BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU no. 20 tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Ahmadi Habibie Asmariana, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengambilan keputusan adalah proses kognitif kritis di setiap bidang kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek penting dalam menciptakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATISDAN DISPOSISI MATEMATISDALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATANANG S FRAMEWORK FOR MATHEMATICAL MODELLING INSTRUCTION

Kata kunci: Teknik MURDER, Pendekatan Metakognitif, Penalaran Matematis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Qori Magfiroh, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk bagian dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari, seperti perhitungan dalam jual-beli, menghitung kecepatan

I. PENDAHULUAN. untuk menghasilkan siswa yang berkualitas. Siswa yang berkualitas adalah siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengerjakan dan memahami matematika dengan benar. keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang

I. PENDAHULUAN. manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika memegang peranan penting dalam semua aspek kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU no. 20 tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia serta memiliki ketrampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga Negara. Menyadari pentingnya penguasaan matematika, maka dalam Undang- Undang RI No. 20 Th. 2003 Tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Namun demikian mutu pendidikan matematika di Indonesia masih rendah. Sebagai contoh, hasil studi Trends in International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) yang diselenggarakan International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang diumumkan secara internasional pada 14 Desember 2004 menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa kelas dua (eight grade) Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara dan soal-soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia (Suryadi, 2005).

2 Fakta tersebut menunjukan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa diantaranya kemampuan berpikir kritis dalam matematika masih rendah. Pembelajaran matematika sekarang ini masih belum mampu memberikan kebermaknaan. Siswa belum mampu memahami apa sebenarnya yang sedang dia pelajari, antara konsep dan pemecahan masalah seolah tidak mempunyai hubungan. Padahal siswa diharapkan mampu memecahkan masalah matematis sebagai suatu bentuk konsekuensi bahwa mereka telah belajar matematika. Geometri merupakan salah satu cabang dari matematika yang diajarkan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Bangun-bangun geometri dapat dijumpai dengan mudah di sekitar kita, misalnya bentuk roda, pintu, papan tulis, tegel dan lain-lainnya. Menurut Ruseffendi (1991) kemampuan menyelesaikan soal geometri dengan benar, tepat dan cepat merupakan ciri bahwa seorang anak mempunyai kemampuan lebih untuk studi lanjut. Melihat apa yang telah dikemukakan di atas, seharusnya seorang siswa memahami konsep-konsep geometri dengan baik dan benar. Sedangkan kenyataan di lapangan ternyata siswa SMP masih banyak yang belum memahami konsepkonsep geometri, seperti diungkapkan oleh Purniati (2004) bahwa dari 433 siswa kelas III SMP yang diteliti terdapat 86,91% siswa yang menyatakan bahwa persegi bukan persegi panjang, 64,33% yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan jajar genjang, dan 36,34% siswa yang menyatakan bahwa pada persegi dua sisi yang berhadapan saling tegak lurus. Dari data di atas dapat kita lihat bahwa kemampuan berpikir kritis salah satunya adalah kemampuan membuat kesimpulan (inferring) sebagian besar masih rendah.

3 Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa bila kita menginginkan siswa belajar geometri secara bermakna, tahap pengajaran kita supaya disesuaikan dengan tahap berpikir siswa. Bukan sebaliknya siswa harus menyesuaikan diri dengan tahap pengajaran kita. Sehingga siswa dapat memahaminya dengan baik, untuk memperkaya pengalaman dan berpikir siswa, juga untuk persiapan meningkatkan berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi. Salah satu upaya untuk menumbuhkan kesadaran pemahaman pada diri siswa agar siswa dapat memonitor kemampuannya mengenai apa yang sedang dipelajari sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran kognisinya adalah dengan memberikan arahan agar siswa bertanya pada diri sendiri apakah mereka mengenali atau mengetahui apa yang mereka pikirkan. Selanjutnya Ruseffendi (1991) juga mengemukakan bahwa agar pembelajaran geometri lebih menarik bagi siswa dan konsep-konsep geometrinya lebih dapat dipahami siswa secara benar, kita dapat memanfaatkan hasil-hasil penelitian dalam pembelajaran geometri, misalnya hasil penelitian Van Hiele, karena hasil penelitian Van Hiele menunjukkan dapat mengatasi kesulitan belajar siswa dalam geometri. Teori Van Hiele (Suherman dkk, 2001) menyatakan bahwa tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Terdapat 5 tahap kemampuan berpikir anak dalam belajar geometri, yaitu: tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi. Siswa dalam belajar geometri harus melalui tahapan-tahapan tersebut dan tidak boleh ada

4 tahapan yang diloncati, ini berarti bahwa tahapan yang satu merupakan prasyarat bagi tahap-tahap berikutnya. Seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, seperti memperhatikan apa yang perlu dipelajari, memantau ingatan siswa tentang apa yang sedang dipelajari, merangsang siswa untuk berusaha mengetahui yang mana konsep-konsep yang belum dipahami, akibatnya upayaupaya untuk melihat kemampuan kognitif dalam menyelesaikan masalah matematika kepada siswa sangat kurang atau bahkan cenderung diabaikan. Proses yang dilakukan siswa untuk menyadari kemampuan kognitifnya merupakan keterampilan metakognitif. Siswa dipandu untuk dapat menyadari apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka tidak ketahui serta bagaimana mereka memikirkan hal tersebut agar dapat diselesaikan. Menurut Nitko (Nindiasari, 2004) metakognitif mencakup kemampuan untuk mengembangkan sebuah cara yang sistematik selama memecahkan masalah dan membayangkan serta mengevaluasi produktivitas dari proses berpikir. Menyadari pentingnya keterampilan metakognitif bagi siswa, maka mutlak diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa yang banyak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Menurut Suzana (2003) bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif adalah pembelajaran matematika

5 yang menitikberatkan pada aktivitas belajar, membantu, dan membimbing peserta didik jika menemui kesulitan, dan membantu mengembangkan kesadaran metakognisinya. Sedangkan proses metakognisi menurut Cardele-Elawar (Suzana, 2004) adalah strategi pengaturan diri siswa dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang dihadapinya, dan menyelesaikan masalah. Penulis memandang bahwa pendekatan metakognitif memiliki banyak kelebihan jika digunakan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pandangan ini tentu saja didasarkan pada apa yang telah diuraikan di muka, bahwa dengan mengembangkan kesadaran metakognisinya, siswa terlatih untuk selalu merancang strategi terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang dihadapinya, serta dalam menyelesaikan masalah. Salah satu kemampuan berpikir yang termasuk kedalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir kritis. Ada empat alasan yang dikemukakan oleh Wahab (1996), mengenai perlunya dibiasakan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, yakni: (1) tuntutan zaman yang menghendaki warga negara dapat mencari, memilih, dan menggunakan informasi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara; (2) setiap warga negara senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan sehingga dituntut mampu berpikir kritis dan kreatif; (3) kemampuan memandang sesuatu dengan cara yang berbeda dalam memecahkan masalah; dan (4) berpikir kritis merupakan aspek

6 dalam memecahkan permasalahan secara kreatif agar peserta didik dapat bersaing secara adil dan mampu bekerja sama dengan bangsa lain. Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk dikembangkan. Ironisnya kemampuan berpikir kritis siswa bahkan mahasiswa masih kurang. Hal ini bisa dilihat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Maulana (2007) yang melaporkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD kurang dari 50% dari skor maksimal. Senada dengan pernyataan tersebut Mayadiana (2005) melaporkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni hanya mencapai 36,26% untuk mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang non-ipa, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa. Berkenaan dengan berpikir kritis, O Daffer dan Theonquist (dalam Suryadi, 2005) menyatakan bahwa siswa sekolah menengah kurang menunjukkan hasil yang memuaskan dalam akademik yang menuntut kemampuan berpikir kritis. Hasil penelitian Priatna (2003) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa SMP di Bandung hanya mencapai sekitar 49% dari skor ideal. Kusumah (2008) menyatakan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan produktif dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika di sekolah, yang menitikberatkan pada sistem, struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Menurut

7 Ennis (1985), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis yang perlu dimiliki oleh setiap siswa dalam menghadapi berbagai permasalahan. Kusumah (2008) berpendapat bahwa kemampuan berpikir kritis, sebagai bagian dari kemampuan berpikir matematis, amat penting, mengingat dalam kemampuan ini terkandung kemampuan memberikan argumentasi, menggunakan silogisme, melakukan inferensi, melakukan evaluasi, dan kemampuan menciptakan sesuatu dalam bentuk produk atau pengetahuan baru yang memiliki ciri orisinalitas. Dari kenyataan itu, untuk membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa terhadap konsep matematika khususnya geometri dengan baik, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele. Keunggulan pendekatan metakognitif dalam pembelajaran matematika adalah dapat meningkatkan kebiasaan siswa dalam hal memonitor, mengontrol dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Siswa dibiasakan untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, Apa yang diketahui? Apa yang akan dicari? Apa

8 yang akan dilakukan? Strategi mana yang paling baik? Apakah langkah-langkah yang telah ditempuh benar? Di bagian mana terdapat kesalahan? Bagaimana upaya memperbaikinya? Pertanyaan-pertanyaan metakognitif seperti itu merupakan pertanyaan yang mengarahkan siswa terhadap kemampuan untuk memberikan penjelasan dengan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi dan akhirnya dapat memutuskan suatu tindakan. Ciri-ciri tersebut merupakan indikator dari kemampuan berpikir kritis yang harus dimiliki oleh siswa. Maka pembelajaran dengan pendekatan metakognitif diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Teori Van Hiele merupakan salah satu teori yang peduli terhadap pembelajaran geometri, dimana teori Van Hiele menyatakan bahwa dalam pembelajaran geometri siswa harus melalui tahap-tahap: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi. Pada tiga tahap yang pertama, siswa dituntut mampu mengenali bentuk-bentuk geometri dan mengenali sifat-sifatnya dan mampu menyatakan hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Tahap-tahap Van Hiele yang harus dikuasai oleh siswa merupakan Indikatorindikator tentang kemampuan mengobservasi, mempertimbangkan hasil observasi, memberikan penjelasan, menganalisis argumen dan tindakan mengidentifikasi kesamaan, dimana indikator-indikator tersebut merupakan indikator dari kemampuan berpikir kritis. Penulis yakin jika keunggulan pendekatan metakognitif diterapkan dalam pembelajaran matematika khususnya

9 dalam pembelajaran geometri dengan situasi dan kondisi berorientasikan teori Van Hiele, maka pembelajaran yang diterapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari uraian di atas, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian, dengan judul Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah penulis uraikan, dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah yang belajar melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele? 3. Bagaimana sikap siswa terhadap geometri, proses pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele, dan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis yang diberikan? 4. Bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele?

10 5. Bagaimana pandangan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele dan pembelajaran biasa. 2. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele. 3. Mengkaji sikap siswa terhadap matematika, proses pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele, dan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis yang diberikan. 4. Mengkaji aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan metkognitif berorientasi teori Van Hiele. 5. Mengkaji pandangan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele.

11 D. Manfaat Penelitian Jika hasil penelitian ini dapat mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berbasis teori Van Hiele dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis seluruh siswa dibandingkan dengan pembelajaran biasa bagi siswa SMP, maka: 1. Model pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele untuk siswa SMP dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran geometri dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis seluruh siswa secara klasikal. 2. Mengenalkan mekanisme yang digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele kepada calon guru dan guru matematika. 3. Dari hasil penelitian ini dapat ditelaah kecenderungan-kecenderungan terhadap matematika dan pembelajaran matematika melalui pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. E. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilahistilah yang digunakan pada rumusan masalah penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

12 1. Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah kemampuan memberikan penjelasan sederhana, kemampuan membangun keterampilan dasar dan kemampuan membuat kesimpulan: a. Kemampuan memberikan penjelasan sederhana yaitu kemampuan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan. b. Kemampuan membangun keterampilan dasar yaitu kemampuan mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. c. Kemampuan membuat kesimpulan yaitu kemampuan melakukan dan mempertimbangkan deduksi serta kemampuan membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. 2. Pendekatan metakognitif adalah pendekatan yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol apa yang dilakukan untuk menentukan solusi dari suatu permasalahan, memfokuskan pertanyaan kepada pemahaman masalah, pengembangan hubungan antara pengetahuan yang lalu dan sekarang, penggunaan strategi penyelesaian permasalahan yang tepat, merefleksikan proses dan solusi; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep dirinya. 3. Teori Van Hiele adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada perkembangan kemampuan berpikir dengan melalui tahap-tahap visualisasi, analisis, dan abstraksi: a. Tahap visualisasi (tahap pengenalan): Pada tahap ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan.

13 b. Tahap analisis (tahap deskriptif): Pada tahap ini, siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun dan siswa sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri. c. Tahap abstraksi (tahap pengurutan): Pada tahap ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antara ciri yang satu dengan ciri yang lain pada suatu bangun. 4. Pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele adalah pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol apa yang dilakukan, untuk mencapai tahap-tahap perkembangan kemampuan berpikir menurut Van Hiele. F. Hipotesis Penelitian Dalam upaya memecahkan masalah dalam penelitian yang dilakukan ini maka penulis menuliskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa. 2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele.