Jurnal Tugas Akhir STUDI PERBANDINGAN SISTEM PERLINDUNGAN KOROSI SACRIFICIAL ANODE DAN IMPRESSED CURRENT PADA STRUKTUR JACKET Iqbal Maulana Arisa Effendi 1, Imam 2 Rochani, Heri Supomo 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS, Surabaya 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS, Surabaya Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 E-mail : black_nautilus09@yahoo.com Dalam industri Migas, pipeline merupakan komponen utama yang digunakan sebagai sarana distribusi dan transmisi minyak dan gas baik di daratan (onshore) maupun di lepas pantai (offshore). Permasalahan yang sering dihadapi oleh pipeline pada lepas pantai (offshore) dan darat (onshore) adalah terjadinya korosi. Pada plitian ini telah dilakukan Studi Perbandingan Tingkat Perlindungan Korosi Terhadap Beberapa Jenis Material Coating Pada Onshore Pipeline. Plitian ini dilakukan dengan cara menghitung resistance (hambatan) pada material coating jenis polyethyl dan material coating jenis polyprophyl berdasarkan variasi suhu dan waktu pada material ASTM A106 Gr B Sch 80. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Hasil plitian didapatkan bahwa pada suhu 65 o C dengan waktu pengamatan 72 jam, nilai resistance material coating jenis polyethyl sebesar 2,88 x 10 5 Ω dan nilai resistance material coating jenis polyprophyl sebesar 1,58 x 10 5 Ω. Pada suhu 100 o C dengan waktu pengamatan 72 jam, nilai resistance material coating jenis polyethyl sebesar 4,85 x 10 4 Ω dan nilai resistance material coating jenis polyprophyl sebesar 2,72 x 10 4 Ω dan nilai resistance material coating jenis polyethyl sebesar 12,89 Ω. 3 Kata kunci: resistance, polyethyl, polyprophyl, ASTM A106 Gr B Sch 80 1. PENDAHULUAN Dalam industri Migas, pipeline merupakan komponen utama yang digunakan sebagai sarana distribusi dan transmisi minyak dan gas baik di daratan (onshore) maupun di lepas pantai (offshore). Proses distribusi dan transmisi pipeline tersebut ada kalanya melewati kawasan pemukiman penduduk yang ramai, seperti perkotaan, atau ekosistem lain yang penting seperti laut, sungai, dan danau. Ketika beroperasi, pipeline berkontak langsung dengan lingkungan luar maupun lingkungan di dalam pipeline. Pipeline tersebut banyak menggunakan pemakaian pipa jenis logam dalam hal menunjang proses operasionalnya. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pipeline pada lepas pantai (offshore) dan darat (onshore) adalah terjadinya korosi. Untuk memperlambat laju korosi perlu dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah rancangan (desain), pemilihan bahan material, pemakaian inhibitor, pelapisan (coating), serta cathodic protection.coating merupakan perlindungan korosi yang utama, sementara cathodic protection hanya memproteksi sebagian kecil dari
permukaan pipeline yang tidak ter-cover oleh coating. 2. DASAR TEORI Korosi didefinisikan sebagai kumpulan dari keseluruhan proses dengan jalan dimana metal atau alloy yang digunakan untuk material struktur berubah bentuk dari bersifat metal menjadi beberapa kombinasi dari kondisi yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya (Supomo, 2003). Korosi pada logam berdasarkan bentuknya terbagi dalam 2 grup, yaitu korosi gral (umum) dan localized (terpusat). Belakangan ini kebanyakan jenis dari korosi bersifat merusak dan lebih sering dijumpai pada kondisi basah jika dibandingkan dengan kondisi kering. logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu proses korosi adalah (Supomo, 2007). Material konstruksi Kondisi lingkungan atau media Bentuk konstruksi Fungsi konstruksi Selain itu, faktor ketahanan korosi sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: Electro-chemical Physical chemically Thermodinamic Metallurgy 2.2.1. Prinsip-prinsip Terjadinya Korosi 2.2.1.1. Energi Dalam Korosi Lingkungan alam suatu benda merupakan media yang cenderung untuk berinteraksi dengan benda tersebut dalam hal pertukaran rgi. Energi ini diturunkan dari rgi tersimpan akibat ikatan kimia dari zat-zat pembentuk benda tersebut, biasa disebut internal rgy. Pertukaran rgi akan terjadi antara internal rgi dengan rgi yang tersedia di sekeliling benda yang biasa disebut free rgy atau eksternal rgy. 2.2.1.2. Dasar Teori Kimia Berdasarkan teori kimia, korosi terjadi akibat adanya reaksi oksidasi dan reduksi antara material dengan lingkungannya. Reaksi oksidasi diartikan sebagai reaksi yang menghasilkan elektron dan reduksi adalah reaksi antara dua unsur yang menggunakan atau mengikat elektron. 