik, mental, moral dan penyebaran penyakit menular. Rumah tinggal dikatakan over crowding bila orang-orang yang tinggal di rumah tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut: a. Dua individu atau lebih dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10 tahun dan bukan berstatus suami istri tidur dalam satu kamar. b. Jumlah orang di dalam rumah dibandingkan dengan luas lantai melebihi ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu ruang tidur minimal 8 m 2 dan tidak dianjurkan lebih dari 2 orang dalam satu ruang kecuali anak di bawah 5 tahun. 21

Tingkat kepadatan memiliki hubungan dengan kejadian ISPA khususnya pada balita. Hal ini terjadi karena tingkat kepadatan hunian rumah dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan dan dapat mempermudah penularan penyakit untuk tingkat hunian rumah yang padat, berarti banyak penghuninya sehingga menghasilkan banyak karbondioksida sebagai hasil proses pernafasan. Karbondioksida tersebut mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan karena semakin banyak jumlah orang yang menghuni ruangan, maka semakin banyak jumlah udara segar yang dibutuhkan untuk pernafasan, sedangkan jumlah karbondioksida yang dihasilkan jauh lebih besar. Selain itu dimungkinkan banyak orang tersebut membawa pencemar didalam ruangan. 26 Selain mempengaruhi kualitas udara, tingkat kepadatan hunian rumah juga mempengaruhi kemudahan dalam proses penularan ISPA. Semakin banyak jumlah orang yang menghuni rumah maka apabila dalam rumah terdapat penderita ISPA akan terjadi pencemaran udara oleh mikroorganisme penyebab ISPA yang berasal dari droplet penderita. Apabila dalam ruangan dihuni banyak orang maka untuk proses persebaran atau penularan ini semakin mudah dan cepat. 27 Adapun alat yang digunakan mengukur ruangan adalah meteran. Bila kepadatan penghuni didalam rumah tidak memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal sebagaimana tercantum diatas, maka bila anggota rumah ada yang menderita ISPA kemungkinan akan menularkan penyakit ISPA pada anggota keluarga yang lain dengan cepat. 19

D. Kerangka Teori Berdasarkan teori di atas disusun kerangka teori sebagai berikut :

Kondisi fisik rumah a. Kelembaban b. Pencahayaan c. Kepadatan hunian d. suhu e. ventilasi Bukan pneumonia Virus Penyebab ISPA Infeksi Sakit ISPA Daya tahan tubuh a. Status gizi b. Kekebalan tubuh c. Umur d. Jenis Kelamin e. Imunisasi pneumonia Gambar 1 Kerangka Teori E. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini adalah :

Variabel bebas Variabel terikat a. kelembaban dalam rumah b. pencahayaan dalam rumah c. kepadatan hunian dalam rumah Kejadian ISPA pada balita Variabel pengganggu a. Umur b. Status gizi Gambar 2 Kerangka Konsep F. Hipotesis 1. Ada hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita. 2. Ada hubungan antara pencahayaan dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita. 3. Ada hubungan antara kepadatan hunian dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita.