Bab IV Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

Karakterisasi Kaolin Lokal Kalimantan Selatan Hasil Kalsinasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

Gambar IV.12 memperlihatkan spektrum serapan FTIR untuk zeolit K-F dan Na-F.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

4 Hasil dan Pembahasan

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

4 Hasil dan pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

4 Hasil dan pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

4 Hasil dan Pembahasan

PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI KAOLIN ALAM ASAL TATAKAN, TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KARBON TERHADAP PEMBENTUKAN ZEOLIT DARI ABU DASAR DENGAN METODE HIDROTERMAL LANGSUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER. Warih Supriadi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Tinjauan Pustaka

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

SINTESIS ZSM-5 SECARA LANGSUNG DARI KAOLIN TANPA TEMPLAT ORGANIK: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

Oleh : Yanis Febri Lufiana NRP :

ION EXCHANGE DASAR TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Adsorpsi Logam Nikel dan Analisis Kristalinitas H-Faujasit dari Abu Layang Batubara

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMURNIAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN BENTONIT TERAKTIVASI ASAM NITRAT

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

Transkripsi:

Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna putih kekuningan dan berbentuk batuan dapat dilihat pada gambar IV. 1. Gambar IV.1 Foto kaolin Cicalengka (a) (b) (c) Gambar IV.2 Perbedaan penampilan fisik (a) kaolin alam (b) kaolin hasil pemurnian (c) metakaolin Warna kaolin alam yang tidak putih bersih menunjukkan bahwa kaolin tersebut memiliki pengotor yang dapat dideteksi melalui karakterisasi menggunakan difraksi 28

sinar-x (XRD). Setelah dimurnikan dari pengotornya, maka warna kaolin berubah menjadi lebih putih. Sedangkan setelah kaolin mengalami pemanasan dan berubah menjadi metakaolin warna berubah menjadi kecoklatan. Hal ini disebabkan adanya molekul air yang dilepaskan dari senyawa kaolin. Di bawah ini dapat dilihat gambar alat sederhana yang digunakan untuk mensintesis zeolit. Gambar IV.3 Peralatan sederhana untuk mensintesis zeolit K-F dan sodalit oktahidrat Berikut ini merupakan pola difraksi untuk kaolin alam yang dihasilkan melalui analisis menggunakan XRD: K C Gambar IV.4 Pola difraksi kaolin alam Cicalengka menunjukkan bahwa kaolin alam Cicalengka memiliki pengotor berupa kuarsa, kristobalit, dan sanidin 29

Hasil karakterisasi menggunakan XRD di atas menunjukkan bahwa kaolin memiliki sejumlah pengotor. Spesi-spesi pengotor ini dapat diidentifikasi dengan membandingkan pola difraksi di atas dengan pola difraksi standar yang diperoleh melalui JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards, file 6-0221 dan 29-1488). Pola difraksi di atas menunjukkan bahwa kaolin alam Cicalengka mengandung beberapa spesi yaitu kaolinit, disertai sanidin, kuarsa, dan kristobalit sebagai pengotor. Pengurangan sejumlah pengotor pada kaolin alam dilakukan dengan teknik dispersi dan dekantasi. Metode ini diharapkan mampu mengurangi pengotor yang terdapat pada kaolin alam dengan cara mendispersikan kaolin dalam sejumlah tertentu pelarut air, dan mengendapkan pengotor setelah mengalami dekantasi selama minimal 8 jam. Hal ini didasari karena adanya perbedaan ukuran partikel antara kaolinit dengan pengotornya. Kaolinit memiliki ukuran partikel yang sangat kecil yaitu 2 μm lebih kecil dibandingkan pengotornya. Gambar IV.5 memperlihatkan pola difraksi untuk kaolin hasil pemurnian. intensitas/cps 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 K C K 0 20 40 60 80 2Ѳ/derajat K kaolin C kristobalit Gambar IV.5 Pola difraksi kaolin hasil pemurnian dengan metode dispersi dan dekantasi menunjukkan pengotor sanidin dan kuarsa telah hilang Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa beberapa puncak difraksi dari pengotor telah hilang, yang secara nyata menunjukkan bahwa kuarsa dan sanidin berhasil diendapkan dengan sempurna pada saat proses dekantasi. Tetapi, pola difraksi di atas juga masih memperlihatkan adanya pengotor kristobalit. Kristobalit masih sulit 30