2.2.1.3. Dasar Teori Listrik Pada teori listrik umum disebutkan bahwa setiap benda mempunyai muatan listrik statis yang besarnya sangat bervariasi. Apabila diantara dua benda yang berbeda dihubungkan secara elektris maka akan terjadi aliran listrik dan aliran elektron. Hubungan elektris yang dimaksud adalah kedua benda dicelupkan ke dalam larutan elektrolit dan dihubungkan dengan konduktor. 2.2.2.Faktor-Faktor Mempengaruhi Korosi 2.2.2.1. Pengaruh Lingkungan yang Dalam proses industri, material khususnya logam mengalami perubahan sifat dikarenakan proses produksi. Selain itu juga dipengaruhi oleh lingkungan benda tersebut dibuat. Yang perlu diperhatikan bahwa ketahanan metal terhadap korosi tergantung pada bagaimana dan dimana penggunaan dari logam tersebut dan bagaimana komposisi dari logam tersebut. 2.2.2.2. Pengaruh dari Kecepatan Media Pengaruh dari kecepatan media terhadap corrosion rate adalah seperti yang terjadi pada penambahan oxidizer dan sangat bergantung pada karakteristik logam dan lingkungan dimana benda tersebut berada. 2.2.2.3. Pengaruh Temperatur Dengan bertambahnya temperatur berarti akan menambah semakin cepatnya reaksi kimia. Penambahan temperatur umumnya
menambah laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperatur. Apabila logam pada temperatur yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi. 2.2.3. Pengendalian Korosi Ada beberapa prinsip cara pengendalian korosi yang disesuaikan dengan jenis peralatan, tempat, faktor lingkungan yang korosif dan material yang memegang peranan penting yaitu dengan melakukan beberapa metode sebagai berikut: Desain (Rancangan) Pemilihan Bahan Material Pemakaian Inhibitor Pelapisan (Coating) Cathodic Protection (CP) 2.2.4. Pelapisan (coating) Penggunakan coating dan cathodic protection merupakan hal yang umum dalam perlindungan korosi pada saat ini. Namun dalam hal ini, sistem coating peranannya lebih menonjol atau utama dibandingkan dengan sistem cathodic protection. Hal ini dikarenakan sistem cathodic protection lebih berperan dalam meng-cover sistem coating dalam perlindungan korosi. Kombinasi coating dan cathodic protection ini bisa diandalkan untuk jangka waktu sampai 40 tahun atau lebih. Lapisan pelindung (coating) adalah lapisan yang berfungsi untuk mencegah permukaan pipa berhubungan atau kontak langsung dengan elektrolit yang dapat menimbulkan terjadinya korosi. Menurut Peabody (2001), fungsi primer dari lapisan pelindung adalah mengurangi lapisan pipa yang terekspos berhubungan dengan udara sehingga arus proteksi untuk mencegah korosi dapat dikurangi. Menurut Soegiono (2007), penggunaan dan persyaratan coating dimaksudkan untuk melindungi dan melapisi pipa dari lingkungannya agar secara fisik dapat efektif memisahkan baja dari tanah atau air. Pelapisan (coating) dapat berupa pelapisan dengan logam lain yang lebih anodik. Jenis pelapisan adalah dengan menggunakan cat, plastik, beton dan logam. Pada kebanyakan situasi, praktis serangan ini tidak Sedangkan persyaratan coating agar dapat efektif untuk memisahkan secara fisik baja dari tanah dan air adalah sebagai berikut : aplikasinya mudah, daya rekatnya kuat selama umur pipa, ptration resistance (tahan ptrasi partikel pasir), flexibility (lentur), electrical properties (electrical properties yang tinggi untuk mengisolasi pipa terhadap air ataupun tanah guna mencegah electrochemical corrosion, water ptration resistance, chemical and physca stability, bacterial resistance dan perbaikan mudah ( Soegiono,2007). Menurut NACE Standart RP-0169 (1996) section 5, syarat-syarat untuk lapisan pelindung yang baik adalah sebagai berikut : Sebagai penyekat listrik yang efektif. Sangat efektif untuk mencegah penguapan. Dapat diaplikasikan pada pipa dengan metode yang tidak mempengaruhi properties dari material pipa. Metode pemasangan dan perawatan tidak mempengaruhi terhadap material pipa. Dapat diaplikasikan ke permukaan pipa, dengan meminimalkan kerusakan. Adhesif yang baik terhadap permukaan pipa. Mampu tahan terhadap holiday. Mampu tahan dari kerusakan saat pemasangan, operasi dan perawatan. Mampu memiliki ketahanan dalam disbanding.
Mampu memelihara tahanan jenis listrik secara konstan. 3. ANALISA DAN PEMBAHASAN Data pengujian pada variasi suhu 65 o C. Table 4.1 Data pengujian spesimen dengan variasi suhu 65 o C Dari table 4.1diatas terliat bahwa pada suhu 65 o C dengan variasi waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam, kedua jenis material coating tidak mengalami perubahan signifikan dalam hal resistance (hambatan). Untuk memperjelas tabel diatas maka dibuat grafik pengujian specimen dengan variasi suhu 65 o C seperti pada gambar 4.2. Voltase (volt) material coating jenis polypropyl pada suhu 65 o C. Dimana nilai resitance polyethyl pada suhu 65 o C dengan variasi waktu 24 jam adalah 4,17 x 10 5 ohm dibandingkan dengan material coating jenis polypropyl yang Waktu (jam) R = Hambatan Polypropyl (ohm) Polyethyl 5 5 50 24 2,21 x 10 4,17 x10 5 5 48 1,59 x 10 2,88 x10 5 5 72 1,22 x 10 2,21 x10 mempunyai resistance (hambatan) sebesar 2,21 x 10 5 ohm. Data pengujian pada variasi suhu 100 o C. Table 4.3 Data pengujian spesimen dengan suhu 100 o C Gambar 4.2 Grafik Resistance (hambatan) terhadap waktu dengan variasi suhu 65 o C. Analisis nilai resistance pada suhu 65 o C. Menurut NACE RP 169 (1996), salah satu persyaratan material coating yang baik adalah lapisan tersebut efektif sebagai penyekat (isolator), sehingga diharapkan tidak ada kontak dengan aliran listrik dari lingkungan ke permukaan pipa. Dalam hal perlindungan korosi material coating jenis polyethyl lebih maksimal dibandingkan dengan Voltase (volt) Waktu (jam) R = Hambatan Polypropyl (ohm) Polyethyl 4 4 50 24 8,06 x 10 6,93 x10 4 4 48 5,83 x 10 4,76 x10 4 4 72 4,38 x 10 3,8 x10 Dari tabel diatas 4.3 terlihat bahwa pada suhu 100 o C dengan variasi waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam, kedua jenis material coating sudah mengalami perubahan yang signifikan dalam hal resitance, hal ini dikarenaka suhu yang telah ada cukup tinggi yaitu 100 o C. Untuk
memperjelas tabel diatas maka dibuat grafik pengujian specimen dengan variasi suhu 100 o C seperti pada gambar 4.3. Gambar 4.3 Grafik Resistance (hambatan) terhadap waktu dengan variasi suhu 100 o C Analisis nilai resistance pada suhu 100 o C. Berubahnya pola grafik 4.3 dibanding grafik 4.2, ini dipicu karena kenaikan suhu yang sangat tinggi sehingga suhu pengujian menjadi ekstrim. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi pada kedua jenis material tersebut, baik itu material coating jenis polyethyl maupun material coating jenis polypropyl. Pemicu terhadap perubahan nilai resistance akibat suhu yang sangat tinggi yaitu 100 o C membuktikan bahwa besarnya derajat suhu dapat membuat material pelindung (coating) menjadi kehilangan kemampuan mempertahankan nilai resistancenya(hambatan). Pada suhu 100 C ini dibandingkan dengan material coating jenis polyethyl penggunaan material coating jenis polypropyl lebih tepat dan optimal. Ini dibuktikan dengan nilai resistance (hambatan) yang dimiliki oleh polypropyl lebih besar yaitu sebesar 8,06 x 10 4 ohm dibandingkan dengan nilai resitance (hambatan) material coating jenis polyethyl yaitu sebesar 6,93 x 10 4 dengan variasi waktu dan suhu yang sama. Data pengujian pada variasi suhu 135 o C. Table 4.4 Data pengujian spesimen dengan suhu 135 o C Voltase (volt) Waktu (jam) R = Hambatan Polypropyl (ohm) Polyethyl 4 50 24 3,26 x 10 15,43 4 48 2,72 x 10 13,02 4 72 2,37 x 10 10,96 Dari tabel diatas 4.3 terlihat bahwa pada suhu yang sangat ekstrim sekali yaitu 135 o C dengan variasi waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam, kedua jenis material coating tersebut terus mengalami penurunan nilai resistance (hambatan), terutama pada material coating jenis polyethyl. Hal ini terlihat pada nilai besarnya I (arus) dan berkurangnya nilai hambatan (R). untuk lebih jelasnya digrafikan pada gambar 4.4
jenis polyethyl yaitu sebesar 6,93 x 10 4 dengan variasi waktu dan suhu yang sama. Analisis nilai resistance pada tiap suhu. Untuk lebih menjelaskan perbandingan grafik dari percobaaan diatas,dari variasi suhu diatas,terdapat gambar 4.5. Gambar 4.3 Grafik Resistance (hambatan) terhadap waktu dengan variasi suhu 135 o C Analisis nilai resistance pada suhu 135 o C. Berdasarkan tabel 4.4 serta grafik gambar 4.4, menunjukan pada suhu yang sangat ekstrim yaitu suhu 135 o C material coating jenis polyethyl mengalami penurunan yang sangat dratis dibandingkan dengan penurunan pada suhu sebelumnya yaitu suhu 65 o C dan 100 o C. Penurunan dratis ini dikarenakan pada saat pengujian material coating dengan suhu 135 o C, material coating jenis polyethyl mengalami ketidakmampuan terhadap suhu yang sangat ekstrim, sehingga material coating polyethyl terkelupas dari material induk / pipeline. Pada suhu 135 o C ini dibandingkan dengan material coating jenis polyethyl penggunaan material coating jenis polypropyl lebih tepat dan optimal. Ini dibuktikan dengan nilai resistance (hambatan) yang dimiliki oleh polypropyl lebih besar yaitu sebesar 8,06 x 10 4 ohm dibandingkan dengan nilai resitance (hambatan) material coating Gambar 4.5 Grafik Resistance (hambatan) terhadap waktu dengan variasi suhu 65 o C, 100 o C dan135 o C Dari grafik gambar 4.5 mrangkan bahwa semakin tinggi temperature semakin rendah nilai resistance (hambatan) material coating. Dengan semakin rendahnya nilai resistance (hambatan) suatu material coating, kejadian korosi pada logam induk akan semakin tinggi. Pada suhu 65 o C, perlindungan dengan material coating jenis polyethyl lebih optimal dalam melindungi logam induk dari terjadinya korosi, hal ini dibuktikan niali resistance polyethyl lebih besar dibandingkan dengan material coating jenis polyprophyl. Sebalik pada saat suhu 100 o C dan 135 o C, penggunaan material coating jenis polypropyl sangat optimal,
hal ini dikarenakan nilai resistance polypropyl lebih besar dibandingkan dengan nilai resistance polyethyl. Ini disebabkan karean pada suhu 135 o C, material coating jenis polyethyl telah terkelupas dari logam induk yang dilindungi dari korosi. Jadi selain pengaruh dari suhu, pemilihan jenis material coating juga mempengaruhi terhadap terjadinya korosi. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Menjawab dari semua perumusan masalah, ada beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari plitian dan analisis pada tugas akhir ini adalah: 1. Pada temperature 65 o C nilai resistance (hambatan) material coating jenis Polypropyl (PP) sebesar 1,58 x 10 5 Ω. Sedangkan nilai resistance (hambatan) material coating jenis Polyethyl (PE) sebesar 2,88 x 10 5 Ω. Pada temperature 100 o C nilai resistance Polypropyl (PP) sebesar 5,72 x 10 4 Ω,. Sedangkan nilai resistance Polyethyl (PE) sebesar 4,85 x 10 4 Ω. Pada temperature 135 o C resistance (hambatan) material coating jenis Polypropyl (PP) sebesar 2,72 x 10 4 Ω. Sedangkan nilai resistance (hambatan) material coating jenis Polyethyl (PE) sebesar 12,89 Ω. 2. Penggunaan material coating jenis Polyethyl (PE) berjalan sangat efektif ketika berada antara suhu 28 o C (suhu kamar) sampai dengan suhu 65 o C. Dibuktikan dengan nilai resistance (hambatan) yang sangat besar dibandingkan dengan nilai resistance (hambatan) material coating jenis Polypropyl (PP). Sedangkan untuk suhu 100 o C dan 135 o C penggunaan material coating jenis Polypropyl (PP) lebih efektif dibandingkan penggunaan material coating jenis Polyethyl (PE). 4.2 Saran Beberapa hal yang bisa di sarankan dari tugas akhir ini adalah : 1. Perlu pengujian dengan metode yang lain dengan variasi waktu dan temperature yang berbeda. 2. Dengan metode yang sama, pengujian dapat dilakukan pada jenis material coating yang lain dengan variasi perlakuan yang berbeda juga. DAFTAR PUSTAKA American Society for Testing and Material.1992. ASTM G8 : Standart Test Methods for Cathodic Disbonding of Pipeline Coating. USA Canadian Standards Association. 2007. CSA Z245: External Fusion Bond Epoxy Coating for Steel Pipe/ External Polyethyl and Polypropyl Coating for Pipe. Canada Det Norske Veritas.1993. DNV RP- F106:Factory Applied External Pipeline Coatings for Corrosion Control.Norway Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak Bumi. Tugas Akhir Jurusan Teknik Kimia. USU. Sumatera Utara Joint Operating Body Pertamina- Petrochina East Java. 2004. Sukowati-Mudi Pipeline Project. Tuban Joint Operating Body Pertamina- Petrochina East Java. 2007. Sukowati-CPA Pipeline Project. Tuban
Liu, H. 2005. Pipeline Engineering. Boca Raton: Lewis Publishers CRC Press Company. Muhandis,M.2008.http://anticorrosive.blog spot.com/ National Association of Corrosion Engineers.1996. NACE Standart RP 0169-1996 section 5: Control of External Corrosion On Underground or Summerged Metallic Piping Systems.Houston. Nugroho, A. A. 2006. Studi Eksperimen Pengaruh Inhibitor terhadap Laju Korosi Internal pada Material Pipa Minyak. Surabaya : Jurusan Teknik Kelautan-Fakultas Teknologi Kelautan-Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Peabody,A.W. 2001. Control of Pipeline Corrosion. Houston. Rothfarb, B. Frank, H. Rosenbaum, D.M. Steiglitz, K. dan Kleitman, D.J. 1969. "Optimal Design of Offshore Natural- Gas Pipeline Systems". Journal of Operations Research. Vol. 18, No. 6 : pp. 992-1020. Soegiono, Prof. Ir., 2007, Pipa Laut, Surabaya : Airlangga University Press. Sulistijono. 1999. Korosi: Fakultas Teknologi Industri. Supomo, H. 2007. Diktat Kuliah Korosi, Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan- Fakultas Teknologi Kelautan-Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Trethewey, KR dan J. Chamberlain. 1991. Korosi Untuk Mahasiswa Dan Rekayasawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Wikipedia bahasa Indonesia. 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/proteksi_k atodik.