dihilangkan dengan menggunakan metode dispersi dan dekantasi karena kristobalit memiliki ukuran partikel yang kecil, sehingga sulit terendapkan sempurna bersama dengan pengotor yang lainnya. Tetapi, metode ini dapat dipandang cukup efektif untuk menghilangkan sejumlah pengotor pada kaolin alam. Hasil pemurnian kaolin alam Cicalengka dengan metode dispersi dan dekantasi menunjukkan bahwa kaolin alam Cicalengka mengandung sebanyak 6,21 % kaolinit. Kaolin hasil pemurnian disintesis untuk menghasilkan metakaolin dengan cara pemanasan pada suhu 600 ºC. Ketika dipanaskan, kaolin akan berubah menjadi metakaolin, yang merupakan fase metastabil di mana sebagian besar dari AlO 6 yang tadinya berkoordinasi 6 bertransformasi menjadi unit yang berkoordinasi 4 dan 5. Hal inilah yang membuat metakaolin menjadi sangat reaktif. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa suhu pemanasan kaolin tidak boleh melebihi 980 ºC, karena pada suhu ini metakaolin akan berubah menjadi mulit dan kristobalit. Gambar IV.6 memperlihatkan perubahan yang terjadi pada kaolin setelah proses pemanasan. Gambar IV.6 Pola difraksi metakaolin menunjukkan puncak-puncak difraksi kaolin telah menghilang akibat pemanasan, tetapi puncak difraksi kristobalit masih ada Dari Gambar IV.6 di atas memperlihatkan bahwa metakaolin memiliki struktur yang amorf. Bila dibandingkan dengan pola difraksi kaolin hasil pemurnian, maka dapat 31

terlihat bahwa puncak-puncak difraksi dari kaolin menghilang dan pada rentang 20-40º tidak terdapat puncak difraksi yang spesifik. Hal ini menandakan bahwa metakaolin memiliki struktur yang amorf. Perubahan ini memperlihatkan rusaknya struktur dari kaolin akibat pemanasan. Pola difraksi juga menunjukkan bahwa pengotor kristobalit masih ada dan tidak rusak akibat pemanasan pada suhu ini. Selama proses pemanasan atau kalsinasi kaolin menjadi metakaolin kadar air yang hilang dari kaolin sebanyak 14,69% dari berat semula. Dari hasil penelitian Belver dan Vicente, (2006) menunjukkan bahwa zeolit K-F dapat disintesis dari metakaolin dan KOH menggunakan metode sederhana yaitu dengan cara dipanaskan pada suhu 80 ºC dan dengan pengadukan kontinu pada suhu kamar selama 24 jam. Oleh karena itu, hal ini dijadikan dasar untuk mensintesis zeolit Na-F yaitu dengan cara mereaksikan antara metakaolin dan NaOH pada kondisi yang seperti di atas dan diharapkan akan menghasilkan zeolit dengan jenis yang sama yaitu zeolit Na-F. Tetapi hasil karakterisasi dengan XRD menunjukkan hasil yang berbeda dengan yang diharapkan. Pola difraksi menunjukkan bahwa zeolit yang terbentuk dari hasil reaksi metakaolin dan NaOH adalah zeolit sodalit oktahidrat (hasil perbandingan dengan pola difraksi standar). Zeolit ini merupakan jenis yang berbeda dari zeolit K-F. Zeolit sodalit oktahidrat memiliki rumus kimia Na 6 (AlSiO 4 ) 6. 8H 2 O sedangkan zeolit K-F memiliki rumus kimia K 5 Al 5 Si 5 O 20.8H 2 O. Hal ini menunjukkan bahwa ketika metakaolin direaksikan dengan ion yang memiliki kemiripan sifat seperti Na + dan K + mampu menghasilkan senyawa yang spesifik dalam hal ini zeolit sodalit oktahidrat dan zeolit K-F. Bila dilihat dari rumus umum kedua zeolit di atas, pada zeolit sodalit oktahidrat koordinasi antara unit tetrahedral pada SiO 2 dan unit oktahedral Al 2 O 3 mampu mengikat enam ion Na +, sedangkan pada zeolit K-F koordinasi antara unit tetrahedral pada SiO 2 dan unit oktahedral Al 2 O 3 hanya mampu mengikat lima ion K +. Kemampuan spesifik ini dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran ion Na + dan K +, ion Na + memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan ion K + sehingga ion Na + memungkinkan terikat dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan ion K +. Hal ini juga mempengaruhi 32

keriuhan atau kesterikan dari zeolit yang terbentuk. Gambar IV.7 memperlihatkan pola difraksi untuk sodalit oktahidrat. 2500 intensitas/cps 2000 1500 1000 500 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2Ѳ /derajat Gambar IV.7 Pola difraksi sodalit oktahidrat Cara yang pertama di atas tidak berhasil membentuk zeolit yang diharapkan yaitu zeolit Na-F sehingga digunakan cara kedua. Dengan mensintesis zeolit K-F terlebih dahulu dengan metode yang sama. Zeolit K-F yang disintesis kemudian diubah menjadi zeolit Na-F dengan metode penukaran ion menggunakan larutan NaCl (R. M. Barrier dan B. M. Munday, 1971). Gambar IV.8 memperlihatkan pola difraksi untuk zeolit K-F. intensitas/cps 700 600 500 400 300 200 100 0 0 20 40 60 80 2Ѳ/derajat Gambar IV.8 Pola difraksi zeolit K-F 33

Pola difraksi di atas menunjukkan adanya zeolit K-F yang terbentuk melalui cara kedua yaitu dengan mereaksikan metakaolin dan KOH. Kedua fakta di atas membuktikan bahwa metode yang sederhana dapat digunakan untuk mensintesis zeolit, padahal zeolit biasanya disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal. Zeolit K-F yang terbentuk digunakan sebagai bahan baku untuk mensintesis zeolit Na-F yaitu dengan metode penukaran ion menggunakan 2 prosedur. Pada prosedur pertama zeolit K-F disuspensikan ke dalam larutan garam NaCl dengan pengadukan kontinu tetapi tanpa pemanasan selama 7 hari. Dan pada prosedur kedua, zeolit K-F disuspensikan ke dalam larutan NaCl dengan pemanasan pada suhu 80 ºC dan pengadukan kontinu selama 3 hari. Kedua prosedur ini menghasilkan pola difraksi yang berbeda. Gambar IV.9 memperlihatkan pola difraksi zeolit Na-F yang dihasilkan dengan prosedur pertama. intensitas 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0 20 40 60 80 2 Ѳ/derajat Gambar IV.9 Pola difraksi zeolit Na-F prosedur pertama menunjukkan pembentukan kristal zeolit Na-F belum terbentuk secara sempurna Hasil perbandingan dengan pola difraksi standar menunjukkan bahwa zeolit Na-F telah terbentuk, tetapi masih belum sempurna. Karena masih terlihat adanya puncakpuncak difraksi dari zeolit K-F sebagai bahan baku, serta puncak-puncak difraksi lain yang muncul akibat belum sempurnanya pembentukan kristal zeolit Na-F. Sehingga disimpulkan prosedur yang pertama tidak cukup efektif untuk digunakan dalam mensintesis zeolit Na-F. Penukaran ion antara ion K + dan ion Na + tidak berlangsung 34

dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena reaksi tidak diberikan pemanasan sehingga ion-ion Na + tidak memiliki cukup energi untuk menggeser posisi ion K + dalam kerangka zeolit, sehingga penukaran ion tidak berlangsung sempurna. Gambar IV.10 memperlihatkan pola difraksi untuk zeolit Na-F menggunakan prosedur kedua. intensitas 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 20 40 60 80 2Ѳ/derajat Gambar IV.10 Pola difraksi zeolit Na-F prosedur kedua menunjukkan pembentukan kristal zeolit Na-F telah terbentuk secara sempurna Pada prosedur kedua, metode penukaran ion yang digunakan untuk mensintesis zeolit Na-F memperlihatkan bahwa posisi ion K + telah digantikan oleh ion Na +. Penukaran ion ini memungkinkan terjadi karena adanya kemiripan sifat antara ion K + dan ion Na +, keduanya adalah kation golongan I dengan ukuran jari-jari ion yang hampir sama, muatan yang sama serta keelektropositifan yang hampir sama. Karena kemiripan sifat inilah maka penukaran ion antara Na + dan K + menjadi mudah berlangsung, juga karena adanya energi kinetik yang berasal dari pemanasan yang memberikan energi pada ion Na + untuk menggeser kedudukan ion K + dalam kerangka zeolit. Muatan Na yang hanya +1 juga mempermudah Na untuk masuk ke dalam kerangka zeolit, karena antaraksi Coulomb atau gaya interaksi antara Na dan kerangka zeolit cukup kuat. Prosedur kedua berhasil baik dalam mensintesis zeolit Na-F dibandingkan prosedur yang pertama karena pola difraksi pada Gambar IV.10 di atas menunjukkan zeolit Na-F memiliki derajat kristalinitas yang tinggi. 35

Gambar IV. 11 memperlihatkan spektrum serapan FTIR dari kaolin dan metakaolin. (a) (b) Gambar IV.11 Spektrum serapan FTIR dari (a) kaolin menunjukkan adanya vibrasi gugus OH serta vibrasi dari kisi-kisi kristal kaolin (b) metakaolin menunjukkan vibrasi gugus OH menghilang Spektrum serapan FTIR dari kaolin memperlihatkan adanya pita-pita serapan sesuai dengan yang diperkirakan dari strukturnya, yaitu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kaolin merupakan senyawa aluminosilikat 1:1 dengan rumus umum Si 2 Al 2 O 5 (OH) 4. Spektrum pada gambar di atas dapat dibagi ke dalam 2 daerah yaitu: daerah vibrasi gugus OH pada bilangan gelombang 4000-3000 cm -1 disertai 36

adanya bending dari air pada daerah 1630 cm -1, dan daerah kedua adalah vibrasi dari kisi-kisi kristal kaolin pada daerah 1200-300 cm -1. Melalui karakterisasi dengan FTIR sangat memungkinkan untuk melihat perubahan yang terjadi pada struktur kaolin setelah mengalami pemanasan, dan juga untuk melihat perbedaan utama antara kaolin dan metakaolin. Kedua spektrum di atas bila dibandingkan sangatlah berbeda. Spektrum pada metakaolin jauh lebih sederhana dibandingkan spektrum kaolin. Vibrasi dari gugus OH yang teramati pada spektrum kaolin menghilang pada spektrum metakaolin dan pita serapan pada Si-O mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini disebabkan peristiwa dehidroksilasi yang terjadi selama proses kalsinasi. Hal inilah yang mengakibatkan perbedaan kereaktifan pada kaolin dan metakaolin. Metakaolin menjadi lebih reaktif dibandingkan kaolin. Spektrum FTIR untuk zeolit K-F dan zeolit Na-F menunjukkan vibrasi yang spesifik pada material zeolit, yaitu memperlihatkan vibrasi unit tetrahedral, TO 4, yang membentuk struktur tiga dimensi (3D) pada zeolit. Spektrum juga memperlihatkan adanya molekul-molekul air yang terikat di dalam struktur, serta adanya kation yang dapat dipertukarkan di dalam channel zeolitik. Pita serapan pada daerah 1440 cm -1 merupakan serapan dari karbonat. Karbonat sangat mungkin terbentuk dari reaksi asam basa yang terjadi antara suspensi alkalin dengan CO 2 yang berasal dari atmosfer selama proses sintesis berlangsung. Karena FTIR merupakan teknik yang sangat sensitive, maka dari pita serapan juga teramati adanya CO 2 pada daerah 2349,9 cm -1 yang sangat mungkin merupakan CO 2 yang berasal dari udara atau CO 2 hasil pembuangan dari pernapasan, sekalipun telah dilakukan kalibrasi CO 2 pada alat FTIR setiap kali melakukan pengukuran. 37